Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH KELOMPOK

TENTANG

SCI (SPINAL CORD INJURY)

OLEH KELOMPOK VII :

1. PATRICIA LATURUMAKINA
2. RUKIA MARASABESSY
3. RENI MARDIA MALAWAT
4. SAMANUN TAMALENE
5. NERNI HITIMALA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)

MALUKU HUSADA

KAIRATU

2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Kasih dan Penyertaannya sehingga
Tugas Makalah Keperawatan Kritis Tentang SCI (Spinal Cord Injury) ini dapat diselesaikan.
Makalah ini dibuat untuk pemenuhan Tugas dari Mata Kuliah Keperawatan Kritis. Makalah ini
dibuat secara Kelompok.
Penulis menyadari bahwa penulisan/pembuatan makalah ini belum sepenuhnya lengakap atau
dikatakan Sempurna, untuk itu Penulis sangat mengharapkan agar ketika dilihat dan dibaca oleh
Dosen Pengajar, beliau dapat mengoreksi Makalah ini untuk nantinya dikoreksi menjadi lebih baik
lagi. Begitu juga dengan pembaca-pembaca yang lain, agar ketika membaca makalah ini dapat
memberikan tanggapan yang berupa saran yang membangun demi perbaikan Makalah ini menjadi
lebih baik lagi.
Akhir kata penulis mengucapkan Terima Kasih dan Permohonan maaf jika Makalah ini belum
sepenuhnya sempurna.

Kairatu, 27 Oktober 2019

Penulis

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................................................ ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................................................ 1
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................................................... 1
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Manfaat Teoritis .............................................................................................................. 1
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Pasien dan Keluarga ........................................................................................... 2
2.Bagi Instansi Rumah Sakit .......................................................................................... 2
3.Bagi Instansi Pendidikan ............................................................................................. 2

BAB II. TINJAUAN TEORI


2.1 Konsep Penyakit SCI
2.1.1 Definisi............................................................................................................................. 3
2.1.2 Etiologi/ Faktor Predisposisi ........................................................................................... 3
2.1.3 Manifestasi Klinis ........................................................................................................... 3
2.1.4 Web Of Caution/ Pathway/ Patofisiologi ........................................................................ 4
2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik .................................................................................................. 5
2.1.6 Penatalaksanaan
1. Medis ........................................................................................................................... 6
2. Keperawatan ................................................................................................................ 6
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan pada pasien SCI
2.2.1 Pengkajian
a. Anamnese ..................................................................................................................... 6
b. Pemeriksaan Fisik ........................................................................................................ 7
1. B1 (Breathing) ............................................................................................................. 7
2. B2 (Blood) ................................................................................................................... 8
3. B3 (Brain) .................................................................................................................... 8
4. B4 (Bleder) .................................................................................................................. 9
5. B5 (Bowel) .................................................................................................................. 10
6. B6 (Bone) .....................................................................................................................10
2.2.2 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan ............................................................................................... 11
2. Intervensi Keperawatan ............................................................................................. 12-13

BAB III. ANALISIS JURNAL ...................................................................................................... 14

BAB IV. KESIMPULAN DA N SARAN


4.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 15
4.2 Saran ......................................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trauma pada tulang belakang adalah cedera mengenai servikalis, vertebrata dan lumbalis akibat
dari suatu rauma yang menegani tulang belakang (Chairuddin Rasjad, 1998) menegaskan bahwa
semua trauma tulang belakang harus dianggap suatu trauma yang hebat, sehingga sejak awal
pertolongan pertama dan transportasi ke rumah sakit penderita harus diperlakukan secara hati-
hati. Trauma pada tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada tulang belakang, yaitu
ligamen dan diskus, tulang belakang sendiri dan sumsum tulang belakang (Spinal Cord). (Arif
Mutaqqin. 2008.)
Sebagian besar trauma tulang belakang ang mengenai tulang tidak disertai kelainan pada
medula spinalis (80%) dan hanya sebagian (20%) yang disertai kelainan pada medula spinalis.
(Arif Mutaqqin. 2008.)
Penyebab cedera medula spinalis akibat trauma langsung yang mengenai tulang belakang dan
melampaui batas kemampuan tulang belakang dalam melindungi saraf-saraf yang berada di
dalamnya. Trauma tersebut meliputu kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, kecelakaan
industri atau kecelakaan lain seperti jatuh dari pohon atau bangunan, luka tusuk, luka tembak dan
kejatuhan benda keras. (Arif Mutaqqin. 2008.)
Penanganan awal cedera spinal cord juga merupakan tahap manajemen non-operatif.
Penanganan awal cedera spinal cord adalah dengan mempertahankan perfusi yang baik ke
jaringan yaitu dengan oksigenasi dan terapi cairan. Terapi denga farmakologi yang umum
diberikan adalah pemberian methylprednisolon. Pengobatan secara medikamentosa dapat
dilakukan untuk mengurangi efek sekunder dari cedera spinal. Methylprednisolon menunjukkan
adanya efek protektif terhadap cedera saraf dimana efek terbaik didapatkan dalam 8 jam pertama
dan efek tembahan didapatkan dalam 24 jam.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep penyakit SCI (Spinal Cord Injury) ?
2. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan pada pasien dengan SCI (Spinal Cord
Injury) ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui Konsep Penerapan Asuhan Keperawatan secara komprehensif pada pasien
dengan SCI (Spinal Cord Injury)
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui Knsep Penyakit SCI (Spinal Cord Injury)
b. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan SCI (Spinal
Cord Injury)
1.4 Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Mampu menjadi referensi dalam memberikan Asuhan Keperawata pada pasien SCI
sesuai dengan standar Keperawatan Profesional yang Komprehensif.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pasien dan Keluarga
Dapat mengaplikasikan atau dapat meningkat pengetahuan cara perawatan secara
mandiri pada pasien dengan SCI baik di Rumah atau di Rumah Sakit.
b. Bagi Instansi Rumah Sakit
Bagaimana cara Perawat melaksanakan Asuhan Keperawatan secara komprehensif
sesuai dengan SOP
c. Bagi Instansi Pendidikan
Untuk menambah pengetahuan bagi civitas Akademika bagaimana penerapan
Asuhan Keperawatan pada pasien dengan SCI (Spinal Cord Injury).

