OLEH:
KELOMPOK 8
Martoyo Ichwan (P17211186026)
Rosyada Nirmala (P17211186011)
Agni Ayu Mubarani (P17211186013)
Arina Hidayati (P17211186041)
OLEH:
Martoyo Ichwan (P17211186026)
Rosyada Nirmala (P17211186011)
Agni Ayu Mubarani (P17211186013)
Arina Hidayati (P17211186041)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis Spinal Cord
Injury (SCI) grade ASIA C Di Ruang 19 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.”
Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang sudah membantu dan memberi bimbingan dalam proses penyusunan makalh
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun demi
penyempurnaan laporan ini. Harapan penulis semoga laporan ini dapat bermanfaat
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
yang disebut tetraplegi. Trauma pada bagian bawah dari vertebra dapat menyebabkan
hilang atau berkurangnya fungsi motorik serta sensoris pada tungkai dan bagian bawah
dari tubuh disebut paraplegi. Pada kasus trauma yang berat, kesembuhan tergantung
pada luasnya derajat kerusakan, prognosis akan semakin baik bila pasien mampu
melakukan gerakan yang disadari atau dapat merasakan sensari dalam waktu yang
singkat.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Spinal
Cord Injury (SCI).
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian pada pasien dengan diagnosa medis Spinal Cord
Injury (SCI) grade ASIA C.
2. Melakukan perumusan diagnosa keperawatan pada pasien dengan diagnosa
medis Spinal Cord Injury (SCI) grade ASIA C.
3. Menyusun rencana intervensi keperawatan pada pasien dengan diagnosa
medis Spinal Cord Injury (SCI) grade ASIA C.
4. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis
Spinal Cord Injury (SCI) grade ASIA C.
5. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Spinal
Cord Injury (SCI) grade ASIA C.
6. Melakukan dokumentasi keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis
Spinal Cord Injury (SCI) grade ASIA C.
1.3 Manfaat
a. Bagi Pembaca
Sebagai salah satu sumber informasi dan pengetahuan awal tentang kasus
pasien dengan diagnosis medis Spinal Cord Injury (SCI) grade ASIA C.
b. Bagi Instansi Kesehatan
Laporan ini diharapkan dapat menjadi panduan dan acuan asuhan
keperawatan pada kasus Spinal Cord Injury (SCI) grade ASIA C.
5
BAB 2
TINJAUAN TEORI
Medulla Spinalis merupakan bagian dari susunan saraf pusat yang terbentang
dari foramen magnum sampai dengan L1. Medula spinalis terletak di kanalis
vertebralis, dan dibungkus oleh tiga meninges yaitu duramater, arakhnoid dan
piamater. Saraf spinal dilindungi oleh tulang vertebra, ligament, meningen spinal
dan juga cairan LCS (liquor cerebro spinal). LCS mengelilingi medulla spinalis di
dalam ruang subarachnoid. Bagian superior dimulai dari bagian foramen magnum
pada tengkorak, tempat bergabungnya dengan medulla oblongata. Medula spinalis
berakhir di inferior di region lumbal. Dibawah medulla spinalis menipis menjadi
konus medularis dari ujungnya yang merupakan lanjutan piamater, yaitu fillum
terminale yang berjalan kebawah dan melekat dibagian belakang os coccygea. Akar
saraf lumbal dan sakral terkumpul yang disebut dengan Cauda Equina. Setiap
pasangan syaraf keluar melalui foramen intervertebral. Syaraf Spinal dilindungi
oleh tulang vertebra dan ligamen dan juga oleh meningen spinal dan LCS (liquor
cerebrospinal) (evans, 2003).
6
masing radiks saraf memiliki sebuah ganglion radiks posterior, yaitu sel-sel yang
membentuk serabut saraf pusat dan tepi. 31 pasang saraf spinal diantaranya yaitu :
a. 8 pasang saraf servikal
b. 12 pasang saraf torakal
c. 5 pasang saraf lumbal
d. 5 pasang saraf sakral
e. 1 pasang saraf koksigeal
7
afferent, anterior sebagai Output atau efferent, comissura grisea untuk refleks silang
dan substansi alba merupakan kumpulan serat saraf bermyelin.
8
area tertentu sesuai dengan area yang dipersyarafi oleh level vertebra yang terkena, serta
gangguan sistem vegetatif berupa gangguan pada fungsi bladder, bowel dan juga adanya
gangguan fungsi seksual (Dewanto, 2007).
Spinal Cord Injury (SCI) adalah cidera yang terjadi karena trauma spinal cord
atau tekanan pada spinal cord karena kecelakaan. Spinal Cord Injury (SCI) adalah
cidera yang terjadi karena trauma spinal cord atau tekanan pada spinal cord karena
kecelakaan. Cidera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2001).
C. Klasifikasi
9
Grade (B) Fraktur inkomplit. Fungsi motorik dibawah lesi (termasuk segmen
S4-S5) terganggu, namun fungsi sensorik masih berjalan dengan baik.
