Anda di halaman 1dari 20

Tugas Besar Perencanaan Sistem Drainase Lingkungan

Kelurahan Kuningan, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang


2019

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Kegunaan Drainase


Drainase (drainage) berasal dari kata kerja ‘to drain’ yang berarti mengeringkan atau
mengalirkan air. Drainase merupakan terminologi yang digunakan yang untuk menyatakan
sistem-sistem yang berkaitan dengan penanganan kelebihan air, baik di atas maupun di bawah
permukaan tanah (Hadihardja, 1997). Secara umum drainase dapat pula didefinisikan sebagai
ilmu pengetahuan yang mempelajari usaha untuk mengalirkan air yang berlebihan dalam suatu
konteks pemanfaatan tertentu (Hadihardja, 1997). Drainase juga meliputi usaha untuk
mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas (Suripin, 2004). Drainase pada
prinsipnya terbagi atas 2 macam yaitu: drainase untuk daerah perkotaan dan drainase untuk
daerah pertanian. Drainase perkotaan adalah ilmu drainase yang mengkhususkan pengkajian
pada kawasan perkotaan yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan fisik dan sosial budaya
kawasan tersebut (Kodoatie dan Roestam, 2005).
Drainase perkotaan tidak hanya terbatas pada teknik penyaluran dan pembuangan
kelebihan air akibat limpasan air hujan akan tetapi juga meliputi penyaluran air buangan atau
air limbah terutama yang berasal dari aktifitas domestik. Sesuai dengan prinsipnya sebagai jalur
pembuangan maka waktu terjadi kelebihan air diusahakan untuk secepatnya dibuang agar tidak
menimbulkan genangan yang dapat mengganggu aktifitas perkotaan, kerugian sosial ekonomi
terutama yang menyangkut aspek kesehatan lingkungan (Kodoatie dan Roestam, 2005).
Jaringan drainase perkotaan meliputi seluruh alur, baik alur alam maupun alur buatan
yang hulunya terletak di kota dan bermuara di sungai yang melewati kota tersebut atau ke laut
di tepi kota tersebut.Secara umum, kegunaan drainase, (Hardjosuprapto, M. Masduki.1999)
adalah sebagai berikut :
1. Mengeringkan daerah becek dan genangan air.
2. Menurunkan permukaan air tanah.
3. Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan sarana bangunan bangunan lain.
4. Mengendalikan limbah air hujan yang berlebihan

RIZAL ADI WIRAWAN


21080117140062
Tugas Besar Perencanaan Sistem Drainase Lingkungan
Kelurahan Kuningan, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang
2019

2.2 Jenis Drainase


2.2.1 Menurut Sejarah Terbentuknya (Hadihardja, Joetata. 1997) yaitu:
a. Drainase alamiah
Terbentuk secara alami dan tidak terdapat bangunan-bangunan penunjang. Saluran ini
terbentuk dari gerusan air yang bergerak
b. Drainase Buatan
Drainase yang dibuat oleh manusia dengan maksud dan tujuan tertentu sehingga
memerlukan bangunan-bangunan khusus seperti saluran pasangan batu kali, gorong-
gorong, dan lain-lain.
2.2.2 Menurut Letak Bangunan, (Hadihardja, Joetata. 1997) yaitu:
a. Drainase Permukaan Tanah
Saluran drainase yang berada di permukaan tanah berfungsi mengalirkan air limpasan
permukaan.
b. Drainase Bawah Permukaan Tanah
Saluran drainase yang bertujuan mengalirkan air limpasan permukaan melalui media
di bawah permukaan tanah, dikarenakan alas an-alasan tertentu, misal tuntutan artistik.
2.2.3 Menurut Fungsinya, (Hadihardja, Joetata.1997) yaitu:
a. Single Purpose
Berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan, seperti air hujan, air limbah domestik,
atau air limbah industri.
b. Multi Purpose
Saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa macam air buangan baik tercampur
maupun secara bergantian.
2.2.4 Menurut Konstruksinya, (Hadihardja, Joetata.1997) yaitu:
a. Saluran Terbuka
Yaitu saluran yang yang lebih cocok untuk drainase air hujan yang terletak di daerah
yang mempunyai luasan yang cukup, atauuntuk drainase air non-hujan yang tidak
membahayakan kesehatan atau lingkungan.
b. Saluran Tertutup
Yaitu saluran pada umumnya sering dipakai untuk aliran air kotor, yang mengganggu
kesehatan lngkungan, atau untuk saluran di tengah kota.

