Anda di halaman 1dari 127

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan peringkat kedua di dunia dalam


mengkonsumsi mie instan setelah Korea Selatan. Mie instan merupakan
salah satu jenis makanan yang digemari masyarakat tidak hanya di Indonesia
saja tetapi juga di Negara Asia lainnya seperti Turki, Jepang bahkan di
negara-negara kawasan Eropa seperti Belanda. Adanya varian rasa mie
instan yang banyak tersebut mampu mewakili keanekaragaman selera
konsumen di Indonesia secara umum. Selain itu, harganya relatif murah
sehingga terjangkau bagi masyarakat kalangan menengah ke bawah yang
merupakan mayoritas penduduk Indonesia. Mie instan hadir sebagai hasil
teknologi pengolahan pangan yang mampu mencukupi kebutuhan pangan
masyarakat dan telah menjadi hal yang lazim untuk dikonsumsi sehari-hari.
Mie hadir pertama kali didaratan Cina yang dibuat dari tepung terigu,
telur, garam, dan air. Akan tetapi mie dengan pembuatan secara tradisional
tidak bertahan lama, sehingga pembuatan mie ini dikembangkan menjadi mie
instan oleh Momofoku Ando yang berkebangsaan Jepang pada tahun 1958
yang kemudian mendirikan perusahaan Nissin yang memproduksi mie instan
pertama di dunia (Setiawati, 2015). Di Indonesia mie instan hadir pertama kali
pada tahun 1968 dan saat ini menjadi produsen mie instan terbesar di dunia.
Pada tahun 2005 Indonesia menduduki peringkat kedua dalam hal
memasarkan produk sebanyak 12,4 miliar bungkus/tahun.

Dalam kurun beberapa tahun sudah banyak sekali industri pangan yang
memproduksi mie instan dengan keuntungan yang menjanjikan, dilihat dari
respon masyarakat yang tinggi terhadap mie instan. Semakin lama, mie
instan yang hadir pun semakin bervariasi mulai dari segi rasa hingga bentuk
kemasannya dari yang kemasan plastik hingga kemasan cup yang semakin
praktis dalam penyajiannya.
PT ABC President Indonesia adalah salah satu perusahaan pangan yang
memproduksi mie instan dengan merek dagang Mie ABC dan merupakan
2

salah satu produsen mie instan terbesar di Indonesia. Selain dipasarkan di


dalam negeri, mie ABC pun diekspor ke beberapa negara seperti Malaysia,
Brunei Darussalam, Turki, Belanda, dan negara lainnya. Mie ABC memiliki
banyak varian rasa mulai dari yang umum beredar di pasaran seperti rasa
soto ayam, ayam bawang, dan lainnya hingga varian rasa yang unik dan
berbeda dari produsen mie instan lainnya yaitu Ayam Pedas Limau dan Gulai
Ayam Pedas.
Dalam pembuatan mie instan, tahap pengolahannya merupakan kegiatan
pokok yang memainkan peran penting dalam tercapainya hasil produk yang
berkualitas. Kelengkapan sarana dan prasarana akan sangat berpengaruh
dalam menunjang kesempurnaan produk mie instan tersebut. Tidak kalah
penting adalah pengujian mutu yang benar-benar dapat diandalkan mulai dari
bahan baku, proses produksi,dan produk jadi (finish good) sehingga dengan
kualitas yang terjamin dapat memuaskan kebutuhan yang diinginkan oleh
konsumen.
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur adalah salah
satu Perguruan Tinggi Negeri yang memiliki Program Studi Teknologi
Pangan. Adapun Praktik Kerja Lapang merupakan salah satu syarat yang
harus dipenuhi dalam menyelesaikan pendidikan sarjana. Selain itu, Praktik
Kerja Lapang dimaksudkan agar mahasiswa/I mampu menerapkan teori yang
ada diperkuliahan dengan yang ada di perusahaan. PT. ABC President
Indonesia dipilih sebagai tempat Praktik Kerja Lapang karena memproduksi
mie dengan cita rasa yang unik dan berbeda dari produsen mie lainnya.
Selain itu, PT ABC President Indonesia diharapkan mampu memberikan
pengalaman, informasi, dan manfaat lainnya yang dibutuhkan oleh
mahasiswa/I.

1. Tujuan Kerja Praktik


Tujuan yang diharapkan dari Praktik Kerja Lapang di PT. ABC
President Indonesia, Klari, Karawang, yaitu :
a. Mengetahui secara langsung proses pengolahan mie instan ABC
mulai dari bahan baku sampai produkakhir, dan mampu
melaksanakan studi banding antara teori yang sudah diterima selama
3

kuliah di Program Studi Teknologi Pangan UPN “Veteran” Jawa Timur


dengan penerapannya di pabrik.
b. Menjalin kerja sama antara PT. ABC President Indonesia dengan
Program Studi Teknologi Pangan Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur dalam pelatihan kerja lapang.
c. Memberikan saran atau masukan kepada perusahaan mengenai
kegiatan produksi maupun sistem manajemen perusahaan sebagai
evaluasi agar perusahaan menjadi lebih baik.
2. Manfaat Kerja Praktik
Manfaat yang diharapkan dari Praktik Kerja Lapang di PT. ABC
President Indonesia Klari, karawang, yaitu :

a. Bagi Perusahaan
1. Dapat menambah referensi dalam merekrut karyawan yang
terdapat di Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa
Timur.
b. Bagi Universitas
1. Mendekatkan perguruan tinggi dengan dunia industri sehingga
terjalin kemitraan dan kerjasama yang baik antar perguruan tinggi
dan pihak perusahaan.
2. Dapat memberikan informasi dan perkembangan ilmu industri
khususnya dibidang teknologi pangan.
c. Bagi Mahasiswa
1. Dapat melatih kemampuan mahasiswa dalam menganalisa, dan
melakukan observasi terhadap kegiatan yangberlangsung di
perusahaan atau industri berdasarkan disiplin ilmu yang telah
dipelajari.
2. Dapat menambah wawasan, pengetahuan dan mampu
mengaplikasikannya di dunia kerja yang sesuai dengan pendidikan
akademik yang didapat di bangku perkuliahan.

B. Sejarah Perusahaan
PT ABC President Indonesia berdiri pada bulan September 1991 sebagai
bentuk kerjasama antara PT ABC Central Food dari Indonesia dan Uni-
President Enterprises Corporation dari Taiwan. Merek ABC telah cukup lama
4

dikenal luas masyarakat Indonesia sebagai produk berkualitas tinggi dan


merupakan salah satu pemimpin pasar makanan dan minuman di Indonesia.
Merek ABC menyediakan berbagai kategori produk untuk konsumsi rumah
tangga, dan berkeinginan untuk terus memperluas bidang usahanya ke jenis-
jenis makanan dan minuman lainnya.
Uni-President Enterprises Corporation memiliki sejarah panjang sebagai
produsen tepung terigu sejak lebih dari 40 tahun lalu. Saat ini perusahaan
tersebut telah menjadi perusahaan makanan dan minuman terbesar di
Taiwan. Bidang usahanya telah merambah ke berbagai produk makanan jadi,
minyak goreng, minuman, produk-produk berbahan susu, makanan sehat,
makanan beku, dan sebagainya. Selain dalam bidang produksi makanan dan
minuman, Uni-President Enterprises Corporation juga terjun dalam bidang
ritel dengan memiliki beberapa jaringan toko, pasar swalayan dan
convenience store. Perusahaan ini terus melakukan pertumbuhan dan
diversifikasi usahanya ke bidang distribusi, keuangan, asuransi, dan
konstruksi.
PT ABC President Indonesia kini dikenal sebagai salah satu produsen mi
terbaik di Indonesia. Mi ABC menjadi pemimpin pasar dalam kategori mie
rasa pedas. PT ABC President Indonesia memiliki visi untuk menjadi salah
satu pemimpin pasar makanan dan minuman di Indonesia. Dengan
pengalaman yang luas dan pengetahuan mengenai pasar lokal, ABC Central
Food dan Uni-President Enterprises Corporation telah menetapkan strategi
untuk hanya memproduksi makanan yang berkualitas. Hal ini sesuai dengan
reputasi ABC group dan mendayagunakan hasil penelitian dan
pengembangan serta pusat inovasi makanan yang dimiliki Uni-President
Enterprises Corporation di Taiwan.
PT ABC President Indonesia memiliki pabrik seluas 7 hektar yang
berlokasi di Karawang, Jawa Barat. Sejalan dengan tantangan pasar, PT
ABC President Indonesia mengembangkan usahanya di industri minuman teh
siap saji. Pada bulan September 2005, PT ABC President Indonesia
meluncurkan produk Nu Green Tea. Produk ini merupakan pelopor minuman
teh hijau siap saji dalam kemasan botol PET di Indonesia. Selain konsep
produk Nu Green Tea yang inovatif, perusahaan menggunakan teknologi
terkini yaitu PET Aseptic Filling Technology, yang menjamin rasa dan aroma
5

yang unggul. Saat ini Nu Green Tea adalah pemimpin pasar pada
kategori Ready-to-DrinkGreen Tea. PT ABC President Indonesia akan terus
melakukan inovasi untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan konsumen.
Adapun Visi dan Misi dari PT ABC President Indonesia adalah sebagai
berikut :
Visi: Menjadi cita rasa pilihan terkini untuk hidup yang lebih bermakna.
Cita rasa terkini : Enak, berkualitas, sehat, inovatif, dan trendi.
Maksud dari visi perusahaan adalah PT ABC President Indonesia bercita-cita
menjadi perusahaan yang memiliki produk dengan cita rasa yang dapat
mengikuti perkembangan selera konsumen sehingga akan terus diingat oleh
masyarakat.
Misi :
Merk: Agar konsumen dapat merasakan produk makanan dan minuman yang
berkualitas yang mampu memberikan kegunaan optimal dari segi
pemenuhan kebutuhan dan kepuasan.
Masyarakat :Agar dapat menjadi tempat kerja bagi orang-orang yang memiliki
hasrat untuk mencapai peningkatan kesuksesan baik secara individual
maupun secara organisasional.
Pemegang Saham: Agar mampu memaksimalkan nilai-nilai saham dan dapat
menjadi perusahaan yang diterima dengan baik dikalangan masyarakat.
Maksud dari Misi PT ABC President Indonesia adalah:
1. Memberikan makanan dan minuman yang berkualitas untuk memenuhi
kebutuhan dan kepuasan konsumen.
2. Memberikan lapangan pekerjaan kepada masyarakat untuk mencapai
peningkatan kesuksesan baik secara individu maupun organisasi.
3. Memaksimalkan nilai-nilai saham sehingga perusahaan dapat diterima
dengan baik oleh masyarakat.