Grade (C) Fraktur inkomplit. Fungsi motorik di bawah lesi masih berfungsi dan
mayoritas memiliki kekuatan otot dengan nilai kurang dari 3.
Grade (D) Fraktur Inkomplit. Fungsi motorik dibawah lesi masih berfungsi dan
mayoritas memiliki kekuatan otot dengan nilai lebih dari 3.
Grade (E) Normal. Fungsi motorik dan sensorik normal.
Skala kerusakan berdasarkan American Spinal Injury Association (ASIA) /
International Medical Society of Paraplegia (IMSOP)
Grade Tipe Gangguan spinalis
ASIA/IMSOP
A Komplit Tidak ada fungsi sensorik dan
motorik sampai S4-5
B Inkomplit Fungsi sensorik masih baik tapi
fungsi motorik terganggu sampai
segmen sakral S4-5
C Inkomplit Fungsi motorik terganggu
dibawah level, tapi otot-otot
motorik utama masih punya
kekuatan < 3
D Inkomplit Fungsi motorik terganggu
dibawah level, otot-otot motorik
utamanya punya kekuatan > 3
E Normal Fungsi sensorik dan motorik
normal
Sedangkan lesi pada medula spinalis menurut ASIA resived (2000), terbagi atas:
a. Paraplegi: Suatu gangguan atau hilangnya fungsi motorik atau dan sensorik
karena kerusakan pada segment thoraco-lumbo-sacral.
b. Quadriplegi: Suatu gangguan atau hilangnya fungsi motorik atau dan sensorik
karena kerusakan pada segment cervikal.
D. Etiologi
Penyebab dari cedera medulla spinalis menurut Batticaca (2008), antara lain:
Kecelakaan di jalan raya (paling sering terjadi)
Cedera olahraga
10
Menyelam pada air yang dangkal
Luka tembak atau luka tikam
Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla spinalis seperti
dalam kasus kanker, infeksi, penyakit cakram intervertebralis, cedera
tulang belakang, penyakit sumsum tulang belakang vascular, tumor dan
multiple sclerosis.
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang timbul antara lain:
1. Bila pasien dalam keadaan sadar, biasanya mengeluh nyeri akut pada belakang
leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena.
2. Pada awalnya syok spinal: paralisis flaksid dengan penurunan atau tidak adanya
aktivitas refleks.
Berikut ini adalah manifestasi berdasarkan lokasi trauma:
Antara C1 sampai C5 Respiratori paralisis dan kuadriplegi, biasanya pasien
meninggal.
Antara C5 dan C6 Paralisis kaki, tangan, pergelangan; abduksi bahu dan fleksi
siku yang lemah; kehilangan refleks brachioradialis.
Antara C6 dan C7 Paralisis kaki, pergelangan, dan tangan, tapi pergerakan bahu
dan fleksi siku masih bisa dilakukan; kehilangan refleks bisep.
Antara C7 dan C8 Paralisis kaki dan tangan.
C8 sampai T1 Horner's syndrome (ptosis, miotic pupils, facial anhidrosis),
paralisis kaki.
Antara T11 dan T12 Paralisis otot-otot kaki di atas dan bawah lutut.
T12 sampai L1 Paralisis di bawah lutut.
Cauda equine Hiporeflex atau paresis extremitas bawah, biasanya nyeri dan
usually pain and hyperesthesia, kehilangan control bowel dan bladder.
S3 sampai S5 atau conus medullaris pada L1 Kehilangan kontrol bowel dan
bladder secara total. Bila terjadi trauma spinal total atau complete cord injury,
manifestasi yang mungkin muncul antara lain total paralysis, hilangnya semua
sensasi dan aktivitas refleks
11
F. Patofisiologi
Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang, jatuh dari ketinggian,
kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga, mengakibatkan patah tulang belakang;
paling banyak cervicalis dan lumbalis. Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana,
kompresi, kominutif, dan dislokasi, sedangkan sumsum tulang belakang dapat berupa
memar, kontusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran
darah, blok syaraf parasimpatis pelepasan mediator kimia, kelumpuhan otot pernapasan
respon nyeri hebat dan akut anestesi. Iskemia dan hipoksemia syok spinal gangguan
fungsi rektum, kandung kemih. Gangguan kebutuhan gangguan rasa nyaman, nyeri,
oksigen dan potensial komplikasi, hipotensi, bradikardia, gangguan eliminasi.
G. Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan patofisiologi di atas, maka sangat penting dilakukan pemeriksaan
diagnostik SCI yang dapat meliputi, sbb:
1. Sinar x spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau dislok)
2. CT scan : untuk menentukan tempat luka/jejas.
3. MRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal
4. Foto rongent thorak : mengetahui keadaan paru
5. AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi
Tanda penting untuk diagnosis antara lain:
1. Nyeri leher atau punggung pasca trauma
2. Mati rasa atau kesemutan (parestesi) anggota badan atau ekstrimitas
3. Kelemahan atau paralisis
4. Kehilangan fungsi pencernaan dan kandung kencing
5. Gambaran radiologis
H. Komplikasi
Menurut Smeltzer (2001), komplikasi yang dapat timbul dari cedera medulla
spinalis yakni:
a. Syok spinal
Syok spinal merupakan depresi tiba-tiba aktivitas reflex pada medulla spinalis
(areflexia) dibawah tingkat cedera. Dalam kondidi ini otot-otot yang disarafin oleh
bagian segmen medulla yang ada dibawah tingkat lesi menjadi parlisis kolplet dan
12
flaksid dan reflex-refleks tidak ada. Tekanan darah menurun. Karena ada cedera
servikal dan medulla spinalis torakal atas, pernapasan pada otot aksesorius mayor
pernapasan hilang dan terjadi masalah pernapasan : penurunan kapsitas vital,
retensi sekresi, peningkatan tekanan parsial karbondioksida, penururnan PO2,
Kegagalan pernapasan dan edema pulmonal.
b. Trombosis Vena Profunda
Merupaka komplikasi umum dari imobilitas dan umumnya pada pasien cedera
medulla spinalis. Pasien PVT berisiko mengalami embolisme pulmonal (EP)
dengan manifestasi nyeri dada pleuritis, cemas, nafas pendek, dan nilai gas darah
abnormal.
c. Komplikasi lain
Komplikasi lain dapat berupa dekubitus dan infeksi (infeksi urinarius,
pernapasan, dan local pada tempat pin).
13
WOC Trauma Medula Spinalis
Etiologi : kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, kecelakaan industri,
kecelakaan lain seperti jatuh dari pohon atau bangunan, luka tusuk, luka tembak,
trauma karena tali pengaman (fraktur chance) dan kejatuhan benda keras.
Hemoragi
Sensasi nyeri
Penurunan aliran darah Sindroma
ke jaringan otak kompartemen
Penurunan Kesadaran Nyeri Akut
Perfusi
Resiko Injury Resiko perfusi jaringan14 jaringan tidak
serebral tidak efektif efektif
Sakralis
Servikalis Torakolumbalis
C1 – C4 C5 S2 – S3 S2 – S4
C4 – C7 Torako T1 – T12 T2 – T12
- lumbal
Blok saraf HR Kerusakan saraf Penis
simpatis Gangguan Gangguan saraf motorik bawah erection
menurun
termostat hipoglosal
Blok saraf motorik
ekstremitas Tidak mampu Disfungsi
Kelumpuhan otot Peningkatan Kesulitan dalam
Penurunan menunda defekasi seksual
pernapasan suhu tubuh menelan
curah jantung
Kelumpuhan otot secara
– otot ekstremitas mendadak Inkontinensia
Iskemia Hipoksemia Gangguan defekasi
menelan
Hambatan
mobilisasi fisik
Hipoventilasi Sesak
napas
Hipertermia
Gagal napas
Pola napas
tidak efektif
Akral dingin, nadi
cepat dan lemah
PK : Syok
15
I. Penatalaksnaan Medis dan Keperawatan
1. Penatalaksaan medis
Tindakan-tindakan untuk imobilisasi dan mempertahankan vertebral dalam
posisi lurus:
a) Pemakaian kollar leher, bantal psir atau kantung IV untuk mempertahankan
agar leher stabil, dan menggunakan papan punggung bila memindahkan pasien.
b) Lakukan traksi skeletal untuk fraktur servikal, yang meliputi penggunaan
Crutchfield, Vinke, atau tong Gard-Wellsbrace pada tengkorak.
c) Tirah baring total dan pakaikan brace haloi untuk pasien dengan fraktur
servikal stabil ringan.
d) Pembedahan (laminektomi, fusi spinal atau insersi batang Harrington) untuk
mengurangi tekanan pada spinal bila pada pemeriksaan sinar-x ditemui spinal
tidak aktif.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a) Pengkajian fisik didasarakan pada pemeriksaan pada neurologis, kemungkinan
didapati defisit motorik dan sensorik di bawah area yang terkena: syok spinal,
nyeri, perubahan fungsi kandung kemih, perusakan fungsi seksual pada pria,
pada wanita umumnya tidak terganggu fungsi seksualnya, perubahan fungsi
defekasi
b) Kaji perasaan pasien terhadap kondisinya
c) Pemeriksaan diagnostik
d) Pertahankan prinsip C-A-B (Circulation, Airway, Breathing).
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Identitas pasien : nama pasien, usia, jenis kelamin, status, pendidikan, no rekam
medik,
Riwayat trauma : kecelakaan, cedera olahraga, luka tusuk, dll
Riwayat Penyakit Sebelumnya : Apakah klien pernah menderita Penyakit stroke,
Infeksi otak, trauma kepala, tumor otak, dll
Pemeriksaan Fisik
Sistem pernafasan
Gangguan pernafasan, menurunnya vital kapasitas, menggunakan otot-otot
pernafasan tambahan
Sistem kardiovaskuler
Bardikardia, hipotensi, disritmia, orthostatic hipotensi.
