Makalah Kelompok Keperawatan Kritis
Makalah Kelompok Keperawatan Kritis
TENTANG
1. PATRICIA LATURUMAKINA
2. RUKIA MARASABESSY
3. RENI MARDIA MALAWAT
4. SAMANUN TAMALENE
5. NERNI HITIMALA
MALUKU HUSADA
KAIRATU
2020
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Kasih dan Penyertaannya sehingga
Tugas Makalah Keperawatan Kritis Tentang SCI (Spinal Cord Injury) ini dapat diselesaikan.
Makalah ini dibuat untuk pemenuhan Tugas dari Mata Kuliah Keperawatan Kritis. Makalah ini
dibuat secara Kelompok.
Penulis menyadari bahwa penulisan/pembuatan makalah ini belum sepenuhnya lengakap atau
dikatakan Sempurna, untuk itu Penulis sangat mengharapkan agar ketika dilihat dan dibaca oleh
Dosen Pengajar, beliau dapat mengoreksi Makalah ini untuk nantinya dikoreksi menjadi lebih baik
lagi. Begitu juga dengan pembaca-pembaca yang lain, agar ketika membaca makalah ini dapat
memberikan tanggapan yang berupa saran yang membangun demi perbaikan Makalah ini menjadi
lebih baik lagi.
Akhir kata penulis mengucapkan Terima Kasih dan Permohonan maaf jika Makalah ini belum
sepenuhnya sempurna.
Penulis
Kelompok 7
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN TEORI
2
2.1.5 Web Of Caution / Pathway/ Patofisiologi (Arif Mutaqqin. 2008)
3
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik (Ns. Chairuddin Arif. S.Kep. 2008)
1. Pemeriksaan Radiologis. Pemeriksaan radiologi meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Pemeriksaa rontgen. Pada pemeriksaan rontgen, manipulasi penderita harus
dilakukan secara hati-hati. Pada fraktur C-2, pemeriksaan posisi AP dilakukan
secara khusus dengan membuka mulut. Pemerksaan posisi AP secara lateral
dan kadang-kadang oblik dilakukan untuk melihat hal-hal sebagai berikut:
1) Diameter Anteroposterior kanan spinal
2) Kontur, Bentuk, dan kesejajaran vertebra
3) Pergerakan Fragmen tulang dalam kanan spinal
4) Keadaan simetris dari pedikel dan prosesus spinosus
5) Ketinggian ruangan diskus intervertebralis
6) Pembengkakan jaringan lunak.
gambar 1.1 rontgen proyeksi antero-posterior dan gambar 1.2 rontgen proyeksi lateral
4
2) Keperawatan
a. Apakah penderita sadar atau tidak sadar,
b. Gerakan yang tidak perlu sebaiknya dihindarkan karena akan
menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada sumsum,
c. Resusitasi klien,
d. Perhatikan jalan napas,
e. Pencatatan denyut nadi, tekanan darah dan pernapasan,
f. Lakukan pemeriksaan umum terutama kemungkinan adanya
perdarahan internal,
g. Pertahankan pemberian cairan dan nutrisi
h. Perawatan kandung kemih dan usus
i. Mencegah dekubitus
j. Mencegah kontraktur pada anggota gerak serta rangkaian rehabilitasi
lainnya,
k. Segera mengirim klien ke unit trauma spinal (bila ada),
l. Perhatikan setiap pergeseran klien, klien harus tetap lurus
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien SCI (Arif Mutaqqin. 2008)
1. Pengkajian
a. Anamnese
Pengumpulan data klien baik subjektif atau objektif pada gangguan sistem
persarafan sehubungan dengan cedera tulang belakang bergantung pada
bentuk, lokasi, jenis cedera dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya.