C. Jumlah Produksi

Dalam sehari PT ABC President Indonesia dapat memproduksi paling


banyak sekitar 33.000 karton mie kemasan bag dan cup. Satu karton mie
terdiri dari 40 bungkus mie kemasan bag dan untuk mie kemasan cup
sebanyak 24 buah perkaron. Selain memproduksi mie ABC, PT ABC
President Indonesia juga memproduksi mie yang diekspor ke Negara Eropa
dan Negara Asia lainnya yaitu dengan label NIVVO untuk ke Jepang dan
6

NUDO untuk ke Belanda dan Turki. Kemudian juga memproduksi mie yang
dipesan oleh minimarket dan supermarket yang disebut dengan privat label.

D. Pemasaran Produksi
Perusahaan sangat meyakini akan pentingnya kegiatan promosi yang
dilakukan, sehingga berbagai macam kegiatan promosi dilakukan dalam
bentuk apapun dan dalam jangka waktu yang bervariasi. Tujuan dari kegiatan
tersebut di atas merupakan strategi untuk menghadapi perusahaan sejenis
dengan cara mempertahankan serta merebut pasar konsumen sehingga
tujuan pokok dari pemasaran terpenuhi yaitu meningkatkan volume penjualan
dan menjadi market leader dalam pasar mie instan. Pemasaran Mie Instan
ABC ini sudah tersebar hampir diseluruh pelosok tanah air. Kemudian PT
ABC President Indonesia pun telah mengekspor produknya hingga ke negara
lain seperti Malaysia, Brunai Darussalam, Turki, Belanda, dan Jepang.
Dalam proses pemasaran PT ABC President Indonesia menggunakan
metode bauran pemasaran, antara lain :

1. Periklanan atau Advertising


Metode ini menggunakan berbagai macam media dalam memasarkan
produksinya, sehingga konsumen dapat mengenal, mengingat, membeli
dan meyakini bahwa produk yang dibeli merupakan pilihan yang tepat.
Salah satu contoh pemasaran dengan periklanan sebagai berikut :
a. Televisi
Untuk produk mie instan merk ABC telah sering menghiasi layar kaca
pemirsa di Indonesia dengan jingle dan iklan yang mudah diingat.
b. Media cetak
Untuk media cetak ABC President Indonesia telah menjalin kerja
sama dengan beberapa tabloid dan majalah untuk memasarkan
produknya. Strategi ini diyakini mampu menarik minat konsumen akan
produk dari PT. ABC President Indonesia, Karawang.
c. Media ekternal atau media di luar ruang
Metode ini memanfaatkan poster, spanduk, banner, striker dan umbul-
umbul yang dipasang ditempat-tempat umum yang dinilai
strategis.Simbol dan logo yang ada pada kemasan mie ABC yang
merupakan salah satu media di luar ruangan dan dengan kemasan
7

yang didesain sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan kesan


elegan dan eksklusif pada produk-produk PT. ABC President
Indonesia, Karawang.
2. Promosi Penjualan
a. Kegiatan bazar dan pameran dagang untuk mengenalkan produk-
produk PT. ABC President Indonesia, Karawang sehingga dapat
meningkatkan pembelian dan volume penjualan.
b. Kegiatan sponsorship dilakukan pada acara-acara tertentu. Dengan
adanya hal ini diharapkan grafik penjualan akan semakin baik.

E. Lokasi dan Tata Letak Perusahaan


1. Lokasi PT ABC President Indonesia
Pemilihan lokasi sangat penting bagi perusahaan karena akan
mempengaruhi kedudukan perusahaan dalam persaingan dan
menentukan kelangsungan hidup perusahaan. Tujuan penentuan lokasi
perusahaan adalah agar dapat berproduksi dengan lancar, efektif, dan
efisien.
a. Ketersediaan Sumber Daya Manusia
Lokasi perusahaan terletak di daerah kawasan industri dan tidak jauh
dari pemukiman penduduk sehingga sangat mudah bagi perusahaan
dalam mencari pekerja yang berada di sekitar pabrik.
b. Ketersediaan Sumber Daya
PT ABC President Indonesia terletak di daerah Klari yang memiliki
Bendungan Walahar dekat dengan perusahaan sehingga dapat
digunakan dalam memenuhi kebutuhan air perusahaan.
c. Geografis
PT ABC President Indonesia-Karawang terletak di jalan kawasan
ABC, Desa Walahar, Kecamatan Klari, Karawang Timur, Jawa Barat.
Batas-batas wilayah PT ABC President Indonesia adalah sebagai
berikut :
Sebelah Utara : PT Hasil Raya Industri
Sebelah Barat : Pemukiman warga
Sebelah Selatan : PT Heinz ABC Indonesia
Sebelah Timur : PT Precon Bata Hebel
8

Adapun denah lokasi PT. ABC President Indonesia, Karawang dapat


dilihat pada Gambar 1.1.
2. Tata Letak (Layout) PT ABC President Indonesia
Tata letak pabrik merupakan suatu tata cara pengaturan fasilitas–
fasilitas fisik pabrik guna menunjang kelancaran proses produksi.
Pengaturan tata letak suatu pabrik bertujuan untuk memanfaatkan luasan
area untuk penempatan mesin dan fasilitas penunjang proses produksi
lainnya, kelancaran gerak material dan kelancaran gerak personel
(Wignjosoebroto, 2009).
Perencanaan tata letak fasilitas sangat mempengaruhi proses

S
produksi, karena dengan adanya tata letak fasilitas aliran bahan baku
yang baik akan menjadikan aliran produksi menjadi lancar, teratur dan

B
T
efisien. Adapun tujuan dari perencanaan tata letak fasilitas adalah

U
menggunakan ruang yang tersedia dengan semaksimal mungkin,
meminimumkan biaya penanganan bahan dan jarak angkut, menciptakan
kesinambungan dalam proses produksi, mendorong semangat dan
efektifitas kerja karyawan, menjaga keselamatan kerja karyawan dan
barang produksi, serta menghindarkan dari segala bentuk proses
pemborosan (Purnomo, 2004). Adapun gambar tata letak PT ABC
President Indonesia terlampir.

Pos
satp
9

U
Pemukiman Warga Ci

T
B
ka
ra

S
ng
Jalan Bendungan Walahar

POS

Jalan
PT
Raya
Hasil
Kosam
Pemukiman Raya
bi
warga Industri Curug
PT Precon
Bendungan PT ABC Bata
Walahar Jalan PRESIDENT Hebel
Kawasan INDONESIA
ABC

PT Heinz Cikampek
ABC
Indonesia

Gambar 1.1. Denah Lokasi PT ABC President Indonesia


10

F. Struktur Organisasi
Organisasi merupakan suatu sistem kerja sama yang memiliki tujuan jelas
dengan mengembangkan perencanaan yang telah disusun sebelumnya.
Untuk mencapai tujuan maka diperlukan suatu manajemen yang baik antar
karyawan. Kegiatan manajemen dalam suatu organisasi tidak terlepas dari
hubungan kerja antar individu satu dengan individu lainnya; antara atasan
dan bawahan. Tanpa adanya hubungan kerja dan deskripsi pembagian tugas
dan wewenang yang baik serta jelas antar jabatan, maka tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya tidak akan tercapai. Pengorganisasian yang baik
dapat meberikan manfaat antara lain mengetahui tugas dan tanggung jawab
masing-masing sesuai posisi dalam organisasi, mempertegas hubungan
antara anggota satu dengan yang lain, dan menciptakan pola hubungan kerja
yang baik antara anggota organisasi demi kemudahan tercapainya tujuan
bersama (Suryantoro, 2007).
Struktur organisasi merupakan suatu sistem hubungan yang ada antara
para pelaku (anggota) organisasi. Struktur organisasi merupakan hasil dari
perencanaan yang disengaja dan dilakukan secara sadar dari bidang
pertanggungjawaban, spesialisasi, dan wewenang untuk masing – masing
anggota organisasi (Kusnadi et. al, 1999).
Struktur organisasi di PT ABC President Indonesia, Karawang adalah
struktur organisasi garis dan staf. Aliran pembagian wewenang dan tugas
dalam organisasi perusahaan ini adalah dari atasan kebawahan. Dengan
bidang tugas yang beragam dan jumlah karyawan yang banyak maka
pimpinan memerlukan bantuan staf. Diterapkannya bentuk struktur organisasi
garis dan staf pada PT ABC President Indonesia dapat memberikan dampak
yang menguntungkan bagi perusahaan, yaitu : dapat menentukan tanggung
jawab, disiplin kerja yang jauh lebih baik, diperoleh manfaat yang sebesar-
besarnya dari para ahli, koordinasi yang lebih baik, kesatuan perintah, dapat
menempatkan para ahli dalam kondisi apapun. Adapun struktur organisasi PT
ABC President Indonesia pada gambar 1.2.

Keterangan :
11

1. Head of Marketing 16. Financial Planning Manager


17. SAP (System Analysis and
2. Head of Sales
3. Head of Financial Controller Program) Development & risk
4. Beverage Group Brand
Assurance Manager
Manager 18. HR (Human Resource)
5. Food Group Brand Manager
Operation Asst Manager
6. Marketing Service Manager
19. HRM&GA (Human Resource
7. Trade Marketing Manager
8. Modern Trade Manager Management&General Affair)
9. Regional Sales Manager
Factory Asst Manager
Java 20. HR (Human Resource)
10. Regional Sales Manager
Development Asst Manager
Outer Island 21. Learning&Development Asst.
11. Sales & Operation Support
Manager
Manager 22. Purchasing Asst Manager
12. Accounting Manager 23. PPIC (Production Planning
13. Treasury Manager
and Inventory Control)&
14. Commercial Finance
Warehouse Asst Manager
Manager
24. Sales & Promotion Support
15. Costing Manager
Asst. Manager

Pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing


jabatan dalam struktur organisasi di PT ABC President Indonesia secara
umum adalah sebagai berikut:
1. President Director
Tanggung jawab dan wewenang :
a. Memimpin seluruh dewan atau komite eksekutif.
b. Memimpin rapat umum dan pembuat keputusan.
c. Bertindak sebagai perwakilan organisasi dalam hubungannya
dengan dunia luar.

