BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kurun beberapa tahun sudah banyak sekali industri pangan yang
memproduksi mie instan dengan keuntungan yang menjanjikan, dilihat dari
respon masyarakat yang tinggi terhadap mie instan. Semakin lama, mie
instan yang hadir pun semakin bervariasi mulai dari segi rasa hingga bentuk
kemasannya dari yang kemasan plastik hingga kemasan cup yang semakin
praktis dalam penyajiannya.
PT ABC President Indonesia adalah salah satu perusahaan pangan yang
memproduksi mie instan dengan merek dagang Mie ABC dan merupakan
2
a. Bagi Perusahaan
1. Dapat menambah referensi dalam merekrut karyawan yang
terdapat di Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa
Timur.
b. Bagi Universitas
1. Mendekatkan perguruan tinggi dengan dunia industri sehingga
terjalin kemitraan dan kerjasama yang baik antar perguruan tinggi
dan pihak perusahaan.
2. Dapat memberikan informasi dan perkembangan ilmu industri
khususnya dibidang teknologi pangan.
c. Bagi Mahasiswa
1. Dapat melatih kemampuan mahasiswa dalam menganalisa, dan
melakukan observasi terhadap kegiatan yangberlangsung di
perusahaan atau industri berdasarkan disiplin ilmu yang telah
dipelajari.
2. Dapat menambah wawasan, pengetahuan dan mampu
mengaplikasikannya di dunia kerja yang sesuai dengan pendidikan
akademik yang didapat di bangku perkuliahan.
B. Sejarah Perusahaan
PT ABC President Indonesia berdiri pada bulan September 1991 sebagai
bentuk kerjasama antara PT ABC Central Food dari Indonesia dan Uni-
President Enterprises Corporation dari Taiwan. Merek ABC telah cukup lama
4
yang unggul. Saat ini Nu Green Tea adalah pemimpin pasar pada
kategori Ready-to-DrinkGreen Tea. PT ABC President Indonesia akan terus
melakukan inovasi untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan konsumen.
Adapun Visi dan Misi dari PT ABC President Indonesia adalah sebagai
berikut :
Visi: Menjadi cita rasa pilihan terkini untuk hidup yang lebih bermakna.
Cita rasa terkini : Enak, berkualitas, sehat, inovatif, dan trendi.
Maksud dari visi perusahaan adalah PT ABC President Indonesia bercita-cita
menjadi perusahaan yang memiliki produk dengan cita rasa yang dapat
mengikuti perkembangan selera konsumen sehingga akan terus diingat oleh
masyarakat.
Misi :
Merk: Agar konsumen dapat merasakan produk makanan dan minuman yang
berkualitas yang mampu memberikan kegunaan optimal dari segi
pemenuhan kebutuhan dan kepuasan.
Masyarakat :Agar dapat menjadi tempat kerja bagi orang-orang yang memiliki
hasrat untuk mencapai peningkatan kesuksesan baik secara individual
maupun secara organisasional.
Pemegang Saham: Agar mampu memaksimalkan nilai-nilai saham dan dapat
menjadi perusahaan yang diterima dengan baik dikalangan masyarakat.
Maksud dari Misi PT ABC President Indonesia adalah:
1. Memberikan makanan dan minuman yang berkualitas untuk memenuhi
kebutuhan dan kepuasan konsumen.
2. Memberikan lapangan pekerjaan kepada masyarakat untuk mencapai
peningkatan kesuksesan baik secara individu maupun organisasi.
3. Memaksimalkan nilai-nilai saham sehingga perusahaan dapat diterima
dengan baik oleh masyarakat.
C. Jumlah Produksi
NUDO untuk ke Belanda dan Turki. Kemudian juga memproduksi mie yang
dipesan oleh minimarket dan supermarket yang disebut dengan privat label.
D. Pemasaran Produksi
Perusahaan sangat meyakini akan pentingnya kegiatan promosi yang
dilakukan, sehingga berbagai macam kegiatan promosi dilakukan dalam
bentuk apapun dan dalam jangka waktu yang bervariasi. Tujuan dari kegiatan
tersebut di atas merupakan strategi untuk menghadapi perusahaan sejenis
dengan cara mempertahankan serta merebut pasar konsumen sehingga
tujuan pokok dari pemasaran terpenuhi yaitu meningkatkan volume penjualan
dan menjadi market leader dalam pasar mie instan. Pemasaran Mie Instan
ABC ini sudah tersebar hampir diseluruh pelosok tanah air. Kemudian PT
ABC President Indonesia pun telah mengekspor produknya hingga ke negara
lain seperti Malaysia, Brunai Darussalam, Turki, Belanda, dan Jepang.
Dalam proses pemasaran PT ABC President Indonesia menggunakan
metode bauran pemasaran, antara lain :
S
produksi, karena dengan adanya tata letak fasilitas aliran bahan baku
yang baik akan menjadikan aliran produksi menjadi lancar, teratur dan
B
T
efisien. Adapun tujuan dari perencanaan tata letak fasilitas adalah
U
menggunakan ruang yang tersedia dengan semaksimal mungkin,
meminimumkan biaya penanganan bahan dan jarak angkut, menciptakan
kesinambungan dalam proses produksi, mendorong semangat dan
efektifitas kerja karyawan, menjaga keselamatan kerja karyawan dan
barang produksi, serta menghindarkan dari segala bentuk proses
pemborosan (Purnomo, 2004). Adapun gambar tata letak PT ABC
President Indonesia terlampir.
Pos
satp
9
U
Pemukiman Warga Ci
T
B
ka
ra
S
ng
Jalan Bendungan Walahar
POS
Jalan
PT
Raya
Hasil
Kosam
Pemukiman Raya
bi
warga Industri Curug
PT Precon
Bendungan PT ABC Bata
Walahar Jalan PRESIDENT Hebel
Kawasan INDONESIA
ABC
PT Heinz Cikampek
ABC
Indonesia
F. Struktur Organisasi
Organisasi merupakan suatu sistem kerja sama yang memiliki tujuan jelas
dengan mengembangkan perencanaan yang telah disusun sebelumnya.
Untuk mencapai tujuan maka diperlukan suatu manajemen yang baik antar
karyawan. Kegiatan manajemen dalam suatu organisasi tidak terlepas dari
hubungan kerja antar individu satu dengan individu lainnya; antara atasan
dan bawahan. Tanpa adanya hubungan kerja dan deskripsi pembagian tugas
dan wewenang yang baik serta jelas antar jabatan, maka tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya tidak akan tercapai. Pengorganisasian yang baik
dapat meberikan manfaat antara lain mengetahui tugas dan tanggung jawab
masing-masing sesuai posisi dalam organisasi, mempertegas hubungan
antara anggota satu dengan yang lain, dan menciptakan pola hubungan kerja
yang baik antara anggota organisasi demi kemudahan tercapainya tujuan
bersama (Suryantoro, 2007).
Struktur organisasi merupakan suatu sistem hubungan yang ada antara
para pelaku (anggota) organisasi. Struktur organisasi merupakan hasil dari
perencanaan yang disengaja dan dilakukan secara sadar dari bidang
pertanggungjawaban, spesialisasi, dan wewenang untuk masing – masing
anggota organisasi (Kusnadi et. al, 1999).
Struktur organisasi di PT ABC President Indonesia, Karawang adalah
struktur organisasi garis dan staf. Aliran pembagian wewenang dan tugas
dalam organisasi perusahaan ini adalah dari atasan kebawahan. Dengan
bidang tugas yang beragam dan jumlah karyawan yang banyak maka
pimpinan memerlukan bantuan staf. Diterapkannya bentuk struktur organisasi
garis dan staf pada PT ABC President Indonesia dapat memberikan dampak
yang menguntungkan bagi perusahaan, yaitu : dapat menentukan tanggung
jawab, disiplin kerja yang jauh lebih baik, diperoleh manfaat yang sebesar-
besarnya dari para ahli, koordinasi yang lebih baik, kesatuan perintah, dapat
menempatkan para ahli dalam kondisi apapun. Adapun struktur organisasi PT
ABC President Indonesia pada gambar 1.2.
Keterangan :
11
G. Ketenagakerjaan
1. Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan komponen yang sangat diperlukan oleh
perusahaan. Populasi pekerja adalah bagian dari lingkungan perusahaan.
Tenaga kerja yang ada diperusahaan (manufaktur) berjumlah 486
18
a. Jam kerja karyawan pada dasarnya adalah 8 jam per hari atau 40 jam
seminggu. Hal ini sesuai dengan UU No.13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
a. JAMSOSTEK
b. Asuransi/Askes
c. Poliklinik perusahaan
h. Cuti hamil
i. Seragam/pakaian kerja
j. Kantin
A. Tinjauan Pustaka
1. Mie
Mie merupakan makanan yang paling populer di Asia. Sekitar 40%
dari konsumsi tepung terigu di Asia digunakan untuk pembuatan mie. Di
Indonesia pada tahun 1990, penggunaan tepung terigu untuk pembuatan
mie mencapai 60-70% (Kruger dan Matsuo, 1996). Hal ini menunjukkan
bahwa mie merupakan makanan yang paling populer di Asia khususnya
Indonesia hingga saat ini. Mie pertama kali dibuat dari bahan baku beras
dan tepung kacang-kacangan. Di Indonesia produk mie merupakan
makanan yang banyak digunakan sebagai pengganti nasi. Produk mie ini
berbahan dasar tepung terigu yang berasal dari tanaman gandum.
Menurut Irviani dan Nisa (2014), pada tahun 2012 impor gandum telah
menembus angka 6,3 juta ton.
Mie merupakan salah satu makanan popular di kawasan Asia. Mie
diperkirakan telah ada sejak 4000 tahun lalu. Namun sejarah asal usul
mie masih simpang siur. Bangsa Italia, Cina, Arab masing-masing
mengklaim sebagai pencipta mie. Menurut sejarah, mie pertama dibuat di
daratan Cina saat zaman Dinasti Han pada tahun 25-200 AD. Mie
kemudian berkembang ke negara-negara Asia Tenggara seperti Jepang,
Korea dan Taiwan. Tak berhenti sampai disitu, setelah Marco Polo
berkunjung ke Cina ia membawa serta mie pulang ke Eropa sebagai oleh-
oleh. Pada perkembangannya, mie yang dibawa Marco Polo ke Eropa
berubah menjadi pasta seperti yang kita tahu saat ini. (Faddhilah, 2015).
Seni menggiling gandum telah lebih dahulu berkembang di Timur
Tengah, seperti di Mesir dan Persia. Pada awalnya mie diproduksi secara
manual, baru pada tahun 700-an sejarah mencatat terciptanya mesin
pembuat mie berukuran kecil dengan menggunakan alat mekanik. Evolusi
pembuatan mie berkembang secara besar-besaran setelah T. Masaki
pada tahun 1854 berhasil membuat mesin pembuat mie mekanik yang
dapat memproduksi mie secara massal. (Ramesia, 2013).
Mie dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok. Pembagian
jenis mie yang paling umum yaitu berdasarkan warna, ukuran diameter
mie, bahan baku, cara pembuatan, jenis produk yang dipasarkan, dan
kadar air. Berdasarkan warnanya, mie yang ada di Asia dibagi menjadi
dua jenis, yaitu mie putih dan mie kuning karena penambahan alkali
(Pagani, 1985). Berdasarkan bahan bakunya, mie dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu mie dengan bahan baku dari tepung terutama
tepung terigu dan mie transparan dengan bahan baku dari pati misalnya
soun dan bihun. Berdasarkan cara pembuatannya, mie dibedakan
menjadi mie basah mentah dan mie basah matang, sedangkan
berdasarkan jenis produk yang tersedia di pasar terdapat dua jenis mie
yaitu mie basah (contohnya mie ayam dan mie kuning) dan mie kering
contohnya mie telur dan mie instan (Pagani, 1985). Komposisi dasar dari
produk mie kering dan mie basah pada umumnya hampir sama.