Anamnesis pada cedera medula spinalis meliputi keluhan utam, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan pengkajian psikososial.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas, inkontinensia defekasi dan
berkemih,nyeri tekan otot, hiperestesi tepat di atas daerah trauma, dan
mengalami deformitas pada daerah trauma.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Adanya riwayat trauma yang mengenai tulang belakang akibat dari
kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, kecelakaan industri, dan
kecelakaan lain seperti jatuh dari pohon atau bangunan, luka tusuk, luka
tembak, trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance), dan kejatuhan benda
keras. Pengkajian yang didapat, meliputi hilangnya sensibilitas yang total dan
melemah/menghilangnya refleks profunda. Ini merupakan gejala awal dari
tahap syok spinal yang akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa
minggu, ileus paralitik, retensi urine dan hilangnya refleks-refleks.
Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar klien (bila klien
tidak sadar) tentang penggunaan obat-obatan adiktif dan penggunaan alkohol
yang sering terjadi pada beberapa klien yang sering mengendarai kendaraan
dengan kecepatan tinggi.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengakajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi,
riwayat cedera tulang belakang sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung, aneia, penggunaan obat-obat antikoaglan, aspirin, vasodilator, obat-
obat adiktif dan konsumsi alkohol tinggi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi
dan diabetes melitus.
5
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan
akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan Body
Image). Adanya perubahan berupa paralisis anggota gerak bawah memberikan
manifestasi yang berbeda pada setiap klien yang engalami cedera tulang
belakang.
Cedera tulang belakang memerlukan biaya untuk pemeriksaan, pengobatan
dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya
ini dapat memengaruhi stabilitas emosi serta pikiran klien dan keluarga.
Perawat juga memasukan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan
dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu.
Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah:
keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit neurologis dalam hubungannya
dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung
adaptasi pada gangguan neurologis di dalam sistem dukungan individu.
2. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesa yang mengarah pada keluhan klien, pemeriksaan fisik
sangat berguna untuk mendukung data pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan B3 (Brain) dan B6 (Bone) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien.
a. Keadaan Umum
Pada keadaan cedera tulang belakang umumnya tidak mengalami penurunan
kesadaran. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikadi, dan
hipotensi.
1). B1 (Breathing)
Perubahan pada sistem pernapasan bergantung pada gradasi blok saraf
parasimpatis (klien mengalami kelumpuhan otot-otot pernapasan) dan
perubahan karena adanya kerusakan jalur simpatetik desending akibat trauma
pada tulang belakang sehingga mengalami terputus jaringan saraf di medula
spinalis.
Pada beberapa keadaan trauma sumsum tulang belakang pada daerah
servikal dan torakal hasil dari pemeriksaan fisik dari sistem ini akan
didapatkan hal-hal sebagai berikut:
a). Inspeksi Umum.
Didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Terdapat retraksi interkostalis, pengambangan paru tidak simetris.
Ekspansi dada: dinilai penuh/tidak penuh, dan kesimetrisannya.
Ketidaksimetrisan mungkin menunjukkan adanya atelektasis, lesi
pada paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga, dan
pnemotoraks. Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai: retraksi
dari otot-otot interkostal, substrernal, pernapasan abdomen, dan
respirasi paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas ini
dapat terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu menggerakkan
dinding dada akibat adanya blok saraf parasimpatis.
6
b). Palpasi.
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan
didapatkan apabila meliatkan trauma pada rongga thoraks.
c). Perkusi.
Adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan
trauma pada thoraks/hematoraks.
d). Auskultasi.
Bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stridor, ronkhi
pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan
batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien cedera
tulang belakang dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada
klien cedera tulang belakang dengan fraktur dislokasi vertebra
lumbal dan protrusi diskus intervertebralis L-5 dan S-1 pemeriksaan
pada sisem pernapasan inspeksi pernapasan tidak memiliki kelainan
pada palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan
kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2). B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien cedera tulang belakang sedang
dan berat. Hasil pemeriksaan kardiovaskular klien cedera tulang belakang
pada beberapa keadaan dapat ditemukan Tekanan Darah menurun, nadi
bradikardia, berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi,
bradikardia ekstremitas dingin atau pucat. Nadi bradikardia merupakan
tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit pucat menandakan adanya
penurunan kadar hemoglobin dalam darah. Hipotensi menandakan adanya
perubahan perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari suatu renjatan. Pada
beberapa keadaan lain akibat trauma kepala akan merangsang pelepasan
hormon antidiuretik yang berdampak pada kompensasi tubuh untuk
melakukan retensi atau pengeluaran garam dan air oleh tubulus. Mekanisme
ini akan meningkatkan konsentrasi elektrolit meningkat sehingga
memberikan resiko terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
pada sistem kardiovaskular.