2. Chief Executive Officer (CEO)


Tanggung jawab dan wewenang :
a. Merencanakan, mengelola, dan menganalisis segala aktivitas
fungsional bisnis seperti operasional, sumber daya manusia,
keuangan, dan pemasaran.
12

b. Merencanakan, mengelola, dan mengeksekusi perencanaan


strategi bisnis atau korporat baik untuk jangka waktu menengah
maupun panjang dengan mengacu pada visi dan misi
perusahaan.
c. Menjaga sustainabilitas keunggulan kompetitif perusahaan dan
meningkatkan kompetensi utama perusahaan dan
mengimplementasikannya.
3. Chief Operating Officer
Tanggung jawab dan wewenang :
a. Memecahkan permasalahan sehari-hari.
b. Mengawasi sistem dan prosedur yang berlaku di perusahaan.
c. Mengawasi target/pencapaian sasaran jangka pendek dan
administrasi.
d. Menyediakan dukungan SDM dan logistik.
4. Chief Financial Officer
Tanggung jawab dan wewenang :
a. Membentuk strategi penggalangan dana.
b. Membuat keputusan yang berhubungan dengan sumber daya
manusia.
c. Merumuskan dokumen keuangan.
d. Membahas keuangan perusahaan dengan CEO.
5. Vice President Quality & Improvement
Tanggung jawab dan wewenang :
a. Menyusun rencana kerja perusahaan sesuai dengan garis besar
kebijakan perusahaan yang telah ditetapkan.
b. Melaksanakan pengawasan dan mengkoordinir tugas-tugas yang
berhubungan dengan peningkatan mutu.
c. Berwenang menyetujui dan membatalkan setiap kegiatan yang
berhubungan dengan peningkatan mutu.
6. Head of RnD (Research and Development)
Tanggung jawab dan wewenang :
a. Mencari tahu berbagai informasi dan trend produk secara intensif
untuk memperkuat pengetahuan yang dapat menyokong
implementasi dari perkembangan proyek dan riset – riset dasar.
13

b. Mengkoordinir dan memonitor proses perkembangan produk, riset


dasar, dan riset konsumen yang dilakukan oleh unit-unit yang
bersangkutan.
c. Membantu para karyawan pabrik untuk mengatasi masalah yang
berkaitan dengan perumusan/ resep, bahan baku, proses secara
teknis, material pengemasan, dan proses sanitasi.
d. Mengecek dokumen dan mengawasi operasi yang berkaitan dengan
SOP, proses produksi, pemanduan analisis, dan kehalalan produk.
e. Memonitor seluruh pengeluaran dan mencocokkannya dengan
budget.

7. IT (Information and Technology) Manager


Tanggung jawab dan wewenang:
a. Menerima, memprioritaskan dan menyelesaikan permintaan
bantuan IT.
b. Membeli hardware IT, software dan hal-hal lain yang berhubungan
dengan hal tersebut.
c. Instalasi, perawatan dan penyediaan dukungan harian baik untuk
hardware&software.
d. Korespondensi dengan penyedia jasa eksternal termasuk Internet
Service Provider, penyedia jasa Email, hardware, dan software
supplier, dll.
e. Mengatur penawaran harga barang dan tanda terima dengan
supplier untuk kebutuhan yang berhubungan dengan IT.
f. Menyediakan data / informasi yang dibutuhkan untuk pembuatan
laporan departmen.

8. Head of HRM & GA (Human Resource Management & General


Affair)
Tanggung jawab dan wewenang :
a. Membuat perencanaan mengenai kebutuhan karyawan perusahaan.
b. Bertanggung jawab sebagai koordinator seluruh aktivitas perekrutan
karyawan.
c. Memberikan motivasi kepada karyawan agar dapat menunjukkan
kinerja yang optimal.
d. Mengelola mutasi dan rotasi karyawan.
e. Menyusun program pelatihan karyawan demi memenuhi kebutuhan
bisnis perusahaan.
f. Bertanggung jawab atas kinerja seluruh karyawan perusahaan.
14

9. Head of Purchasing & Export


Tanggung jawab dan wewenang :
a. Membuat perencanaan pembelian barang maupun jasa sesuai
permintaa pembelian yang diterima dari departmen terkait.
b. Mengatur pembelian agar barang dan kedatangannya sesuai
dengan yang diharapkan oleh departmen terkait.
c. Mencari dan membandingkan beberapa supplier untuk
mendapatkan harga dan kualitas yang baik.
d. Memberikan beberapa alternatif pengganti untuk barang/jasa (jika
diperlukan).
e. Melakukan negosiasi harga, penalty, cara dan waktu pembayaran
serta cara dan waktu pengiriman.
f. Membuat “claim / complain supplier” jika terjadi penyimpangan
g. Mengontrol kegiatan pembelian (harga, kualitas, dan delivery) dan
administrasi pembelian.
h. Memproses permintaan pembelian menjadi Po (Purchase Order)
serta memonitor kedatangan barang / jasa.

10. Head of Marketing


Tanggung jawab dan wewenang :
a. Bertanggung jawab atas mengadakan dan pengiriman barang
(kualitas, kuantitas dan tepat waktu) sesuai permintaan Tranding
dan Sales & Marketing Division.
b. Bertanggung jawab atas kelancaran operasional, termasuk
transportasi sesuai area tanggung jawabnya, dari aktifitas Bulk
Tranding and Branded Sales, serta melakukan evaluasi terhadap
jasa transportasi dan klaim perusahaan dan kehilangan barang
dalam pengiriman.
c. Berkoordinasi dengan bagian Supply Chain dari Sales & Marketing
Division dalam hal pengiriman produk.
11. Head of Sales
Tanggung jawab dan wewenang :
a. Merencanakan kegiatan penjualan terhadap target konsumen
secara sistematik, serta melengkapi laporan kegiatan untuk setiap
hubungan yang dilakukan.
b. Memelihara semua hasil analisis penjualan yang telah dibuat.
15

c. Melakukan tindak lanjut pelayanan, untuk memberikan kepuasan


kepada konsumen.
12. Head of Financial Controller
Tanggung jawab dan wewenang :
a. Merencanakan dan meramalkan beberapa aspek dalam
perusahaan. termasuk perencanaan umum keuangan perusahaan.
b. Mengambil keputusan penting investasi dan berbagai pembiayaan
c. Menjalankan dan mengoperasikan roda kehidupan perusahaan
seefisien mungkin dengan menjalin kerja sama dengan manajer
lainnya.
d. Penghubung antara perusahaan dengan pasar keuangan sehingga
bisa mendapatkan dana dan memperdagangkan surat berharga
perusahaan.
13. Head of Factory, Distribution & Logistic
Tanggung jawab dan wewenang :
a. Melakukan pengadaan barang dan/atau jasa yang diperlukan para
unit kerja lain guna mendukung pelayanan dan operasional
perusahaan.
b. Melakukan analisa kebutuhan pengadaan barang dan/atau jasa
yang diminta para unit kerja lain.
c. Melaksanakan tata administrasi penerimaan dan pengeluaran
barang dari dan ke gudang sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan.
d. Mengkoordinasikan semua kegiatan untuk mencapai biaya terendah
logistik.
e. Bekerja sama dengan kepala bagian PPIC dalam penyusunan
rencana dan jadwal produksi.
f. Memonitor pelaksanaan rencana produksi agar dapat dicapai hasil
produksi sesuai jadwal, jumlah, dan mutu yang ditetapkan.
g. Bertanggung jawab atas pengendalian bahan baku dan efisiensi
penggunaan tenaga kerja, mesin, dan peralatan.
h. Selalu menjaga agar fasilitas produksi berfungsi sebagaimana
mestinya.

14. QA (Quality Assurance)/QC (Quality Control) Manager


Tanggung jawab dan wewenang :
16

a. Bertanggung jawab dalam mengontrol dan menjamin seluruh raw


material (termasuk bahan bakar, chemical, packaging dll), work in
process dan finished product sesuai dengan halal, GMP (Good
Manufacturing Practices), Food International Standart dan HACCP
(Hazard Analysis and Critical Control Points).
b. Memberikan persetujuan releasing dan rejecting produk sesuai
dengan hasil inspeksi dan tes.
c. Bertanggung jawab atas kredibilitasi hasil analisa laboratorium.
d. Menafsirkan dan menerapkan standar jaminan kualitas serta
evaluasi standar jaminan kualitas.
e. Mendokumentasikan audit internal dan kegiatan jaminan kualitas
lainnya.
f. Menyelidiki keluhan pelanggan dan masalah ketidaksesuaian.
15. Utility Manager
Tanggung jawab dan wewenang :
a. Mengkoordinir dan mengawasi kegiatan pengolahan air yang akan
digunakan untuk produksi, yaitu soft wateruntuk proses produksi mie
instan dan Reverse Osmosis pada pembuatan minuman, serta air
bersih yang digunakan untuk kegiatan penunjang lainnya di dalam
kantor.
b. Mengkoordinir dan mengawasi kegiatan pengolahan limbah yang
dihasilkan dari proses produksi.
c. Bertangungjawab dalam penyediaan bahan bakar, uap panas untuk
proses pembuatan mie instan, serta ketersediaan listrik.

16. TQM (Total Quality Management) Manager


Tanggung jawab dan wewenang :
a. Bertanggungjawab dalam memaksimalkan kinerja karyawan.
b. Melakukan proses perbaikan secara kontinyu sehingga kualitas
produksi meningkat baik dari segi sumber daya manusia, mesin
peralatan, prosedur, dan lainnya yang berhubungan dengan proses
produksi.
c. Bertanggung jawab terhadap kepuasan pelanggan atas produk
yang dihasilkan.
17. Production Noodle Asst. Manager
17

Tanggung jawab dan wewenang :


a. Bertanggung jawab atas ketersediaan bahan baku hingga bahan
penunjang proses pembuatan mie instan.
b. Bertanggung jawab atas kondisi mesin dan peralatan yang siap
pakai pada proses pembuatan mie instan serta perawatannya.
c. Bertanggung jawab atas penempatan limbah yang dihasilkan
sebelum diserahkan ke bagian utilitas.
d. Mengawasi jalannya proses produksi mie instan agar sesuai dengan
prosedur.
e. Bertanggungjawab atas kualitas produk akhir yang dihasilkan.
f. Melakukan koordinasi dengan bagian PPIC atas jenis dan jumlah
mie instan yang akan di produksi.
g. Melakukan koordinasi dengan bagian utilitas atas ketersedian air,
uap air, listrik serta pembuangan limbah dari proses produksi mie
instan.

18. Production Beverage Asst. Manager


Tanggung jawab dan wewenang :
a. Bertanggung jawab atas ketersediaan bahan baku hingga bahan
penunjang proses pembuatan minuman.
b. Bertanggung jawab atas kondisi mesin dan peralatan yang siap
pakai pada proses pembuatan minuman serta perawatannya.
c. Bertanggung jawab atas penempatan limbah yang dihasilkan
sebelum diserahkan ke bagian utilitas.
d. Mengawasi jalannya proses produksi minuman agar sesuai dengan
prosedur.
e. Bertanggungjawab atas kualitas produk akhir yang dihasilkan.
f. Melakukan koordinasi dengan bagian PPIC atas jenis dan jumlah
minuman yang akan di produksi.
g. Melakukan koordinasi dengan bagian utilitas atas ketersedian air,
uap air, listrik serta pembuangan limbah dari proses produksi
minuman.