Status neurologi
Nilai GCS karena 20% cedera medulla spinalis disertai cedera kepala.
Fungsi motorik
Kehilangan sebagian atau seluruh gerakan motorik dibawah garis kerusakan,
adanya quadriplegia, paraplegia.
Refleks Tendon
Adanya spinal shock seperti hilangnya reflex dibawah garis kerusakan, post
spinal shock seperti adanya hiperefleksia ( pada gangguan upper motor
neuron/UMN) dan flaccid pada gangguan lower motor neuron/ LMN).
Fungsi sensorik
Hilangnya sensasi sebagian atau seluruh bagian dibawah garis kerusakan.
Fungsi otonom
Hilangnya tonus vasomotor, kerusakan termoreguler.
Sistem gastrointestinal
Pengosongan lambung yang lama, ileus paralitik, tidak ada bising usus, stress
ulcer, feses keras atau inkontinensia.
Sistem urinaria
Retensi urine, inkontinensia
Sistem Muskuloskletal
Atropi otot, kontraktur, menurunnya gerak sendi (ROM)
Kulit
Adanya kemerahan pada daerah yang terrtekan (tanda awal dekubitus
Psikososial
Reaksi pasien dan keluarga, masalah keuangan, hubungan dengan
masyarakat.
2. Diagnosa Keperawatan
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma,
kelemahan dengan paralisis otot abdominal dan interkostal serta
ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi.
17
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan, sensorik dan
motorik
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera, pengobatan
dan namanya imobilitas.
Gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan
pada usus dan rectum, adanya atonik kolon sebagai akibat gangguan
autonomic.
Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat
perkemihan, ketidakmampuan untuk berkemih spontan
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, kehilangan
sensori dan mobilitas
18
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Perencanaan
No Diagnosa Keperawatan Intervensi
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Aktivitas (NIC)
(NIC)
1 Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan pasien Airway 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
berhubungan dengan menunjukkan keefektifan pola nafas, management 2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
kelumpuhan otot dibuktikan dengan kriteria hasil: 3. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
diafragma, kelemahan Mendemonstrasikan batuk efektif 4. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
dengan paralisis otot dan suara nafas yang bersih, tidak 5. Berikan bronkodilator :
abdominal dan interkostal ada sianosis dan dyspneu (mampu 6. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
serta ketidak mampuan mengeluarkan sputum, mampu 7. Monitor respirasi dan status O2
untuk membersihkan bernafas dengan mudah, tidak ada 8. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
sekresi pursed lips) 9. Pertahankan jalan nafas yang paten
Menunjukkan jalan nafas yang 10. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
Do: sesak nafas, terdapat paten (klien tidak merasa tercekik, 11. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
tarikan diafragma, sianosis, irama nafas, frekuensi pernafasan 12. Monitor vital sign
hasil GDA: PaO2 < 80, dalam rentang normal, tidak ada 13. Informasikan pada pasien dan keluarga tentang tehnik
PaCo2 > 45, RR = 28 suara nafas abnormal) relaksasi untuk memperbaiki pola nafas.
x/menit Tanda Tanda vital dalam rentang 14. Ajarkan bagaimana batuk efektif
Ds: pasien mengatakan normal (tekanan darah, nadi,
kesulitan bernafas pernafasan)
19
2 Kerusakan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan Activity Daily 1. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
berhubungan dng keperawatan gangguan mobilitas Living 2. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara
kelumpuhan, kerusakan fisik teratasi dengan kriteria hasil: mandiri sesuai kemampuan
muskuloskelettal dan Klien meningkat dalam aktivitas 3. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu
neuromuskuler fisik penuhi kebutuhan ADLs ps.
