PESUT MAHAKAM
(Orcaella brevirostris Gray 1866)
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pesut mahakam (Orcaella brevirostris) memiliki nama umum Irrawaddy dolphin yang
berarti lumba—lumba sungai Irrawaddy (Ayeyarwadi), Myanmar. Pesut mahakam merupakan
spesies yang hidup pada daerah sungai dan dekat dengan pesisir pantai. Smith & Jefferson
(2002) dalam Kreb (2004) menyebutkan bahwa terdapat tiga spesies cetaceans yang telah
membentuk populasi terpisah di sungai dan di dekat pantai, perairan laut termasuk spesies
lumba-lumba Irrawaddy (Orcaella brevirostris), tucuxi (Sotalia fluviatilis), dan porpoise tak
ber sirip (Neophocaena phocaena).
Pesut mahakam memiliki penyebaran yang luas membentang dari India sampai Timur
Laut Australia. Penyebaran pesut mahakam pada wilayah pesisir lebih terpusat pada area
estuari dan area mangrove (Kreb 2004). Sedangkan penyebaran pada wilayah air tawar terbatas
pada tiga sistem sungai utama, yaitu Sungai Mahakam di Indonesia, Sungai Ayeyarwady di
Myanmar, dan Sungai Mekong di Laos, Kamboja, dan Vietnam (Kreb 2004).
Pesut mahakam merupakan salah satu spesies satwaliar yang dilindungi di Indonesia
berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.
P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018. Selain itu, pesut mahakam masuk kategori critically
endangered dalam Daftar Merah IUCN untuk sub populasi di Sungai Mahakam (Jefferson et
al 2008). Hal ini dikarenakan meskipun memiliki penyebaran yang luas, pesut mahakam
memiliki jumlah individu dalam populasi yang tidak merata dan cenderung sedikit. Kreb
(2014) dalam Noor (2016) menyebutkan bahwa terdapat 85 ekor pesut di Sungai Mahakam,
sementara penelitian Noor et al (2013) menyebutkan pada tahun 2012 terdapat 92 ekor pesut
di Sungai Mahakam. Dengan jumlah populasi yang kecil dan menurun, sebagai satwa top
predator dan satwa ikonik, maka kegiatan konservasi pesut mahakam sangat diperlukan. Untuk
mendukung kegiatan konservasi tersebut diperlukan informasi mengenai ekologi dan
konservasi pesut mahakam.
Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui dan mengidentifikasi ekologi dan
upaya konservasi dari pesut mahakam (Orcaella brevirotris Gray 1866).
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pesut
mahakam dengan snubfin dolphin karena memiliki habitat dan tempat hidup yang relatif sama
yaitu perairan dangkal. Sedangkan apabila dibandingkan dengan spesies lainnya, terdapat
perbedaan yang signifikan. Perbedaan ini diakibatkan oleh adanya perbedaan habitat. Pesut
mahakam lebih banyak ditemukan di wilayah sungai, air payau, dan pesisir pantai, sedangkan
lumba-lumba Risso, paus pilot sirip pendek, dan paus pilot sirip panjang hidup di wilayah
pelagik atau perairan terbuka yang dekat dengan rak benua (continental shelf) yang lebih luas
dan dalam dibandingkan dengan perairan sungai. Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat
disimpulkan bahwa terjadi sindrom pulau pada pesut mahakam seiring dengan proses evolusi
yang terjadi, dari leluhur paus dan lumba-lumba (ordo Cetaceans dan famili Delphinidae) yang
hidup di wilayah laut atau perairan bebas yang lebih besar, dan datang ke wilayah pesisir dan
sungai dengan wilayah yang lebih kecil. Hal ini menyebabkan adanya keterbatasan atau
pengurangan sumberdaya pakan yang menyebabkan kekerdilan pada leluhur pesut mahakam.
Untuk lebih jelasnya perbedaan dimensi morfologi antara paus pembunuh pigmy
(Feresa atenuata)(kotak abu-abu), lumba-lumba Risso (Grampus gricus)(kotak kuning), paus
pilot sirip pendek (Globicephala macrorhynchus)(kotak biru), dan pesut mahakam (Orcaella
brevirostris)(kotak merah) dapat dilihat di Gambar 6.
Gambar 6. Perbandingan dimensi morfologi beberapa jenis mamalia laut di Asia Tenggara. Kotak abu-abu:
Feresa atenuata; Kotak kuning: Grampus gricus; Kotak biru: Globicephala macrorhynchus; Kotak merah:
Orcaella brevirostris.
Gambar 2. Daerah Sebaran Lumba-lumba Irrawaddy, O. Brevirostris (arsir warna merah); Sumber:
Jefferson et al. (2008) dalam Noor (2013)
Informasi mengenai jumlah individu dalam populasi dari satwa liar merupakan hal yang
sangat penting untuk diketahui guna kegiatan pengelolaan satwa tersebut. Data populasi dapat
digunakan untuk menduga kesejahteraan, kelestarian, dan keberlanjutan dari suatu populasi
satwa liar. Populasi pesut mahakam di Indonesia terus mengalami penurunan. Berdasarkan
penelitian dari Noor et al (2012), diketahui bahwa jumlah pesut mahakam di Sungai Mahakam
sebanyak 92 ekor. Akan tetapi berdasarkan Kreb (2014) dalam Noor (2016) terdapat 85 ekor
pesut mahakam di Sungai Mahakam. Semenara Purnomo et al (2017) menyebutkan bahwa
terdapat 9 ekor pesut di area simpang lidah, Kabupaten Kayong Utara; 2 ekor di Batu ping,
Kabupaten Kayong Utara; dan 3 ekor di muara bumbun, Kabupaten Kubu Raya.