Perbedaan dari kedua produk ini ialah kadar air dan tahapan proses
pembuatan.
Menurut Koswara (2005) Pembuatan mie juga telah bersifat modern
dan dapat dilakukan secara kontinyu. Berdasarkan segi tahap
pengolahan dan kadar airnya, miedapat dibagi menjadi 5 golongan:
a. Mie mentah/segar, adalah mie produk langsung dari proses
pemotongan lembaran adonan dengan kadar air 35 persen.
b. Mie basah, adalah mie mentah yang sebelum dipasarkan mengalami
perebusan dalam air mendidih lebih dahulu, jenis mie ini memiliki
kadar air sekitar 52 persen.
c. Mie kering, adalah mie mentah yang langsung dikeringkan, jenis mie
ini memiliki kadar air sekitar 10 persen.
d. Mie goreng, adalah mie mentah sebelum dipasarkan lebih dahulu
digoreng.
e. Mie instan adalah mie mentah, yang telah mengalami pengukusan
dan dikeringkan sehingga menjadi mie instan kering atau digoreng
sehingga menjadi mie instan goreng (instant fried noodles).
2. Mie Instan
Mie instan pertama kali diciptakan oleh Mamofuku Ando. Ia
merupakan pria berkebangsaan Jepang yang lahir di Taiwan pada tahun
1911. Dirinya pertama kali membuat mie instan pada tahun 1958.
Usahanya tersebut dapat dikatakan sukses dan berhasil yang membuat ia
mendirikan sebuah perusahaan Nissin Foods. Chicken Ramen rasa ayam
menjadi produksi pertama dari perusahaannya tersebut. Kemudian pada
tahun 1971, usaha tersebut semakin berkembang dan berhasil untuk
memproduksi mie dalam gelas yang diberi merk Cup Noodle.Ide tersebut
ternyata dapat mendatangkan kesuksesan untuk Ando. Pada tahun 1970
ia berhasil memasarkan mie instan dengan kemasan yang efisien dan
praktis. Ia tidak hanya memasarkan produknya di Asia saja melainkan
juga ke wilayah Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa lainnya.
Mereka menyambut baik impor makanan inovatif yang dilakukan Ando
tersebut. Bahkan ada beberapa pengusaha Eropa yang menjulukinya
sebagai “The Inovator of The Year”. (Setiawati, 2015).
Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 01-3551-2000, mie
instan didefinisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari
tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan
bahan tambahan makanan yang diizinkan, berbentuk khas mie dan siap
dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih dengan
adanya penambahan bumbu. Mie instan umumya dikenal sebagai ramen.
Mie ini dibuat dengan penambahan beberapa proses setelah diperoleh
mie segar. Tahap-tahap tersebut yaitu pengukusan, pembentukan, dan
pengeringan. Kadar air mie instan umumnya mencapai 5-8% sehingga
memiliki daya simpan yang lama (Astawan, 1999).
3. Bahan – Bahan Pembuatan Mie Instan
Pada proses pembuatan Mie instan, diperlukan sejumlah bahan
utama dan bahan tambahan. Masing-masing bahan memiliki peranan
tertentu seperti menambah bobot, volume, memperbaiki mutu, cita rasa,
maupun warna. Kadar pencampuran tersebut sangat bervariasi
disesuaikan dengan permintaan kosumen dan perhitungan ekonomis.
Berikut ini akan dibahas bahan baku yang diperlukan dalam pembuatan
mie dan peranannya masing-masing (Astawan, 1999).
9. Pengatur keasaman: digunakan agar mie lebih awet dan tahan lama.
10. Perisa Ayam: digunakan agar mie lebih nikmat dengan tersantapnya
rasa kaldu ayam di dalamnya.
Menurut Winarno (2002) Raw material atau bahan-bahan baku yang
diperlukan dalam pembuatan mie instan dibagi menjadi 3 bagian:
1. Bahan Baku Utama (BBU)
a. Tepung terigu
b. Tepung tapioka
d. Air
e. Ingredient (garam-garam)
f. Antioksidan (TBHQ)
3. Pengemas.
a. Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan bahan dasar dalam pembuatan mie.
Tepung terigu diperoleh dari tepung gandum (Triticum vulgare) yang
digiling. Keistimewaan terigu dari serelia lain ialah kemampuannya
membentuk gluten pada saat dibasahi air. Sifat elastis gluten pada
adonan ini menyebabkan mie yang dihasilkan tidak mudah putus
pada proses pencetakan dan pemasakan (Astawan,1999).
Tepung terigu merupakan hasil penggilingan biji gandum berupa
endosperm yang terpisah dari lembaga. Terigu mengandung
karotenoid yaitu xanthofil yang tidak mempunyai aktivitas vitamin A
(Meyer, 1973). Terigu mempunyai kedudukan istimewa dibandingkan
tepung-tepung lainnya. Keistimewaan tepung terigu terletak pada
protein yang dikandungnya. Kandungan protein total pada tepung
terigu bervariasi antara 7% – 18%, tetapi pada umumnya 8% – 14%.
Sekitar 80% dari protein tersebut merupakan gluten (Matz, 1972).
Menurut de Man (1997), modifikasi kimiea protein gluten
memegang peranan penting, terutama reaksi yang mengakibatkan
terputusnya atau terbentuknya ikatan S-S dapat sangat
mempengaruhi kelarutan dan sifat elastisitas seperti pemanjangan
dan kekenyalan. Jenis ikatan disulfida dalam protein (gambar 2.1.)
pada pencampuran dengan air protein tepung mengikat air dan
menggelembung hingga keseluruhan adonan cenderung bersifat
lembek. Pada saat ini terjadi perubahan bentuk molekul protein
menjadi kurang melingkar dan saling mengikat antar molekulnya.
Gliadin dan glutenin pada tepung dengan adanya air akan
membentuk gluten yang elastis.
Intramolekul
(Gliadin gandum)
Intramolekul dan
sambung silang linier
(Glutenin gandum)
b. Tepung Tapioka
Tepung tapioka memiliki daya serap air yang besar sehingga
mempermudah proses dehidrasi yaitu granula pati kembali ke posisi
semula (Winarno, 2002). Tabel komposisi tepung tapioka dapat dilihat
dalam tabel berikut :
Tabel 2.2.Komposisi Tepung Tapioka (per 100 gram bahan)
Komposisi Jumlah
Kalori (Kal) 363.0
Karbohidrat (g) 88.2
Protein (g) 1.1
Lemak (g) 0.5
Air (g) 9.0
Ca (mg) 84.0
Phosphor (mg) 125.0
Zat Besi (mg) 1.0
Vitamin B (mg) 0.4
Soedarmo (1987).
Di Cina, mie basah biasa dibuat dari terigu jenis lunak dan
ditambahkan kansui. Yang dimaksud kansui adalah larutan alkali yang
tersusun oleh garam natrium dan kalium karbonat. Larutan ini
digunakan untuk menggantikan fungsi natrium klorida dalam formula.
Garam karbonat ini membuat adonan bersifat alkali yang
menghasilkan mie yang kuat dengan warna kuning yang cerah.Warna
tersebut muncul akibat adanya pigmen flavonoid yang berwarna
kuning pada keadaan alkali (Hoseney, 1994).
e. Minyak goreng
1) Pengawet
2) Penyedap
3) Pewarna
4) Pengembang
Nilai gizi mie pada umumnya dapat dianggap cukup baik karena
selain karbohidrat terdapat sedikit protein yang disebut gluten.
Kandungan protein utama tepung terigu yang berperan dalam pembuatan
mie adalah gluten. Gluten dibentuk dari gliadin (prolamin dalam gandum)
dan glutenin. Protein dalam tepung terigu untuk pembuatan mie harus
dalam jumlah yang cukup tinggi supaya mie menjadi elastis dan tahan
terhadap penarikan sewaktu proses produksinya. Mutu atau resep yang
digunakan oleh pabrik sangat banyak sehingga nilai gizinya pun sangat
bervariasi (Judoadmijojo, 1985). Kandungan gizi mie secara umum dapat
dilihat pada Tabel 2.3.
Protein (g) 10 7
Karbohidrat (g) 69 48
a. Pencampuran
b. Pembentukan Lembaran
d. Pengukusan
e. Penggorengan
f. Pendinginan
g. Pengemasan
Pengepresan
Pencetakan
Pengukusan suhu
1000C
Pemotongan
Penggorengan suhu
1500C
Pendinginan
Pengemasan
Penyimpanan
1) Tepung Terigu
2) Gluten
3) Air Alkali
Air alkali (air kansui) yang ada dalam proses produksi mie
memiliki pH 10. Proses pembuatan air alkali, yaitu dimasukkan
softwater ke dalam tangki seasoning sebanyak ± 500 kg lalu
dinyalakan mixer dan diaduk selama ± 5 menit. Kemudian
dituangkan garam dan dihomogenkan, setelah itu ditambahkan air
hingga mencapai 1035 Kg dengan kondisi mixer tetap berjalan.
Setelah itu diukur Berat Jenis (BJ) larutan dengan Be meter
(Boume) sesuai standar, lalu ditambahkan premix tunggu hingga
25 menit pengadukan kemudian air kansui dialirkan menuju
mixing tank.
1) Pencampuran/Pengadukan
3) Pengukusan
4) Pemotongan
5) Penggorengan
6) Pendinginan
7) Pengemasan
9) Pengemasan karton
a. Bumbu Minyak
3) Penggorengan
5) Pengemasan
b. Bubuk Cabai
1) Sortasi
2) Pengeringan
3) Penghancuran/Grinding
4) Pengemasan
1) Pencampuran
2) Pengemasan
3. Bahan Pelengkap
a. Pangsit.
Pembuatan pangsit ini diproses di dalam ruang produksi bumbu,
di dalam ruangan khusus. Pangsit ini dibuat dari bahan terigu dan
bumbu lainnya kemudian di rolling membentuk lembaran tipis dengan
melewati 4 roller. setelah membentuk lembaran berukuran 1-0.8 mm,
adonan ini dipotong potong sesuai ukuran yaitu 1,2x1,5mm. kemudian
potongan-potongan tersebut digoreng dengan suhu 1350C hingga
pangsit mengembang dan berwarna kecoklatan (±15 menit),
ditiriskan, dan dikemas di dalam oil film. Kemudian dimasukkan ke
dalam WIP untuk kemudian diproses di ruang produksi mie.
b. Sayuran kering
Kecap dan saos sambal ini disuplai dari PT ABC Heinz Indonesia
yang dikirim dalam wadah jirigen berkapasitas 6 kg. Kemudian
dikemas dalam oil film dengan berat tertentu per bungkusnya.
d. Bawang goreng
Pencetakan
Rempah-rempah Pengukusan
95-1000C, 70-80
detik
Pencucian
Perajangan
Pemotongan
Pemasakan Penggorengan
145-1650C, 60-70
detik
Pendinginan
Pendinginan
Pengemasan
Pengemasan Penyimpanan Pengemasan
(WIP)
Penggilingan Pendeteksi
Pengemasan logam
Sortasi
Pencampuran Pengemasan
Sekunder
Cabai Kering
Premix, MSG,
gula, garam
Penyimpanan
Merek -
Kapasitas 1200 Kg
Daya Motor 2000 watt
Kecepatan Motor 600 rpm
Tegangan 380 v
Jumlah 4 tanki
5. Steamer
Fungsi: Untuk mengukus untaian mie yang keluar dari waving unit
secara kontinyu dengan uap air panas atau steampada suhu
95 – 100 ⁰C, selama 70 - 80 detik.
