BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
yang terkumpul di atas jalan (atau di atas lereng lahan yang berdekatan jika jalan itu terletak
dalam galian) haruslah dibuang tanpa menimbulkan genangan atau kerusakan jalan serta
daerah di sekitarnya. Jalan raya melintasi berbagai alur drainase alamiah, sehingga air yang
dialirkan oleh alur-alur ini haruslah dibawa menyeberangi daerah hak jalan tanpa menghalangi
aliran di dalam alur di hulu jalan dan tanpa merusakkan hak milik di luar hak jalan tersebut.
(American Association Of State Highway and Transportation Officials, 1992).
2.3.2 Jenis Sistem Drainase Berdasarkan Keberadaan Air Hujan Dan Air Kotor
a. Sistem Terpisah (separate system)
Pada sistem ini air hujan dan air kotor dilayani oleh sistem saluran masing-masing secara
terpisah. Pemilihan ini didasarkan atas beberapa pertimbangan antara lain :
1. Periode musim hujan dan kemarau yang terlalu lama.
2. Kuantitas yang jauh berbeda antara air buangan dan air hujan.
3. Air buangan memerlukan pengolahan terlebih dahulu sedangkan air hujan tidak perlu
dan harus secepatnya dibuang ke sungai yang terdapat pada daerah yang ditinjau.
Keuntungan :
1. Sistem saluran mempunyai dimensi yang kecil sehingga memudahkan pembuatannya
dan operasinya.
2. Penggunaan sistem terpisah mengurangi bahaya bagi kesehatan masyarakat.
3. Pada instalasi pengolahan air buangan tidak ada tambahan beban kapasitas, karena
penambahan air hujan.
4. Pada sistem ini, untuk saluran air buangan bisa direncanakan pembilasan sendiri, baik
pada musim hujan maupun pada musim kemarau.
Kerugian :
Harus membuat dua sistem saluran sehingga memerlukan tempat yang luas dan biaya
yang cukup besar.
b. Sistem Tercampur (combined system)
Air kotor dan air hujan disalurkan melalui satu saluran yang sama. Saluran ini harus
tertutup. Pemilihan sistem ini didasarkan atas beberapa pertimbangan, antara lain:
1. Debit masing-masing buangan relatif kecil sehingga dapat disatukan.
2. Kuantitas air hujan dan air buangan tidak jauh berbeda.
3. Fluktuasi air hujan dari tahun ke tahun relatif kecil.
Keuntungan :
1. Hanya diperlukan sebuah sistem penyaluran air, sehingga dalam pemilihannya lebih
ekonomis.
2. Terjadi pengenceran air buangan oleh air hujan sehingga konsentrasi air buangan
menurun.
Kerugian :
Diperlukan areal yang luas untuk menempatkan instalasi tambahan untuk
penanggulangan di saat-saat tertentu.
c. Sistem Kombinasi (pseudo separate system)
Sistem yang merupakan perpaduan antara saluran air hujan dan air buangan, yakni pada
waktu musim hujan air buangan dan air hujan tercampur dalam saluran air buangan, sedangkan
air hujan bertindak sebagai pengencer dan penggelontor. Kedua saluran ini tidak dapat bersatu
tetapi dihubungkan dengan sistem perpipaan inseptor. Pemilihan sistem didasarkan pada:
a. Perbedaan yang besar antara kuantitas air buangan yang akan disalurkan melalui
jaringan penyalur air buangan dan kuantitas air hujan pada daerah pelayanan.
b. Umumnya di dalam kota dilalui sungai-sungai sehingga air hujan secepatnya dapat
dibuang ke dalam sungai-sungai tersebut.
c. Periode musim kemarau dan musim hujan yang lama dan fluktuasi curah hujan yang
tidak tetap.