3). B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) meliputi tingkat kesadaran, pengkajian fungsi
serebral, dan pengkajian saraf kranial.
a). Pengkajian Tingkat kesadaran.
Tingkat keterjagaan dan respons terhadap lingkungan adalah
indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa
sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam
kewaspadaan dan keterjagaan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran
klien cedera tulang belakang biasanya berkisar pada tingkat lletargi,
stupor, semikomatosa sampai koma.
b). Pengkajian fungsi serebral.
Status mental: observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien yang telah lama
mengalami cedera tulang belakang biasanya status mental mengalami
perubahan.
c). Pemeriksaan saraf kranial.
Pengkajian ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII.
i. Saraf I. Biasanya pada klien cedera tulang belakang tidak ada
kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan.
ii. Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
7
iii. Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak mengalami gangguan
mengangkat kelopak mata dan pupil isokor.
iv. Saraf V. Pada Klien meningitis umumnya tida didapatkan paralisis
pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
v. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas norml, wajah simetris.
vi. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
vii. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik.
viii. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan tra
pezius. Adanya usaha klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku
kuduk (regiditas nukal)
ix. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak
ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
d). Pengkajian sistem Motorik
Inspeksi umum didapatkan kelumpuhan pada ekstremitas bawah, baik
bersifat paralisis, paraplegia, maupun quadriplegia. Trauma pada kauda
ekuina klien mengalami paralisis layu dari otot di bawah lutut yang
bersifat menetap. Pada klien dengan cedera dengan paraplegi yang lama
sering didapatkan dekubitus pada bokong akibat penekanan setempat
tulang sekunder dari kurangnya mobilisasi klien yang mengalami
paraplegia.
1). Tonus otot. Didaptkan menurun sampai hilang.
2). Kekuatan otot. Pada penilaian dengan menggunakan tingkat
kekuatan otot didapatkan tingkat 0 pada ekstremitas bawah.
3). Keseimbangan dan koordinasi. Didapatkan mengalami angguan
karena kelumpuhan ekstremitas bawah.
e). Pengkajian Refleks .
Pemeriksaan refleks dalam, Refleks Achiles menghilang dan refleks
patela biasanya melemah karena kelemahan pada otot
hamstring.Pemeriksaan refleks patologis, pada fase akut refleks fisiologis
akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul
kembali didahului dengan refleks patologis.
f). Pengkajian Sistem Sensorik.
Gangguan sensibilitas pada klien cedera tulang medula spinalis sesuai
dengan segmen yang mengalami gangguan. Trauma pada kauda ekuina
klien mengalami hilangnya sensibilitas secara menetap pada kedua
bokong, perineum, dan anus.
4). B4 (Bleder)
Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah dan karakteristik
urine, termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan
retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfusi pada ginjal.
Bila terjadi lesi pada kauda ekuina (kandung kemih dikontrol oleh
pusat S2-S4) atau di bawah pusat spinal kandung kemih akan
menyebabkan interupsi hubungan antara kandung kemih dan pusat spinal.
Pengosongan kandung kemih secara periodik bergantung pada refleks
lokal dinding kandung kemih. Pada keadaan ini, pengosongan dilakukan
oleh aksi-aksi otot detrusor dan diawali dengan kompresi secara manual
pada dinding perut atau dengan meregangkan perut. Pengosongan
kandung kemih yang bersifat otomatis seperti ini disebut Kandung Kemih
Otonom.