Prinsip: Uap panas yang dihasilkan dari boiler akan disalurkan menuju
steam box kemudian dengan uap panas ini akan membantu
proses gelatinasi pematangan mie.
7. Fryer
Fungsi: Untuk menggoreng mie dalam palm oil hingga dihasilkan
penurunan kadar air pada mie sebesar3 - 4 %.
Prinsip: Uap panas steam akan dialirkan melalui HE (Heat Exchanger)
menuju ke tangki penggorengan berisi palm oil hingga
mencapai suhu 145 – 165 ⁰C selanjutnya mie dalam forming
box dilewatkan melalui penggorengan selama 60 – 70 detik.
8. Cooling box
Fungsi: Untuk melepaskan sisa uap panas pada keping mie setelah
proses penggorengan hingga diperoleh suhu keping mie
kurang dari 400C sebelum dikemas.
Prinsip: Aliran udara dihasilkan dari19 unit kipas/ fan di dalam cooling
boxselama 60 – 70 detik sebelum menuju unit pengemasan.
9. Pouch Dispenser
Fungsi:Menyuplai bumbu ke unit pengemasan sebagai pengganti
proses manual supply oleh pekerja.
Prinsip: secara otomatis bumbu akan jatuh ke atas keeping mie
selama proses konveyor dengan kecepatan 50 – 66 pc/min.
Merek -
Kecepatan Motor 132 pcs/min
Daya Motor 500 watt
Tegangan 220 v
Jumlah 6 buah/line
Merek Tokiwa
Kecepatan Motor 132 pcs/min
Daya Motor 3500 watt
Tegangan 380v
Jumlah 4 buah
Merek Compunic
Kecepatan Motor 132 pcs/min
Daya Motor 500 watt
Tegangan 220 v
Jumlah 3 buah/line
B. Peralatan Pendukung
Peralatan pendukung yang digunakan pada proses pembuatan mie
instan ini meliputi:
1. Pallet
Alat untuk dasar tumpukan dari bahan yang disimpan di dalam
gudang. Bahan plastik dipergunakan untuk penempatan bahan baku
dan bahan kayu dipergunakan untuk penempatan produk jadi.
2. Forklift
Alat untuk mengangkut bahan- bahan yang datang dari kendaraan
untuk diangkut ke tempat penyimpanan ataupun untuk mempermudah
pengangkutan pallet barang dalam penataan di gudang.
3. Hand pallet
Alat yang berupa landasan segi empat yang digunakan utuk
mengangkut muatan atau bahan- bahan untuk didorong oleh pekerja,
biasanya dengan bantuan pegangan pada salah satu ujungnya atau
dengan bantuan kereta dorong.
4. Hoist (Lift Pengangkut)
Alat pemindah bahan secara vertikal dalam ruangan dengan panjang,
lebar dan tinggi yang terbatas.
2. Perbaikan Mesin
Perbaikan mesin biasanya dilakukan saat mesin mengalami
kerusakan. Perbaikan yang dilakukan terdiri dari penggantian suku
cadang yang sudah aus. Perbaikan terhadap mesin yang rusak
segera dilakukan untuk meminimalisrin downtime proses produksi
sehingga mesin dapat langsung digunakan untuk proses berikutnya.
Perbaikan mesin dan peralatan dilakukan oleh tenaga kerja bagian
teknisi mesin. Bagian ini bertugas melakukan pengecekan terhadap
mesin pengolahan dan pengemasan baik sebelum maupun setelah
proses produksi bersama dengan operator mesin.
3. Penyediaan Suku Cadang
Penyediaan suku cadang di PT ABC President Indonesia
bertujuan untuk mengganti alat-alat pada bagian mesin produksi yang
mengalami kerusakan. Suku cadang disimpan di dalam Gudang
Barang Teknik (GBT)/ gudang spare part. Pengaturan tempat
penyimpanan suku cadang dilakukan untuk mempermudah
penanganan mesin yang rusak dan perbaikan mesin secara efisien
serta tidak mengganggu jalannya proses produksi.
BAB IV
UNIT PENUNJANG PRODUKSI
Boiler merupakan alat yang berguna untuk mengubah air menjadi uap
dengan cara memanaskan air dalam volume yang besar di dalam tangki atau
bejana tekan sehingga menghasilkan steam (uap air) dalam jumlah dan
tekanan yang besar. Energi yang digunakan untuk memanaskan air tersebut
diperoleh dari pembakaran bahan bakar. PT ABC President Indonesia
memiliki 6 boiler yang merupakan low pressure boiler (working pressure 8-13
bar). 4 unit boiler dengan bahan bakar gas alam dan 2 unit boiler dengan
bahan bakar batubara. Untuk proses produksi mie instan sendiri
menggunakan 2 unit boiler berbahan bakar gas alam dengan kapasitas
masing-masing 15 ton dan 6 ton sedangkan untuk 1 unit boiler berbahan
bakar batubara berkapasitas 15 ton. Untuk proses produksi minuman
memiliki kapasitas yang lebih sedikit.Kebutuhan batubara untuk kapasitas 15
ton sebanyak 20 ton batubara. Sedangkan untuk gas membutuhkan sekitar
250.000-300.000 m3 per bulan.
Pada awal proses, batubara yang masih berukuran besar dihancurkan
dengan menggunakan crusher sampai diperoleh ukuran atau ketebalan
tertentu. Batubara yang telah dihancurkan tersebut ditampung di dalam
holding tank dan diteruskan ke feed hoper melalui belt conveyer. Dari feed
hoper batubara menuju stoker. Batubara yang berada diatas stoker
dinyalakan dengan api dan diratakan kesepanjang boiler dengan bantuan
blower. Tahap-tahap yang akan dilalui oleh gas hasil pembakaran pada boiler
adalah :
1. Gas panas hasil pembakaran batu bara mengalir dalam lorong
api/furnace (pass pertama) menuju ruang pembalik (reversal chamber).
2. Dari reversal chamber , gas masuk ke dalam pipa api (pass kedua)
menuju ke lemari api depan (front smoke box).
3. Dari front smoke box, gas masuk ke dalam pipa api (pass ketiga) menuju
ke rear smoke box belakang yang selajutnya menuju cerobong dengan
melalui grit arrester dan ID fan.
Batu bara yang berfungsi sebagai bahan bakar inilah yang akan
memanaskan air dan menghasilkan uap.Sedangkan untuk sistem kerja dari
boiler berbahan bakar gas hampir sama dengan boiler berbahan bakar
batubara. Air diisikan ke tabung air kemudian gas secara otomatis akan
terdorong dan api mulai menyala. Jika air tidak memenuhi skala standar
maka api secara otomatis akan mati. Kemudian air akan diisi kembali hingga
skala tertentu untuk memulai proses kembali. Uap yang sudah jadi akan
disuplaike bagian produksi sesuai dengan kebutuhannya.
Air yang akan diubah menjadi uap merupakan soft water yang diperoleh
dari unit pengolahan air bersih. Air dari water treatment ditampung di dalam
tangki penampungan air yang berada di area boiler plant, air yang dialirkan
melalui pipa ini akan diinjeksikan suatu bahan kimia khusus yang berfungsi
sebagai antikerak dan berfungsi untuk menghilangkan oksigen yang terlarut.
Selain dari pengolahan air (softwater) air yang diproses menjadi steam
berasal dari uap air yang tidak terpakai pada proses produksi yang sudah
mengembun (air kondensat) akan dialirkan kembali menuju penampungan
sehingga pada penampungan air untuk proses steam tidak memerlukan
panas karena panas sudah ditransfer dari air kondensat ke air yang berasal
dari unit pengolahan air. Jumlah air kondensat dan air dari penampungan
memiliki perbandingan 1:1. Hal ini disebut dengan proses preheating.
Proses Preheating ini bertujuan untuk mengurangi beban kerja boiler atau
dengan kata lain dapat menghemat energi yang dibutuhkan untuk
memansakan air. Air bertemperatur sekitar 80oC yang keluar dari tangki
penampungan kemudian dipompa masuk kedalam boiler dengan laju 15
ton/jam. Setelah air masuk dan dipanaskan di dalam boiler, maka akan
dihasilkan uap. Besarnya uap yang dihasilkan oleh boiler adalah 85% dari air
yang masuk dalam boiler yaitu 12 ton/jam. 15% air yang hilang diakibatkan
karena adanya proses blowdown dan proses kondensasi di dalam pipa
penyaluran uap. Tidak semua air akan berubah menjadi uap karena di dalam
air tersebut masih terdapat mineral atau logam-logam yang tidak dapat
diuapkan. Proses blowdown dilakukan untuk menghilangkan endapan air
yang berpotensi menimbulkan kerak pada boiler. Pelaksanaan proses ini
sangat ditentukan oleh kondisi air yang masuk kedalam boiler. Semakin
besar TDS (Total Dissolved Solid) yang terkandung dalam air yang ditransfer
dari water treatment ke boiler, maka proses blowdown akan semakin sering
dilakukan.
Kosentrasi TDS ( Total Dissolved Solid) air yang akan diumpankan ke
boiler harus dikontrol untuk mencegah timbulnya kerak dan korosi pada pipa-
pipa api, lorong api dan reversal chamber yang dapat menghambat terjadinya
proses pertukaran panas pada saat boiler sedang beroperasi.
Kebutuhan uap dalam proses pembuatan mie instan ABC, yaitu pada saat
pengukusan mie di dalam steamboxdan saat memanaskan minyak goreng
untuk menggoreng mie di dalam fryer.
a. Sanitasi Peralatan
Sanitasi terhadap peralatan merupakan salah satu faktor
terpenting yang harus diterapkan untuk mencegah terjadinya
kontaminasi pada mie instan yang diproduksi. Kontaminasi yang
terjadi pada peralatan produksi dapat berasal dari sisa-sisa bahan
yang tertinggal pada mesin atau tercecer di lantai. Pembersihan
peralatan dan mesin pengolahan dilakukan setelah proses produksi
selesai dijalankan.
Sanitasi peralatan yang dilakukan oleh PT. ABC President
Indonesia ini memiliki frekuensi sanitasi yang berbeda-beda. Setiap
peralatan memiliki fungsi masing-masing yang spesifik sehingga
frekuensi pembersihannya ada yang setiap hari, sebulan sekali,
bahkan setahun sekali. Misalnya untuk mixer dilakukan setiap hari
setelah pemakaian, kemudian untuk fryer dibersihkan seminggu sekali
dan tiap tiga bulan sekali dibersihkan dengan air sabun dan air panas
dan setahun sekali dibersihkan dengan air panas serta pemberian
caustic soda. Sanitasi yang dilakukan adalah dengan metode CIP
atau Clean in Place sehingga mesin dan peralatan tersebut tidak perlu
dibongkar pasang. Mesin yang dipakai oleh pabrik mie ABC terbuat
dari bahan stainless steel sehingga mudah dibersihkan dan tidak
berkarat. Sebelum digunakan untuk proses produksi, peralatan yang
akan digunakan harus dipastikan benar-benar bersih dari kotoran dan
benda-benda asing.
b. Sanitasi Area Produksi
Pada area produksi dilakukan pembersihan lantai secara teratur
agar lantai tidak licin dan membahayakan para pekerja. Di setiap
ruangan pabrik harus terdapat ventilasi agar sirkulasi udara dapat
lancar dan berlangsung dengan baik sehingga ruangan produksi tidak
pengap dan berbau, selain itu juga berfungsi untuk mengurangi panas
yang timbul dari proses produksi sehingga pekerja tidak terganggu.