RIZAL ADI WIRAWAN


21080117140062
Tugas Besar Perencanaan Sistem Drainase Lingkungan
Kelurahan Kuningan, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang
2019

2.3 Sistem Drainase


2.3.1 Jenis Sistem Berdasarkan Daerah Pelayanan
a. Drainase Permukiman
Di kota-kota besar, air hujan biasanya ditampung di jalan-jalan dan dialirkan melalui
pemasukan-pemasukan ke dalam pipa-pipa di dalam tanah yang akan membawanya ke
tempat-tempat dimana dapat dituangkan dengan aman ke dalam suatu sungai, danau, dan laut.
Air yang terkumpul haruslah dibuang sedekat mingkin ke sumbernya. Pengaliran dengan gaya
berat lebih disukai, tetapi tidak selalu layak, sehingga perangkat-perangkat pompa dapat
menjadi bagian yang penting dari suatu sistem drainase hujan kota besar.
b. Drainase Lahan
Drainase lahan membuang air permukaan yang berlebihan dari suatu daerah atau
menurunkan air tanah ke zona akar untuk memperbaiki pertumbuhan tanaman dan
mengurangi penumpukan garam-garam tanah. Sistem drainase lahan mempunyai berbagai
segi yang sama dengan sistem drainase hujan kota. Parit terbuka, yang lebih dapat diterima di
daerah pedesaan daripada di kota-kota besar, luas dipergunakan untuk drainase air permukaan
dengan penghematan biaya yang cukup besar, dibandingkan dengan pipa-pipa di bawah tanah.
Bila kondisi cocok, parit-parit dapat juga bertindak sebagai sarana untuk menurunkan
permukaan air tanah. Namun parit-parit terbuka yang diletakkan pada jarak dekat akan
mengganggu operasi pertanian, sehingga metode yang lebih umum adalah dengan selokan-
selokan di bawah tanah. Tembikar lempung kasar dan pipa beton adalah bahan-bahan yang
paling umum dipergunakan sebagai selokan bawah tanah, walaupun selokan-selokan kotak
kayu serta pipa baja yang berhubung telah digunakan pula.
Rancangan untuk suatu sistem drainase pipa tembikar terutama dipengaruhi oleh keadaan
topografi daerahnya. Untuk sistem alamiah dipergunakan pada topografi bergelombang yang
hanya membutuhkan drainase ceruk dan lembah-lembah yang sempit. Jika seluruh daerah
yang bersangkutan harus didrainase maka sistem pemanggang lebih ekonomis. Sedangkan
drainase utama berganda sering digunakan apabila dasar cekungan cukup lebar, untuk
drainase penyadap biasanya digunakan bila sumber utama dari air kelebihan adalah drainase
dari bukit-bukit. Beberapa kemungkinan diperlihatkan pada gambar dibawah ini :
c. Drainase Jalan Raya
Jalan raya menduduki jalur lahan yang panjang, sempit dan menimbulkan dua jenis
masalah drainase. Masalah itu saling berkaitan sehingga perlu diatasi secara komplek. Air

RIZAL ADI WIRAWAN


21080117140062
Tugas Besar Perencanaan Sistem Drainase Lingkungan
Kelurahan Kuningan, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang
2019

yang terkumpul di atas jalan (atau di atas lereng lahan yang berdekatan jika jalan itu terletak
dalam galian) haruslah dibuang tanpa menimbulkan genangan atau kerusakan jalan serta
daerah di sekitarnya. Jalan raya melintasi berbagai alur drainase alamiah, sehingga air yang
dialirkan oleh alur-alur ini haruslah dibawa menyeberangi daerah hak jalan tanpa menghalangi
aliran di dalam alur di hulu jalan dan tanpa merusakkan hak milik di luar hak jalan tersebut.
(American Association Of State Highway and Transportation Officials, 1992).
2.3.2 Jenis Sistem Drainase Berdasarkan Keberadaan Air Hujan Dan Air Kotor
a. Sistem Terpisah (separate system)
Pada sistem ini air hujan dan air kotor dilayani oleh sistem saluran masing-masing secara
terpisah. Pemilihan ini didasarkan atas beberapa pertimbangan antara lain :
1. Periode musim hujan dan kemarau yang terlalu lama.
2. Kuantitas yang jauh berbeda antara air buangan dan air hujan.
3. Air buangan memerlukan pengolahan terlebih dahulu sedangkan air hujan tidak perlu
dan harus secepatnya dibuang ke sungai yang terdapat pada daerah yang ditinjau.
Keuntungan :
1. Sistem saluran mempunyai dimensi yang kecil sehingga memudahkan pembuatannya
dan operasinya.
2. Penggunaan sistem terpisah mengurangi bahaya bagi kesehatan masyarakat.
3. Pada instalasi pengolahan air buangan tidak ada tambahan beban kapasitas, karena
penambahan air hujan.
4. Pada sistem ini, untuk saluran air buangan bisa direncanakan pembilasan sendiri, baik
pada musim hujan maupun pada musim kemarau.
Kerugian :
Harus membuat dua sistem saluran sehingga memerlukan tempat yang luas dan biaya
yang cukup besar.
b. Sistem Tercampur (combined system)
Air kotor dan air hujan disalurkan melalui satu saluran yang sama. Saluran ini harus
tertutup. Pemilihan sistem ini didasarkan atas beberapa pertimbangan, antara lain:
1. Debit masing-masing buangan relatif kecil sehingga dapat disatukan.
2. Kuantitas air hujan dan air buangan tidak jauh berbeda.
3. Fluktuasi air hujan dari tahun ke tahun relatif kecil.
Keuntungan :