Trauma pada kauda ekuina klien mengalami hilangnya reflek
kandung kemih yang bersifat sementara dan klien mungkin mengalami
inkontinensia urine, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan,
dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan
8
kontrol motorik dan postural. Selama periode ini dilakukan katerisasi
intermiten dengan teknik steril.
5). B5 (Bowel)
Pada keadaan syok spinal dan neuropraksia, sering didapatkan
adannya ileus paralitik, di mana klinis didapatkan hilangnya bising usus,
kembung, dan defekasi tidak ada. Hal ini merupakan gejala awal dari
tahap syok spinal yang akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa
minggu. Pada pemeriksaan refleks bulbokavernosa didapatkan positif,
menandakan adanyasyok spinal yang jelas pada klien dengan cedera
medula spinalis. Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan
asupan nutrisi yang kurang. Pemeriksaan rongga mulut dengan
melakukan penilaian ada tidaknya lesi pada mulut atau peruahan pada
lidah dapat menunjukkan adanya deidrasi.
6). B6 (Bone)
Paralisis motorik dan paralisis organ internal bergantung pada
ketinggian lesi saraf yang terkena trauma.
Gejala gangguan motorik sesuai dengan distribusi segmental dari saraf
yang terkena. Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan dan
kelumpuhan pada seluruh ekstremitas bawah kaji warna kulit, suhu,
kelembapan, dan turgor kulit. Adanya perubahan warna kulit: warna
kebiruan menunjukkan adanya sianosis (ujung kuku, ekstremitas, telinga,
hidung, bibir, dan membran mukosa). Pucat pada wajah dan membran
mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar hemoglobin atau
syok. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori, dan mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan
istirahat.
Setiap klien dengan trauma tulang belakang harus mendapat pemeriksaan secara
lengkap. Anamnesis yang baik mengenai jenis trauma, apakah jatuh dari ketinggian,
kecelakaan lalu lintas, atau olahraga. Diperhatikan adanya tanda-tanda trauma dan aberasi
kepala bagian depan yang mungkin disebabkan karena trauma hiperekstensi.
Pemeriksaan tulang belakang dilakukan secara hati-hati dengan memeriksa mulai dari
vertebra servikal sampai vertebra lumbal dengan meraba bagian-bagian vertebra, ligamen,
serta jaringan lunak lainnya.
Pemeriksaan neurologis lengkap juga diperlukan. Pada setiap trauma tulang belakang
harus dilakukan pemerksaan yang teliti terhadap trauma yang mungkin menyertainya
seperti trauma pada kepala, toraks, rongga perut serta panggul. Pemeriksaan diagnostik
mencakup kegiatan sebagai berikut:
a. Pemeriksaan rontgen
b. Pemeriksaan CT-Scan terutama untuk melihat fregmentasi, pergeseran fraktur dalam
kanal spinal.
c. Pemeriksaan CT-Scan dengan mielografi.
d. Pemeriksaan MRI terutama untuk melihat jaringan lunak, yaitu diskus intervertebralis
dan ligamen flavum serta lesi dalam sumsum tulang belakang.
e. Pemeriksaan laboratorium.
9
a. Masalah Keperawatan yang muncul
1) Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas ( mis. nyeri saat bernapas,
kelemahan otot pernapasan)
2) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sputum, peningkatan sekresi
sekret, dan penurunan kemampuan batuk (ketidakmampuan batuk/batuk efektif)
3) Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan curah jantung, dampak kerusakan
mobilitas fisik.
4) Nyeri akut b.d agen pencideraan fisik (trauma)
5) Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan
metabolisme.
6) Resiko trauma (cedera) b.d penurunan kesadaran, kerusakan mobilitas fisik.
7) Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neurmuskular.
8) Gangguan eliminasi urine b.d kelumpuhan saraf perkemihan.
9) Gangguan Eliminasi alvi/konstipasi b.d gangguan neuologist
10) Defisit perawatan diri b.d gangguan muskuloskeletal
11) Gangguan integritas kulit b.d penurunan mobilitas
12) Koping tidak efektif b.d prognosis kondisi sakit, program pengobatan, tirah
baring lama.