2.3.3 Jenis Saluran Air Hujan
Pada sistem penyaluran terpisah, air hujan dialirkan tersendiri dengan menggunakan
saluran terbuka. Saluran air hujan terdiri dari tiga jenis, yaitu:
a. Saluran Tertier, yaitu saluran yang terdapat pada jalan-jalan kecil, untuk kemudian
menyalurkan air hujan menuju ke saluran yang lebih besar.
b. Saluran Sekunder, yaitu saluran lanjutan dari saluran tertier, dengan kuantitas air
merupakan kumulatif dari saluran-saluran kecil, lalu disalurkan menuju saluran utama.
c. Saluran Primer, yaitu saluran yang menampung air hujan dari beberapa daerah
pengaliran lewat saluran sekunder.
tersier
primer
sekunder
a
b
a
b
a b
b
c
a
a
mengalirkan air dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang ditentukan
di bagian hilir suatu saluran. Rumus untuk menghitung waktu konsentrasi :
tc = to + td
Waktu konsentrasi terdiri atas dua komponen, yaitu :
a. Inlet time (to), yaitu waktu yang diperlukan air untuk mengalir di atas permukaan tanah
menuju saluran drainase. Untuk menghitung to pada daerah pengaliran yang kecil dengan
panjang limpasan sampai dengan ± 300 meter, menggunakan rumus :
3,26 x1,1 C xLo
0, 5
to = 1/ 3
So
keterangan :
to = inlet time (menit)
C = koefisien pengaliran
Lo = panjang aliran limpasan (m)
So = kemiringan (%)
b. Conduit time (td), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di sepanjang
saluran sampai ke titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir.
Penentuan td dengan rumus :
Ld
td =
Vd
keterangan :
td = conduit time (menit )
Ld = panjang saluran (m)
Vd = kecepatan air dalam saluran (m/detik)
Kecepatan air dalam saluran tergantung kepada kondisi salurannya. Untuk saluran
alami, sifat-sifat hidroliknya sulit ditentukan sehingga td dapat ditentukan dengan
menggunakan perkiraan kecepatan air seperti pada table 2.1
Tabel 2.1 Kecepatan untuk Saluran Alami
Kemiringan Rata-rata Kecepatan Rata-rata
Dasar Saluran (%) (m/detik)
<1 0,40
1–2 0,60
2–4 0,90
4–6 1,20
rx = 1 . ∑ (Rn x ri)
n Ri
keterangan :
rx = curah hujan yang dilengkapi
Rn = rata-rata curah hujan pada stasiun pengamat yang salah satu tinggi curah hujannya
sedang dilengkapi.
n = Banyaknya stasiun pengamat hujan untuk perhitungan n > 2
ri = Curah hujan pada tahun yang sama dengan rx pada stasiun pembanding.
Ri = Curah hujan rata-rata tahunan pada stasiun pengamat hujan pembanding
b. Uji Konsistensi Data Curah Hujan
Suatu rangkaian data curah hujan bisa mengalami ketidakkonsistensian atau non
homogenitas yang bisa mengakibatkan hasil perhitungan menjadi tidak tepat.
Ketidakkonsistensian data curah hujan disebabkan :
1. Perubahan mendadak pada sistem lingkungan
2. Pemindahan alat ukur
3. Perubahan cara pengukuran
Ketidakkonsistensian data hujan ditandai dengan beloknya grafik garis lurus yang terdiri dari :
1. Absis, yaitu oleh harga rata-rata curah hujan dari paling sedikit 5 (lima) stasiun hujan
yang datanya dipakai dalam perhitungan perencanaan sistem drainase .
2. Ordinat, yaitu oleh curah hujan dari stasiun yang diuji konsistensiannya.
Keduanya harus dalam tahun yang bersamaan dan diplot dalam koordinat kartesius, yang
dimulai dari data yang terbaru. Harga rata-rata yang diplot merupakan harga kumulatif.
Konsistensi data hujan diuji dengan garis massa ganda (double mass curves technique).