G. Ketenagakerjaan
1. Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan komponen yang sangat diperlukan oleh
perusahaan. Populasi pekerja adalah bagian dari lingkungan perusahaan.
Tenaga kerja yang ada diperusahaan (manufaktur) berjumlah 486
18

karyawan. Jumlah karyawan laki-laki sebanyak 292 orang dan jumlah


karyawan perempuan sebanyak 194 orang. Adapun tingkat pendidikan
tenaga kerja dimulai tingkat SMP hingga Sarjana. Secara sederhana para
pekerja adalah pegawai dari perusahaan dan sekaligus anggota
masyarakat di daerah sekitar perusahan. Tenaga kerja di PT ABC
President Indonesia dibedakan atas dasar:
a. Pekerja tetap
Pekerja tetap adalah pekerja yang terikat dalam suatu hubungan
kerja dengan perusahaan, tidak didasarkan atas jangka waktu tertentu
atau selesainya pekerjaan tertentu.
b. Pekerja tidak tetap (sistem kontrak)
Pekerja tidak tetap adalah pekerja yang terikat dalam suatu
hubungan kerja dengan perusahaan yang didasarkan atas jangka
waktu tertentu atau selesainya pekerjaan tertentu. Pada perusahaan
ini sistem kontrak dilakukan selama 6 bulan. Apabila kinerjanya
dianggap baik, maka kontrak akan diperpanjang dan bahkan dapat
diangkat sebagai pekerja tetap.
Tenaga kerja yang ada di PT ABC President Indonesia bervariasi
mulai dari tingkat SMA sampai tingkat Sarjana, adapun penempatan
bagian–bagiannya disesuaikan berdasarkan skill dan pengalaman.
2. Hari dan Jam Kerja

Tenaga kerja yang ada diperusahaan tersebut didistribusikan pada


tiap–tiap bagian kerja perusahaan:

a. Jam kerja karyawan pada dasarnya adalah 8 jam per hari atau 40 jam
seminggu. Hal ini sesuai dengan UU No.13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.

b. Jam kerja untuk karyawan yang ditetapkan sebagai berikut :

1) Office 08.00 – 17.00 WIB

2) Shift 1 07.00 – 16.00 WIB

3) Shift 2 16.00 – 00.30 WIB


19

Kelebihan jam kerja seperti diatas dihitung sebagai lembur (overtime).


3. Kesejahteraan

Perusahaan dalam hal ini PT ABC President Indonesia juga


menyediakan jaminan kesejahteraan bagi karyawannya, hal ini bertujuan
agar karyawan dapat bekerja dengan tenang dan nyaman sehingga
proses produksijuga dapat berjalan dengan lancar dan tidak mengganggu
kelangsungan produksi. Sarana dan prasarana yang diberikan antara lain:

a. JAMSOSTEK

b. Asuransi/Askes

c. Poliklinik perusahaan

d. Koperasi (simpan dan pinjam).

e. Bonus tahunan, Tunjangan Hari Raya

f. Tunjangan uang makan dan transport.

g. Cuti hari raya

h. Cuti hamil

i. Seragam/pakaian kerja

j. Kantin

k. Rekreasi/acara pembukaan awal kerja bersama keluarga.

l. Pengembangan karyawan antara lain :

1) Mengikutsertakan karyawan berprestasi pada program pelatihan


di lembaga training untuk meningkatkan kinerja karyawan dan
seminar-seminar sesuai bidangnya masing-masing guna
menambah wawasan karyawan.
20

2) Mengadakan promosi bagi karyawan berprestasi, sehingga dapat


memacu karyawan untuk dapat bekerja maksimal.

3) Pengadaan pelatihan sertifikasi halal, ISO, dan HACCP.

4) Training di masing-masing bidang sesuai dengan divisinya.


BAB II
PROSES PRODUKSI

A. Tinjauan Pustaka
1. Mie
Mie merupakan makanan yang paling populer di Asia. Sekitar 40%
dari konsumsi tepung terigu di Asia digunakan untuk pembuatan mie. Di
Indonesia pada tahun 1990, penggunaan tepung terigu untuk pembuatan
mie mencapai 60-70% (Kruger dan Matsuo, 1996). Hal ini menunjukkan
bahwa mie merupakan makanan yang paling populer di Asia khususnya
Indonesia hingga saat ini. Mie pertama kali dibuat dari bahan baku beras
dan tepung kacang-kacangan. Di Indonesia produk mie merupakan
makanan yang banyak digunakan sebagai pengganti nasi. Produk mie ini
berbahan dasar tepung terigu yang berasal dari tanaman gandum.
Menurut Irviani dan Nisa (2014), pada tahun 2012 impor gandum telah
menembus angka 6,3 juta ton.
Mie merupakan salah satu makanan popular di kawasan Asia. Mie
diperkirakan telah ada sejak 4000 tahun lalu. Namun sejarah asal usul
mie masih simpang siur. Bangsa Italia, Cina, Arab masing-masing
mengklaim sebagai pencipta mie. Menurut sejarah, mie pertama dibuat di
daratan Cina saat zaman Dinasti Han pada tahun 25-200 AD. Mie
kemudian berkembang ke negara-negara Asia Tenggara seperti Jepang,
Korea dan Taiwan. Tak berhenti sampai disitu, setelah Marco Polo
berkunjung ke Cina ia membawa serta mie pulang ke Eropa sebagai oleh-
oleh. Pada perkembangannya, mie yang dibawa Marco Polo ke Eropa
berubah menjadi pasta seperti yang kita tahu saat ini. (Faddhilah, 2015).
Seni menggiling gandum telah lebih dahulu berkembang di Timur
Tengah, seperti di Mesir dan Persia. Pada awalnya mie diproduksi secara
manual, baru pada tahun 700-an sejarah mencatat terciptanya mesin
pembuat mie berukuran kecil dengan menggunakan alat mekanik. Evolusi
pembuatan mie berkembang secara besar-besaran setelah T. Masaki
pada tahun 1854 berhasil membuat mesin pembuat mie mekanik yang
dapat memproduksi mie secara massal. (Ramesia, 2013).
Mie dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok. Pembagian
jenis mie yang paling umum yaitu berdasarkan warna, ukuran diameter
mie, bahan baku, cara pembuatan, jenis produk yang dipasarkan, dan
kadar air. Berdasarkan warnanya, mie yang ada di Asia dibagi menjadi
dua jenis, yaitu mie putih dan mie kuning karena penambahan alkali
(Pagani, 1985). Berdasarkan bahan bakunya, mie dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu mie dengan bahan baku dari tepung terutama
tepung terigu dan mie transparan dengan bahan baku dari pati misalnya
soun dan bihun. Berdasarkan cara pembuatannya, mie dibedakan
menjadi mie basah mentah dan mie basah matang, sedangkan
berdasarkan jenis produk yang tersedia di pasar terdapat dua jenis mie
yaitu mie basah (contohnya mie ayam dan mie kuning) dan mie kering
contohnya mie telur dan mie instan (Pagani, 1985). Komposisi dasar dari
produk mie kering dan mie basah pada umumnya hampir sama.
Perbedaan dari kedua produk ini ialah kadar air dan tahapan proses
pembuatan.
Menurut Koswara (2005) Pembuatan mie juga telah bersifat modern
dan dapat dilakukan secara kontinyu. Berdasarkan segi tahap
pengolahan dan kadar airnya, miedapat dibagi menjadi 5 golongan:
a. Mie mentah/segar, adalah mie produk langsung dari proses
pemotongan lembaran adonan dengan kadar air 35 persen.
b. Mie basah, adalah mie mentah yang sebelum dipasarkan mengalami
perebusan dalam air mendidih lebih dahulu, jenis mie ini memiliki
kadar air sekitar 52 persen.
c. Mie kering, adalah mie mentah yang langsung dikeringkan, jenis mie
ini memiliki kadar air sekitar 10 persen.
d. Mie goreng, adalah mie mentah sebelum dipasarkan lebih dahulu
digoreng.
e. Mie instan adalah mie mentah, yang telah mengalami pengukusan
dan dikeringkan sehingga menjadi mie instan kering atau digoreng
sehingga menjadi mie instan goreng (instant fried noodles).
2. Mie Instan
Mie instan pertama kali diciptakan oleh Mamofuku Ando. Ia
merupakan pria berkebangsaan Jepang yang lahir di Taiwan pada tahun
1911. Dirinya pertama kali membuat mie instan pada tahun 1958.
Usahanya tersebut dapat dikatakan sukses dan berhasil yang membuat ia
mendirikan sebuah perusahaan Nissin Foods. Chicken Ramen rasa ayam
menjadi produksi pertama dari perusahaannya tersebut. Kemudian pada
tahun 1971, usaha tersebut semakin berkembang dan berhasil untuk
memproduksi mie dalam gelas yang diberi merk Cup Noodle.Ide tersebut
ternyata dapat mendatangkan kesuksesan untuk Ando. Pada tahun 1970
ia berhasil memasarkan mie instan dengan kemasan yang efisien dan
praktis. Ia tidak hanya memasarkan produknya di Asia saja melainkan
juga ke wilayah Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa lainnya.
Mereka menyambut baik impor makanan inovatif yang dilakukan Ando
tersebut. Bahkan ada beberapa pengusaha Eropa yang menjulukinya
sebagai “The Inovator of The Year”. (Setiawati, 2015).
Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 01-3551-2000, mie
instan didefinisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari
tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan
bahan tambahan makanan yang diizinkan, berbentuk khas mie dan siap
dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih dengan
adanya penambahan bumbu. Mie instan umumya dikenal sebagai ramen.
Mie ini dibuat dengan penambahan beberapa proses setelah diperoleh
mie segar. Tahap-tahap tersebut yaitu pengukusan, pembentukan, dan
pengeringan. Kadar air mie instan umumnya mencapai 5-8% sehingga
memiliki daya simpan yang lama (Astawan, 1999).
3. Bahan – Bahan Pembuatan Mie Instan
Pada proses pembuatan Mie instan, diperlukan sejumlah bahan
utama dan bahan tambahan. Masing-masing bahan memiliki peranan
tertentu seperti menambah bobot, volume, memperbaiki mutu, cita rasa,
maupun warna. Kadar pencampuran tersebut sangat bervariasi
disesuaikan dengan permintaan kosumen dan perhitungan ekonomis.
Berikut ini akan dibahas bahan baku yang diperlukan dalam pembuatan
mie dan peranannya masing-masing (Astawan, 1999).

1. Tepung terigu: Diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare) yang


digiling. Keistimewaan tepung terigu diantara serelia lainnya adalah
kemampuannya membentuk gluten pada saat mie dibasahi dengan
air, sehingga mie tidak mudah putus pada saat percetakan dan
pemasakaan. Tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan Mie
yaitu Segitiga Biru dan Cakra Kembar.

2. Air : Sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat (akan


mengembang), melarutkan garam, membentuk sifat kenyal gluten,
dengan pH antara 6-9 serta air yang ditambahkan umumnya sekitar
28-38% dari jumlah campuran bahan yang digunakan.

3. Garam dapur : Digunakan untuk memberi rasa, memperkuat tekstur


mie, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mie, serta untuk
mengikat air, selain itu garam dapur dapat menghambat enzim
protease dan amilase sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak
mengembang secara berlebihan.

4. Telur: Digunakan untuk meningkatkan mutu protein mie dan


menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah terputus.

5. CMC : Berfungsi sebagai pengembang. Bahan ini dapat


mempengaruhi sifat adonan, memperbaiki ketahanan terhadap air
dan mempertahankan keempukan selama penyimpanan.

6. Zat pewarna: Berfungsi sebagai pembentuk warna yang khas mie


biasanya warna kuning (tartazine yellow) agar warna tampak
homogen.