RIZAL ADI WIRAWAN


21080117140062
Tugas Besar Perencanaan Sistem Drainase Lingkungan
Kelurahan Kuningan, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang
2019

1. Hanya diperlukan sebuah sistem penyaluran air, sehingga dalam pemilihannya lebih
ekonomis.
2. Terjadi pengenceran air buangan oleh air hujan sehingga konsentrasi air buangan
menurun.
Kerugian :
Diperlukan areal yang luas untuk menempatkan instalasi tambahan untuk
penanggulangan di saat-saat tertentu.
c. Sistem Kombinasi (pseudo separate system)
Sistem yang merupakan perpaduan antara saluran air hujan dan air buangan, yakni pada
waktu musim hujan air buangan dan air hujan tercampur dalam saluran air buangan, sedangkan
air hujan bertindak sebagai pengencer dan penggelontor. Kedua saluran ini tidak dapat bersatu
tetapi dihubungkan dengan sistem perpipaan inseptor. Pemilihan sistem didasarkan pada:
a. Perbedaan yang besar antara kuantitas air buangan yang akan disalurkan melalui
jaringan penyalur air buangan dan kuantitas air hujan pada daerah pelayanan.
b. Umumnya di dalam kota dilalui sungai-sungai sehingga air hujan secepatnya dapat
dibuang ke dalam sungai-sungai tersebut.
c. Periode musim kemarau dan musim hujan yang lama dan fluktuasi curah hujan yang
tidak tetap.
2.3.3 Jenis Saluran Air Hujan
Pada sistem penyaluran terpisah, air hujan dialirkan tersendiri dengan menggunakan
saluran terbuka. Saluran air hujan terdiri dari tiga jenis, yaitu:
a. Saluran Tertier, yaitu saluran yang terdapat pada jalan-jalan kecil, untuk kemudian
menyalurkan air hujan menuju ke saluran yang lebih besar.
b. Saluran Sekunder, yaitu saluran lanjutan dari saluran tertier, dengan kuantitas air
merupakan kumulatif dari saluran-saluran kecil, lalu disalurkan menuju saluran utama.
c. Saluran Primer, yaitu saluran yang menampung air hujan dari beberapa daerah
pengaliran lewat saluran sekunder.

RIZAL ADI WIRAWAN


21080117140062
Tugas Besar Perencanaan Sistem Drainase Lingkungan
Kelurahan Kuningan, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang
2019

tersier

primer

sekunder

Gambar. 2.1 Jenis Saluran Air Hujan


Untuk saluran air hujan yang melewati daerah ramai dan sibuk seperti perkantoran, daerah
pertokoan, pasar, industri, rumah sakit, dll umumnya menggunakan saluran tertutup. Hal ini
untuk menghindari agar orang tidak terperosok dan pada daerah ramai umumnya lahan sangat
diperlukan, sehingga dengan saluran tertutup bagian atas saluran dapat digunakan untuk
kepentingan lain, misalnya untuk tempat parkir, trotoar, dan sebagainya.
2.3.4 Tata Letak
1. Alternatif Tata Letak Saluran Drainase
Beberapa contoh model tata letak saluran yang dapat diterapkan dalam perencanaan
sistem drainase (Hadihardja, 1997).
a. Pola Alamiah
Letak conveyor drain (b) ada di bagian terendah (lembah) dari suatu daerah yang secara
efektif berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang saluran atau collector drain (a), dengan
collector dan conveyor drain merupakan saluran alamiah.

a
b

Gambar 2.2 Pola Alamiah


b. Pola Siku
Conveyor drain (b) terletak di lembah dan merupakan saluran alamiah, sedangkan
collector drain (a) dibuat tegak lurus dari conveyor drain.