Adapun langkah kerja untuk sanitasi area produksi adalah sebagai
berikut :
1) Semua material produksi dibungkus dan dikeluarkan dari ruangan
yang akan dibersihkan.
2) Buang semua sampah yang terdapat di area produksi.
3) Semua stop kontak mesin produksi dicabut.
4) Tutup semua bagian konveyor, mesin filling, hopper, panel, AC,
stop kontak, dan motor mesin dengan plastik.
Pembersihan kering (Dry Cleaning)
1) Bersihkan sarang serangga di setiap sudut ruangan dengan
menggunakan sikat halus bergagang/vakum. (sarang laba-laba
langsung disemprot dengan alkohol 70% dan dibersihkan dengan
lap basah)
2) Bersihkan kolom lampu, permukaan dan kolom mesin, pintu dan
kaca ruangan menggunakan washlap/kanebo kering.
3) Bersihkan permukaan lantai dan sudut ruangan dengan
pembersih debu (Vakum).
4) Noda/ kerak yang sukar hilang dibersihkan dengan sikat/kape
selama tidak merusak cat/lantai.
Pembersihan Basah (desinfektan)
1) Semprotkan permukaan dinding, pintu dan kaca akrilik ruangan,
permukaan dan kaki mesin dengan cairan alkohol 70% lalu
keringkan dengan washlap bersih.
2) Bersihkan permukaan lantai (keramik/epoxy) dengan cairan
pembersih lantai dengan menggunakan alat pel.
3) Pembersihan noda/kerak lantai serta platbordes dibersihkan
dengan caustic soda 1.5%.
4) Kemudian kerak/noda pada lantai disikat hingga noda/kerak
tergerus.
5) Siram dengan air bersih sambil disikat hingga bersih
6) Bersihkan saluran pembuangan dan penutup gutter dari kotoran
yang melekat.
Pembersihan dengan menggunakan caustic soda dilakukan setiap
akhir pekan di ruangan tertentu, misalnya pada ruang penggorengan.
Selain itu, untuk pembersihan dinding, lantai, jendela, atap, dll
dilakukan setiap selesai proses produksi.
c. Higiena Pekerja
Kebersihan pekerja menjadi salah satu faktor terpenting dalam
proses pembuatan mie instan di PT ABC President Indonesia.
Kebersihan pekerja diterapkan mengingat proses pembuatan mie
instan yang dilakukan tidak sepenuhnya menggunakan tenaga mesin,
tetapi masih ada beberapa proses yang menggunakan tenaga
manusia. Kebiasaan pekerja untuk menerapkan pola hidup sehat dan
tingkat kebersihan akan sangat berpengaruh terhadap kualitas mie
instan yang dihasilkan selama proses produksi. Bahaya kontaminasi
silang pun sering terjadi akibat kondisi pekerja yang kurang bersih
(seperti kurang menjaga kebersihan tangan saat kontak dengan
bahan). PT ABC President Indonesia menerapkan peraturan untuk
lingkup pekerja yang bersih, sehat, aman dan nyaman, sehingga
dapat meningkatkan produktivitas para pekerja dan dapat
mempertahankan mutu mie instan agar tetap baik. Adapun ketentuan
higiena perseorangan di area produksi adalah sebagai berikut :
1) Menjaga kebersihan diri, seragam kerja, peralatan produksi dan
area kerja.
2) Mencuci tangan dengan cairan sabun cair (hand soap) sebelum
memasuki ruangan produksi.
3) Wajib menggunakan gel antiseptik setiap 1 jam selama bekerja
dan setelah dari toilet bagi pekerja bagian pengemasan yang
kontak langsung dengan produk sebelum dikemas.
4) Dilarang membawa/ menggunakan perhiasan (aksesoris) seperti
cincin, gelang, kalung, jam tangan, dan sejenisnya selama di
ruang produksi.
5) Dilarang merokok di area produksi.
6) Dilarang memakai lipstik, bulu mata palsu, cat kuku dan
wewangian beraroma tajam di area produksi.
7) Dilarang meludah di sembarang tempat, mengunyah makanan,
membawa makanan dan minuman instan serta makan dan minum
(kecuali air mineral yang disediakan oleh perusahaan) di ruang
produksi.
8) Kuku jari tangan harus dipotong pendek dan selalu bersih.
9) Dilarang menyisir/merapikan rambut selama berada di ruang
produksi (boleh dilakukan di ruang ganti pakaian).
10) Menjaga kondisi rambut, kumis dan jenggot dalam kondisi pendek
dan rapi.
11) Kerudung/jilbab (bagi karyawati yang menggunakannya) tidak
boleh menggelantung, harus diikat ke belakng atau dimasukkan
ke dalam baju dan bebas aksesoris yang beresiko mencemari
produk.
12) Karyawan yang menderita penyakit berikut: penyakit menular,
penyakit kulit, cairan keluar melalui hidung dan telinga, dan
memiliki luka terbuka harus melapor kepada alasan untuk dimutasi
atau diistirahatkan sementara waktu.
13) Dilarang membawa peralatan ATK yang beresiko mencemari
produk.
Kebersihan para pekerja di PT ABC President Indonesia sudah
memenuhi prosedur. Sebelum memasuki ruang kerja, para pekerja
diwajibkan mengganti pakaian khusus kerja dan sepatu khusus
sebelum memasuki ruang produksi. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi bahaya kontaminan yang mungkin dapat berpindah dari
pekerja ke produk. Setelah itu, para pekerja pun diwajibkan mencuci
tangan dengan sabun dan penyemprotan antiseptik sebelum
memasuki area kerja dan juga menyemprotkan larutan aseptik ke
tangan setiap satu jam sekali.
Dalam pelaksanaan kegiatan produksi, para pekerja diberikan
APD (Alat Pelindung Diri) berupa masker dan top (hairnet) untuk
mencegah mikroorganisme yang ada pada tubuh mencemari produk.
Selain itu, kondisi kesehatan pekerja pun harus diperhatikan, apabila
tubuh sedang dalam keadaan tidak fit, sebaiknya tidak melakukan
kegiatan di ruang produksi karena dikhawatirkan virus yang ada
dalam tubuh berpindah ke produk.
d. Sanitasi Lingkungan
Kebersihan lingkungan kerja sangat diperhatikan oleh PT ABC
President Indonesia dengan penataan taman yang baik dan rapih,
distribusi air yang lancar, dan tersedianya tempat sampah yang selalu
tertutup. Sanitasi lingkungan di pabrik ini juga meliputi sanitasi
pengolahan limbah dimana tidak ada limbah yang dibiarkan
menumpuk terlalu lama. Area pembuangan limbah ini jauh dari ruang
produksi dan gudang sehingga kemungkinan tercemarnya area
produksi maupun gudang dapat diminimalisir. Selain itu terdapat pula
pest controlyang akan mendukung kebersihan lingkungan pabrik dari
insekta maupun rodensia yang dapat menimbulkan pencemaran
lingkungan pabrik.
Pest control dilakukan oleh pihak eksternal, yaitu Aardwolf
pestcare Indonesia. Perlakuan yang diberikan adalah dengan
memasang perangkap seperti perangkap tikus dan UV fly
catcheruntuk lalat. Selain itu, dilakukan pula fogging di area non
produksi dengan menggunakan senyawa kimia yang tidak
memberikan potensi meninggalkan residu dan tidak beracun.
Pelaksanaan foggingini dilakukan 2 minggu sekali dan untuk
pengawasan dilakukan setiap seminggu sekali per area.
2. Penanganan Limbah
Pada setiap pengolahan produk, selalu muncul limbah yang harus
ditangani dengan baik. Penanganan limbah dilakukan supaya tidak
menimbulkan kontaminasi dan merusak ekosistem di sekitar lokasi
pengolahan. Limbah adalah zat hasil sisa dari proses pengolahan yang
sudah tidak digunakan dan tidak bernilai jual. Limbah yang dihasilkan
selama proses produksi harus diolah dengan baik agar tidak mencemari
makhluk hidup lain yang berada di sekitarnya. Pengolahan limbah perlu
dilakukan mengingat limbah yang berasal dari proses pengolahan bahan
pangan biasanya memiliki kandungan bahan organik yang tinggi,
kandungan organisme, serta BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD
(Chemical Oxygen Demand) yang tinggi (Purnawijayanti, 2005).
Dalam proses pembuatan mie instan di PT ABC President Indonesia
menghasilkan tiga jenis limbah, yaitu limbah padat, limbah cair, dan
limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya).
a. Limbah Padat
Limbah padat yang dihasilkan dari proses produksi mie instan oleh
PT ABC President Indonesia adalahhasil ceceran tepung terigu.
Kemudian terdapat pula hasil remahan mie instan dan sisa dari
pengemas mie instan. Selanjutnya limbah padat ini oleh bagian
produksi akan diserahkan ke gudang BS (bad stock) atau disebut juga
dengan gudang pengolahan limbah. Kemudian limbah ini akan
diserahkan kembali ke bagian utilitas. Limbah padat ini terlebih dahulu
ditampung selama beberapa hari kemudian terdapat pihak tertentu
yang akan mengambil limbah padat tersebut.
b. Limbah Cair
Limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi mie instan
berasal dari air bekas pencucian mesin dan peralatan setiap kali
proses produksi usai. Limbah cair yang dihasilkan berwarna coklat
dan keruh. Limbah tersebut selanjutnya akan dialirkan melalui saluran
limbah cair menuju ke kolam penampung limbah (sump pit noodle).
Limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi akan diolah
langsung oleh bagian utilitas PT ABC President Indonesia.
Adapun proses pengolahan limbah cair yang dilakukan oleh PT
ABC President Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Sump pit noodle
Limbah cair hasil dari proses produksi mie instan disalurkan ke
kolam penampungan. Di dalam kolam ini terdapat screener yang
digunakan untuk memisahkan antara air, minyak dengan sampah
padat lainnya. Kemudian hasil pemisahan tersebut akan diangkat
secara manual dan ditampung di bak pembuangan.
2. DAF (Dissolved Air Flotation)
Air limbah yang sudah terbebas dari minyak dan limbah padat
lainnya akan mengalir menuju bak DAF. Di dalam bak ini terdapat
gelembung-gelembung oksigen yang digunakan untuk menaikkan
kotoran- kotoran halus yang masih terikut di dalam limbah cair.
Kotoran-kotoran yang terangkat ke atas permukaan air ini secara
otomatis akan diangkut oleh scrapper untuk dipisahkan dari
limbah cair.
3. Bak Equalisasi
Setelah terbebas dari kotoran-kotoran halus, limbah cair
tersebut akan memasuki bak equalisasi yaitu bak yang digunakan
untuk menyamakan karakteristik limbah agar seragam sehingga
ketika memasuki bioreaktor akan lebih mudah untuk diproses.
Apabila karakteristik limbah yang masuk ke dalam bioreaktor ini
berbeda-beda, maka kerja bioreaktor akan semakin berat. Hal ini
dapat membuat bioreaktor tidak berfungsi untuk memproses
limbah cair karena mikroorganisme yang terdapat di dalamnya
mati sehingga tidak dapat mendegradasi bahan organik yang
terkandung pada limbah cair.