7. Natrium Benzoat: digunakan sebagai pegawet karena dapat


mematikan mikroba.

8. Minyak kacang : digunakan untuk memperhalus tekstur mie dan untuk


mencegah kelengketan antara piligan mie.

9. Pengatur keasaman: digunakan agar mie lebih awet dan tahan lama.
10. Perisa Ayam: digunakan agar mie lebih nikmat dengan tersantapnya
rasa kaldu ayam di dalamnya.
Menurut Winarno (2002) Raw material atau bahan-bahan baku yang
diperlukan dalam pembuatan mie instan dibagi menjadi 3 bagian:
1. Bahan Baku Utama (BBU)

a. Tepung terigu

b. Tepung tapioka

c. Minyak Goreng Nabati

d. Air

e. Ingredient (garam-garam)

f. Antioksidan (TBHQ)

2. Bahan Baku Tambahan (BBT)

a. Bumbu, cabe, kecap, chili sauce

b. Solid ingredient, bawang goreng

3. Pengemas.

a. Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan bahan dasar dalam pembuatan mie.
Tepung terigu diperoleh dari tepung gandum (Triticum vulgare) yang
digiling. Keistimewaan terigu dari serelia lain ialah kemampuannya
membentuk gluten pada saat dibasahi air. Sifat elastis gluten pada
adonan ini menyebabkan mie yang dihasilkan tidak mudah putus
pada proses pencetakan dan pemasakan (Astawan,1999).
Tepung terigu merupakan hasil penggilingan biji gandum berupa
endosperm yang terpisah dari lembaga. Terigu mengandung
karotenoid yaitu xanthofil yang tidak mempunyai aktivitas vitamin A
(Meyer, 1973). Terigu mempunyai kedudukan istimewa dibandingkan
tepung-tepung lainnya. Keistimewaan tepung terigu terletak pada
protein yang dikandungnya. Kandungan protein total pada tepung
terigu bervariasi antara 7% – 18%, tetapi pada umumnya 8% – 14%.
Sekitar 80% dari protein tersebut merupakan gluten (Matz, 1972).
Menurut de Man (1997), modifikasi kimiea protein gluten
memegang peranan penting, terutama reaksi yang mengakibatkan
terputusnya atau terbentuknya ikatan S-S dapat sangat
mempengaruhi kelarutan dan sifat elastisitas seperti pemanjangan
dan kekenyalan. Jenis ikatan disulfida dalam protein (gambar 2.1.)
pada pencampuran dengan air protein tepung mengikat air dan
menggelembung hingga keseluruhan adonan cenderung bersifat
lembek. Pada saat ini terjadi perubahan bentuk molekul protein
menjadi kurang melingkar dan saling mengikat antar molekulnya.
Gliadin dan glutenin pada tepung dengan adanya air akan
membentuk gluten yang elastis.

Intramolekul
(Gliadin gandum)

Intramolekul dan
sambung silang linier
(Glutenin gandum)

Gambar 2.1. Jenis Ikatan Disulfida


dalam Protein (De Man, 1997)
Reduksi ikatan disulfida dalam gliadin dan glutenin
mengakibatkan lipatan rantai peptida terbuka (gambar 2.2.)
perubahan jenis ini mempunyai pengaruh yang kuat terhadap sifat
reologi adonan.

Gambar 2.2. Jenis Ikatan Disulfida dalam Gliadin dan Glutenin


(De Man, 1997)
Menurut Astawan (1999), Berdasarkan kandungan protein, tepung
terigu yang beredar di pasaran dapat dibedakan menjadi 3 macam
yaitu:
a) Hard flour, tepung ini berkualitas paling baik, kandungan
proteinnya 12% – 13%. Tepung ini biasa digunakan untuk
pembuatan roti dan mie yang berkualitas tinggi, contohnya: tepung
terigu cakra kembar.

b) Medium hard, terigu jenis ini mengandung protein 9,5% – 11%.


Tepung ini banyak digunakan untuk pembuatan roti, mie dan
macam-macam kue, serta biskuit, contohnya tepung segitiga biru.

c) Soft flour, terigu ini mengandung protein 7% – 8,5%.


Penggunaanya cocok sebagai bahan pembuat kue dan biskuit,
contohnya terigu kunci biru.
Kadar protein memiliki pengaruh terhadap daya patah mie instan
yang dihasilkan, semakin tinggi kadar protein, maka daya patah mie
instan akan semakin tinggi. Protein dalam tepung menghasilkan
struktur mie yang kuat yang dihasilkan dari adanya ikatan yang kuat
antara komponen pati dan protein sehingga daya patahnya juga
meningkat (Oh, et al., 1985).
Tabel 2.1. Kandungan gizi Tepung Terigu

Kandungan gizi Jumlah


Kalori (Kal) 365.00
Protein (g) 8.90
Lemak (g) 1.30
Karbohidrat (g) 77.30
Kalsium (mg) 16.00
Fosfor (mg) 106.00
Besi (mg) 1.20
Vitamin A (S.I) 0.00
Vitamin B1 (mg) 0.12
Vitamin C (mg) 0.00.00
Air (g) 12.00
BDD (%) 100
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I (2004).
Pada perusahaan makanan, tepung terigu yang digunakan harus
sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu tepung terigu
jenis hard flour (jenis kuat) dimana tepung terigu jenis ini memiliki
kandungan protein yang tinggi sehingga bisa menghasilkan adonan
yang elastis dan tidak mudah putus. Jumlah kadar protein sesuai
dengan standar adalah minimal 9% dan maksimal 14% (Kent, 1983).

b. Tepung Tapioka
Tepung tapioka memiliki daya serap air yang besar sehingga
mempermudah proses dehidrasi yaitu granula pati kembali ke posisi
semula (Winarno, 2002). Tabel komposisi tepung tapioka dapat dilihat
dalam tabel berikut :
Tabel 2.2.Komposisi Tepung Tapioka (per 100 gram bahan)
Komposisi Jumlah
Kalori (Kal) 363.0
Karbohidrat (g) 88.2
Protein (g) 1.1
Lemak (g) 0.5
Air (g) 9.0
Ca (mg) 84.0
Phosphor (mg) 125.0
Zat Besi (mg) 1.0
Vitamin B (mg) 0.4

Soedarmo (1987).

Pada proses pembuatan mie, tepung tapioka berfungsi untuk


meningkatkan kelembutan dan gelatinisasi mie. Pada pembuatan mie
perlu diperhatikan perbandingan pencampuran antara tepung terigu
dan tepung tapioka, semakin banyak penambahan tepung tapioka
maka akan mempengaruhi kelembutan tekstur dan keranyahan dari
produk mie itu sendiri dimana mie akan semakin renyah.
Granula-granula tepung tapioka terletak pada sel umbi akar,
mempunyai bentuk sama dengan pati kentang. Granula tepung
tapioka berukuran 3-35 mm dan mempunyai sifat birefringent yang
kuat. Pati tapioka tersusun atas 20% amilosa dan amilopektin
(Winarno, 1991).
Proporsi penggunaan tepung terigu untuk industri pengolahan mie
di Indonesia relatif besar. Oleh sebab itu, pemanfaatan tepung tapioka
sebagai pensubstitusi (mengurangi penggunaan) terigu dalam
pembuatan mie diharapkan dapat memberi keuntungan yang cukup
besar (Astawan, 1999). Tepung tapioka bisa digunakan sebagai
bahan alternatif agar mie tetap kenyal. Selain sebagai bahan pembuat
mie, tepung tapioka dapat digunakan sebagai “dusting”, yang berguna
agar mie tidak lengket saat dicetak (Yuyun, 2008).
c. Air Alkali

Penambahan air dalam adonan berfungsi untuk membentuk


konsistensi adonan yang diinginkan. Umumnya air yang ditambahkan
dalam pembuatan mie antara 30-35%, suhu air yang disarankan
untuk pembuatan mie sebesar 25-350C, untuk mengaktifkan enzim
amilase yang akan memecah pati menjadi dekstrin dan protease yang
akan memecah gluten, sehingga menghasilkan adonan lembut dan
halus. Jika suhu kurang dari 250C adonan menjadi keras, rapuh, dan
kasar. Jika suhu lebih dari 400C akan menghasilkan mie dengan
tingkat elastisitas yang menurun dan kelengketannya meningkat
(Bhusuk dan Rasper, 1994).

Air merupakan komponen penting dalam pengembangan gluten,


selain itu juga berfungsi sebagai media dalam pencampuran garam
dan pengikatan karbohidrat sehingga membentuk adonan yang baik.
Air akan menyebabkan serat-serat gluten mengembang karena gluten
menyerap air. Semakin banyak air yang diserap semakin kembang
adonan yang dihasilkan. Konsentrasi air yang ditambahkan pada
pembuatan mie harus sesuai karena akan mempengaruhi terhadap
tekstur mie yang dihasilkan (Winarno, 2002).

Di Cina, mie basah biasa dibuat dari terigu jenis lunak dan
ditambahkan kansui. Yang dimaksud kansui adalah larutan alkali yang
tersusun oleh garam natrium dan kalium karbonat. Larutan ini
digunakan untuk menggantikan fungsi natrium klorida dalam formula.
Garam karbonat ini membuat adonan bersifat alkali yang
menghasilkan mie yang kuat dengan warna kuning yang cerah.Warna
tersebut muncul akibat adanya pigmen flavonoid yang berwarna
kuning pada keadaan alkali (Hoseney, 1994).

Menurut Sunaryo (1985) air yang digunakan haruslah air lunak


yang bersih artinya air yang memiliki persyaratan mutu air untuk
industri yaitu air yang baik secara kimiawi dan mikrobiologis. Fungsi
air alkali sebagai bahan tambahan membuat mie instan adalah: Media
reaksi antara glutenin dan karbohidrat, larutan garam, membentuk
sifat kenyal pada glutein.

Sunaryo (1985) menyatakan bahwa natrium karbonat dan garam


fosfat telah sejak dahulu dipakai sebagai alkali utuk pembuatan mie.
Komponen tersebut berfungsi untuk mempercepat pengikatan gluten,
meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas (garam fosfat) dan
meningkatkan kehalusan tekstur (pengaruh senyawa Na2CO3).
Menurut Astawan (2008), Terdapat beberapa jenis garam alkali yang
biasa digunakan dalam pada pembuatan mie antara lain sebagai
berikut:

1. Sodium karbonat (Na2CO3) atau dikenal dengan nama soda abu.

2. Potasium karbonat (K2CO3) atau kalium karbonat.

3. STPP (sodium tripolifosfat).

4. Kansui (air abu).

Garam alkali yang ditambahkan pada pembuatan mie cukup dipilih


satu jenis saja atau campuran dari 2 jenis. Jumlah maksimum garam
alkali yang ditambahkan pada pembuatan mie adalah 1 % dari total
pemakaian tepung terigu yang digunakan (Astawan, 2008).