Dengan metoda ini dapat juga dilakukan koreksi datanya. Dasar metoda ini adalah
membandingkan curah hujan tahunan akumulatif dari jaringan stasiun dasar. Curah hujan yang
konsisten seharusnya membentuk garis lurus, namun apabila tidak membentuk garis lurus,
maka diadakan koreksi sebagai berikut :
tg TB
Fk =
tg TL
Rk = Fk. R
keterangan :
, = sudut kemiringan data hujan dari stasiun yang dicari
Fk = faktor koreksi
R = curah hujan asli
Rk = curah hujan setelah dikoreksi
RIZAL ADI WIRAWAN
21080117140062
Tugas Besar Perencanaan Sistem Drainase Lingkungan
Kelurahan Kuningan, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang
2019
keterangan :
R = curah hujan daerah (mm)
A
B
C D E
A1 + A2 + A3 + … + An
keterangan :
R = curah hujan daerah
R1, R2, R3,…Rn = curah hujan di tiap titik pengamatan dan n adalah jumlah titik-
titik pengamatan
A1, A2, A3,…An = bagian daerah yang mewakili tiap titik pengamatan
R1
A1
A3
A2
R3
R2
3. Cara Isohyet
Peta ishoyet digambar pada peta topografi dengan perbedaan (interval) 10 sampai
20 mm berdasarkan data curah hujan titik-titik pengamatan di dalam dan di sekitar
daerah yang dimaksud. Jadi garis ini menghubungkan titik-titik dengan kontur tinggi
hujan yang sama.
A
A4
A1 A2
A3
keterangan :
A = A1 +A2 + … +An = luas areal total
A0, A1, A2,…,An = luas bagian areal yang dibatasi oleh isohyet tersebut
Ini adalah cara yang paling teliti untuk mendapatkan hujan areal rata-rata, tetapi
memerlukan jaringan pos penakar yang relatif lebih padat yang memungkinkan untuk
membuat isohyet (Takeda, 1993).
c. Analisa Hujan Harian Maksimum
Analisa hujan harian maksimum dapat menggunakan beberapa cara yaitu :
1. Metode Gumbel
Hujan harian maksimum metode Gumbel dirumuskan sebagai berikut :
RT = R +σR/σN (Yt – Yn)
keterangan :
RT = HHM rencana dengan, PUH = 1 tahun
R = Standard Deviasi
Pada metode ini yang perlu dicari adalah rentang keyakinannya (convidence interval),
yaitu keyakinan bahwa harga-harga perkiraan tersebut mempunyai rentang harga, misal dari
100 mm/24 jam, yang ditulis (105 5) mm/24 jam. Jadi rentang keyakinan adalah 5 mm/24
jam (Loebis, Joesron, Ir., M.Eng., Banjir Rencana Untuk Bangunan Air, Yayasan Badan
Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta, 1992). Persamaannya adalah:
Rk = t(a). Se
keterangan :
Rk = rentang keyakinan (mm/24 jam)
T(a) = fungsi a
R
b
Se = Probality error (eror deviasi) = N
1 1,3k 1,1K 2
b =
Yt Yn
k = N
N = Jumlah data tahun pengamatan
2. Metode Log Pearson Tipe III
Parameter-parameter statistik yang diperlukan oleh distribusi Person Tipe III adalah :
Harga Cs yang didapat digunakan untuk mencari nilai Kx pada tabel yang telah
disediakan sesuai dengan PUH yang ditentukan.
5. Menentukan harga Xt dengan rumus :
Xt = X + Kx.x
6. Harga Xt yang didapatkan, diantilogkan, maka akan didapatkan nilai dari HHM
yang dicari.