4. Bioreaktor
Bioreaktor atau dikenal juga dengan nama fermentor adalah
sebuah peralatan atau sistem yang mampu menyediakan sebuah
lingkungan biologis yang dapat menunjang terjadinya reaksi
biokimia dari bahan mentah menjadi bahan yang dikehendaki.
Reaksi biokimia yang terjadi di dalam bioreaktor melibatkan
organisme atau komponen biokimia aktif (enzim) yang berasal dari
organisme tertentu, baik secara aerobik maupun anaerobik.
Di dalam bak bioreaktor ini terdapat tumpukan-tumpukan
rumpon yang merupakan tempat menempelnya mikroorganisme
pengurai BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemical
Oxygen Demand). Limbah cair yang karakteristiknya sudah
diseragamkan akan masuk ke dalam bioreaktor, kemudian bahan
organik yang terdapat pada limbah cair ini akan didegradasi oleh
mikroorganisme pengurai. Adanya aktivitas penguraian zat organik
oleh mikroorganisme ditandai dengan pembentukan busa yang
terjadi dipermukaan bak. Semakin banyak busa yang dihasilkan
maka semakin baik pula proses penguraian zat organik oleh
mikroorganisme tersebut. Mikroorganisme yang digunakan pada
bioreaktor dapat bermacam-macam seperti salah satu contohnya
adalah lumpur aktif. Akan tetapi,penggunaan lumpur aktif dapat
membuat air terlihat keruh, maka perlu diolah kembali sehingga
prosesnya kurang efektif. Pada bioreaktor ini tidak menggunakan
lumpur aktif melainkan rumpon dengan keuntungan air limbah cair
yang diolah akan terlihat jernih.
5. Polishing
Pada bak polishing ini air sudah terlihat jernih. Di dalam bak ini
akan terjadi pengendapan (sedimentasi) rumpon atau kotoran
yang terikut pada limbah cair. Setelah kotoran mengendap, air
dialirkan melewati saluran pembuangan menuju sungai. Sebelum
pembuangan ini, air terlebih dahulu dicek oleh QC mengenai
tingkat kesadahan dan parameter lainnya seperti nilai BOD dan
COD nya. Apabila sudah memenuhi standar, maka air tersebut
diizinkan untuk dibuang ke sungai.
c. Limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya)
Limbah B3 ini berupa batu bara yang dihasilkan dari proses
pembuatan uap (steam). Batu bara ini digunakan sebagai bahan
bakar untuk penggunaan boiler. Batu bara hasil pembakaran ini akan
ditampung terlebih dahulu kemudian akan diolah oleh pihak luar yang
menyediakan jasa pengolahan limbah B3.
E. Pengendalian Mutu
Sebuah perusahaan yang bergerak dibidang pangan, dituntut untuk
menghasilkan produk yang berkualitas sehingga perlu adanya pengendalian
mutu produk pangan. Pengendalian mutu itu sendiri pun merupakan bagian
yang sangat penting dalam industri pangan. Terdapat departemen khusus
yang bertanggung jawab atas mutu produk yang dihasilkan serta jaminan
mutu lainnya yang berkaitan dengan perusahaan tersebut. Departemen
tersebut adalah QC (Quality Control) dan QA (Quality Assurance). Sesuai
dengan ISO 8402, QA (Quality Assurance) adalah seluruh kegiatan yang
sistematik dan terencana yang diterapkan dalam sistem jaminan mutu serta
didemonstrasikan jika diperlukan, untuk memberikan suatu keyakinan yang
memadai bahwa suatu produk/jasa akan memenuhi persyaratan mutu.
Sedangkan QC (Quality Control) adalah teknik operasional dan kegiatan
yang digunakan untuk memenuhi persyaratan mutu.
1. QA (Quality Assurance)
QA terbagi menjadi dua bagian yaitu QMS (Quality Management
System) dan Quality Assurance Engineer. QMS berfungsi dalam
mengontrol kualitas dari sistem-sistem yang diterapkan oleh perusahaan,
misalnya HACCP. Selain itu QA berfungsi untuk menganalisis data yang
dihasilkan dari suatu masalah yang terjadi di perusahaan, kemudian
memberikan solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut (problem solving). Contoh lainnya dari permasalahan yang sering
terjadi adalah adanya keluhan pelanggan mengenai kualitas produk yang
dihasilkan oleh perusahaan tersebut.
2. QC (Quality Control)
QC bertanggung jawab atas kualitas produk, mulai dari kualitas bahan
baku hingga kualitas produk akhir yang akan diterima oleh konsumen.
Setiap bahan baku yang datang akan dicek terlebih dahulu oleh QC
mengenai kualitas bahan untuk mengetahui sesuai standar atau tidaknya
bahan baku tersebut. Jika sudah memenuhi standar maka QC akan
mengizinkan untuk diproses pada bagian produksi. Kemudian di dalam
proses produksi pun, QC berperan dalam pengawasan terhadap
keberlangsungan kegiatan tersebut, sudah berjalan sesuai prosedur atau
belum karena hal ini dapat mempengaruhi kualitas produk yang
dihasilkan. Untuk itu terdapat beberapa tahapan proses yang dibutuhkan
pengawasan khusus oleh QC. Setelah proses produksi selesai pun, QC
akan memeriksa kualitas produk akhir apakah sudah memenuhi syarat
yang ditentukan perusahaan atau belum dan diuji layak atau tidaknya
produk ini dipasarkan.
Suatu perusahaan perlu melakukan sertifikasi sebagai jaminan mutu
bahwa produk yang dipasarkan telah terjamin kualitasnya. Adapun sertifikasi
yang terkait dalam proses produksi yang dimiliki oleh PT ABC President
Indonesia adalah sebagai berikut :
a. ISO 22000, merupakan standar sistem manajemen keamanan pangan
global untuk seluruh rantai pasokan makanan, dari mulai petani dan
produsen ke pengolah dan pengepakan, hingga transportasi dan
penjualan.Standar ini berfokus pada pemastian rantai pasok, apakah
prinsip-prinsip sistem manajemen telah diterapkan dan sesuai dengan
prinsip-prinsip HACCP dari Codex Alimentarius.
b. CPPOB (Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik), yaitu suatu pedoman
yang menjelaskan bagaimana cara memproduksi pangan agar aman,
bermutu, dan layak dikonsumsi. Antara lain dengan cara mencegah
tercemarnya pangan olahan oleh cemaran biologis, kimia dan benda lain;
mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik patogen, dan
mengendalikan proses produksi.
c. Sertifikat Halal, yaitu suatu fatwa tertulis dari Majelis Ulama Indonesia
(MUI) yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syari'at
Islam. Sertifikat Halal ini merupakan syarat untuk mendapatkan ijin
pencantuman LABEL HALAL pada kemasan produk dari instansi
pemerintah yang berwenang.
a. Tepung Terigu
b. Air Kansui
F. Gudang
Gudang adalah suatu bangunan yang digunakan sebagai tempat
penyimpanan yang berhubungan dengan kegiatan produksi baik menyimpan
bahan-bahan yang diperlukan untuk proses produksi, bahan setengah jadi
dan bahan jadi/ produk akhir (Finish Good) hingga penyimpanan suku
cadang mesin peralatan untuk proses produksi. Adapun SOP untuk gudang
(Warehouse) pada PT ABC President Indonesia adalah :
1. Memastikan barang yang diterima melalui supplier sesuai dengan
persyaratan atau standar yang telah ditentukan oleh perusahaan.
2. Memastikan terpenuhinya barang-barang yang akan digunakan untuk
proses produksi.
3. Mencegah atau meminimalisir penurunan kualitas produk atau kehilangan
kandungan bahan tertentu yang ada di dalam produk dengan cara
pengendalian hal-hal tertentu seperti misalnya suhu ruangan.
Adapun dokumen-dokumen yang dibutuhkan sebelum barang dari supplier
masuk dalam gudang penyimpanan adalah :
1. Surat jalan, yaitu surat yang menyatakan keadaan barang secara fisik,
misal bentuk/jenis dan kuantitas
2. Certificate of Analysis (COA), yaitu suatu sertifikat/keterang yang
menyatakaan keadaan barang setelah dianalisa, misal nilai kadar air
bahan tersebut.
3. Jadwal kedatangan barang.
4. Laporan Penerimaan Barang (LPBD) yang dikelola oleh bagian
administrasi gudang.
Dokumen-dokumen tersebut merupakan syarat yang harus dipenuhi
sebelum barang disimpan di dalam gudang. Apabila salah satu dokumen
tidak terpenuhi maka barang tersebut tidak boleh diterima untuk disimpan di
dalam gudang. Kemudian barang-barang tersebut diberi label yang berisi
keterangan Vendor/pengirim, tanggal pengiriman, tanggal expired, jenis
barang dan kuantitas barang.
1. Bagian-bagian gudang
Dalam proses penyimpanan dan penggudangan yang ada di PT ABC
PRESIDENT INDONESIA, penggudangan (Warehouse) dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu:
a. Gudang RMPM (Raw Material Packaging Material)
Raw Material yang sudah berlabel tersebut sebelum digunakan
oleh bagian produksi, harus dicek kembali dan dibandingkan dengan
dokumen COA yang dilampirkan pada saat pengiriman barang
mengenai kesesuaian atau tidaknya dengan data yang terlampir.
Kemudian dilakukan pemeriksaan lebih intens terhadap barang
tersebut dan dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan oleh
perusahaan mengenai layak atau tidaknya barang tersebut digunakan
untuk proses produksi. Apabila sudah selesai dilakukan pemeriksaan
dan barang tersebut sesuai standar, maka pihak QC akan
menetapkan status Cheked dengan pemberian stempel pada label
yang artinya barang tersebut diizinkan untuk digunakan dalam proses
produksi. Akan tetapi, apabila hasil pemeriksaan menyatakan tidak
layak, maka QC akan menetapkan status rejected lalu barang
tersebut dipindahkan ke area barang reject atau hold yang artinya
barang tersebut akan dikembalikan kepadasupplier. Pengembalian
barang kepada supplier ini memiliki syarat dan kentetuan tertentu
yang sudah disepakati dalam suatu perjanjian oleh kedua belah pihak.
Penyimpanan bahan-bahan yang akan diproses tersebut memiliki
kriteria yang berbeda-beda sehingga kondisi penyimpanannya pun
memiliki persyaratan yang berbeda-beda pula. Seperti misalnya
tepung terigu, garam, gluten, pati, dll merupakan bahan-bahan yang
memiliki umur simpan lebih panjang sehingga penempatannya cukup
pada suhu ambient. Sementara untuk penyimpanan bahan-bahan
segar seperti rempah rempah membutuhkan kondisi penyimpanan
khusus, yaitu di bawah suhu 250C.
Minyak (Palm oil) yang disuplai disimpan di dalam 4 tanki besar
dengan kapasitas masing-masing 30 ton yang bersuhu 40 ° C.
Kemudian Palm olein disimpan di dalam 2 tanki dengan suhu yang
sama. Dalam tanki masing-masing dilakukan pemasakan dan
ditambahakan antioksidan tertentu kemudian disalurkan ke bagian
produksi.
b. Gudang hasil produksi/ Produk (Finish Good)
Finish Good atau produk jadi akan dilakukan pemeriksaan oleh
pihak QC sebelum dipasarkan atau didistribusikan kepada konsumen.