Garam alkali memiliki peranan yang sangat penting untuk


menciptakan kondisi basa dalam pembuatan mie. Garam alkali yang
baik digunakan adalah garam alkali Na2CO3 dengan konsentrasi
sebesar 0,6 % dari berat bahan karena garam alkali ini lebih baik
terutama dalam parameter umur simpan, kekerasan, kelengketan,
elastisitas, dan warna dibandingkan garam alkali STTP dengan
konsentrasi 0,2% (Puspasari, 2007).

Natrium karbonat (Na2CO3), dan kalium karbonat (K2CO3) sebagai


tambahan pada mie segar atau mie yang segera dimasak setelah
dipotong. Penggunaan senyawa ini mengakibatkan pH lebih tinggi
yaitu pH 7,0-7,5, warna sedikit kuning dan flavor disukai oleh
konsumen. Komponen-komponen tersebut berfungsi untuk
mempercepat pengikat gluten, meningkatkan elastisitas dan
fleksibilitas (garam fosfat).Sodium tripolifosfat (Na2HPO4) digunakan
sebagai bahan pengikat air agar air dalam adonan tidak menguap
sehingga adonan tidak mengalami pengerasan atau kekeringan
dipermukaan sebelum proses pembentukan lembaran adonan
(Tranggono, dkk, 1990).

Natrium karbonat dan kalium karbonat juga dapat meningkatkan


pengikatan air karena reaksi senyawa tersebut dengan pati dan air
akan menghasilkan gas CO2. Dengan adanya gas CO2 berarti
terbentuk rongga antar ruang granula pati. Hasilnya ketika perebusan
mie, air yang terserap akan lebih banyak (Ratnawati, 2003).

Menurut Astawan (2008), Fungsi penambahan garam alkali ke


dalam pembuatan mie adalah sebagai berikut:

a. Menguatkan struktur gluten sehingga menjadi mie yang lentur.

b. Mengubah sifat pati tepung terigu sehingga menjadi lebih kenyal.

c. Mengubah sifat zat warna (pigmen) dalam terigu sehingga lebih


cerah.

d. Semakin besar garam alkali yang digunakan, mie semakin keras


dan kenyal. Namun, penggunaan yang berlebihan akan
menyebabkan bau yang tidak sedap pada mie yang dihasilkan.

d. NaCl (Garam Dapur)

Menurut Sunaryo (1985), biasanya dalam pembuatanmie jarang


digunakan tambahan bumbu seperti gula, karena gula pada
penggorengan (suhu tinggi) akan menyebabkan reaksi karamelisasi.
Biasanya dalam pembuatan mie instan dapat ditambahkan garam.
Garam yang digunakan biasanya NaCl dimana pada garam NaCl
yang digunakan adalah kemurniannya.

Natrium klorida sangat berpengaruh dalam proses pengolahan


bahan pangan. Pada konsentrasi rendah mempengaruhi cita rasa
yaitu persyaratan terhadap organoleptik sedangkan pada konsentrasi
tinggi garam sebagai pengawet bahan makanan. Pada konsentrasi
tinggi dapat mengubah beberapa faktor dalam komponen gizi
berbagai bahan pangan. Dalam pembuatan mie, penambahan garam
dapur untuk memberi rasa, memperkuat tekstur mie, meningkatkan
fleksibilitas, dan elastisitas mie, serta untuk mengikat air. Selain itu,
garam dapur dapat menghambat aktivitas enzim protease dan
amilase sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak mengembang
secara berlebihan (Astawan, 2008).

Penggunaan garam 1-2% akan meningkatkan kekuatan lembaran


adonan dan mengurangi kelengketan, sehingga mempermudah
proses pencetakan mie dan menghasilkan mie yang elastisitas. Di
Jepang, pembuatan mie pada umumnya ditambahkan 2 atau 3%
garam ke adonan mie (Winarno, 1991).

e. Minyak goreng

Minyak dapat digunakan sebagai medium penggorengan bahan.


Dalam penggorengan, minyak berfungsi sebagai medium penghantar
panas, menambah rasa gurih dan kalori dalam bahan. Minyak yang
telah rusak mengakibatkan kerusakan nilai gizi, tetapi juga merusak
tekstur, flavor, dari bahan yang digoreng. Kerusakan minyak selama
penggorengan akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi bahan yang
digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi
akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita
rasa yang tidak enak. Hasil oksidasi lemak dalam bahan pangan tidak
hanya mengakibatkan rasa dan bau tidak enak tetapi juga dapat
menurunkan nilai gizi karena kerusakan vitamin (karoten dan
tokoferol) dan asam lemak essensial dalam lemak (Ketaren, 1986).
Untuk menghindari penurunan mutu akibat proses oksidasi, cara
yang paling ampuh adalah dengan penambahan antioksidan.
Beberapa antioksidan untuk minyak goreng yaitu Butylated
hydroxyanisole (BHA), Butylated hydroxytoluene (BHT), Propylgallate
(PG), dan Tertierbutyl hydroquinon (TBHQ). TBHQ telah terbukti
sebagai antioksidan yang paling efektif untuk minyak nabati maupun
lemak hewani karena TBHQ bersifat lebih tahan terhadap panas
dibandingkan antioksidan lainnya sehingga mempunyai sifat carry
through yang baik dan tetap memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi
setelah pemanasan.

f. Bahan Tambahan Mie Instan

Setiap bungkus mie instan terdapat satu sachet bumbu dan


beberapa bahan-bahan lainnya, seperti flavouring, kecap, saos, dan
solid ingredient. Flavouring yang terdapat dalam sachet bumbu
mengandung MSG (Monosodium Glutamat), garam, gula, bahan-
bahan penggurih seperti HVP (Hydrolized Vegetable Protein) dan
yeast extract dan lain-lain. Bahan penambah rasa atau flavour yang
digunakan pada bumbu akan memberi rasa mie seperti ayam
bawang, ayam panggang, kari ayam, soto ayam, baso, sate dan
sebagainya. Kecap mengandung gula, garam, kedelai, bahan
pengawet natrium benzoat dan nipagin. Solid ingredient adalah
bahan-bahan pelengkap berupa sosis, suwiran sayur, bawang goreng,
cabe kering dan sebagainya (Manurung, 2010).

1) Pengawet

Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan


bertujuan menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada
pangan baik yang bersifat patogen maupun tidak patogen,
memperpanjang umur simpan pangan, tidak menurunkan kualitas
gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan,
tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas
rendah, tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan
bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan, dan
tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan
(Cahyadi, 2008).

Rumus kimia natrium benzoat yaitu C7H5NaO2, banyak


terdapat pada sayuran dan buah-buahan. Termasuk kedalam zat
pengawet organik. Pengawet yang banyak dijual dipasaran dan
digunakan untuk mengawetkan bebagai bahan makanan adalah
benzoat, yang biasanya terdapat dalam bentuk natrium benzoat
dan kalium benzoat karena lebih mudah larut. Benzoat sering
digunakan untuk mengawetkan berbagai pangan dan minuman
seperti sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus sambal,
selai, jeli, manisan, kecap, dan lain-lain (Cahyadi, 2008).

Pada kecap, pengawet yang paling umum digunakan adalah


asam benzoat dan nipagin (Chu et al., 2003). Asam benzoat
memiliki aktivitas antimikroba yang optimum pada pH 2,5-4,0.
Sedangkan nipagin memiliki aktivitas antimikroba yang sama
seperti benzoat tetapi efektif pada rentang pH yang lebih luas.
Kombinasi dari pengggunaan asam benzoat dan nipagin sebagai
pengawet dalam makanan dapat meningkatkan daya tahan
makanan karena peningkatan efek antimikrobanya (Ponte dan
Tsen, 1985).

2) Penyedap

Monosodium Glutamat = monosodium -L- glutamat adalah


garam natrium dari asam glutamat yang sangat luas digunakan
sebagai bumbu penyedap. Glutamat banyak dijumpai dalam alam,
juga terdapat dalam makanan dan tubuh manusia, baik dalam
bentuk bebas maupun terikat sebagai peptida maupun protein.
Glutamat yang terikat dengan protein tidak mempunyai daya
penyedap seperti bentuk bebas. Jenis makanan yang
mengandung banyak protein seperti ASI (air susu ibu), susu sapi,
keju dan daging mengandung banyak glutamat sedangkan
sebagian besar sayuran sedikit kandungan glutamatnya, tetapi
ada sayuran atau buah tertentu yang mengandung banyak
glutamat bebas seperti jamur-jamur, tomat, peas (Santoso dan
Ranti, 1999).

3) Pewarna

Tartrazin merupakan pewarna pangan berupa bubuk berwarna


kuning jingga dengan rumus kimia C16H9N4Na3O9S2. Tartrazin
merupakan turunan dari coal tar, yaitu campuran antara senyawa
fenol, hidrokarbon polisiklik, dan
heterosiklik.Kelarutan tartrazine bersifat mudah larut di dalam air,
sedikit larut dalam alkohol 95%, mudah larut dalam gliserol dan
glikon. Oleh karena itu, tartrazine cenderung dijadikan bahan
pewarna pada minuman. Bahan ini dapat tahan terhadap asam
asetat, HCl, dan NaOH 10% jika tercampur dengan NaOH 30%
warna akan berubah menjadi kemerahan. Batas maksimum
penggunaan tartrazin adalah 7.5 mg/kg berat badan (Manurung,
2010).

4) Pengembang

Untuk mendapatkan porositas, konsistensi, dan elastisitas


yang tinggi pada mie, dapat ditambahkan bahan penunjang
seperti monogliserida, lesitin, natrium karbonat dan sebagainya.
Pada produk mie instan komersial sering digunakan pula kalium
karbonat, natrium polifosfat, karboksimetil selulosa (CMC), dan
kadang-kadang guar gum. CMC digunakan sebagai bahan
pengganti fungsi gluten (Munarso dan Haryanto, 2010). Bahan-
bahan tersebut berfungsi untuk mempercepat pengembangan
adonan dan mencegah penyerapan minyak sewaktu
penggorengan (Sunaryo, 1985).

Karboksi metil selulosa memiliki sifat higroskopis, mudah larut


dalam air, dan membentuk larutan koloid. Pada pembuatan mie,
CMC berfungsi sebagai pengembang. Bahan ini dapat
mempengaruhi sifat adonan, memperbaiki ketahanan terhadap air,
dan mempertahankan keempukan selama penyimpanan. Jumlah
bahan pengembang yang digunakan berkisar antara 0,5-1,0% dari
berat tepung terigu. Penggunaan berlebih akan menyebabkan
tekstur mie yang terlalu keras dan daya rehidrasi mie menjadi
berkurang (Astawan, 2008).

CMC merupakan turunan dari selulosa yang mengandung


mineral (komponen anorganik) tertentu (Andarwulan, dkk., 2011).
CMC yang banyak dipakai pada industri makanan adalah garam
Na-karboksi metil selulosa. Natrium karboksil metil selulosa
adalah polimer selulosa eter yang larut dalam air dibuat dengan
mereaksikan NaOH dengan selulosa murni, kemudian
ditambahkan Na-Khloroasetat. Menurut Winarno (2002), reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut :

RselulosaOH + NaOH Rselulosa-ONa + HOH

Rselulosa-ONa + ClCH2COONa Rseluosa-CH2COONa + NaCl


Na-Kloroasetat Na-CMC

CMC mempunyai gugus karboksil sehingga viskositas larutan


CMC dipengaruhi oleh pH larutan (Winarno, 2002).