RIZAL ADI WIRAWAN


21080117140062
Tugas Besar Perencanaan Sistem Drainase Lingkungan
Kelurahan Kuningan, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang
2019

a
b

Gambar 2.3 Pola Siku


c. Pola Pararel
Collector drain yang menampung debit dari sungai-sungai yang lebih kecil, dibuat sejajar
satu sama lain dan kemudian masuk dalam conveyor drain.

a b

Gambar 2.4 Pola Parallel


d. Pola “Grid Iron”
Beberapa inerceptor drain (a) dibuat satu sama lain sejajar, kemudian ditampung di
collector drain (b) untuk selanjutnya masuk ke dalam conveyor drain.

b
c

Gambar 2.5 Pola Grid Iron


e. Pola Radial
Suatu daerah genangan dikeringkan melalui beberapa collector drain dari satu titik
menyebar ke segala arah (sesuai dengan kondisi topografi daerah)

RIZAL ADI WIRAWAN


21080117140062
Tugas Besar Perencanaan Sistem Drainase Lingkungan
Kelurahan Kuningan, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang
2019

Gambar 2.6 Pola Radial


f. Pola Jaring-jaring
Untuk mencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah terhadap daerah lainnya,
maka dapat dibuat beberapa interceptor drain (a) yang kemudian ditampung ke dalam saluran
collector drain (b), dan selanjutnya dialirkan menuju saluran conveyor drain.

a
a

Gambar 2.7 Pola Jaring-Jaring


2. Susunan dan Fungsi Saluran dalam Jaringan Drainase
Dalam pengertian jaringan drainase, maka sesuai dengan fungsi dan sistem kerjanya, jenis
saluran dapat dibedakan menjadi :
1. Interseptor Drain, adalah saluran yang berfungsi sebagai pencegah terjadinya
pembebanan aliran dari suatu daerah terhadap daerah lain di bawahnya.
2. Collector Drain, adalah saluran yang berfungsi sebagai pengumpul debit yang diperoleh
dari saluran drainase yang lebih kecil dan akhirnya akan dibuang ke saluran conveyor
(pembawa).
3. Conveyor Drain, adalah saluran yang berfungsi sebagai pembawa air buangan dari suatu
daerah ke lokasi pembuangan tanpa harus membahayakan daerah yang dilalui. Letak
conveyor di bagian terendah lembah dari suatu daerah, sehingga secara efektif dapat
berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang saluran yang ada. Dalam pengertian lain,
saluran ini berbeda dengan sub surface drainage atau drainase bawah tanah.

RIZAL ADI WIRAWAN


21080117140062
Tugas Besar Perencanaan Sistem Drainase Lingkungan
Kelurahan Kuningan, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang
2019

2.3.5 Bangunan Penunjang


Untuk menjamin berfungsinya saluran drainase secara baik, maka diperlukan bangunan-
bangunan pelengkap di tempat-tempat tertentu. Jenis bangunan pelengkap yang dimaksud
meliputi:
a. Bangunan Silang, misal : gorong-gorong
b. Bangunan Pemecah Energi, misal : bangunan terjunan dan saluran curam
c. Bangunan Pengaman, misal : ground sill atau levelling structure
d. Bangunan Inlet, misal : grill samping atau datar
e. Bangunan Outlet, misal : kolam loncat air
f. Bangunan Pintu Air, misal : pintu geser, pintu otomatis
g. Bangunan Rumah Pompa
h. Bangunan Kolam Tandon atau Pengumpul
i. Bangunan Lubang Kontrol atan Manhole
j. Bangunan Instaasi Pengolah Limbah
Semua bangunan tersebut di atas tidak harus selalu ada pada jaringan drainase.
Keberadaannya tergantung pada kebutuhan setempat yang biasanya dipengaruhi oleh fungsi
saluran, kondisi lingkungan, dan tuntutan akan kesempurnaan jaringannya.
2.4 Sistem Hidrologi
Perencanaan sistem drainase berkaitan erat dengan aspek hidrologi yaitu hujan yang
terjadi di suatu kawasan. Hujan sangat berpengaruh terutama dalam penentuan dimensi saluran
drainase, karena air hujan inilah yang harus segera dibuang atau dialirkan melalui saluran
drainase. Intensitas hujan yang tinggi pada suatu kawasan dapat menyebabkan terjadinya
genangan air pada jalan, tempat parkir, dan fasilitas-fasilitas lainnya.
2.4.1 Karakteristik Air Hujan
Hujan pada tiap-tiap wilayah memiliki karakteristik masing-masing sesuai dengan
kondisi wilayah tersebut. Durasi hujan, adalah lama kejadian hujan (menitan, jam-jaman,
harian) yang diperoleh dari hasil pencatatan alat pengukur hujan otomatis. Intensitas hujan,
adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu.
Nilai ini tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya serta diperoleh dengan
cara analisis data hujan baik secara statistik maupun empiris.
Lengkung intensitas hujan adalah grafik yang menyatakan hubungan antara intensitas
hujan dengan durasi hujan. Waktu konsentrasi (tc) adalah waktu yang diperlukan untuk