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Penyakit SCI


a. Definisi
Trauma pada tulang belakang adalah cedera yang mengenai servikalis vertebrata, dan
lumbal akibat trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan
olahraga dan sebagainya. Arif Mutaqqin. 2008)
b. Klasifikasi
Tabel 1.2. Frankel Trauma Tulang Belakang Berdasarkan Status Neurologis
Frankel Status Neurologis
Frankel A Kehilangan fungsi motorik dan sensorik
Frankel B Ada Fungsi sensorik dan tidak ada fungsi motorik
Frankel C Fungsi motorik ada, tetapi tidak berfungsi
Frankel D Fungsi motorik ada, tetapi tidak sempurna
Frankel E Fungsi motorik dan sensorik baik, hanya ada refleks abnormal

2.1.3 Etiologi/ Faktor Predisposisi (Ns. Chairuddin Arif. S.Kep. 2008)


a. Kecelakaan lalu lintas
b. Kecelakaan Olahraga
c. Kecelakaan Industri
d. Kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan
e. Luka Tusuk, Luka tembak
f. Trauma karena tali pengamanan (Fraktur Chance)
g. Kejatuhan Benda keras

2.1.4 Manifestasi Klinis (Ns. Chairuddin Arif. S.Kep. 2008)


Trauma pada sumsum dan saraf tulang belakang dapat berupa hal-hal sebagai berikut:
a. Konkusi sumsum tulang belakang (Syok Spinal, Neuropraksia). Gambaran
klinisnya:
1) Hilangnya sensibilitas yang bersifat sementara (dalam beberapa menit sampai
48 jam )
2) Paralisis yang bersifat layu
3) Ileus paralitik
4) Kencing yang tertahan (retensi urine)
5) Hilangnya refleks-refleks yang bersifat sementara
6) Hilangnya refleks anus yang bersifat sementara
7) Paralisis motorik serta hilangnya sensibilitas dan paralisis alat-alat dalam
yang bergantung pada ketinggian terjadinya trauma.
8) Trauma pada radiks saraf. Gejala yang terjadi adalah gangguan sensorik dan
motorik sesuai dengan distribusi segmental dari saraf yang terkena
9) Trauma pada sumsum tulang belakang

2
2.1.5 Web Of Caution / Pathway/ Patofisiologi (Arif Mutaqqin. 2008)

Trauma mengenai tulang belakang

Cedera kolumna vertebralis


Cedera medula spinalis

Kerusakan jalur simpatik desenden Perdarahan mikroskopik Blok saraf parasimpatis

Reaksi peradangan kelumpuhan otot pernapasan


Kehilangan kontrol Terputus
Tonus Vasomotor jaringan iskemia dan hipoksemia
Persarafan simpatis saraf di syok edema reaksi
Ke jantung Medula spinal pembengkakan anestetik MK: 1. Pola napas
Spinalis tidak efektif
Refleks spinal respons penekanan ileus paralitik,
Paralisis dan nyeri saraf dan gangguan hipoventilasi
Mengaktifkan Paraplegia hebat dan pembuluh fungsi rektum
Sistem saraf akut darah dan kandung gagal napas
simpatis MK 7: Gangguan kemih
Mobilitas Fisik MK 4: MK 3: Kematian
Konstriksi Nyeri perfusi perifer MK 8 dan 9:
Pembuluh kelemahan akut tidak efektif gangguan
Darah fisik umum eliminasi urine
dan gangguan eliminasi
Risiko t infark MK 10: Defisit Disfungsi alvi/konstipasi
Pada miokard perawatan diri persepsi spasial
Dan kehilangan
Sensori penurunan
Tingkat Koma
Asupan kesadaran
Penekanan Kemampuan nutrisi tidak
Jaringan batuk menurun, adekuat
Setempat kurang mobilitas MK 6:
Fisik Risiko
MK 11: MK 5: Trauma (Cedera)
gangguan MK: 2 bersihan Defisit MK 14: Ansietas
Integritas kulit jalan napas nutrisi MK 13:
Tidak efektif koping tidak
efektif

3
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik (Ns. Chairuddin Arif. S.Kep. 2008)
1. Pemeriksaan Radiologis. Pemeriksaan radiologi meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Pemeriksaa rontgen. Pada pemeriksaan rontgen, manipulasi penderita harus
dilakukan secara hati-hati. Pada fraktur C-2, pemeriksaan posisi AP dilakukan
secara khusus dengan membuka mulut. Pemerksaan posisi AP secara lateral
dan kadang-kadang oblik dilakukan untuk melihat hal-hal sebagai berikut:
1) Diameter Anteroposterior kanan spinal
2) Kontur, Bentuk, dan kesejajaran vertebra
3) Pergerakan Fragmen tulang dalam kanan spinal
4) Keadaan simetris dari pedikel dan prosesus spinosus
5) Ketinggian ruangan diskus intervertebralis
6) Pembengkakan jaringan lunak.

gambar 1.1 rontgen proyeksi antero-posterior dan gambar 1.2 rontgen proyeksi lateral

b. Pemeriksaan CT-Scan tarutama untuk melihat fragmentasi dan pergeseran


fraktur dalam kanal spinal. Pemeriksaan CT-Scan dengan mielografi.
c. Pemeriksaan MRI terutama untuk melihat jaringan lunak, yaitu diskus
intervertebralis dan ligamentum flavum serta lesi dalam sumsum tulang
belakang.
2. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium klinik rutin dilakukan
untuk menilai komplikasi pada organ lain akibat cedera tulang belakang.