4. Kandungan Gizi Mie Instan

Mie instan telah dikonsumsi sebagai makanan pokok pengganti nasi,


oleh sebagian masyarakat dan merupakan jenis pangan yang sangat luas
penyebarannya. Tetapi pada dasarnya mie instan tidak bisa dijadikan
makanan pokok karena kandungan gizinya tidak mencukupi angka
kecukupan gizi (Haryadi, 1992).

Mie instan belum dapat dianggap sebagai makanan penuh


(wholesome food) karena belum mencukupi kebutuhan gizi yang
seimbang bagi tubuh. Mie yang terbuat dari terigu mengandung
karbohidrat dalam jumlah besar, tetapi sedikit protein, vitamin, mineral
dan serat. Hal yang perlu diingat adalah fungsi pemenuhan kebutuhan
gizi mie instan hanya dapat diperoleh jika ada penambahan sayuran dan
sumber protein. Jenis sayuran yang dapat ditambahkan adalah wortel,
sawi, tomat, kol, atau tauge. Sumber proteinnya dapat berupa telur,
daging, ikan, tempe, atau tahu. Satu takaransaji mie instan berjumlah 80
gram mampu menyumbangkan energi sebesar 400 kkal, yaitu sekitar
20% dari total kebutuhan energi harian (2.000 kkal). Energi yang
disumbangkan dari minyak berjumlah sekitar 170-200 kkal. Hal lain yang
terkadang kurang disadari adalah kandungan minyak dalam mie instan
yang dapat mencapai 30% bobot kering (Rustandi, 2011).

Nilai gizi mie pada umumnya dapat dianggap cukup baik karena
selain karbohidrat terdapat sedikit protein yang disebut gluten.
Kandungan protein utama tepung terigu yang berperan dalam pembuatan
mie adalah gluten. Gluten dibentuk dari gliadin (prolamin dalam gandum)
dan glutenin. Protein dalam tepung terigu untuk pembuatan mie harus
dalam jumlah yang cukup tinggi supaya mie menjadi elastis dan tahan
terhadap penarikan sewaktu proses produksinya. Mutu atau resep yang
digunakan oleh pabrik sangat banyak sehingga nilai gizinya pun sangat
bervariasi (Judoadmijojo, 1985). Kandungan gizi mie secara umum dapat
dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Kandungan Gizi Mie Instan

Kandungan gizi Komposisi per 100 g Rata per porsi

Protein (g) 10 7

Lemak (g) 5 3.5

Kolesterol (mg) Max 3 Max 2.1

Karbohidrat (g) 69 48

Kadar air (g) Max 11 Max 8

Energi (Kkal) 362 254

Mineral (g) 6 4.2


Winarno (2002)

5. Proses Pembuatan Mie Instan

a. Pencampuran

Tujuan pencampuran adalah mencampur rata air dan bahan


lainnya hingga membentuk adonan yang seragam atau homogen dan
agak pera. Pengadukan juga bertujuan untuk mengembangkan gluten
serta membentuk warna mie. Waktu pengadukan yang baik sekitar 15
menit. Jika pengadukan lebih dari 25 menit, akan menyebabkan
adonan keras, rapuh, dan kering. Sementara itu, pengadukan kurang
dari 15 menit akan menyebabkan adonan lengket dan tidak merata
(Suyanti, 2008). Adonan yang terbentuk diharapkan lunak, lembut,
halus, dan kompak (Astawan, 2008).

Suhu adonan yang terbaik adalah 25 sampai 400C. Apabila


suhunya kurang dari 250C adonan menjadi keras, rapuh, dan kasar,
sedangkan bila suhunya lebih dari 400C adonan menjadi lengket dan
mie kurang elastis. Campuran yang diharapkan adalah lunak, lembut,
tidak lengket, halus, elastis, dan mengembang dengan normal
(Badrudin,1994).

Menurut Sunaryo (1985) dalam Ratnawati (2003), pada awal


pencampuran terjadi pemecahan lapisan tipis air dan tepung. Makin
lama, semua bagian tepung teraliri air dan menjadi gumpalan-
gumpalan adonan. Air akan menyebabkan serat-serat gluten
mengembang karena gluten menyerap air. Dengan pemanasan,
serat-serat gluten akan ditarik, disusun bersilang dan membungkus
pati sehingga adonan menjadi lunak, kaku dan elastis.
Proses pencampuran bertujuan untuk menghidrasi tepung dengan
air, membuatnya merata dengan mencampur dan membuat adonan
membentuk jaringan gluten dengan meremas-remas. Untuk membuat
adonan yang baik faktor yang harus diperhatikan adalah jumlah air
yang ditambahkan, waktu pengadukan dan temperatur (Soenaryo,
1985).Air yang ditambahkan sekitar 28-38% dari bobot tepung. Jika
air yang ditambahkan kurang dari 28%, adonan menjadi keras, rapuh
dan sulit dibentuk menjadi lembaran. Jika air yang ditambahkan lebih
dari 38%, adonan menjadi basah dan lengket (Badrudin,1994).

b. Pembentukan Lembaran

Setelah pengadukan, dilakukan pembentukan lembaran


(sheeting). Proses pembentukan lembaran bertujuan untuk
menghaluskan serat-serat gluten dan membuat adonan menjadi
lembaran. Hal ini dilakukan dengan jalan melewatkan adonan
berulang-ulang diantara dua roll logam. Faktor yang mempengaruhi
proses ini adalah suhu dan jarak antar roll. Suhu yang baik adalah
sekitar 370C, jika kurang 370C maka adonan akan menjadi kasar dan
pecah-pecah, sehingga mie mudah patah. Hasil akhir yang
diharapkan adalah lembaran adonan yang halus dengan arah jalur
serat yang searah, sehingga dihasilkan mie yang elastis, kenyal, dan
halus (Badrudin, 1994).

Adonan mie yang telah terbentuk dimasukkan ke dalam alat


pembuat lembaran secara bertahap. Awalnya, lembaran yang
terbentuk berupa lempengan tebal. Penggilingan dilakukan beberapa
kali sampai diperoleh lembaran agak tebal yang kalis/merata.
Penurunan ketebalan dilakukan secara bertahap. Hal ini disebabkan
jumlah penipisan akan berpengaruh terhadap sifat mie yang
dihasilkan. Lembaran mie yang terbentuk sebaiknya tidak sobek,
permukaanya halus berwarna kekuningan, dan merata serta terjaga
dari kotoran (Suyanti,2008).
c. Pencetakan Mie

Dari lembaran tipis terebut kemudian secara otomatis masuk ke


dalam mesin penyisir lembaran tipis membentuk untaian tali seperti
pita dengan selera konsumen (Ubaidillah, 1997). Proses pemotongan
lembaran bertujuan untuk membentuk pita-pita mie dengan ukuran
lebar 1 sampai 3 mm, kemudian dilakukan pemasakan mie
(Winarno,1991).Mie dibuat dalam bentuk pilinan (bergelombang)
karena memiliki keuntungan, diantaranya adalah mempercepat laju
penguapan dan penggorengan karena adanya konduksi panas dan
sirkulasi panas dari minyak di dalamnya (Astawan, 2008).

d. Pengukusan

Setelah melalui proses pencetakan dilakukan pemasakan mie


dengan pemanasan. Pemanasan ini menyebabkan gelatinisasi dan
koagulasi gluten. Menurut Astawan, (2008) gelatinisasi ini dapat
menyebabkan:

1) Pati meleleh dan membentuk lapisan tipis (film) yang dapat


mengurangi penyerapan minyak dan memberikan kelembutan
mie.

2) Meningkatkan daya cerna pati dan mempengaruhi daya rehidrasi


mie.

3) Terjadi perubahan pati beta menjadi alfa yang lebih mudah


dimasak sehingga struktur alfa ini harus dipertahankan dalam mie
kering dengan cara dehidrasi (pengeringan) sampai kadar air
kurang dari 10 %.

Pemasakan pita-pita mie dengan cara perebusan atau


pengukusan (steaming) dengan uap air bertujuan untuk
menggelatinisasi pati dan mengkoagulasi gluten sehingga mie
menjadi kenyal. Proses gelatinisasi ini terjadi dalam beberapa tahap
yaitu pembasahan, gelatinisasi, dan solidifikasi. Mula-mula, mie
mengalami pembasahan pada permukaannya sehingga mie bersifat
elastis dan tidak mudah patah. Setelah itu, mie tergelatinisasi karena
penetrasi uap panas ke dalam mie sehingga mie menjadi lentur atau
liat. Gelatinisasi merupakan peristiwa pembengkakan granula pati
sehingga granula tersebut tidak dapat kembali pada posisi semula
(Winarno, 1991).

Mie mentah diangkut oleh konveyer secara perlahan-lahan melalui


terowongan (tunnel) yang penuh dengan uap air. Mie tersebut berada
dalam terowongan selama 80 - 90 detik dengan menggunakan uap
dengan tekanan 2,8 kg/cm gauge (Koswara,2005). Suhu yang
digunakan adalah 1000C (Pronyk et.al., 2008). Setelah keluar dari
tunnel pengukus tersebut mie tampak kuning pucat dan bersifat
setengah matang (Winarno,2002).

Tahapan pengukusan dilakukan pada pembuatan mie kering


maupun mie instan. Potongan mie dikukus agar kandungan airnya
turun. Pemanasan tersebut menyebabkan gelatinisasi dan koagulasi
gluten sehingga mie menjadi keras, kuat, dan kenyal serta tidak
menyerap minyak terlalu banyak saat digoreng (Suyanti, 2009).
Setelah mie melewati pemasakan awal mie kemudian dipotong–
potong dengan mesin cutter kemudian dilipat dua dengan mesin
folding (Winarno,2002).

e. Penggorengan

Penggorengan dilakukan untuk pembuatan mie instan selama 100


detik dengan suhu 150oC. Tujuan penggorengan adalah untuk
menurunkan kadar air mie sehingga mie menjadi kering dan padat
dengan cara mengatur suhu dan lama penggorengan. Suhu minyak
yang tinggi akan menyebabkan air menguap dengan cepat dan
membentuk pori-pori halus yang dapat mempercepat proses rehidrasi
(Astawan,2002).
Dengan penggorengan, mie menjadi matang sehingga
penyajiannya hanya dengan menyeduh mie dengan air mendidih atau
memasaknya dalam beberapa menit saja. Pada saat penggorengan
mie digunakan minyak padat. Tujuannya agar permukaan mie menjadi
tidak mengkilap seperti jika digoreng dengan minyak biasa. Selain itu,
minyak dapat kembali menjadi padat pada suhu kamar (Suyanti,
2008).

