Anda di halaman 1dari 2

Kisah Abu Umamah, Sedekah 3 Dinar Mendapat Ganti 300 Dinar

Dari Abdurrahman bin Yazid bin Jabir berkata, “Maula perempuan Abu Umamah
menceritakan kepadaku, ‘Abu Umamah adalah orang yang suka bersedekah dan senang
mengumpulkan sesuatu untuk kemudian disedekahkan. Dia tidak pernah menolak seorang
pun yang meminta sesuatu kepadanya, sekali pun ia hanya bisa memberi sesiung bawang
merah atau sebutir kurma atau sesuap makanan.
Pada suatu hari datang seorang peminta-minta kepadanya padahal ia sudah tidak
memiliki itu semua, selain uang sebanyak 3 dinar. Orang itu tetap meminta juga, maka Abu
Umamah memberikannya 1 dinar. Kemudian datang orang lain untuk meminta. Abu
Umamah memberinya 1 dinar. Datang lagi satu orang, Abu Umamah memberinya 1 dinar
juga.
Sudah barang tentu aku marah. Kemudian aku berkata, ‘Wahai Abu Umamah, engkau
tidak menyisakan untuk kami suatu pun!’
Kemudian Abu Umamah berbaring untuk tidur siang. Ketika adzan Ashar
dikumandangkan aku membangunkannya. Lalu ia berangkat ke masjid. Setelah itu aku
bercakap-cakap dengan dia kemudian aku meninggalkannya untuk mempersiapkan makan
malam dan memasang pelana kudanya.
Ketika aku masuk kamar untuk merapikan tempat tidurnya, tiba-tiba aku menemukan
mata uang emas dan setelah aku hitung berjumlah 300 dinar.
Aku berkata dalam hatiku, ‘Tidak mungkin dia melakukan seperti apa yang dia perbuat
kecuali sangat percaya dengan apa yang akan menjadi penggantinya.’
Setelah Isya’ dia masuk rumah. Dan ketika melihat makanan yang telah tersedia dan
pelana kuda telah terpasang ia tersenyum lalu berkata, ‘Inilah kebaikan yang diberikan dari
sisi-Nya.’
Aku berada di hadapannya sampai ia makan malam. Ketika itu aku berkata, ‘Semoga
Allah senantiasa mengasihimu dengan infak yang engkau berikan itu sebenarnya engkau
telah menyisihkan simpanan, tetapi mengapa engkau tidak memberitahu aku, sehingga aku
dapat mengambilnya.’
Abu Umamah bertanya, ‘Simpanan yang mana? Aku tidak menyimpan apapun!’
Kemudian aku angkat kasurnya, tatkala Abu Umamah melihat dinar itu ia bergembira
dan sangat heran.
Serta merta aku potong tali ikatku, sebuah tali yang menandakan aku seorang Majusi
atau Nasrani, dan aku masuk Islam.”
Ibnu Jarir berkata, “Aku melihat wanita itu (bekas budak) menjadi guru kaum wanita di
masjid Himsha yang mengajarkan Alquran, sunah dan ilmu faraidh.
Kisah PRT yang Gemar Berinfak dan Semua Anaknya Kuliah

Ini kisah nyata yan dituturkan pakar zakat Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MS. Empat
tahun silam, sewaktu masih menjabat ketua umum Baznas, ia diundang menghadiri
pertemuan orang-orang yang rutin mengeluarkan zakat dan infak di sebuah masjid di
Surabaya.
Ada kisah menarik, ternyata dua orang wanita yang tinggal satu rumah sama-sama
anggota ahli zakat dan ahli infak di masjid tersebut. Mereka melakukannya sudah bertahun-
tahun, tapi sama-sama saling tidak mengetahui. Yang satu adalah majikan (nyonya rumah),
sedangkan yang satu lagi adalah pembantu rumah tangga (PRT) di rumah keluarga tersebut.
“Yang lebih menarik lagi adalah PRT itu jumlah infaknya lebih besar, yakni Rp 60 ribu
per bulan. Sedangkan majikannya mengeluarkan infak di masjid tersebut Rp 50 ribu per
bulan. Kita berbaik sangka, mungkin beliau menyalurkan infaknya ke tempat-tempat yang
lain,” kata Kiai Didin Hafidhuddin saat mengisi pengajian guru Sekolah Bosowa Bina Insani
(SBBI) di Masjid Al-Ikhlas Bosowa Bina Insani, Bogor, Jawa Barat, Jumat (3/11) pagi.
Kiai Didin merasa penasaran kepada PRT tadi. Ia lalu menanyakan kepada PRT itu apa
pekerjaan suaminya dan berapa penghasilan mereka sebulan. PRT itu mengatakan, jumlah
penghasilan total ia dan suaminya Rp 600 ribu sebulan. Berarti ia mengeluarkan infak 10
persen dari total penghasilannya, yakni Rp 60 ribu. “Ini ‘kan luar biasa. PRT itu menyisihkan
10 persen penghasilannya untuk berinfak,” ujar Guru Besar Agama Islam IPB Bogor itu.
Kiai Didin lalu bertanya lagi kepada PRT itu, berapa jumlah anaknya. Dia katakana
bahwa anaknya berjumlah lima. “Hal yang mengejutkan lagi, ternyata kelima anaknya kuliah
dan mereka kuliah di universitas-universitas terkemuka di Jawa Timur, antara lain UNAIR
dan ITS,” tutur Didin.
Ia pun merasa makin kagum kepada PRT itu. “Dalam pikiran kita yang pendek, sebuah
keluarga dengan penghasilan Rp 600 ribu sebulan, mereka mengeluarkan infak Rp 60 ribu,
dan punya anak lima orang, semuanya kuliah, dari mana biaya untuk kuliah,” kata Direktur
Program Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor itu.
Maka, Kiai Didin pun bertanya lagi kepada PRT itu, “Dari mana biaya sekolah anak-
anak Ibu?" Ibu itu pun menjawab, “Mereka sejak SD selalu juara umum, sehingga
mendapatkan beasiswa sejak SD sampai kuliah.”
“Subhanallah. Ibu ini telah membuktikan bahwa orang yang rajin mengeluarkan zakat,
infak dan sedekah (ZIS), Allah jamin rezekinya tidak akan berkurang, justru sebaliknya
bertambah berlipat-lipat. Benar sekali firman Allah dalam Surat Ar-Rum ayat 39, orang yang
mengeluarkan ZIS, maka hartanya Allah lipatgandakan, baik nominalnya maupun
keberkahannya. ZIS itu menjadi penambah dan pengembang hartanya,” papar Kiai Didin
Hafidhuddin.

Anda mungkin juga menyukai