Mengerti tujuan dari peningkatan 4. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
Do: ada kontraktur, mobilitas 5. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan
kekuatan otot (ROM Memperagakan penggunaan alat bantuan jika diperlukan
menurun), cedera atau lesi Bantu untuk mobilisasi 6. Pertahankan kesehatan dan kebersihan mulut pasien
pada servikal 7. Libatkan keluarga dan ajarkan cara memakaikan pakaian
Ds: pasien mengatakan pada pasien
tidak dapat melakukan 8. Memandikan pasien
pergerakan pada tangan 9. Libatkan keluarga untuk membantu memandikan pasien
dan kaki 10. Lakukan perawatan mata, rambut, kaki, mulut, kuku dan
perineum
11. Bantu pasien bak/bab
12. Libatkan keluarga dalam perawatan
3 Gangguan rasa nyaman Setelah dilakukan tindakan Paint Paint Management
nyeri berhubungan dengan keperawatan, Pasien tidak mengalami management 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif termasuk
adanya cedera, pengobatan nyeri, dengan kriteria hasil: lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
dan namanya imobilitas Mampu mengontrol nyeri (tahu presipitasi
20
penyebab nyeri, mampu 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Do: wajah pasien meringis, menggunakan tekhnik 3. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
skala nyeri 4-6, luka atau nonfarmakologi untuk mencari seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
lesi di tempat yang nyeri, mencari bantuan) 4. Kurangi faktor presipitasi nyeri
mengalami cedera Melaporkan bahwa nyeri 5. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dalam,
Ds: pasien mengeluh nyeri berkurang dengan menggunakan relaksasi, distraksi, kompres hangat/dingin
pada daerah yang cedera manajemen nyeri 6. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Tanda vital dalam rentang 7. Monitoring vital sign sebelum dan sesudah pemberian
normal analgesik pertama kali
4 Gangguan eliminasi alvi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Usus 1. Identifikasi faktor-faktor yang menyebabkan konstipasi
/konstipasi berhubungan keperawatan konstipasi pasien Bowel Training 2. Monitor tanda-tanda ruptur bowel/peritonitis
dengan gangguan teratasi dengan kriteria hasil: 3. Jelaskan penyebab dan rasionalisasi tindakan pada pasien
persarafan pada usus dan Pola BAB dalam batas normal 4. Konsultasikan dengan dokter tentang peningkatan dan
rectum, adanya atonik Feses lunak penurunan bising usus
kolon sebagai akibat Cairan dan serat adekuat 5. Kolaborasi jika ada tanda dan gejala konstipasi yang
gangguan autonomic menetap
6. Jelaskan pada pasien manfaat diet (cairan dan serat)
Do: jika dilakukan palpasi terhadap eliminasi
pada abdomen akan 7. Kolaburasi dengan ahli gizi diet tinggi serat dan cairan
didapatkan tegang atau 8. Sediakan privacy dan keamanan selama BAB
21
keras pada abdomen
pasien,
Ds: pasien mengatakan
tidak dapat atau sulit untuk
BAB
5 Perubahan pola eliminasi Setelah dilakukan tindakan manajemen 1. Monitor eliminasi urine (frekuensi, konsistensi, bau,
urine berhubungan dengan keperawatan kebutuhan eliminasi eliminasi urin volume, warna)
kelumpuhan syarat urine pasien terpenuhi Perawatan 2. Monitor tanda dan gejala retensi urine
perkemihan, dengan criteria hasil: Retensi Urin 3. Catat waktu urinal terakhir jika diperlukan
ketidakmampuan untuk 1. Pengosongan kandung kemih 4. Libatkan pasien/keluarga untuk mencatat urine output jika
berkemih spontan komplit diperlukan
2. Mampu menahan/mengontrol 5. Masukkan suppositoria uretral jika diperlukan
Do: produksi urine < 50 urine 6. Anjurkan pasien minum 8 gelas sehari saat makan, antara
cc/jam, luka karena cedera makan dan saat pagi hari
spinal, adanya distensi 7. Berikan prifasi untuk eliminasi urin
bladder 8. Stimulasi reflek kandung kencing dengan pemberian
Ds: pasien mengaku kompres dingan pada abdomen atau dengan mengalirkan
kesulitan saat berkemih, air
dan berkemihnya juga 9. Masukkan kateter urin jika diperlukan
jarang 10. Monitor intake dan output cairan
11. Lakukan kateterisasi untuk residu, jika perlu
22
12. Lakukan kateterisasi secara intermiten jika perlu
6 Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan Pressure 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
berhubungan dengan tirah keperawatan, Gangguan integritas Management longgar
baring lama, kehilangan kulit tidak terjadi dengan kriteria 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
sensori dan imobilitas hasil: 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Integritas kulit yang baik bisa 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
Do: adanya kemerahan, dipertahankan sekali
bernanah, kulit lembab, Mampu melindungi kulit dan 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
luka dekubitus mempertahankan kelembaban 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang
Ds: pasien mengatakan kulit dan perawatan alami tertekan
nyeri pada punggung 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
8. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
9. Inspeksi kulit terutama pada tulang-tulang yang menonjol
dan titik-titik tekanan ketika merubah posisi pasien.