2.1.7 Penatalaksanaan (Ns. Chairuddin Arif. S.Kep. 2008)


1) Medis
a. Pemeriksaan neurologis secara teliti tentang fungsi motorik, sensorik
dan Refleks.
b. Pemeriksaan nyeri lokal dan nyeri tekan serta kifosis yang
menandakan adanya fraktur dislokasi.
c. Keadaan umum penderita.
d. Pemberian obat-obatan secara cepat, misalnya cairan analgesik seperti
petidin, tetapi obat ini tidak boleh diberikan pada klien fraktur
servikal. Jangan memberikan analgesik dan sedatif pada klien yang
tidak sadar

4
2) Keperawatan
a. Apakah penderita sadar atau tidak sadar,
b. Gerakan yang tidak perlu sebaiknya dihindarkan karena akan
menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada sumsum,
c. Resusitasi klien,
d. Perhatikan jalan napas,
e. Pencatatan denyut nadi, tekanan darah dan pernapasan,
f. Lakukan pemeriksaan umum terutama kemungkinan adanya
perdarahan internal,
g. Pertahankan pemberian cairan dan nutrisi
h. Perawatan kandung kemih dan usus
i. Mencegah dekubitus
j. Mencegah kontraktur pada anggota gerak serta rangkaian rehabilitasi
lainnya,
k. Segera mengirim klien ke unit trauma spinal (bila ada),
l. Perhatikan setiap pergeseran klien, klien harus tetap lurus

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien SCI (Arif Mutaqqin. 2008)
1. Pengkajian
a. Anamnese
Pengumpulan data klien baik subjektif atau objektif pada gangguan sistem
persarafan sehubungan dengan cedera tulang belakang bergantung pada
bentuk, lokasi, jenis cedera dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya.
Anamnesis pada cedera medula spinalis meliputi keluhan utam, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan pengkajian psikososial.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas, inkontinensia defekasi dan
berkemih,nyeri tekan otot, hiperestesi tepat di atas daerah trauma, dan
mengalami deformitas pada daerah trauma.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Adanya riwayat trauma yang mengenai tulang belakang akibat dari
kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, kecelakaan industri, dan
kecelakaan lain seperti jatuh dari pohon atau bangunan, luka tusuk, luka
tembak, trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance), dan kejatuhan benda
keras. Pengkajian yang didapat, meliputi hilangnya sensibilitas yang total dan
melemah/menghilangnya refleks profunda. Ini merupakan gejala awal dari
tahap syok spinal yang akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa
minggu, ileus paralitik, retensi urine dan hilangnya refleks-refleks.
Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar klien (bila klien
tidak sadar) tentang penggunaan obat-obatan adiktif dan penggunaan alkohol
yang sering terjadi pada beberapa klien yang sering mengendarai kendaraan
dengan kecepatan tinggi.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengakajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi,
riwayat cedera tulang belakang sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung, aneia, penggunaan obat-obat antikoaglan, aspirin, vasodilator, obat-
obat adiktif dan konsumsi alkohol tinggi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi
dan diabetes melitus.

5
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan
akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan Body
Image). Adanya perubahan berupa paralisis anggota gerak bawah memberikan
manifestasi yang berbeda pada setiap klien yang engalami cedera tulang
belakang.
Cedera tulang belakang memerlukan biaya untuk pemeriksaan, pengobatan
dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya
ini dapat memengaruhi stabilitas emosi serta pikiran klien dan keluarga.
Perawat juga memasukan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan
dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu.
Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah:
keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit neurologis dalam hubungannya
dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung
adaptasi pada gangguan neurologis di dalam sistem dukungan individu.

2. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesa yang mengarah pada keluhan klien, pemeriksaan fisik
sangat berguna untuk mendukung data pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan B3 (Brain) dan B6 (Bone) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien.
a. Keadaan Umum
Pada keadaan cedera tulang belakang umumnya tidak mengalami penurunan
kesadaran. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikadi, dan
hipotensi.
1). B1 (Breathing)
Perubahan pada sistem pernapasan bergantung pada gradasi blok saraf
parasimpatis (klien mengalami kelumpuhan otot-otot pernapasan) dan
perubahan karena adanya kerusakan jalur simpatetik desending akibat trauma
pada tulang belakang sehingga mengalami terputus jaringan saraf di medula
spinalis.
Pada beberapa keadaan trauma sumsum tulang belakang pada daerah
servikal dan torakal hasil dari pemeriksaan fisik dari sistem ini akan
didapatkan hal-hal sebagai berikut:
a). Inspeksi Umum.
Didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Terdapat retraksi interkostalis, pengambangan paru tidak simetris.
Ekspansi dada: dinilai penuh/tidak penuh, dan kesimetrisannya.
Ketidaksimetrisan mungkin menunjukkan adanya atelektasis, lesi
pada paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga, dan
pnemotoraks. Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai: retraksi
dari otot-otot interkostal, substrernal, pernapasan abdomen, dan
respirasi paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas ini
dapat terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu menggerakkan
dinding dada akibat adanya blok saraf parasimpatis.

6
b). Palpasi.
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan
didapatkan apabila meliatkan trauma pada rongga thoraks.
c). Perkusi.
Adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan
trauma pada thoraks/hematoraks.
d). Auskultasi.
Bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stridor, ronkhi
pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan
batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien cedera
tulang belakang dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada
klien cedera tulang belakang dengan fraktur dislokasi vertebra
lumbal dan protrusi diskus intervertebralis L-5 dan S-1 pemeriksaan
pada sisem pernapasan inspeksi pernapasan tidak memiliki kelainan
pada palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan
kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2). B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien cedera tulang belakang sedang
dan berat. Hasil pemeriksaan kardiovaskular klien cedera tulang belakang
pada beberapa keadaan dapat ditemukan Tekanan Darah menurun, nadi
bradikardia, berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi,
bradikardia ekstremitas dingin atau pucat. Nadi bradikardia merupakan
tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit pucat menandakan adanya
penurunan kadar hemoglobin dalam darah. Hipotensi menandakan adanya
perubahan perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari suatu renjatan. Pada
beberapa keadaan lain akibat trauma kepala akan merangsang pelepasan
hormon antidiuretik yang berdampak pada kompensasi tubuh untuk
melakukan retensi atau pengeluaran garam dan air oleh tubulus. Mekanisme
ini akan meningkatkan konsentrasi elektrolit meningkat sehingga
memberikan resiko terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
pada sistem kardiovaskular.
3). B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) meliputi tingkat kesadaran, pengkajian fungsi
serebral, dan pengkajian saraf kranial.
a). Pengkajian Tingkat kesadaran.
Tingkat keterjagaan dan respons terhadap lingkungan adalah
indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa
sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam
kewaspadaan dan keterjagaan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran
klien cedera tulang belakang biasanya berkisar pada tingkat lletargi,
stupor, semikomatosa sampai koma.
b). Pengkajian fungsi serebral.
Status mental: observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien yang telah lama
mengalami cedera tulang belakang biasanya status mental mengalami
perubahan.
c). Pemeriksaan saraf kranial.
Pengkajian ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII.
i. Saraf I. Biasanya pada klien cedera tulang belakang tidak ada
kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan.
ii. Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.