RIZAL ADI WIRAWAN


21080117140062
Tugas Besar Perencanaan Sistem Drainase Lingkungan
Kelurahan Kuningan, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang
2019

mengalirkan air dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang ditentukan
di bagian hilir suatu saluran. Rumus untuk menghitung waktu konsentrasi :
tc = to + td
Waktu konsentrasi terdiri atas dua komponen, yaitu :
a. Inlet time (to), yaitu waktu yang diperlukan air untuk mengalir di atas permukaan tanah
menuju saluran drainase. Untuk menghitung to pada daerah pengaliran yang kecil dengan
panjang limpasan sampai dengan ± 300 meter, menggunakan rumus :
3,26 x1,1  C xLo
0, 5
to = 1/ 3
So
keterangan :
to = inlet time (menit)
C = koefisien pengaliran
Lo = panjang aliran limpasan (m)
So = kemiringan (%)
b. Conduit time (td), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di sepanjang
saluran sampai ke titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir.
Penentuan td dengan rumus :
Ld
td =
Vd
keterangan :
td = conduit time (menit )
Ld = panjang saluran (m)
Vd = kecepatan air dalam saluran (m/detik)
Kecepatan air dalam saluran tergantung kepada kondisi salurannya. Untuk saluran
alami, sifat-sifat hidroliknya sulit ditentukan sehingga td dapat ditentukan dengan
menggunakan perkiraan kecepatan air seperti pada table 2.1
Tabel 2.1 Kecepatan untuk Saluran Alami
Kemiringan Rata-rata Kecepatan Rata-rata
Dasar Saluran (%) (m/detik)
<1 0,40
1–2 0,60
2–4 0,90
4–6 1,20

RIZAL ADI WIRAWAN


21080117140062
Tugas Besar Perencanaan Sistem Drainase Lingkungan
Kelurahan Kuningan, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang
2019

Kemiringan Rata-rata Kecepatan Rata-rata


Dasar Saluran (%) (m/detik)
6 – 10 1,50
10 – 15 2,40
Sumber : Drainase Perkotaan, 1997
2.4.2 Data Hujan
Data curah hujan di Indonesia dikumpulkan oleh dinas meteorologi dan Geofisika,
Dephub. Dari sini penggunaan data curah hujan untuk :
1. Perhitungan dimensi saluran, baik yang tertutup maupun terbuka, dengan lining atau
tanpa lining
2. Perhitungan dimensi bangunan pelengkap dan lintasan (gorong-gorong atau sipon)
3. Perhitungan bentang jembatan
4. Perhitungan waduk pengendali banjir mikro dan makro
Analisa curah hujan yaitu dengan memproses data curah hujan mentah, diolah menjadi
data yang siap dipakai untuk perhitungan debit aliran. Data curah hujan yang akan dianalisa
berupa array data tinggi hujan harian maksimum dalam setahun, selama paling sedikit 20 tahun
pengamatan berturut-turut.
a. Melengkapi data curah hujan yang hilang
Data hujan hasil pencatatan yang ada biasanya ada dalam kondisi yang tidak menerus
atau terputus rangkaiannya. Menghadapi kondisi tersebut perlu adanya pengisian data yang
kosong (hilang). Untuk melengkapi data hujan yang hilang dapat dengan cara mengambil data
dari stasiun pengamat tetangga terdekat, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Jika selisih antara hujan tahunan normal dari stasiun yang datanya tdak lengkap dengan
hujan tahunan normal semua stasiun kurang dari 10 %, maka perkiraan data yang hilang
bisa mengambil harga rata-rata hitung dari stasiun–stasiun yang mengelilinginya atau
metode aritmatik .
2. Jika selisihnya lebih dari pada 10 %, maka dapat menggunakan metoda perbandingan
rasio normal, yaitu ;

rx = 1 . ∑ (Rn x ri)
n Ri

keterangan :
rx = curah hujan yang dilengkapi

RIZAL ADI WIRAWAN


21080117140062
Tugas Besar Perencanaan Sistem Drainase Lingkungan
Kelurahan Kuningan, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang
2019