QC memeriksa barang yang kemudian dinyatakan layak atau tidak
layak. Jika layak QC akan memberikan status Release yang artinya
diizinkan untuk dipasarkan. Apabila tidak layak akan diberikan status
hold yang artinya barang ditahan sebelum reject. Kemudian dalam
masa menunggu hasil pemeriksaan QC, status dari barang-barang
tersebut adalah Inkubasi.
c. Penggudangan Suku Cadang
Penyimpanan suku cadang dilakukan sesuai prosedur yang sama
dengan penyimpanan Raw material atau pun finish good.
Penyimpanan disusun secara berblok-blok dan barang diklasifikasikan
mulai dari fungsi, ukuran dan spesifikasinya.
2. Sistem keluar masuk barang
Secara keseluruhan, sistem pengangkutan yang digunakan dalam
gudang ini adalah sistem FIFO (First In First Out) untuk bahan-bahan
segar yang artinya bahan yang pertama masuk adalah yang dikeluarkan
terlebih dahulu. Kemudian untuk barang non fresh atau memiliki tanggal
kadarluasa seperti misalnya tepung terigu atau pun barang Finish Good
diberlakukan sistem FEFO (First Expired First Out) yaitu barang yang
memiliki tanggal kadarluasa lebih cepat yang akan dikeluarkan terlebih
dahulu baik untuk produksi maupun untuk pemasaran produk.
Keluar masuknya barang di gudang harus dicatat di dalam kartu stok
yang akan membantu dalam mengatur gudang agar tidak terjadi overload
gudang ataupun losses perusahaan sehingga terhindar dari kesalahan-
kesalahan fatal yang dapat merugikan.
3. Sanitasi Gudang
Sanitasi gudang dilakukan setiap hari di titik tertentu, artinya dalam
sekali pembersihan tidak langsung sekaligus seluruh gudang dibersihkan.
Sebelum pembersihan, gudang terlebih dahulu dikosongkan dari material-
material tertentu kemudian gudang disapu dari debu dan kotoran lainnya,
lalu lantai disemprot dengan alat “Gun Jet Cleaner” atau secara manual
dengan kain pel. Setelah itu lantai ditaburi detergen dan digosok dengan
sikat dan sapu lidi, kemudian lantai dibersihkan dari air kemudian dibilas
hingga bersih dan dilakukan pengeringan. Setelah itu simpan kembali
material yang dikeluarkan dari gudang.
Selain itu, pallet yang terbuat dari kayu pun harus dibersihkan secara
berkala dengan cara direndam dalam air yang dicampur cairan anti rayap.
Perendaman ini dilakukan di dalam bak celup dengan volume
1,52x2,57x0,4 m, pallet disusun bertumpuk maksimal 5 tumpuk dan
disusun secara memanjang di dalam bak celup.
BAB V
PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama pelaksanaan Praktik
Kerja Lapang di PT ABC President Indonesia, maka didapatkan kesimpulan
sebagai berikut:
1. Proses pembuatan mie instan di PT ABC President Indonesia, klari,
Karawang secara garis besar sesuai dengan literature yang meliputi
proses pencampuran, pembentukan lembaran, pencetakan, pengukusan,
pemotongan, penggorengan, pendinginan, pengemasan, pendeteksian
logam, dan pengemasan sekunder.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu mie instan di PT ABC President
Indonesia adalah kualitas bahan baku, proses produksi, kondisi mesin
dan peralatan, kemasan produk, penanganan produk akhir, dan sistem
jaminan mutu.
3. Pengawasan mutu yang diterapkan di PT ABC President Indonesia
dimulai dari bahan baku, tahapan produksi, hingga produk akhir. Adapun
sertifikat yang telah diperoleh PT ABC President Indonesia adalah
Sertifikat ISO 22000, HACCP, CPPOB (Cara Produksi Pangan Olahan
yang Baik), Sertifikat HALAL MUI, dan SNI (Standar Nasional Indonesia).
B. Saran
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama pelaksanaan Praktik
Kerja Lapang, maka saran yang dapat disampaikan, yaitu kesadaran dan
tanggung jawab pekerja terhadap hygiene dan sanitasi pada pembuatan mie
instan perlu ditingkatkan, dan juga kesadaran akan sistem manajemen
kesehatan dan keselamatan kerja. Selain itu, pembuatan visi dan misi
perusahaan sebaiknya disajikan dalam bahasa yang lebih jelas agar
masyarakat dapat memahami maksud dari visi dan misi tersebut.
BAB VII
TUGAS KHUSUS
A. Latar Belakang
Jaminan mutu dan keamanan pangan terus berkembang sesuai dengan
persyaratan konsumen, keamanan pangan merupakan persyaratan utama
dan terpenting dari seluruh parameter mutu pangan yang ada. Betapapun
tinggi nilai gizi suatu bahan pangan atau makanan, penampilannya baik, juga
lezat rasanya, tetapi bila tidak aman, maka makanan tersebut tidak ada
nilainya lagi. Konsumen menyadari bahwa mutu pangan khususnya
keamanan pangan tidak dapat hanya dijamin dengan hasil uji produk akhir
dari laboratorium. Mereka berkeyakinan bahwa produk yang aman didapat
dari bahan baku yang ditangani dengan baik, diolah dan didistribusikan
dengan baik akan menghasilkan produk akhir yang baik pula.
Mie instan merupakan bahan pangan yang sangat digemari khususnya di
Indonesia, bahkan dapat dikatakan sebagai kebutuhan sehari-hari bagi
penggemar mie instan ini. Untuk itulah diperlukan pengawasan khsusus
dalam setiap perusahan yang berperan sebagai produsen mie instan untuk
menerapkan jaminan mutu dan keamanan pangan mulai dari bahan baku,
proses produksi, hingga produk yang dihasilkan.
Suatu langkah yang tepat untuk mengantisipasi hal tersebut, serta
adanya tuntutan dalam pasar bebas, telah dikembangkan suatu sistem
jaminan mutu oleh Komite Standar Internasional/ Codex Allimentarius
Commission yang telah diakui secara internasional yaitu Sistem Jaminan
Mutu berdasarkan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Secara
umum konsep HACCP ini merupakan suatu sistem jaminan mutu yang
menekankan pada pengawasan yang menjamin mutu sejak bahan baku
hingga produk akhir.
B. Tujuan
1. Menganalisis secara detail bahaya yang mungkin timbul pada setiap
tahapan produksi mie instan di PT ABC President Indonesia.
2. Menetapkan tahapan proses produksi yang dianggap kritis (CCP) pada
seluruh proses produksi mie instan di PT. ABC President Indonesia.
3. Menanggulangi bahaya yang timbul selama proses produksi mie instan di
PT. ABC President Indonesia.
C. Manfaat
1. Dapat menganalisis titik kritis pada tiap tahap proses produksi mie instan
di PT. ABC President Indonesia mulai dari bahan baku sampai produk
akhir.
2. Dapat meningkatkan keamanan produk makanan yang meliputi bahaya
biologi, kimia, dan fisik agar mie instan agar Iayak dipasarkan dan
diperdagangkan.
D. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
Hazard Analysis Critical Point atau Analisis Bahaya Titik Kendali Kritis,
selanjutnya disebut HAACP adalah suatu pendekatan dan mengukur bahaya
yang spesifik sebagai upaya pencegahan dalam pengolahan pengawasan
pengolahan makanan untuk menjamin keamanan makanan. HACCP adalah
suatu alat yang dipakai untuk menilai tingkat bahaya, menduga perkiraan
resiko dan menempatkan ukuran yang tepat dalam pengawasan dengan
menitikberatkan pada pencegahan dan pengendalian proses daripada
pengujian produk akhir yang biasanya dilakukan dalam acara pengawasan
tradisional (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942 Tahun 2003).
Sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu
sistem yang mengidentifikasi bahaya spesifik yang mungkin timbul dalam
mata rantai produksi makanan dan tindakan pencegahan untuk
mengendalikan bahaya tersebut dengan tujuan untuk menjamin keamanan
makanan yang diproduksi (SNI, 1998).
Pedoman umum HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) ini
disusun sebagai pegangan bagi industri makanan untuk menerapkan sistem
jaminan mutu pangan. Pendekatan HACCP dalam sistem jaminan mutu
pangan merupakan usaha bagi industri untuk mengendalikan sistem produksi
terhadap kemungkinan diproduksinya makanan yang mengandung bahan
berbahaya yang dapat mengakibatkan penyakit atau keracunan makanan,
dan merugikan konsumen (SNI,1998).
Hazard Analysis adalah analisis bahaya atau kemungkinan adanya risiko
bahaya yang tidak dapat diterima. Bahaya disini adalah segala macam aspek
mata rantai produksi pangan yang tidak dapat diterima karena merupakan
penyebab masalah keamanan pangan. Bahaya tersebut meliputi :
a. Keberadaan yang tidak dikehendaki dari pencemar biologis, kimiawi, atau
fisik pada bahan mentah.
b. Pertumbuhan atau kelangsungan hidup mikroorganisme dan hasil
perubahan kimiawi yang tidak dikehendaki (misalnya nitrosamin) pada
produk antara atau jadi, atau pada Iingkungan produksi.
c. Kontaminasi atau kontaminasi ulang (cross contamination) pada produk
antara atau jadi, atau pada Iingkungan produksi.
National advisory committee on microbiological criteria for food
(committee) menganjurkan sistem HACCP sebagai pendekatan yang efektif
dan rasional untuk menjamin keamanan pangan. Pada umumnya,
pemantauan titik kendali kritis (CCP = Critical Control Point) dapat dilakukan
dengan baik menggunakan hasil makanan untuk membuktikan bahwa sistem
HACCP yang diterapkan telah berhasil dengan baik. Prinsip HACCP harus
didistribusikan sehingga memudahkan pelaksanaannya oleh industri pangan
dan memudahkan instansi yang berwenang dalam memantau penerapan
HACCP. Berdasarkan rekomendasi National Academy of Sciences. Sistem
HACCP harus dikembangkan untuk setiap industri pangan, dan
dikembangkan untuk setiap produk masing-masing kondisi pengolahan dan
distribusinya (Fardiaz, 1992).
Critical Control Point (CCP atau titik pengendalian kritis) adalah langkah
dimana pengendalian dapat diterapkan dan diperlukan untuk mencegah atau
menghilangkan bahaya atau menguranginya sampai titik aman (Bryan, 1995).
Titik pengendalian kritis (CCP) dapat berupa bahan mentah, lokasi, praktek,
prosedur atau pengolahan dimana pengendalian dapat diterapkan untuk
mencegah atau mengurangi bahaya. Ada dua titik pengendalian kritis:
a. Titik Pengendalian Kritis 1 (CCP-1), adalah sebagai titik dimana bahaya
dapat dihilangkan atau dicegah.
b. Titik Pengendalian Kritis 2 (CCP-2), adalah sebagai titik dimana bahaya
dikurangi, tetapi tidak dapat dihilangkan atau dicegah.
Meskipun aplikasi HACCP pada umumnya dilakukan di dalam industri
pengolahan pangan, tetapi pada prinsipnya dapat dilakukan mulai dari
produksi bahan baku sampai pemasaran dan distribusi. Hal ini disebabkan
beberapa kontaminasi, misalnya logam berat, pestisida, dan mikotoksin yang
mungkin mencemari bahan baku pada waktu produksi, sangat sulit
dihilangkan dengan proses pengolahan. Oleh karena itu pengawasan
terhadap bahan-bahan berbahaya tersebut harus dimulai dari saat produksi
bahan baku.