Rt = Antilog Xt
3. Distribusi Normal
Distribusi ini mempunyai probability density function sebagai berikut :
P' ( X )
1
e
x
2
2 2 2
dengan = varian
= rata-rata
4. Distribusi Log Normal
Distribusi log normal merupakan hasil transformasi dari distribusi normal, yaitu dengan
mengubah nilai variat X menjadi nilai logaritmik variant X. Distribusi Log Pearson Tipe III
akan menjadi distribusi log normal apabila nilai koefesien kemencengan CS = 0,00. Secara
matematis distribusi log-normal di tulis sebagai berikut :
1 1 log X X
P(X)= exp 2
(log X )( S )( 2 ) 2 S
keterangan :
P(X) = Peluang log normal
X = {(X1)(X2)(X3)…(Xn)}1/n
Apabila nilai P(X) digambarkan pada kertas peluang logaritmik (logarithmic probability
paper) akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model
matematik dengan persamaan :
Y=Y+k.S
Keterangan :
Y = nilai logaritmik nilai X,atau In X
lamanya curah hujan atau frekuensi kejadiannya. Beberapa rumus intensitas curah hujan yang
dihubungkan dengan hal-hal ini, telah disusun sebagai rumus-rumus eksperimental. Yang
biasanya digunakan antara lain :
1. Metode Talbott
Rumus ini dikemukakan oleh Prof. Talbott dalam tahun 1881 dan disebut jenis Talbott.
Rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dimana tetapan-tetapan a dan b
ditentukan dengan harga-harga yang diukur.
a
I
t b
keterangan :
It I 2 I 2 t )( I
a
( N I 2 ) ( I ) 2
( I )( It ) N ( I 2 t )
b
( N I 2 ) ( I ) 2
2. Metoda Sherman
Rumus ini dikemukakan oleh Prof. Sherman dalam tahun 1905 dan disebut jenis
Sherman. Rumus ini mungkin cocok untuk jangka waktu curah hujan yang lamanya lebih dari
2 jam. Rumus yang digunakan :
a
I
tn
keterangan :
log a = ( log I ) . ( log2t ) – ( log t . log I ) . ( log t)
N ( log2t ) – ( log t )2
N ( log2t ) – ( log t )2
3. Metoda Ishiguro
Rumus ini dikemukakan oleh Dr. Ishiguro dalam tahun 1953. Rumus yang digunakan
sebagai berikut :
𝑎
√𝑡 + 𝑏
keterangan :
( 𝐼𝑡 . 𝐼2 ) – ( 𝐼2𝑡 ).( 𝐼 )
a =
𝑁Σ𝐼 2 −(Σ𝐼)2
( 𝐼 . 𝐼𝑡 ) – 𝑁 ( 𝐼2𝑡)
b =
𝑁Σ𝐼 2 −(ΣI)2
keterangan :
I = Intensitas hujan (mm/jam)
t = Durasi Hujan (menit)
a, b, n = konstanta
n = banyaknya data
Dari hasil perhitungan intensitas hujan rencana dengan ketiga metode di atas, kemudian
dihitung selisihnya dari harga intensitas hujan terpilih. Metode yang sebaiknya dipakai untuk
menentukan intensitas hujan rencana adalah metode yang mempunyai selisih terkecil.
4. Metode Mononobe
Menurut Dr. Mononobe intensitas hujan (I) di dalam rumus rasional dapat dihitung
dengan rumus :
2
R 24 3
I mm / jam
24 tc
Keterangan :
R = curah hujan rancangan setempat dalam mm
tc = lama waktu konsentrasi dalam jam
I = intensitas hujan dalam mm
2.4.4 Intensitas Hujan
Intensitas hujan di Indonesia dapat mengacu pada pola grafik IDF yang dapat didekati
dengan persamaan sebagai berikut :
54𝑅𝑇 + 0,07𝑅𝑇 2 54𝑅𝑇 + 0,07𝑅𝑇 2
𝐼= 𝑎𝑡𝑎𝑢
𝑡𝑐 + 0,3𝑅𝑇 𝑡𝑒 + 0,3𝑅𝑇
Dimana :
I = Intensitas hujan pada PUH n tahun pada waktu konsentrasi (mm/jam)
Tc = Tunggi hujan pada PUH n tahun (mm/jam)
Jika tc ≤ te, tc diganti dengan te (Hordjosuprapto, 1998)