Rn = rata-rata curah hujan pada stasiun pengamat yang salah satu tinggi curah hujannya
sedang dilengkapi.
n = Banyaknya stasiun pengamat hujan untuk perhitungan n > 2
ri = Curah hujan pada tahun yang sama dengan rx pada stasiun pembanding.
Ri = Curah hujan rata-rata tahunan pada stasiun pengamat hujan pembanding
b. Uji Konsistensi Data Curah Hujan
Suatu rangkaian data curah hujan bisa mengalami ketidakkonsistensian atau non
homogenitas yang bisa mengakibatkan hasil perhitungan menjadi tidak tepat.
Ketidakkonsistensian data curah hujan disebabkan :
1. Perubahan mendadak pada sistem lingkungan
2. Pemindahan alat ukur
3. Perubahan cara pengukuran
Ketidakkonsistensian data hujan ditandai dengan beloknya grafik garis lurus yang terdiri dari :
1. Absis, yaitu oleh harga rata-rata curah hujan dari paling sedikit 5 (lima) stasiun hujan
yang datanya dipakai dalam perhitungan perencanaan sistem drainase .
2. Ordinat, yaitu oleh curah hujan dari stasiun yang diuji konsistensiannya.
Keduanya harus dalam tahun yang bersamaan dan diplot dalam koordinat kartesius, yang
dimulai dari data yang terbaru. Harga rata-rata yang diplot merupakan harga kumulatif.
Konsistensi data hujan diuji dengan garis massa ganda (double mass curves technique).
Dengan metoda ini dapat juga dilakukan koreksi datanya. Dasar metoda ini adalah
membandingkan curah hujan tahunan akumulatif dari jaringan stasiun dasar. Curah hujan yang
konsisten seharusnya membentuk garis lurus, namun apabila tidak membentuk garis lurus,
maka diadakan koreksi sebagai berikut :
tg TB
Fk = 
tg TL
Rk = Fk. R

keterangan :
,  = sudut kemiringan data hujan dari stasiun yang dicari
Fk = faktor koreksi
R = curah hujan asli
Rk = curah hujan setelah dikoreksi
RIZAL ADI WIRAWAN
21080117140062
Tugas Besar Perencanaan Sistem Drainase Lingkungan
Kelurahan Kuningan, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang
2019

2.4.3 Menghitung Hujan Wilayah Rata-rata Daerah Aliran


Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan
rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang
bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan
wilayah/daerah dan dinyatakan dalam mm (Soemarto, C.D., Ir., B.I.E DIPL.H., Hidrologi
Teknik, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1995). Curah hujan daerah ini harus diperkirakan dari
beberapa titik pengamatan curah hujan. Cara-cara perhitungan curah hujan daerah dari
pengamatan curah hujan di beberapa titik adalah sebagai berikut :
1. Cara Rata-rata Aljabar
Cara ini adalah perhitungan rata-rata secara aljabar curah hujan di dalam dan di sekitar
daerah yang bersangkutan.
1
R= (R1 + R2 + R3 + …+Rn)
n

keterangan :
R = curah hujan daerah (mm)

n = jumlah titik (pos-pos) pengamatan

R1 , R2 , R3… Rn = curah hujan di tiap titik pengamatan (mm)

 A
B
 C  D  E

Gambar. 2.8 Metode rata-rata Aljabar

2. Cara Polygon Thiessen


Jika titik-titik pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar merata, maka cara
perhitungan curah hujan rata-rata dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh
tiap titik pengamatan (Varshney, R.S., Engineering Hydrology, India, 1979). Curah
hujan daerah itu dapat dihitung dengan persamaan sbb :

RIZAL ADI WIRAWAN


21080117140062
Tugas Besar Perencanaan Sistem Drainase Lingkungan
Kelurahan Kuningan, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang
2019

R = A1R1 + A2R2 + A3R3 + …+ AnRn

A1 + A2 + A3 + … + An

= A1R1 + A2R2 + A3R3 + …+ AnRn

= W1R1 + W2R2 + W3R3 + …+ WnRn

keterangan :
R = curah hujan daerah

R1, R2, R3,…Rn = curah hujan di tiap titik pengamatan dan n adalah jumlah titik-
titik pengamatan

A1, A2, A3,…An = bagian daerah yang mewakili tiap titik pengamatan

R1

A1
A3
A2
R3
R2

Gambar. 2.9 Metode Polygon Thiessen


keterangan :
I = Stasiun I dengan luas Poligon A1

II = Stasiun II dengan luas poligon A2

III = Stasiun III dengan luas poligon A3

A1 = Luas daerah yang dibatasi POQ

A2 = Luas daerah yang dibatasi POR

A3 = Luas daerah yang dibatasi ROQ

3. Cara Isohyet

RIZAL ADI WIRAWAN


21080117140062
Tugas Besar Perencanaan Sistem Drainase Lingkungan
Kelurahan Kuningan, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang
2019

Peta ishoyet digambar pada peta topografi dengan perbedaan (interval) 10 sampai
20 mm berdasarkan data curah hujan titik-titik pengamatan di dalam dan di sekitar
daerah yang dimaksud. Jadi garis ini menghubungkan titik-titik dengan kontur tinggi
hujan yang sama.