7
iii. Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak mengalami gangguan
mengangkat kelopak mata dan pupil isokor.
iv. Saraf V. Pada Klien meningitis umumnya tida didapatkan paralisis
pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
v. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas norml, wajah simetris.
vi. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
vii. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik.
viii. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan tra
pezius. Adanya usaha klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku
kuduk (regiditas nukal)
ix. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak
ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
d). Pengkajian sistem Motorik
Inspeksi umum didapatkan kelumpuhan pada ekstremitas bawah, baik
bersifat paralisis, paraplegia, maupun quadriplegia. Trauma pada kauda
ekuina klien mengalami paralisis layu dari otot di bawah lutut yang
bersifat menetap. Pada klien dengan cedera dengan paraplegi yang lama
sering didapatkan dekubitus pada bokong akibat penekanan setempat
tulang sekunder dari kurangnya mobilisasi klien yang mengalami
paraplegia.
1). Tonus otot. Didaptkan menurun sampai hilang.
2). Kekuatan otot. Pada penilaian dengan menggunakan tingkat
kekuatan otot didapatkan tingkat 0 pada ekstremitas bawah.
3). Keseimbangan dan koordinasi. Didapatkan mengalami angguan
karena kelumpuhan ekstremitas bawah.
e). Pengkajian Refleks .
Pemeriksaan refleks dalam, Refleks Achiles menghilang dan refleks
patela biasanya melemah karena kelemahan pada otot
hamstring.Pemeriksaan refleks patologis, pada fase akut refleks fisiologis
akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul
kembali didahului dengan refleks patologis.
f). Pengkajian Sistem Sensorik.
Gangguan sensibilitas pada klien cedera tulang medula spinalis sesuai
dengan segmen yang mengalami gangguan. Trauma pada kauda ekuina
klien mengalami hilangnya sensibilitas secara menetap pada kedua
bokong, perineum, dan anus.
4). B4 (Bleder)
Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah dan karakteristik
urine, termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan
retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfusi pada ginjal.
Bila terjadi lesi pada kauda ekuina (kandung kemih dikontrol oleh
pusat S2-S4) atau di bawah pusat spinal kandung kemih akan
menyebabkan interupsi hubungan antara kandung kemih dan pusat spinal.
Pengosongan kandung kemih secara periodik bergantung pada refleks
lokal dinding kandung kemih. Pada keadaan ini, pengosongan dilakukan
oleh aksi-aksi otot detrusor dan diawali dengan kompresi secara manual
pada dinding perut atau dengan meregangkan perut. Pengosongan
kandung kemih yang bersifat otomatis seperti ini disebut Kandung Kemih
Otonom.
Trauma pada kauda ekuina klien mengalami hilangnya reflek
kandung kemih yang bersifat sementara dan klien mungkin mengalami
inkontinensia urine, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan,
dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan

8
kontrol motorik dan postural. Selama periode ini dilakukan katerisasi
intermiten dengan teknik steril.
5). B5 (Bowel)
Pada keadaan syok spinal dan neuropraksia, sering didapatkan
adannya ileus paralitik, di mana klinis didapatkan hilangnya bising usus,
kembung, dan defekasi tidak ada. Hal ini merupakan gejala awal dari
tahap syok spinal yang akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa
minggu. Pada pemeriksaan refleks bulbokavernosa didapatkan positif,
menandakan adanyasyok spinal yang jelas pada klien dengan cedera
medula spinalis. Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan
asupan nutrisi yang kurang. Pemeriksaan rongga mulut dengan
melakukan penilaian ada tidaknya lesi pada mulut atau peruahan pada
lidah dapat menunjukkan adanya deidrasi.
6). B6 (Bone)
Paralisis motorik dan paralisis organ internal bergantung pada
ketinggian lesi saraf yang terkena trauma.
Gejala gangguan motorik sesuai dengan distribusi segmental dari saraf
yang terkena. Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan dan
kelumpuhan pada seluruh ekstremitas bawah kaji warna kulit, suhu,
kelembapan, dan turgor kulit. Adanya perubahan warna kulit: warna
kebiruan menunjukkan adanya sianosis (ujung kuku, ekstremitas, telinga,
hidung, bibir, dan membran mukosa). Pucat pada wajah dan membran
mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar hemoglobin atau
syok. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori, dan mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan
istirahat.

3. Pemeriksaan Diagnostik (Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


sistem Persarafan. Arif Mutaqqin. 2008. Hal.174-175)

Setiap klien dengan trauma tulang belakang harus mendapat pemeriksaan secara
lengkap. Anamnesis yang baik mengenai jenis trauma, apakah jatuh dari ketinggian,
kecelakaan lalu lintas, atau olahraga. Diperhatikan adanya tanda-tanda trauma dan aberasi
kepala bagian depan yang mungkin disebabkan karena trauma hiperekstensi.
Pemeriksaan tulang belakang dilakukan secara hati-hati dengan memeriksa mulai dari
vertebra servikal sampai vertebra lumbal dengan meraba bagian-bagian vertebra, ligamen,
serta jaringan lunak lainnya.
Pemeriksaan neurologis lengkap juga diperlukan. Pada setiap trauma tulang belakang
harus dilakukan pemerksaan yang teliti terhadap trauma yang mungkin menyertainya
seperti trauma pada kepala, toraks, rongga perut serta panggul. Pemeriksaan diagnostik
mencakup kegiatan sebagai berikut:
a. Pemeriksaan rontgen
b. Pemeriksaan CT-Scan terutama untuk melihat fregmentasi, pergeseran fraktur dalam
kanal spinal.
c. Pemeriksaan CT-Scan dengan mielografi.
d. Pemeriksaan MRI terutama untuk melihat jaringan lunak, yaitu diskus intervertebralis
dan ligamen flavum serta lesi dalam sumsum tulang belakang.
e. Pemeriksaan laboratorium.

4. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan (Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia Definis dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018.
Hal. 167-174)

9
a. Masalah Keperawatan yang muncul
1) Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas ( mis. nyeri saat bernapas,
kelemahan otot pernapasan)
2) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sputum, peningkatan sekresi
sekret, dan penurunan kemampuan batuk (ketidakmampuan batuk/batuk efektif)
3) Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan curah jantung, dampak kerusakan
mobilitas fisik.
4) Nyeri akut b.d agen pencideraan fisik (trauma)
5) Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan
metabolisme.
6) Resiko trauma (cedera) b.d penurunan kesadaran, kerusakan mobilitas fisik.
7) Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neurmuskular.
8) Gangguan eliminasi urine b.d kelumpuhan saraf perkemihan.
9) Gangguan Eliminasi alvi/konstipasi b.d gangguan neuologist
10) Defisit perawatan diri b.d gangguan muskuloskeletal
11) Gangguan integritas kulit b.d penurunan mobilitas
12) Koping tidak efektif b.d prognosis kondisi sakit, program pengobatan, tirah
baring lama.
13) Ansietas b.d krisis situasional

10
b. Intervensi Keperawatan (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi
dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. ; Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tidakan Keperawatan. Edisi 1.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018; Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil. Edisi 1. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018; Asuhan
Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam
Berbagai Kasus. EDISIS Revisi Jilid 2. Nurarif Amin Huda dan Hardhi Kusuma.
2016)
Sasaran pada klien ini adalah klien dapat melakukan aktivitas fisik sesuai
dengan kemampuannnya, tidak terjadi trauma, integritas kulit klien baik, klien
tidak mengalami konstipasi, pola eliminasi baik, dan klien mampu melakukan
aktivitas fisik.

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi (NIC)


1. Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Observasi
b.d hambatan upaya napas keperawatan selam 3x24 jam - Monitor pola napas (frekuensi,
( mis. nyeri saat bernapas, di harapkan masalah pola kedalaman, usaha napas)
kelemahan otot napas tidak Efektif dapat di - Monitor bunyi napas tambahan (mis,
pernapasan) atasi, dengan kriteria hasil: gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
- Penggunaan otot kering)
bantu napas menurun - Monitor sputum (jumlah, warna,
- Dispnea menurun aroma)
- Frekuensi napas Terapeutik
membaik - Posisikan semi fowler atau
- Kedalaman napas fowlerberikan minum hangat
membaik - Lakukan fisioterapi dada
- Berikan oksigen
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
2. Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan tindakan Observasi
efektif b.d penumpukan keperawatan selam 3x24 jam - Identifikasi kemampuan batuk
sputum, peningkatan diharapkan masalah bersihan - Monitor input dan output cairan (mis,
sekresi sekret, dan jalan napas dapat diatasi jumlah dan karakteristik)
penurunan kemampuan dengan kriteria hasil: Terapeutik
batuk (ketidakmampuan - Batuk efektif - Atur posisi semi fowler atau fowler
batuk/batuk efektif) meningkat Edukasi
- Produksi sputum - Jelaskan tujuan dan prosedur batuk
menurun efektif
- Frekuensi napas - Anjurkan tarik napas dalam selama 4
membaik detik, ditahan selama 2 detik,
- Pola napas membaik kemudian keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi tarik napas
dalam hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik napas
dalamyang ke-3
Kolaborasi
- Kolaborasi pemeberian mukolitik
atau ekspektoran, jika perlu

3. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan Observasi


efektif b.d penurunan keperawatan selama 3x24 - Monitor status kardiopulmonal
curah jantung, dampak jam diharapkan perfusi (frekuensi dan kekuatan nadi,
kerusakan mobilitas fisik. perifer kembali efektif, frekuensi napas, TD, MAP)
dengan kriteria hasil: - Monitor status oksigenasi (oksimetri
- Denyut nadi perifer nadi AGD)
meningkat - Monitor status cairan (masukan dan
- Nyeri ekstremitas haluaran, turgor kulit, CRT)
menurun - Identifikasi penyebab masalah utama
- Edema perifer (mis, volume, pompa atau irama)
menurun Terapeutik
- Kelemahan otot - Pertahankan jalan napas paten
menurun - Berikan oksigen untuk
- Kram otot menurun mempertahankan saturasi oksigen
- Tekanan darah >94%
sistolik membaik - Pasang jalur IV
- Tekanan darah - Pasang kateter urine untuk menilai
diastolik membaik produksi urine
Kolaborasi
Kolaborasi
- Pemberian inotropik (mis,
dobutamine), jika TDS 70-100
mmHg tanpa disertai tanda/gejala
syok
4. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan Observasi
pencideraan fisik (mis, keperawatan selama 3x24 - Identifikasi lokasi, karakteristik,
trauma) jam diharapkan Nyeri klien durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
berkurang dengan kriteria nyeri
hasil: - Identifikasi respon nyeri non verbal
- Mampu mengontrol - Identifikasi skala nyeri
nyeri (tahu penyebab Terapeutik
nyeri, mampu - Berikan teknik nonfarmakologis
menggunakan teknik untuk mengurangi rasa nyeri
nonfarmakologis - Kontrol lingkungan yang
untuk mengurangi memperberat rasa nyeri
nyeri, mencari - Fasilitasi istirahat dan tidur
bantuan) Edukasi
- Melaporkan bahwa - Jalaskan teknik nonfarmakologis
nyeri berkurang untuk mengurangi rasa nyeri
dengan Kolaborasi
menggunakan - Kolaborasi pemberian analgetik, jika
manajemen nyeri perlu
- Mampu mengenali
nyeri (skala,
intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
- Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
5. Defisit Nutrisi b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
ketidakmampuan keperawatan selama 3x24 a. Observasi:
mencerna makanan, jam diharapkan Nutrisi klien - Identifikasi status nutrisi
peningkatan kebutuhan terpenuhi dengan kriteria - Identifikasi perlunya penggunaan
metabolisme. hasil: selang nasogastrik
- Porsi makan yang - Monitor asupan makanan
dihabiskan b. Terapeutik:
meningkat - Lakukan oral hygine sebelum makan,
- Kekuatan otot jika perlu
mengunyah - Berikan makanan tinggi serat untuk
meningkat mencegah konstipasi
- Kekuatan otot c. Edukasi:
menelan meningkat - Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Berat badan d. Kolaborasi:
membaik - Kolaborasi pemberian medikasi
- Frekuensi makan sebelum makan (mis, pereda nyeri,
membaik antiemetik), jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu

6. Resiko trauma (cedera) Setelah dilakukan tindakan Environment Management (Manajemen


b.d penurunan kesadaran, keperawatan selama 3x24 Lingkungan):
kerusakan mobilitas fisik. jam diharapkan masalah - Sediakan lingkungan yang aman bagi
resiko trauma(cedera) klien pasien
teratasi dengan kriteria hasil: - Identifikasi kebutuhan keamanan
- Kejadian cedera apsien, sesuai dengan kondisi fisik
menurun dan fungsi kognitif pasien dari
- Ketegangan otot riwayat penyakit terdahulu pasien
menurun - Menghindarkan lingkungan yang
- Ekspresi wajah berbahaya (misalnya memindahkan
kesakitan menurun perabotan)
- Gangguan mobilitas - Memasang side rail tempat tidur
menurun - Menyediakan tempat tidur yang
- Tekanan darah nyaman dan bersih
membaik - Membatasi pengunjung
- Frekuensi nadi - Memindahkan barang-barang yang
membaik dapat membayakan
- Frekuensi napas - Berikan penjelasan pada pasien dan
membaik keluarga atau pengunjung adanya
- Pola istirahat/tidur perubahan status kesehatan dan
membaik penyebab penyakit.
7. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan Dukungan Mobilisasi
b.d gangguan keperawatan selama 3x24 Observasi :
neurmuskular. jam diharapkan masalah - Identifikasi adanya nyeri atau
gangguan mobilitas fisik keluhan fisik lainnya
klien berkurang dengan - Identifikasi toleransi fisik melakukan
kriteria hasil: pergerakan
- Pergerakan - Monitor frekuensi jantung dan
ekstremitas tekanan darah sebelum memulai
meningkat mobilisasi
- Kekuatan otot - Monitor kondisi umum selama
meningkat melakukan mobilisasi
- Rentang gerak ROM Terapeutik:
meningkat - Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
- Nyeri menurun alat bantu (mis, pagar tempat tidur)
- Kecemasan menurun - Fasilitasi melakukan pergerakan, jika
- Kaku sendi menurun perlu
- Gerakan tidak - Libatkan keluarga untuk membantu
terkoordinasi pasien dalam meningkatkan
menurun pergerakan
- Gerakan terbatas Edukasi:
menurun - Jelaskan tujuan dan prosedur
- Kelemahan fisik mobilisasi
menurun - Anjurkan melakukan mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan (mis, duduk di
tempat tidur, duduk di sisi tempat
tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi)
8. Gangguan eliminasi urine Setelah dilakukan tindakan Manajemen Eliminasi Urne
b.d kelumpuhan saraf keperawatan selama 3x24 Observasi:
perkemihan. jam diharapkan masalah pola - Identifikasi tanda dan gejala retensi
elimimasi urine klien dapat atau inkontnensia urine
teratasi dengan Kriteria - Identifikasi faktor yang
Hasil: menyebabkan retensi atau
- Sensasi berkemih inkontinensia urine
meningkat - Monitor eliminasi urine (mis,
- Frekuensi BAK frekuensi, konsistensi, aroma,
membaik volume dan warna
- Karakteristik Urine Terapeutik:
membaik - Catat waktu-waktu dan haluaran
berkemih
- Batasi asupan cairan, jika perlu
- Ambil sampel urine tengah atau
kultur
Edukasi:
- Ajarkan tanda dan gejala infeksi
saluran kemih
- Ajarkan mengenali tanda berkemih
dan waktu yang tepat untuk
berkemih
- Anjurkan mengurangi minim
menjelang tidur
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemebrian obat
supositoria uretra, jika perlu
9. Gangguan Eliminasi Setelah dilakukan tindakan Constipation/ Impaction Manajement
alvi/konstipasi b.d keperawatan selama 3x24 - Monitor tanda dan gejala konstipasi
gangguan neurologist jam diharapkan masalah - Monitor bising usus
ganggua eliminasi/konstipasi - Monitor feses: frekuensi, konsistensi
klien teratasi dengan kriteria dan volume
hasil: - Dukung intake cairan
- Konsistensi feses - Anjurkan diet tinggi serat
membaik - Lakukan masase abdomen, jika perlu
- Frekuensi defekasi - Berikan enema atau irigasi, jika perlu
membaik - Jelaskan etiologi masalah dan alasan
- Peristaltik sus tindakan
membaik - Ajarkan cara mengatasi
- Nyeri abdomen konstipasi/impaksi
menurun - Konsultasi dengan tim medis tentang
penurunan/peningkatan frekuensi
suara usus
- Kolaborasi penggunaan obat
pencahar, jika perlu
10. Defisit perawatan diri b.d Setelah dilakukan tindakan Observasi:
gangguan keperawatan selama 3x24 - Identifikasi kebiasaan aktivitas
muskuloskeletal jam diharapkan masalah perawatan diri sesuai usia
defisit perawatan diri klien - Monitor tingkat kemandirian
teratasi dengan kriteria hasil: - Identifikasi kebutuhan alat bantu
- Kemampuan kebersihan diri, berpakaian, berhais,
mengenakan pakaian dan makan
meningkat Terapeutik:
- Kemampuan ke - Sediakan lingkungan yang terapeutik
Toilet (BAB/BAK) (mis, suasana hangat, rileks, privasi)
meningkat - Dampingi dalam melakukan
- Kemampuan makan perawatan diri sampai mandiri
meningkat - Fasilitasi kemandirian,bantu jika
tidak mampu melakukan perawatan
diri
- Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi:
- Anjurkan melakukan perawata diri
secara konsistensi sesuai kemampuan
11. Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit
b.d penurunan mobilitas keperawatan selama 3x24 Observasi:
jam diharapkan masalah - Identifikasi penyebab gangguan
resiko gangguan integritas integritas kulit (mis, perubahan
kulit klien teratasi dengan sirkulasi, perubahan status nutrisi,
kriteria hasil: penurunan kelembaban, suhu
- Perfusi jaringan lingkungan ekstrim, penurunan
menurun mobilitas)
- Kerusakan jaringan Terapeutik:
menurun - Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
- Kerusakan lapisan baring
kulit menurun - Bersihkan perineal dengan air
- Nyeri menurun hangat, terutama selama periode
- Kemerahan menurun diare
- Hematoma menurun - Hindari produk berbahan dasar
- sensasi membaik alkohol pada kulit kering
Edukasi:
- Anjurkan menggunakan pelembab
(mis, lotion, serum)
- Anjurkan minum air yang cukup
- Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan buah
dan sayur
13. Koping tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan Dukungan pengambilan keputusan
prognosis kondisi sakit, keperawatan selama 3x24 Oservasi:
program pengobatan, tirah jam diharapkan masalah - Identifikasi persepsi mengenai
baring lama. koping tidak efektif klien masalah dan informasi yang memicu
berkurang dengan kriteria konflik
hasil: Terapeutik:
- Verbalisasi - Fasilitasi mengklarifikasi nilai dan
kemapuan mengatasi harapan yang membantu membuat
masalah meningkat pilihan
- Partisipasi sosial - Motivasi mengungkapkan tujuan
meningkat perawatan yang diharapkan
- Tanggung jawab diri - Fasilitasi pengambilan keputusan
meningkat secara kolaboratif
- Verbalisasi - Fasilitasi hubungan antara paien,
rasionalisasi keluarga dan tenaga kesehatan
kegagalan menurun lainnya
- Hipersensitif Edukasi:
terhadap kritik - Informasikan alternatif solusi dengan
menurun jelas
- Berikan informasi yang diminta
pasien
Kolaborasi:
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan
lain dalam memfasilitasi
pengambilan keputusan