10. Jaga kebersihan alat tenun
23
daftar pustaka
24
BAB 3
TINJAUAN KASUS
BIODATA
Nama : Tn. M
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 55 tahun
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMP
Alamat : Malang
DATA PSIKOSOSIAL
A. Pola Komunikasi : baik, pasien kooperatif, tidak ada masalah dengan komunikasi
B. Orang yang paling dekat dengan Klien : Istri (Ny.M)
C. Rekreasi
Hobby : Berkebun
Penggunaan waktu senggang : berkumpul dengan keluarga
D. Dampak dirawat di Rumah Sakit : tidak mampu beraktivitas
E. Hubungan dengan orang lain / Interaksi social : terjalin baik dengan istri, anak, orang lain
F. Keluarga yang dihubungi bila diperlukan : Istri (Ny.M)
DATA SPIRITUAL
A. Ketaatan Beribadah : Pasien selama MRS tidak beribadah
B. Keyakinan terhadap sehat / sakit : Pasien meyakini sehat sakit datang dari yang maha kuasa
C. Keyakinan terhadap penyembuhan : Pasien yakin pasti akan sehat dan sembuh
PEMERIKSAAN FISIK :
A. Kesan Umum / Keadaan Umum : Keadaan umum lemah
B. Tanda-tanda Vital
Suhu Tubuh : 36,5 c Nadi : 80x/menit
Tekanan darah : 110/70 mmHg Respirasi : 20x/menit
LLA : 19,2cm %LLA : 60,5
Status gizi: Kurang
2. M a t a
a. Kelengkapan dan Kesimetrisan :
Lengkap kedua mata simetris
b. Kelopak Mata ( Palpebra ) :normal
c. Konjungtiva dan sclera :
konjungtiva ananemis, sclera tidak ikterik
d. P u p I l : Isokor
e. Kornea dan Iris : Normal
f. Ketajaman Penglihatan / Virus : *)
Penglihatan mata tajam
g. Tekanan Bola Mata : *)
Tidak terkaji
3. H I d u n g
a. Tulang Hidung dan Posisi Septum Nasi :
Tepat di tengah
b. Lubang Hidung :
Ada, tidak polip, sekret (-)
c. Cuping Hidung :
Tidak ada
4. Telinga
a. Bentuk Telinga : Normal
Ukuran Telinga : Normal
Ketegangan telinga : Normal
b. Lubang Telinga : Ada keadaan bersih
c. Ketajaman pendengaran :
Pendengaran tajam
G. Pemeriksaan Abdomen
a. Inspeksi
- Bentuk Abdomen : Supel
- Benjolan/massa : Tidak ada benjolan
b. Auskultasi
- Peristaltik Usus : Ada, 25x/menit
- Bunyi Jantung Anak/BJA : Tidak ada
c. Palpasi
- Tanda nyeri tekan : Tidak ada nyeri tekan
- Benjolan /massa : Tidak ada benjolan
- Tanda-tanda Ascites : Tidak ada tanda-tanda asites
- Hepar : Tidak ada pembesaran
- Lien : Tidak ada pembesaran
- Titik Mc. Burne : Tidak terkaji
d. Pekusi
- Suara Abdomen : Sonor
- Pemeriksaan Ascites : Tidak ada tanda-tanda asites
J. Pemeriksaan Neorologi
1. Tingkat kesadaran ( secara kwantitatif )/ GCS :
Composmentis
2. Tanda-tanda rangsangan Otak ( Meningeal Sign ) :
Tidak ada
3. Fungsi Motorik :
Menurun terjadi kelemahan
4. Fungsi Sensorik :
Keadaan baik, terasa
5. Refleks :
a) Refleks Fisiologis : Reflek hammer (+)
a) Refleks Patologis : Reflek babinski (+), reflek chaddock (+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Diagnosa Medis : Spinal cord injury ASIA grade C + ulkus dekubitus grade IV
Selasa, 12- 2 08.00 1. Memonitor intake nutrisi 13.00 S: pasien mengatakan mual sudah berkurang
2-2019 Pasien mengatakan makan habis 1 porsi tadi makan habis lebih banyak
08.10 2. Memonitor mual dan muntah O: K/u lemah, kes: composmentis,
Pasien mengatakan mual kadang-kadang konjungtiva ananemis, pucat (-), porsi makan
08.20 3. Berkolaborasi dalam pemberian injeksi ranitidin 50mg habis 1 porsi, mual (-),
08.25 4. Memonitor pucat, kemerahan daerah konjungtiva A: masalah teratasi sebagian
Kongjungtiva ananemis, pucat (-) P: Lanjutkan intervensi 1,2,3,5,6
12.00 5. Berkolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet TKTP
Selasa, 12- 3 09.00 1. Mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi 13.00 S: pasien mengatakan kedua kaki masih tidak
2-2019 Pasien belum mampu menggerakkan kakinya, tangan bisa diangkat tapi tidak dapat digerakkan
bisa menahan, aktivitas di bantu keluarga, bedrest O: k/u lemah, kes: composmentis, aktivitas di
09.10 2. Mengukur kekuatan otot pasien bantu keluarga, bedrest, keluarga mulai
Ekstremitas atas 3/3, ekstrenitas bawah 1/1 melatih ROM, kekuatan otot ekstremitas atas
09.15 3. Membantu mobilisasi miring kanan dan kiri dibantu 2-3 perawat 3/3, ekstrenitas bawah 1/1
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi 1,2,3
Selasa, 14- 4 08.00 1. Mempertahankan teknik aseptik, mencuci tangan sebelum kontak dengan 13.00 S:-
2-2019 pasien O: k/u lemah, kes: composmentis, terpasang