A
A4
A1 A2
A3

Gambar. 2.10 Metode Isohyet


Kemudian luas bagian diantara isohyet-isohyet yang berdekatan diukur, dan nilai rata-
ratanya dihitung sebagai nilai rata-rata timbang nilai kontir, sbb :
d 0  d1 d  d2 d  dn
A1  1 A2  .....  n 1 An
d 2 2 2
A1  A2  .....  An

keterangan :
A = A1 +A2 + … +An = luas areal total

d = tinggi curah hujan rata-rata areal

d0, d1, d2,…,dn = curah hujan pada isohyet 0,1,2,…,n

A0, A1, A2,…,An = luas bagian areal yang dibatasi oleh isohyet tersebut

Ini adalah cara yang paling teliti untuk mendapatkan hujan areal rata-rata, tetapi
memerlukan jaringan pos penakar yang relatif lebih padat yang memungkinkan untuk
membuat isohyet (Takeda, 1993).
c. Analisa Hujan Harian Maksimum
Analisa hujan harian maksimum dapat menggunakan beberapa cara yaitu :
1. Metode Gumbel
Hujan harian maksimum metode Gumbel dirumuskan sebagai berikut :
RT = R +σR/σN (Yt – Yn)

RIZAL ADI WIRAWAN


21080117140062
Tugas Besar Perencanaan Sistem Drainase Lingkungan
Kelurahan Kuningan, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang
2019

keterangan :
RT = HHM rencana dengan, PUH = 1 tahun

R = Presipitasi rata-rata dalam kisaran data HHMS (mm/24jam)

R = Standard Deviasi

N = Expected Standard Deviasi

Yn = Expected Mean Reduced Variate

Yt = Reduced Variated untuk PUH = t tahun

Pada metode ini yang perlu dicari adalah rentang keyakinannya (convidence interval),
yaitu keyakinan bahwa harga-harga perkiraan tersebut mempunyai rentang harga, misal dari
100 mm/24 jam, yang ditulis (105  5) mm/24 jam. Jadi rentang keyakinan adalah  5 mm/24
jam (Loebis, Joesron, Ir., M.Eng., Banjir Rencana Untuk Bangunan Air, Yayasan Badan
Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta, 1992). Persamaannya adalah:
Rk =  t(a). Se

keterangan :
Rk = rentang keyakinan (mm/24 jam)

T(a) = fungsi a

Untuk a = 90%, t(a) = 1,64

Untuk a = 80%, t(a) = 1,282

Untuk a = 68%, t(a) = 1,00

R
b
Se = Probality error (eror deviasi) = N

1  1,3k  1,1K 2
b =
Yt  Yn
k = N
N = Jumlah data tahun pengamatan
2. Metode Log Pearson Tipe III
Parameter-parameter statistik yang diperlukan oleh distribusi Person Tipe III adalah :

RIZAL ADI WIRAWAN


21080117140062
Tugas Besar Perencanaan Sistem Drainase Lingkungan
Kelurahan Kuningan, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang
2019

a. Nilai tengah (mean)


b. Standar Deviasi
c. Koefisien Kepencengan
Untuk menghitung banjir perencanaan dalam praktek, The Hydroloy Committee of The
Water Resources Council USA, menganjurkan, pertama kali mentransformasi data ke nilai-nilai
logaritmanya, kemudian menghitung parameter-parameter statistiknya. Karena transformasi
tersebut, maka cara ini disebut Log Pearson Tipe III.
Langkah-langkah perhitungannya :
1. Menyusun data-data curah hujan ( R ) mulai dari harga yang terbesar sampai dengan
harga terkecil
2. Merubah sejumlah N data curah hujan ke dalam bentuk logaritma
Xi = log Ri

3. Menghitung besarnya harga rata-rata besaran tersebut dengan persamaan:


 Xi
X 
N

4. Menghitung besarnya Cs dengan rumus :


nx Xi  X 
3
Cs 
(n  1)( n  2)(x) 3

Harga Cs yang didapat digunakan untuk mencari nilai Kx pada tabel yang telah
disediakan sesuai dengan PUH yang ditentukan.
5. Menentukan harga Xt dengan rumus :
Xt = X + Kx.x

6. Harga Xt yang didapatkan, diantilogkan, maka akan didapatkan nilai dari HHM
yang dicari.
Rt = Antilog Xt

3. Distribusi Normal
Distribusi ini mempunyai probability density function sebagai berikut :

P' ( X ) 
1
e
 x    
2

 2 2 2

dengan  = varian

RIZAL ADI WIRAWAN


21080117140062
Tugas Besar Perencanaan Sistem Drainase Lingkungan
Kelurahan Kuningan, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang
2019

 = rata-rata
4. Distribusi Log Normal

Distribusi log normal merupakan hasil transformasi dari distribusi normal, yaitu dengan
mengubah nilai variat X menjadi nilai logaritmik variant X. Distribusi Log Pearson Tipe III
akan menjadi distribusi log normal apabila nilai koefesien kemencengan CS = 0,00. Secara
matematis distribusi log-normal di tulis sebagai berikut :
1  1  log X  X  
P(X)=  exp    2
(log X )( S )( 2 ) 2  S  

keterangan :
P(X) = Peluang log normal

X = nilai variant pengamatan

X = nilai rata-rata dari logaritmik variat X, umumnya dihitung nilai rata-rata


geometriknya

X = {(X1)(X2)(X3)…(Xn)}1/n

S = deviasi standar dari logaritmik nilai variat X

Apabila nilai P(X) digambarkan pada kertas peluang logaritmik (logarithmic probability
paper) akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model
matematik dengan persamaan :
Y=Y+k.S
Keterangan :
Y = nilai logaritmik nilai X,atau In X