13) Ansietas b.d krisis situasional
10
b. Intervensi Keperawatan (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi
dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. ; Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tidakan Keperawatan. Edisi 1.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018; Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil. Edisi 1. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018; Asuhan
Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam
Berbagai Kasus. EDISIS Revisi Jilid 2. Nurarif Amin Huda dan Hardhi Kusuma.
2016)
Sasaran pada klien ini adalah klien dapat melakukan aktivitas fisik sesuai
dengan kemampuannnya, tidak terjadi trauma, integritas kulit klien baik, klien
tidak mengalami konstipasi, pola eliminasi baik, dan klien mampu melakukan
aktivitas fisik.
17
BAB III
ANALISIS JURNAL
1.1 Kesimpulan
Trauma pada tulang belakang adalah cedera yang mengenai servikalis vertebrata, dan
lumbal akibat trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan
olahraga dan sebagainya. Penyebabnya bisa diakibatkan oleh beberapa faktor, diantaranya:
kecelakaan lalu lintas, kecelakaan Olahraga, kecelakaan Industri, kecelakaan lain, seperti
jatuh dari pohon atau bangunan, Luka Tusuk, Luka tembak, Trauma karena tali pengamanan
(Fraktur Chance) dan Kejatuhan Benda keras. Tanda dan gejalanya dapat berupa: Konkusi
sumsum tulang belakang (Syok Spinal, Neuropraksia). Gambaran klinisnya diantaranya
Hilangnya sensibilitas yang bersifat sementara (dalam beberapa menit sampai 48 jam ),
Paralisis yang bersifat layu, Ileus paralitik, Kencing yang tertahan (retensi urine), Hilangnya
refleks-refleks yang bersifat sementara, Hilangnya refleks anus yang bersifat sementara,
Paralisis motorik serta hilangnya sensibilitas dan paralisis alat-alat dalam yang bergantung
pada ketinggian terjadinya trauma.Trauma pada radiks saraf. Gejala yang terjadi adalah
gangguan sensorik dan motorik sesuai dengan distribusi segmental dari saraf yang terkena,
Trauma pada sumsum tulang belakang. Pemeriksaan Diagnostik dapat berupa: pemeriksaan
Radiologis (pemeriksaan rontgen, Pemeriksaan CT-Scan, Pemeriksaan MRI) dan
pemeriksaan laboratorium.
1.2 Saran
Kami menyadari bahwa kekurangan dalam makalah yang kami buat di atas merupakan
kelemahan dari pada kami, karena terbatasnya kemampuan kami untuk memperoleh data dan
informasi karena terbatasnya pengetahuan kami.
Untuk itu kami harapkan kritik dan saran yang membangun agar kami dapat membuat
makalah yang lebih baik lagi. Dengan segala pengharapan dan keterbukaan, kami
menyampaikan rasa terima kasih dengan setulus-tulusnya.Akhir kata, kami berharap agar
makalah ini dapat membawa manfaat kepada pembaca.
22
DAFTAR PUSTAKA
Ns. Muttaqin Arif., S.Kep. (2008). Buku ajar Asuhan Keperatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Penerbit buku kedokteran. Jakarta . EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definis dan Indikator
Diagnostik. Penerbit Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawatan Nasional
Indonesia. Edisi 1.Jakarta Selatan. Hal.18,26,37,56, 114, 124, 172, 180, 190, 210, 294,
300, dan 304.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. Penerbit Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawatan Nasional
Indonesia. Edisi 1.Cetakan II. Jakarta Selatan. Hal. 18,84,95
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Penerbit Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawatan Nasional Indonesia.
Edisi 1.Cetakan III. Jakarta Selatan. Hal.18,84,95.
Nurarif Amin Huda & Kusuma Hardhi. (2016). Asuhan Keperawatan Praktik Berdasarkan Nanda,
NIC, NOC Dalam Berbagai Kasus. Edisis Revisi Jilid 2. Jogjakarta. Hal. 401
iii