14. Ansietas b.d krisis Setelah dilakukan tindakan Observasi:


situasional keperawatan selama 3x24 - Identifikasi saat tingkat ansietas
jam diharapkan masalah berubah (mis, kondisi, waktu,
ansietas klien berkurang stresor)
dengan kriteria hasil: - Identifikasi kemampuan mengambil
- Verbalisasi khawatir keputusan
akibat kondisi yang - Monitor tanda-tanda ansietas (verbal
dihadapi menurun dan nonverbal)
- Perilaku gelisah Terapeutik:
menurun - Ciptakan suasana terpeutik untuk
- Konsentrasi menumbuhkan kepercayaan
membaik - Pahami situasi yang membuat
- Pola tidur membaik ansietas
- Gunakan pendekatan yang tenang
dan meyakinkan
- Diskusikan perencanaan realistis
tentang peristiwa yang akan datang
Edukasi:
- Jelaskan prosedur, termasuk sensasi
yang mungkin dialami
- Informasikan secara faktual
mengenai diagnosisi, pengobatan,
dan prognosis
- Anjurka keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
- Anjurkan mengungkapkan perasaan
dan persepsi
- Latih teknik relaksasi
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu

17
BAB III
ANALISIS JURNAL

No. Judul Penulis/ Model Sampel Variabel Intervensi Hasil


Tahun penelitian penelitian
1. Analisis M. Penelitian ini Sampel yang Variabel ASIA Tidak ada berdasarkan tabulasi data
nilai Zafrullah menggunakan teridentifikasi impairment score intervensi April 2009-April 2010 dan
functional Arifin, studi kohor dari bagian (Frankle) tipe A seleksi berdasarkan kreteria
independenc Jefri prospektif, Rekam medik sebagian besar inklusi dan eksklusi,
e measure Henky/ yaitu observasi dikelompokkan (52,94%) memiliki terdapat 17 pasien cedera
penderita 2012 atau berdasarkan nilai FIM 3, yaitu sevikal yang dirawat dengan
cedera pengamatan umur, yaitu membutuhkan manajemen konservatif di
servikal dan analisis kurang dari 10 bantuan keluarga lebih bagian Bedah Saraf. Semua
dengan perjalanan tahun, 11-20 dari 50%. Sedangkan pasien tersebut pulang ke
perawatan penyakit tanpa tahun, 21-30 11,76% ASIA rumah dalam kondisi hidup
konservatif melakukan tahun, 31-40 impairment score dan evaluasi 6 bulan pasca
intervensi pada tahun, 41-50 (frankle) tipe E cedera servikal masih dalam
pasien cedera tahun, 51-60 memiliki nilai FIM 7, kondisi hidup. Observasi
servikal yang tahun, dan yaitu komplit tanpa kohort prospektif untuk
di rawat lebih dari 60 bantuan. Analisis menentukkan rata-rata nilai
dengan tahun; jenis korelasi ASIA FIM pasien cedera servikal
manajemen kelamin yaitu impairment score yang dirawat dengan
konservatif di laki-laki dan (Frankle) dengan nilai manajaemen konservatif
bagian Bedah perempuan; FIM membuktikan adalah 4 ±1,63 yang artinya
Saraf RS Dr. jenis truma, bahwa terdapat rata-rata pasien cedera
Hasan Sadikin yaitu tunggal hubungan bermakna servikal memerlukan
Bandung dan multiple; antara ASIA bantuan minimal atau lebih
periode April onset trauma, imparment Score dari sama dengan 75%
2009-April yaitu akut (Frankle) dengan tanpa ketergantungan.
2010. (kurang dari 3 besarnya nilai FIM Karakteristik penelitian
hari), subakut pasien cedera servikal berdasarkan umur
(4-14 hari), dan (p <0.001). menampilkan bahwa pasien
kronik (lebih cedera servikal terbanyak
dari 14 hari); adalah pada umur 31-40
abnormalitas tahun, yaitu 35,29%
servikal, yaitu sedangkan sisanya tersebar
compression pada beberapa kelompok
fracture umur lainnya. Pada
(fraktur kelompok umur 31-40 tahun
vertebra yang tersebut, nilai FIM berada
melibatkan pada interval 3-5 yaitu,
segmen relatif tergantung dengan
anterior dan bantuan, jika dilihat dari
middle), burst sebaran data dapat diartikan
fracture bahwa hampir seluruh
(fraktur pasien dari semua kelompok
vertebra yang umur tidak memiliki
mengenai ketergantungan komplit
segmen (nilai FIM 1-2), bahkan
anterior), tear sekitar 11,76% tanpa
drop fracture ketergantungan atau tanpa
(fraktur pada bantuan (nilai FIM 7).
segmen Cedera servikal sering
anterior terjadi pada laki-laki, yaitu
dengan 82,35% dengan nilai FIM 3
tarikansegmen sebanyak 47,06% sebagai
fraktur), nilai FIM terendah, yaitu
unilateral facet 50% tergantung dengan
dislocation bantuan.
(dislokasi sendi Hampir semua (88,24%)
faset satu sisi), pasien cedera servikal
whiplash menderita trauma tunggal,
injury grade yaitu cedera penyerta
III klasifikasi lainnya dan selebihnya
Quebec Task (11,76%) merupakan trauma
Force (cedera multiple. Sebanyak 41,18%
jaringan/ pasien cedera servikal yang