Y = rata-rata hitung (lebih baik rata-rata geometrik) nilai Y

S = deviasi standar nilai Y

K = karakteristik distribusi peluang log-normal nilai variabel reduksi Gauss.

d. Pemilihan Rumus Intensitas Hujan


Curah hujan jangka pendek dinyatakan dalam intensitas per jam yang disebut intensitas
curah hujan (mm/jam). Besarnya intensitas curah hujan berbeda-beda yang disebabkan oleh

RIZAL ADI WIRAWAN


21080117140062
Tugas Besar Perencanaan Sistem Drainase Lingkungan
Kelurahan Kuningan, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang
2019

lamanya curah hujan atau frekuensi kejadiannya. Beberapa rumus intensitas curah hujan yang
dihubungkan dengan hal-hal ini, telah disusun sebagai rumus-rumus eksperimental. Yang
biasanya digunakan antara lain :
1. Metode Talbott
Rumus ini dikemukakan oleh Prof. Talbott dalam tahun 1881 dan disebut jenis Talbott.
Rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dimana tetapan-tetapan a dan b
ditentukan dengan harga-harga yang diukur.
a
I
t b
keterangan :
 It  I 2    I 2 t )(  I 
a
( N  I 2 )  ( I ) 2

( I )(  It )  N ( I 2 t )
b
( N  I 2 )  ( I ) 2
2. Metoda Sherman
Rumus ini dikemukakan oleh Prof. Sherman dalam tahun 1905 dan disebut jenis
Sherman. Rumus ini mungkin cocok untuk jangka waktu curah hujan yang lamanya lebih dari
2 jam. Rumus yang digunakan :
a
I 
tn

keterangan :
log a = (  log I ) . (  log2t ) – (  log t . log I ) . (  log t)

N (  log2t ) – (  log t )2

n = (  log I .  log t) – N(  log t.log I)

N (  log2t ) – (  log t )2

3. Metoda Ishiguro
Rumus ini dikemukakan oleh Dr. Ishiguro dalam tahun 1953. Rumus yang digunakan
sebagai berikut :
𝑎
√𝑡 + 𝑏

RIZAL ADI WIRAWAN


21080117140062
Tugas Besar Perencanaan Sistem Drainase Lingkungan
Kelurahan Kuningan, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang
2019

keterangan :
(  𝐼𝑡 . 𝐼2 ) – (  𝐼2𝑡 ).(  𝐼 )
a =
𝑁Σ𝐼 2 −(Σ𝐼)2

(  𝐼 . 𝐼𝑡 ) – 𝑁 ( 𝐼2𝑡)
b =
𝑁Σ𝐼 2 −(ΣI)2

keterangan :
I = Intensitas hujan (mm/jam)
t = Durasi Hujan (menit)
a, b, n = konstanta
n = banyaknya data
Dari hasil perhitungan intensitas hujan rencana dengan ketiga metode di atas, kemudian
dihitung selisihnya dari harga intensitas hujan terpilih. Metode yang sebaiknya dipakai untuk
menentukan intensitas hujan rencana adalah metode yang mempunyai selisih terkecil.
4. Metode Mononobe
Menurut Dr. Mononobe intensitas hujan (I) di dalam rumus rasional dapat dihitung
dengan rumus :
2
R  24  3
I   mm / jam
24  tc 
Keterangan :
R = curah hujan rancangan setempat dalam mm
tc = lama waktu konsentrasi dalam jam
I = intensitas hujan dalam mm
2.4.4 Intensitas Hujan

Intensitas hujan di Indonesia dapat mengacu pada pola grafik IDF yang dapat didekati
dengan persamaan sebagai berikut :
54𝑅𝑇 + 0,07𝑅𝑇 2 54𝑅𝑇 + 0,07𝑅𝑇 2
𝐼= 𝑎𝑡𝑎𝑢
𝑡𝑐 + 0,3𝑅𝑇 𝑡𝑒 + 0,3𝑅𝑇
Dimana :
I = Intensitas hujan pada PUH n tahun pada waktu konsentrasi (mm/jam)
Tc = Tunggi hujan pada PUH n tahun (mm/jam)
Jika tc ≤ te, tc diganti dengan te (Hordjosuprapto, 1998)

RIZAL ADI WIRAWAN


21080117140062

Anda mungkin juga menyukai