2. Konsep HACCP
Indonesia mengadopsi sistem HACCP versi CAC (Codex Alimentarius
Commision) dan menuangkannya dalam acuan SNI 01-4852-1998 tentang
Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik - Titik Kritis (HACCP) serta
pedoman penerapannya yaitu Pedoman BSN 1004/1999. Sistem yang
penerapannya masih bersifat sukarela ini telah digunakan pula oleh
Departemen Pertanian RI dalam menyusun Pedoman Umun Penyusunan
Rencana Kerja Jaminan Mutu Berdasarkan HACCP atau Pedoman Mutu
Nomor 5.
Menurut Codex Alimentarius Commision (CAC), Konsep HACCP menurut
CAC terdiri dari 12 Iangkah, dimana 7 prinsip HACCP tercakup pula di
dalamnya. Langkah-langkah penyusunan dan penerapan sistem HACCP
adalah sebagai berikut:
Tahap 2
Deskripsikan Produk
Tahap 3 Identifikasi pengguna yang Dituju
Tahap 4
Tahap 5
Susun Diagram Alir Prinsip HACCP
Daftarkan Semua Bahaya Potensial
Tahap 6 Lakukan Analisa Bahaya Tentukan
Verifikasi Diagram Alir Prinsip 1
Tindakan Pengendalian
Tahap 8 Prinsip 3
Tahap 9 Prinsip 4
Tahap 10 Prinsip 5
Tahap 11 Prinsip 6
Tetapkan Penyimpanan
Tahap 12 Prinsip 7
Catatan dan Dokumentasi
Gambar 7.1. Langkah Penyusunan dan Implementasi Sistem HACCP menurut
Codex
3. Prinsip HACCP
Menurut Codex (1997), tujuh prinsip HACCP merupakan langkah yang
saling berkesinambungan, yang terdiri dari :
a. Prinsip 1 (Analisa Bahaya)
Analisa bahaya amat penting untuk dilakukan terhadap bahan baku,
komposisi, setiap tahapan proses produksi, penyimpanan produk, dan
distribusi, hingga tahap penggunaan oleh konsumen. Tujuan analisis
bahaya adalah untuk mengenali bahaya-bahaya apa saja yang mungkin
terjadi dalam suatu proses pengolahan sejak awal hingga ke tangan
konsumen.
Analisis bahaya terdiri dari tiga tahap yaitu, identifikasi bahaya, Prinsip 1
penetapan tindakan pencegahan (preventive measure), dan penentuan
kategori resiko atau signifikansi suatu bahaya. Analisa bahaya adalah
Tetapkan Batas
Tetapkan Kritis
Batas untuk
Kritis untuk
salah satu hal yang sangat penting dalam penyusunan
Tetapkan Batas
Setiap CCP
Setiap suatu rencana
Kritis untuk
CCP
HACCP. Untuk menetapkan rencana dalam Tetapkan
rangkaBatas
Setiap Kritis untuk
CCP
mencegah bahaya
Setiap CCP
keamanan pangan, maka bahaya yang signifikan
Tetapkan atau
Batas
Tetapkan beresiko
Kritis
Batas tinggi
untuk dan
untuk
Kritis
Setiap
tindakan pencegahan harus diidentifikasi. Hanya SetiapCCP
bahayaCCPyang signifikan
Tetapkan Sistem Pemantauan
atau yang memiliki resiko tinggi yang perluuntukdipertimbangkan
Setiap CCP dalam
penetapan critical control point.
b. Prinsip 2 (Penentuan CCP)
Tetapkan Tindakan Koreksi
untuk penyimpangan yang
Mungkin
CCP atau Titik Kendali Kritis didefinisikan sebagai suatu titik, langkah
atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya
keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai ke
batas yang dapat diterima. Pada setiap bahaya yang telah diidentifikasi
dalam proses sebelumnya, maka dapat ditentukan satu atau beberapa
CCP dimana suatu bahaya dapat dikendalikan.
Suatu CCP dapat digunakan untuk mengendalikan satu atau
beberapa bahaya, misalnya suatu CCP secara bersama-sama dapat
dikendalikan untuk mengurangi bahaya fisik dan mikrobiologi.
c. Prinsip 3 (Penetapan Batas kritis)
Critical limit (CL) atau batas kritis adalah suatu kriteria yang harus
dipenuhi untuk setiap tindakan pencegahan yang ditujukan untuk
menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai batas aman. Batas kritis
ditetapkan untuk menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik.
Penetapan batas kritis haruslah dapat dijustifikasi, artinya memiliki alasan
kuat mengapa batas tersebut digunakan dan harus dapat divalidasi
artinya sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan serta dapat diukur.
Penentuan batas kritis ini biasanya dilakukan berdasarkan studi literatur,
regulasi pemerintah, para ahli di bidang mikrobiologi maupun kimia,
CODEX dan lain sebagainya.
d. Prinsip 4 (monitoring untuk setiap CCP)
Kegiatan pemantauan (monitoring) adalah pengujian dan pengamatan
terencana dan terjadwal terhadap efektivitas proses mengendalikan CCP
dan CL untuk menjamin bahwa CL tersebut menjamin keamanan produk.
CCP dan CL dipantau oleh personel yang terampil serta dengan frekuensi
yang ditentukan berdasarkan berbagai pertimbangan, misalnya
kepraktisan. Pemantauan dapat berupa pengamatan (observasi) yang
direkam dalam suatu checklist atau pun merupakan suatu pengukuran
yang direkam ke dalam suatu datasheet. Pada tahap ini, tim HACCP
perlu memperhatikan mengenai cara pemantauan, waktu dan frekuensi.
serta hal apa saja yang perlu dipantau dan orang yang melakukan
pemantauan.
e. Prinsip 5 (Penetapan Tindakan Koreksi)
Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap
batas kritis suatu CCP. Tindakan koreksi yang dilakukan jika terjadi
penyimpangan, sangat tergantung pada tingkat risiko produk pangan.
Pada produk pangan berisiko tinggi misalnya, tindakan koreksi dapat
berupa penghentian proses produksi sebelum semua penyimpangan
dikoreksi/diperbaiki, atau produk ditahan/tidak dipasarkan dan diuji
keamanannya. Tindakan koreksi yang dapat dilakukan selain
menghentikan proses produksi antara lain mengeliminasi produk dan
kerja ulang produk, serta tindakan pencegahan seperti memverifikasi
setiap perubahan yang telah diterapkan dalam proses dan
memastikannya agar tetap efektif.
f. Prinsip 6 (Verifikasi Progam HACCP)
Verifikasi adalah metode prosedur dan uji yang digunakan untuk
menentukan bahwa sistem HACCP telah sesuai dengan rencana HACCP
yang ditetapkan. Dengan verifikasi maka diharapkan bahwa kesesuaian
program HACCP dapat diperiksa dan efektifitas pelaksanaan HACCP
dapat dijamin. Verifikasi harus dilakukan secara rutin dan tidak terduga
untuk menjamin bahwa CCP yang ditetapkan masih dapat dikendalikan.
Verifikasi juga dilakukan jika ada informasi baru mengenai keamanan
pangan atau jika terjadi keracunan makanan oleh produk tersebut.
g. Prinsip 7 (Perekaman Data atau Dokumentasi)
Dokumentasi program HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh
program HACCP sehingga program tersebut dapat diperiksa ulang dan
dipertahankan selama periode waktu tertentu. Dokumentasi mencakup
semua catatan mengenal CCP, CL, rekaman pemantauan CL, tindakan
koreksi yang dilakukan terhadap penyimpangan, catatan tentang verifikasi
dan sebagainya. OIeh karena itu dokumen ini dapat ditunjukkan kepada
inspektur pengawas makanan jika dilakukan audit eksternal dan dapat
juga digunakan oleh operator.
4. Penggolongan Karakteristik Bahaya (Hazard) dan Tingkat Resiko
a. Penggolongan Karakteristik Bahaya (Hazard)
Berdasarkan National Advisory Committee on Microbiology Criteria for
Food (1989), karakteristik hazard bisa dikelompokkan menjadi :
Hazard A: Merupakan kelompok yang dapat menyebabkan produk yang
didesain dan ditujukan untuk kelompok beresiko (bayi, lanjut
usia, orang sakit ataupun orang dengan daya tahan tubuh
rendah) menjadi tidak steril.
Hazard B: Produk mengandung bahan yang sensitif terhadap Hazard
mikrobiologi.
HazardC: Proses yang dilakukan tidak diikuti dengan Iangkah
pengendalian yang efektif untuk merusak mikroorganisme
yang berbahaya.
Hazard D: Produk terkontaminasi ulang setelah pengolahan dan sebelum
pengepakan.
HazardE: Terdapat bahaya yang potensial pada penanganan saat
distribusi atau penanganan oleh konsumen sehingga
menyebabkan produk berbahaya jika dikonsumsi.
Hazard F: Tidak ada proses pemanasan akhir setelah proses
pengepakan atau ketika dimasak di rumah.
CCP Pengayakan
Garam dapur, Premix,
Pencampuran 23-25 menit Air Lunak
Pembentukan Lembaran
Pencetakan homogenisasi
Pengukusan 95-1000C, 70-80 detik
Pemotongan
CCP Pendinginan
Pengemasan
Pengemasan Sekunder
Penyimpanan
Gambar 7.2. Diagram Alir penerapan HACCP pada proses produksi mie instan
Tabel 7.1. Analisis HACCP PLAN Mie ABC di PT ABC President Indonesia
Tahapan Proses Hazard CP/ Batas Kritis Monitoring Tindakan Koreksi &
CCP Pengendalian
Persiapan Bahan Kerikil, logam, jamur Tepung Terigu dan gluten Periksa secara visual Apabila tidak sesuai
Baku : dan serangga terbebas dari bahan asing Analisis laboratorium dengan batas kritis
Tepung Kadar air tepung dan mikroorganisme uji mikrobiologi ALT maka bahan-bahan
Terigu terigu tidak sesuai dengan standar SNI, (ALT (Angka Lempeng tersebut akan di Reject
Gluten standar max. 106 koloni/g; E.coli Total), E.coli, dan
Air Alkali Jenis alkali dn max. 10 APM/g, dan Kapang.
konsentrasi yang kapang max. 106 koloni/g) Kadar air diuji dengan
digunakan tidak CCP Kadar air tepung terigu alat Moisture Meter
membahayakan sesuai standar SNI max pada saat sampling
konsumen. 14%
Air alkali terbebas dari
benda asing dan takaran
bahan sesuai dengan
standar perusahaan
maupun SNI
Pengayakan Tepung terigu dan gluten Apabila tepung terigu
Kerikil dan kotoran berwarna putih standar, Periksa secara visual dan gluten tidak sesuai
padat CP lolos ayakan 20 mesh tepung dan gluten dengan batas kritis
(standar perusahaan), Periksa alat akan di Reject
terbebas dari benda asing.