ligamen menderita trauma tunggal
dengan defisit memiliki nilai FIM 3 yang
neurologis artinya memerlukan
tanpa bantuan 50% dari keluarga
deformitas atau orang sekitarnya.
vertebra), Pasien cedera servikal
bilateral facet yang datang ke Rumah Sakit
fracture pada fase akut (kurang dari
dislocation 3 hari) sebanyak 76,44% dan
(dislokasi sendi memiliki nilai FIM dengan
faset dua sisi), interval 3-5 yang artinya
cervicothoracic relatif tergantung dengan
junction injury bantuan keluarga. Hal ini
(cedera berarti bahwa fase akut
vertebra kejadian cedera servikal
servikal- memberikan peluang nilai
torakal) dan FIM yang cukup baik,
kombinasi walaupun terdapat beberapa
burst fracture faktor lain yang
dengan mempengaruhi seperti jenis
teardrop trauma, abnormalitas
fracture ; jenis servikal dan jenis lesi
lesi Cervical servikal spine.
spine, yaitu Lesi komplit cervical
komplit spine sebagian besar
(motorik dan (52,94%) memiliki nilai FIM
sensorik 3, yaitu 50% membutuhkan
terganggu) dan bantuan keluarga,
inkomplit sedangkan 47,06% lesi
(salah satu inkomplit cervical spine
motorik atau memiliki nilai FIM interval
sensorik 4-7, yaitu lebih dari 75%
terganggu); tanpa ketergantungan
ASIA sampai komplit tanpa
impairment bantuan.
Score
(Frankle), yaitu
tipe A (motorik
dan sensorik
terganggu/
hilang), B
(sensorik
normal tapi
motorik
terganggu/
hilang), C
(motorik
terganggu
dengan
kekuatan
kurang dari 3),
D (motorik
terganggu
dengan
kekuatan lebih
dari 3), dan E
(motorik dan
sensorik
normal).
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan
Trauma pada tulang belakang adalah cedera yang mengenai servikalis vertebrata, dan
lumbal akibat trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan
olahraga dan sebagainya. Penyebabnya bisa diakibatkan oleh beberapa faktor, diantaranya:
kecelakaan lalu lintas, kecelakaan Olahraga, kecelakaan Industri, kecelakaan lain, seperti
jatuh dari pohon atau bangunan, Luka Tusuk, Luka tembak, Trauma karena tali pengamanan
(Fraktur Chance) dan Kejatuhan Benda keras. Tanda dan gejalanya dapat berupa: Konkusi
sumsum tulang belakang (Syok Spinal, Neuropraksia). Gambaran klinisnya diantaranya
Hilangnya sensibilitas yang bersifat sementara (dalam beberapa menit sampai 48 jam ),
Paralisis yang bersifat layu, Ileus paralitik, Kencing yang tertahan (retensi urine), Hilangnya
refleks-refleks yang bersifat sementara, Hilangnya refleks anus yang bersifat sementara,
Paralisis motorik serta hilangnya sensibilitas dan paralisis alat-alat dalam yang bergantung
pada ketinggian terjadinya trauma.Trauma pada radiks saraf. Gejala yang terjadi adalah
gangguan sensorik dan motorik sesuai dengan distribusi segmental dari saraf yang terkena,
Trauma pada sumsum tulang belakang. Pemeriksaan Diagnostik dapat berupa: pemeriksaan
Radiologis (pemeriksaan rontgen, Pemeriksaan CT-Scan, Pemeriksaan MRI) dan
pemeriksaan laboratorium.

1.2 Saran
Kami menyadari bahwa kekurangan dalam makalah yang kami buat di atas merupakan
kelemahan dari pada kami, karena terbatasnya kemampuan kami untuk memperoleh data dan
informasi karena terbatasnya pengetahuan kami.
Untuk itu kami harapkan kritik dan saran yang membangun agar kami dapat membuat
makalah yang lebih baik lagi. Dengan segala pengharapan dan keterbukaan, kami
menyampaikan rasa terima kasih dengan setulus-tulusnya.Akhir kata, kami berharap agar
makalah ini dapat membawa manfaat kepada pembaca.

22
DAFTAR PUSTAKA

Ns. Muttaqin Arif., S.Kep. (2008). Buku ajar Asuhan Keperatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Penerbit buku kedokteran. Jakarta . EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definis dan Indikator
Diagnostik. Penerbit Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawatan Nasional
Indonesia. Edisi 1.Jakarta Selatan. Hal.18,26,37,56, 114, 124, 172, 180, 190, 210, 294,
300, dan 304.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. Penerbit Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawatan Nasional
Indonesia. Edisi 1.Cetakan II. Jakarta Selatan. Hal. 18,84,95
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Penerbit Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawatan Nasional Indonesia.
Edisi 1.Cetakan III. Jakarta Selatan. Hal.18,84,95.
Nurarif Amin Huda & Kusuma Hardhi. (2016). Asuhan Keperawatan Praktik Berdasarkan Nanda,
NIC, NOC Dalam Berbagai Kasus. Edisis Revisi Jilid 2. Jogjakarta. Hal. 401

iii

Anda mungkin juga menyukai