08.10 2. Memonitor keadaan dower kateter, dan kebersihannya dower kateter tanggal 7-2-2019, keadaan
Terpasang dower kateter 7-2-2019, keadaan bersih, nyeri (-), kemerahan (-) bersih, tidak ada luka, tidak ada nyeri, tidak
08.15 3. Memonitor adanya luka ada kemerahan, TD: 110/70mmHg, N: 84
Tidak ada luka di bagian perkemihan x/menit, S: 36,4c, RR: 20x/menit
12.00 4. Mengobservasi TTV A: masalah teratasi sebagian
TD: 110/70mmHg P: lanjutkan intervensi 1,2,4,7
N: 84 x/menit
S: 36,4c
RR: 20x/menit
Rabu, 13-2- 2 08.00 1. Memonitor intake nutrisi 13.00 S: pasien mengatakan sudah tidak mual
2019 Pasien mengatakan makanannya habis semua O: K/u lemah, kes: composmentis,
08.10 2. Memonitor mual dan muntah konjungtiva ananemis, pucat (-), porsi
Pasien mengatakan sudah tidak mual makan habis 1 porsi, mual (-),
08.20 3. Berkolaborasi dalam pemberian injeksi ranitidin 50mg A: masalah teratasi sebagian
08.25 4. Memonitor pucat, kemerahan daerah konjungtiva P: Lanjutkan intervensi 1,2,3,5,6
Kongjungtiva ananemis, pucat (-)
08.30 5. Menganjurkan makan sedikit tapi sering
Pasien kooperatif dan mengikuti
12.00 6. Berkolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet TKTP
Rabu, 13-2- 4 08.00 1. Mempertahankan teknik aseptik, mencuci tangan sebelum kontak 13.00 S:-
2019 dengan pasien O: k/u lemah, kes: composmentis, terpasang
08.10 2. Memonitor keadaan dower kateter, dan kebersihannya dower kateter tanggal 7-2-2019, keadaan
Terpasang dower kateter 7-2-2019, keadaan bersih, nyeri (-), kemerahan bersih, tidak ada luka, tidak ada nyeri, tidak
(-) ada kemerahan, TD: 110/70mmHg, N: 76
08.15 3. Memonitor adanya luka x/menit, S: 36,6c, RR: 20x/menit
Tidak ada luka di perkemihan A: masalah teratasi sebagian
12.00 4. Mengobservasi TTV P: lanjutkan intervensi 1,2,4,7
TD: 110/70mmHg
N: 76 x/menit
S: 36,6c
RR: 20x/menit
BAB IV
PEMBAHASAN
Pengkajian dimulai dengan mengetahui identitas klien mulai dari nama, usia, alamat,
pekerjaan, keluhan utama saat datang ke rumah sakit dan keluhan utama saat pengkajian serta
dilakukan pemeriksaan fisik lengkap.
Hasil pengkajian kasus pada Tn. M (55 tahun) dengan diagnosis media spinal cord injuri
(SCI) grade ASIA C yaitu, pasien mengatakan 2 bulan yang lalu terjatuh dari pohon setinggi ±3
meter. Setelah terjatuh pasien tidak dibawa ke pelayanan kesehatan dan dirawat di rumah
selama 2 bulan. Pasien mengatakan tidak bisa menggerakkan kedua tangan dan kakinya serta
tidak bisa merasakan kebelet BAB dan BAK. Pasien di bawa ke RS pada tanggal 24-1-2019
karena muncul luka kehitaman di punggung sejak 1 minggu setelah terjatuh dari pohon dan
semakin melebar. Dari hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lain didapatkan :
LLA 19,2 cm, pasien terpasang hard collar brace di leher, kekuatan otot ekstremitas atas 3/3,
kekuatan otot ekstremitas bawah 1/1, terjadi kelematan pada fungsi motorik, refleks hammer
(+), refleks babinski (+), refleks chaddock (+), pasien sudah mulai bisa merasakan kebelet BAB
dan terpasang dower kateter di meatus uretra. Terdapat luka di punggung ke bokong lebar +-
7cm, kedalaman +-2cm, granulasi (+), jaringan nekrosis (-), darah merah segar. Data MRI
tanggal 7-2-2019 didapatkan contusio multiple medulla spinalis setinggi C6-C7 dan C5-C6,
Contusio intradural extramedullar setinggi C6-C7, Antero listhesis C6 terhadap C7 grade 1
yang menyebabkan moderate spinal canal stenosis setinggi level tersebut.
Hasil dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan MRI didapatkan bahwa Tn. M menderita
Spinal Cord Injury (SCI) grade ASIA C + Ulkus dekubitus grade IV. Hal ini sesuai dengan
tanda dan gejala pada pasien SCI yang mengalami kerusakan antara C5-C7 antara lain: paralisis
pada kaki dan tangan, kelemahan otot, kehilangan kontrol bowel dan bledder serta adanya
refleks patologis babinski dan chaddock. Berdasarkan data tersebut maka dapat ditegakkan
diagnosa keperawatan pada Tn. M yang sesuai dengan teori diagnosis yang mungkin muncul
pada pasien dengan SCI adalah :
1. Kerusakan integritas kulit b.d tirah baring lama dan imobilisasi d.d pasien bedrest,
kekuatan otot atas 3/3, kekuatan otot bawah 1/1, luka di punggung
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologis mual, penurunan nafsu makan,
status gizi kurang.
3. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan muskuloskeletal d.d trauma pada C5-C7, kekuatan
otot menurun.
4. Resiko infeksi b.d tindakan invasif d.d terpasang dower kateter sejak tanggal 7-2-2019.
Selama pasien dirawat di ruang 19 RSSA pasien mendapatkan tindakan pemasangan
hard collar brace dan bed decubitus. Pasien juga mendapatkan terapi injeksi metamizole 500
mg k/p, ranitidin 2x50 mg, mobilisasi inline dan rawat lukan mois dressing dengan cutimed dan
burnazin 2 hari sekali. Sementara itu tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien
adalah latihan gerak rom pasif, mobilisasi miring kanan/kiri dengan teknik log roll. Tindakan
keperawatan ini bertujuan untuk mencegah kontraktur sendi dan munculnya luka decubitus
baru. Tujuan tersebut sesuai dengan jurnal yang ditulis oleh Nas, 2015 bahwa pasien SCI yang
mengalami kerusakan pada C5-C7 dapat dilakukan latihan ROM dan latihan peregangan untuk
mencegah fleksi pada siku dan kontraktur supinasi.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil laporan ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Pengkajian pada pasien Spinal Cord Injury (SCI) terfokus pada riwayat penyakit
sekarang, keluhan nyeri pada leher atau tulang belakang, pemeriksaan fisik ekstremitas,
kekuatan otot, fungsi motorik, fungsi sensorik, refleks fisiologis dan refleks patologis.
Semua pengkajian didapatkan langsung dari pasiend dan keluarga menggunakan metode
wawancara.
b. Diagnosis keperawatan yang muncul pada kasus ini ada empat antara lain: (1) kerusakan
integritas kulit b.d tirah baring lama dan imobilisasi d.d pasien bedrest, kekuatan otot atas
3/3, kekuatan otot bawah 1/1, luka di punggung; (2) nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b.d faktor biologis mual, penurunan nafsu makan, status gizi kurang; (3) kerusakan
mobilitas fisik b.d kerusakan muskuloskeletal d.d trauma pada C5-C7, kekuatan otot
menurun; (4) resiko infeksi b.d tindakan invasif d.d terpasang dower kateter sejak tanggal
7-2-2019.
c. Rencana keperawatan dalam laporasn kasus pada pasien dengan SCI antara lain, rawat
luka setiap 2 hari sekali, letihan ROM, mobilisasi miring kanan/kiri dengan teknik log
roll. Rencana keperawatan ini dilakukan sesuai dengan tinjauan teori menurut NANDA,
2018 dan jurnal oleh Nas, 2015.
d. Implementasi keperawatan yang dilaksanakan untuk mengatasi masalah keperawatan
yang muncul pada kasus ini tidak jauh berbeda dengan tinjauan teori.
e. Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses asuhan keperawatan. Evaluasi
yang perlu diperhatikan dalam kasus ini yaitu, kekuatan otot, fungsi motorik dan sensorik
pasien dan kondisi luka decubitus.
5.2 Saran
Berdasarkan laporan kasus ini, maka penulis memberikan saran dalam penanganan pasien
dengan SCI yaitu segera membawa pasien ke rumah sakit segera setelah pasien mengalami
cedera. Selain itu, mobilisasi dan latihan peregangan serta ROM perlu dilakukan secara rutin
untuk mencegah terjadinya kontraktur sendi dan munculnya luka decubitus.
DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, F. B. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.’
Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. (2007). Panduan praktis diagnosis dan tatalaksana
penyakit saraf. Jakarta: EGC
Junita. 2013. Diagnosa dan Penatalaksanaan Cedera Sevikal Medula Spinalis. Jurnal Biomedik :
Bagiam Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan,
pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta.
Muttaqin, A. (2008). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.
Smelzter, suzamne C. 2001. Keperawatan Medical Bedah, ed. 8 Vol. 2. Jakarta : EGC
Wilkinson, judith M. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan : Diagnosa Nanda, Intervensi NIC,
Kriteria hasil NOC ed. 9. Jakarta : EGC
Grundy, D. & Swain, A. 2002. ABC of Spinal Cord Injury 4th ed. London: BMJ.
Weishaupt, N, Silasi, G, Colbourne, F, & Foud, K. 2010. Secondary Dmage in The Spinal Cord
After Motor Cortex Injury in Rats. J Neurotrauma.
Tulaar, dkk. 2017. People with Spinal Cord Injury in Indonesia. American Journal of Physical
Medicine & Rehabilitation. Vol. 92 (2).
Nas, Kemal. 2015. Rehabilitation of Sipnal Cord Injuries. World Jurnal of Orthopedics. Vol. 6 (1).