Pencampuran Formulasi bahan tidak Suhu dan waktu Pemeriksaan secara Apabila tidak sesuai
tepat pencampuran visual dengan batas kritis
Jumlah bahan yang Pemeriksaan suhu adonan akan di Reject
CP
digunakan sesuai standar. dan waktu
Pemeriksaan bahan
yang digunakan
Pembentukan Ketebalan lembaran Ketebalan lembaran Pemeriksaan secara Apabila ketebalan
Lembaran & tidak sesuai standar adonan sesuai standar visual ketebalan, dan jumlah untaian
Pencetakan Hasil cetakan tidak 1,15 mm jumlah untaian dan tidak sesuai dengan
sesuai standar Jumlah untaian pita mie bentuk mie hasil batas kritis dilakukan :
CP sesuai standar 73-75 cetakan Pengaturan
untaian Pemeriksaan kondisi kecepatan alat
Alat dalam kondisi baik alat Pengaturan jarak
rollpress
Pencetakan kembali
Pengukusan Derajat gelatinisasi tidak Suhu & tekanan steam Pemeriksaan visual Apabila tidak sesuai
tercapai sesuai standar warna mie dengan batas kritis
Waktu pengukusan sesuai Pemeriksaan waktu, akan dilakukan :
standar tekanan dan suhu Pengaturan suhu dan
CP
waktu
Pengaturan tekanan
steam
Reject
Pemotongan Ukuran tidak sesuai Kecepatan pemotongan Pemeriksaan visual Pengaturan
standar ukuran mie hasil kecepatan alat
CP
pemotongan Reject
Penggorengan Suhu penggorengan Suhu dan waktu Pemeriksaan visual Apabila tidak sesuai
tidak sesuai standar penggorengan sesuai Pemeriksaan suhu dengan batas kritis
Kondisi minyak yang standar dan waktu dilakukan :
tidak sesuai standar Kadar AV (Acid Value) & Pemeriksaan Pengaturan suhu &
Terjadi kegosongan CCP POV (Peroxide Value) laboratorium kadar AV waktu
Mikroba tahan panas minyak sesuai standar dan POV minyak. Penggantian minyak
yaitu AV max 5 dan POV goreng
max.3 Sanitasi ulang
Sanitasi alat Reject
Pendinginan Suhu pendinginan tidak Suhu pendinginan Pemeriksaan suhu Apabila tidak sesuai
mencapai standar mencapai standar dan waktu standar dilakukan :
CP maksimal 40oC Pengaturan suhu dan
waktu
Re-cooling
Pengemasan Mikroba dari pekerja Sanitasi alat dan higiena Pemeriksaan alat Apabila tidak sesuai
dan alat pekerja Pemeriksaan batas kritis akan
Bahan pengemas tidak Bahan pengemas sesuai kelengkapan seragam dilakukan:
sesuai standar CCP standar (rusak) pekerja Sanitasi ulang
Kekuatan pengemasan Hasil pengemasan kuat & Pemeriksaan bahan Peringatan untuk
tidak sesuai standar tidak ada kebocoran pengemas pekerja
Re-packing
Pendeteksi Logam dari mesin atau Produk bebas logam Apabila tidak sesuai
Logam kontaminasi luar CCP Alat dalam kondisi baik Kalibrasi alat dengan standar produk
akan di Reject
E. Pembahasan
Dalam pembuatan mie instan di PT ABC President Indonesia terdapat 4
titik CCP dalam diagram alirnya, meliputi pengayakan, penggorengan,
pendinginan, dan pendeteksian logam. Akan tetapi, ada beberapa poin
yang kurang tepat dalam menetukan CCP dari setiap proses produksi mie
instan di PT ABC President Indonesia. Menurut analisis HACCP yang
dilakukan, titik CCP berada pada tahapa-tahapan berikut, yaitu :
1. Persiapan bahan baku
Persiapan bahan baku ini meliputi proses pengayakan tepung terigu
dan gluten. Dalam tahap ini dapat pula dikatakan sebagai proses
penyortiran untuk memisahkan bahan baku dengan benda-benda asing
lainnya yang mungkin terikut dalam proses pembuatan tepung. Misal
batu, kerikil, serat kayu, dll, juga adanya pertumbuhan bakteri akibat
kondisi penyimpanan yang tidak baik. Selain itu, adanya pembuatan
larutan alkali perlu dipastikan bahwa air yang digunakan serta premix
yang ditambahkan tidak terkontaminasi. Untuk persiapan bahan baku
apabila tidak ditangani dengan baik, maka akan menimbulkan bahaya
bagi kesehatan konsumen karena tahap selanjutnya sudah memasuki
proses pencampuran sehingga tidak dapat dilakukan perlakuan khusus
untuk meminimalisir bahaya tersebut. Maka, apabila tidak memenuhi
batas kritisnya akan langsung di-rejectdan tidak digunakan dalam
proses pembuatan mie instan.
2. Penggorengan
Pada tahap penggorengan pun masuk dalam CCP. Hal yang sangat
diperhatikan adalah suhu penggorengan. Apabila suhu tidak mencapai
batas minimal, yaitu 1450C, maka kadar air akan menjadi tinggi
sehingga dapat ditempati sebagai media pertumbuhan, akibatnya umur
simpan produk menjadi lebih singkat. Selain itu, dilihat pula kadar AV
dan POV yang merupakan indikator kualitas minyak yang digunakan.
Apabila AV & POV tidak memenuhi standar, maka minyak menjadi
tengik dan akan mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan. Selain
itu, tingginya suhu penggorengan pun dapat meminimalisir mikroba
yang mencemari produk mie instan.
3. Pengemasan
Pengemasan merupakan tahap akhir dari proses pembuatan mie
instan. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengemasan ini adalah
terbebasnya produk akhir dari kontaminasi benda asing, seperti
misalnya logam yang merupakan serpihan dari alat yang digunakan
atau benda asing lainnya yang berasal dari pekerja mengingat dalam
tahapan ini membutuhkan tenaga manusia. Selain itu, kekuatan dari
pengemasan (sealing) harus dipastikan tidak ada kebocoran dari proses
tersebut. Apabila terjadi kebocoran, maka daya simpan produk akan
menurun karena adanya celah untuk mikroba masuk melalui udara
ataupun adanya serangga kecil yang berpotensi merusak produk.
Selain itu, dikhawatirkan kadar air bertambah karena produk menyerap
air dari udara bebas yang disebabkan oleh kemasan yang tidak rapat.
4. Pendeteksi Logam
Proses deteksi logam ini bertujuan untuk mendeteksi adanya logam
yang tercampur dalam produk. Mie yang terdeteksi terdapat logam akan
secara otomatis terpisahkan dan akan keluar dari jalur yang menuju
pada proses pengemasan karton. Logam yang mungkin timbul dapat
berasal dari mesin akibat kondisinya yang tidak baik ataupun
kontaminasi dari pekerja itu sendiri. Dengan adanya metal detector ini
produk yang dihasilkan akan aman dan layak untuk dipasarkan serta
bebas dari logam yang dapat membahayakan kesehatan konsumen.
F. Kesimpulan
2. Pada alir proses pembuatan mie instan di PT. ABC President Indonesia
yang termasuk CCP adalah proses persiapan bahan baku, Penggorengan
(Frying), Pengemasan (Packing), dan pendeteksi Logam (Metal
Detecting).
3. Pelaksanaan HACCP di PT. ABC President Indonesia sudah diterapkan
mulai dari penerimaan bahan baku, tahapan proses hingga produk akhir.
G. Saran
Belitz, H.D., and W. Grosch. 1999. Food Chemistry. 2nd Edition. Springer. Verlag.
Berlin.
Chu, T.Y., Chen, C.L., dan Wang, H.F. (2003). A Rapid Method for The
Simultaneous Determination of Preservatives in Soy Sauce. Journal of Food
and Drug Analysis. Vol. 11, No. 3. Hal. 246-250.
CAC 21-1997. Principle and Guidelines for The Establishment and Application of
Microbiological Criteria Related to Foods. WHO & FAO.
Dewandari, K.T., I. Mulyawanti, dan D.A. Setyabudi. 2010. Konsep SOP untuk
penanganan pascapanen mangga cv. Gedong untuk tujuan ekspor. Jurnal
Standardisasi 11(1): 13−21.
Gulia,N., Vandana D., B.s. Khatkar. 2014. Review Journal Instant Noodles:
Processing, Quality, and Nutritional Aspects. Hisar, India : Department of
Food Technology, Guru Jambheshwar University of Science and Technology.
Haryadi. 1992. Laporan Penelitian Mie Kering dari Berbagai Pati. Yogyakarta :
TP-UGM.
Hou, G.G. and Mark Kruk. 1998. Asian Noodle Technology.Portland: Technical
Bulletin.
Irviani, L.I.dan F.C. Nisa.2014. Kualitas Mie Kering Tersubsitusi Mocaf. Jurnal
Pangan dan Agroindustri. Vol. 3 No 1 p.215-225. Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian, FTP Universitas Brawijaya. Malang.
Kent, N.L. 1983. Technology of Cereals. 3rd Ed. New York : Pergamon Press.
Kruger, J.E and R.B. Matsuo. 1996. Pasta and Noodle Technology. American
Association of Cereal Chemist, Inc. Minnesota.
Manurung, H.E. 2010. Analisi bahan Pengawet Natrium Benzoat Pada Bumbu
dan Kecap Mie Instan Secara Spektrofotometer UV-Visble. Skripsi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, USU.
Matz, Samuel A. 1972, “Bakery Techology and Engineering”, pp.410-437, The Avi
Publishing Company, Inc., New York.
Meyer, L.H. 1973. Food Chemistry. Ltd, New Delhi, India : Affiliated East West
Press.P.V.T.
Oh, N.H. D.A. Seib, C.W. Deyoe, and A.B. Ward. 1985. The Surface Firmness of
Cooked Noodles From Soft and Hard Wheat Flours. Cereal Chemistry.
Pagani, M.A. 1985. Pasta product from non conventional raw material. P:52-68.
Proceeding of An International Symposium, Milan. Italy.
Pomeranz dan Meloan. 1971. Food Analysis: Teory and Practice. The AVI
Publishing. Co, Inc, Wesport. Connecticut.
Pronyk, C., Cenkowski, S., Muir, W. E., Lukow, O. M., Wyatt, J. and Nicholson, D.
(2008). Effect of dough resting time and saturated steam pre-treatment on
the textural properties of superheated steam processed instant Asian
noodles. Can. Biosyst. Eng. 50:3.21–3.26.
Ratnawati, I., 2003. Pengayakan Kandungan β-karoten Mie Ubi Kayu dengan
Tepung labu Kuning (Curcubita maxima Dutchenes), Skripsi S-1, Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Sacharow, W., and R.C. Griffin. 1970. Food Packaging. Wetsport, Conecticut : Avi
Publishing Co.
Santoso, S., danRanti, A.C. 1999.Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka Cipta.
Setiawati, Wiwik. 2015. Menguak Sejarah Dibalik terciptanya Mie Instan.
http://www.infoyunik.com/2015/09/menguak-sejarah-di-balik-terciptanya.html
diakses pada 3 September 2016 pukul 21.24 WIB.
Sunaryo, E., 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-Bijian. Bogor: Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi, IPB.
Suryantoro, Darwis. 2007. Memahami Definisi dan Berbagai Keunggulan
Organisasi. http://suryantara.wordpress.com/tag/karakteristik-organisasi/.
Diakses pada 5 Juni 2016. Pukul 21.07 WIB.
Suyanti, 2008. Membuat Mie Sehat Bergizi dan Bebas Pengawet. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Tjokroadikoesoemo, P.S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Jakarta: PT
Gramedia.
Ubaidillah, M., 2000. Penambahan Pengental pada Mie. Karya Ilmiah. Medan: F-
MIPA, USU.
USDA. 1993. HACCP Principles for Food Production. United State Departement
of Agricultural.
Wignjosoebroto, Sritomo. 2009. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan.
Surabaya: Guna Widya.
Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Yuyun, A. 2008. Panduan Membuat dan Menjual Aneka Mie. Jakarta: Agromedia.
LAMPIRAN