Dalam proses pembuatannya, mie tidak menggunakan bahan


tambahan sebagai pengawet. Pengawetan mie instan melalui proses
deep frying yaitu penggorengan pada suhu tinggi secara kontinyu dan
uniform. Konveyer penggorengan terdiri dari mangkok-mangkok
penggorengan yang memuat potongan mie melewati fryer yang berisi
minyak goreng panas. Suhu minyak dari awal hingga akhir dibuat naik
secara bertahap yaitu dari suhu 1200 C dan berakhir pada suhu 1600C
dalam waktu ± 2 menit (Winarno, 2002). Melalui proses
penggorengan tersebut, kadar air mie dalam mie instan hanya 2–4 %
saja sehingga tidak memungkinkan mikroba pembusuk berkembang
biak. Dengan alasan tersebut pada mie tidak perlu ditambahkan
bahan pengawet makanan (Eep, 2006).

f. Pendinginan

Mie yang telah dioven/dikeringkan dan digoreng, kemudian


didinginkan. Tujuan pendinginan adalah untuk melepaskan sisa uap
panas. Jika tidak didinginkan, sisa uap panas akan terkondensasi
saat dikemas sehingga memberi peluang jamur untuk tumbuh
(Suyanti, 2008).

Mie yang telah digoreng didinginkan dengan menggunakan kipas


angin dalam mesin pendingin. Mesin ini bekerja dengan meniupkan
angin ke arah mie panas. Proses pendinginan ini akan menyebabkan
pengerasan minyak yang terserap dan menempel pada mie sehingga
mie pun menjadi keras. Apabila uap air yang tersisa akan
mengembun dan menempel pada permukaan mie sehinga memacu
tumbuhnya jamur (Astawan,2008).

g. Pengemasan

Pengemasan merupakan salah satu cara memberikan kondisi


yang tepat bagi pangan untuk mempertahankan mutunya dalam
jangka waktu yang diinginkan. Fungsi utama pengemasan, antara lain
menjaga produk pangan akibat kontaminasi, melindungi pangan
terhadap kerusakan fisik, dan menghambat kerusakan mutu.
Penggunaan plastik sebagai pengemas untuk melindungi produk
terhadap cahaya, udara atau oksigen, perpindahan panas,
kontaminasi, dan kontak dengan bahan-bahan kimia. Polietilen
merupakan jenis plastik yang paling banyak digunakan dalam industri
karena sifat-sifatnya yang mudah dibentuk, tahan terhadap berbagai
bahan kimia, penampakannya jernih, dan mudah digunakan sebagai
laminasi (Dewandari, 2010).

Plastik merupakan senyawa polimer tinggi yang dicetak dalam


lembaran-lembaran yang mempunyai ketebalan teretentu.
Penggunaan plastik dapat dalam bentuk film atau lembaran wadah
yang dapat dicetak. Penggunaan plastik sebagai pengemas pangan
terutama karena keunggulannya dalam hal bentuknya yang fleksibel
sehingga mudah mengikuti bentuk pangan yang dikemas, berbobot
ringan, tidak mudah pecah, bersifat transparan/tembus pandang,
mudah diberi label dan dibuat dalam aneka warna, dapat diproduksi
secara masal, harga relatif murah, dan terdapat berbagai jenis pilihan
bahan dasar plastik (Sacharow dan Griffin, 1970).

Agar produk mie instan tahan lama maka akan dibutuhkan


pengemas primer yang bersifat kedap air, rasa, bau, dan warna.
Kemasan primer yang biasa digunakan adalah plastik polipropilen
atau polietilen. Kemasan ini bersifat sekali pakai. Dalam
penggunaanya, kemasan ini biasanya dilapisi dengan oriented
polypropilen (OPP) sehingga tahan terhadap berbagai jenis
kerusakan (Astawan, 2008).

Di Indonesia, kebijakan dan peraturan pelabelan produk pangan


olahan termaktub dalam undang-undang pangan No. 7 tahun 1996,
Bab I, 12 Pasal 1 (15) tentang label pangan, Bab I, pasal 1 (14)
tentang gizi pangan, dan pasal 1 (16) tentang iklan pangan, Bab IV,
pasal 30 – 35 tentang label dan iklan pangan. Peraturan lainnya
tertera dalam peraturan Menteri Kesehatan RI no
79/Menkes/PER/III/1979, dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 69
tahun 1996 tentang labelisasi pangan. Dalam peraturan tentang label
dan periklanan makanan ini diatur tentang tata cara pelabelan serta
ketentuan-ketentuan yang menyertainya. Peraturan ini telah
dilengkapi dengan keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan (Dirjen POM).

Label berfungsi sebagai alat penyampai informasi, alat promosi


perusahaan, sebagai sarana komunikasi produsen dan konsumen.
Oleh karena itu sudah selayaknya informasi yang dimuat pada label
adalah sebenar-benarnya dan tidak menyesatkan sehingga fungsi
label juga adalah memberi rasa aman dan percaya konsumen.
Informasi yang harus dicantumkan pada label adalah sebagai berikut:
nama makanan/nama produk, komposisi, isi netto, nama dan alamat
pabrik/importer, nomor pendaftaran, kode produksi, tanggal
kadaluarsa, petunjuk atau cara penggunaannya, petunjuk atau cara
penyimpanannya, nilai gizi, tulisan atau pernyataan lain. Bahan
tambahan pangan (BTP) juga harus dicantumkan secara lengkap.

Secara umum, proses pembuatan mie instan pada perusahaan


dapat digambarkan sebagai berikut :
Pencampuran terigu, tapioka,
bahan pembantu, garam & air
selama 15 menit

Pengepresan

Pencetakan

Pengukusan suhu
1000C

Pemotongan

Penggorengan suhu
1500C

Pendinginan

Pengemasan

Penyimpanan

Gambar 2.3. Diagram Alir Proses Pembuatan Mie Instan


(Astawan, 2002)
B. Proses Pembuatan Mie Instan di PT ABC President Indonesia, Klari
Karawang, Jawa Barat

1. Pembuatan Mie Instan

a. Persiapan Bahan Baku

1) Tepung Terigu

Tepung terigu yang digunakan dalam proses pembuatan mie


instan adalah tepung terigu merek Falcon Merah (protein tinggi)
dengan kadar protein 13% dan Falcon Biru (protein sedang)
dengan kadar protein 10% sehingga kandungan gluten yang
terdapat didalamnya pun berbeda. Tepung terigu yang digunakan
dalam proses produksi ini disuplai oleh PT Cerestar Flour Mills,
Cilegon. Tepung terigu yang datang dari penyuplai terlebih dahulu
dicek kondisi dan kualitasnya oleh QC sebelum disimpan di dalam
gudang. Hal ini bertujuan untuk mengetahui sesuai atau tidaknya
tepung terigu yang dibutuhkan dalam proses produksi. Hal -hal
yang diperiksa oleh QC meliputi kadar air, kadar abu, kadar
protein, dan kondisi fisik seperti keadaan pengemas, dan warna
yang mengkontaminasi tepung terigu. Selain itu, ada juga
pengecekan mikroba dengan uji mikrobiologi. Apabila sudah
sesuai dengan standar yang ditetapkan perusahaan maka tepung
terigu diizinkan masuk ke dalam gudang yang selanjutnya akan
diproses di bagian produksi.

2) Gluten

Gluten murni digunakan untuk menambah kandungan gluten


yang terdapat di dalam tepung terigu. Dalam 1 batch proses
produksi, gluten yang ditambahkan hanya sedikit sekali, yaitu
sekitar 1:100 dengan tepung terigu. Penambahan gluten murni ini
dapat mengurangi pemakaian tepung terigu serta membuat
tekstur mie menjadi kenyal sesuai dengan standar perusahaan.

3) Air Alkali

Air alkali (air kansui) yang ada dalam proses produksi mie
memiliki pH 10. Proses pembuatan air alkali, yaitu dimasukkan
softwater ke dalam tangki seasoning sebanyak ± 500 kg lalu
dinyalakan mixer dan diaduk selama ± 5 menit. Kemudian
dituangkan garam dan dihomogenkan, setelah itu ditambahkan air
hingga mencapai 1035 Kg dengan kondisi mixer tetap berjalan.
Setelah itu diukur Berat Jenis (BJ) larutan dengan Be meter
(Boume) sesuai standar, lalu ditambahkan premix tunggu hingga
25 menit pengadukan kemudian air kansui dialirkan menuju
mixing tank.

Adanya peningkatan pH disebabkan oleh kandungan bahan-


bahan yang dicampurkan dalam pembuatan air kansui ini. Pada
tahap ini tidak dibutuhkan pemanasan, akan tetapi harus
dipastikan bahwa semua bahan yang dimasukkan sudah
terhomogenkan sempurna selama kurang lebih 25 menit.

Garam yang diberikan berfungsi sebagai pemberi rasa asin


dan berperan untuk mengikat gluten pada saat pencampuran
dengan tepung terigu. Garam yang digunakan adalah garam
berkualitas sedang (kualitas 2), yaitu garam yang memiliki partikel-
partikel lebih besar dan kasar daripada garam yang berkualitas
tinggi.

Premix yang digunakan merupakan formulasi yang


membedakan dari segi rasa mie instan. Umumnya, premix terdiri
dari campuran flavor dan bahan tambahan makanan lainnya
seperti pengental, pengenyal, pewarna, penyedap dan bahan
lainnya yang mengacu pada persyaratan SNI 01-0222-1995 dan
Peraturan MenKes No.722.
b. Proses Pengolahan

1) Pencampuran/Pengadukan

Dalam prosesnya, tepung terigu tipe A (gluten tinggi)


dicampurkan dengan tepung terigu tipe B (gluten rendah),
keduanya diformulasikan dengan perbandingan
tertentu.Tepung terigu Falcon Merah dan tepung terigu Falcon
Biru diayak ke dalam vibrator berukuran 20 mesh secara
bergantian agar kedua tipe tepung terigu tersebut dapat
terhomogenkan secara sempurna.Dalam satu kali produksi
hanya menampung 250 Kg tepung terigu. Gluten yang
digunakan hanya sedikit dari jumlah tepung terigu yang
digunakan dengan perbandingan sekitar 1: 100.

Setelah dilakukan screening (pengayakan) selanjutnya


dilakukan pengadukan kering (dry mix)yang dilanjutkan
dengan penambahan air kansui untuk proses pencampuran
basah. Pengadukan dilakukan hingga homogen dan adonan
menjadi lembut dan tidak lengket. Proses pencampuran
semua bahan menjadi satu dimaksudkan untuk membuat
adonan yang homogen. Selain itu, proses ini juga memicu
terjadinya hidrasi air dengan tepung yang merata dan menarik
serat-serat gluten sehingga menjadi adonan yang elastis dan
halus (Kruger dan Matsuo, 1996).

2) Pembentukan Lembaran/ Pengepresan dan Pencetakan

Setelah tahap pencampuran selesai, adonan ini masuk


dalam tahap pembentukan lembaran-lembaran mie dengan
menggunakan roller. Pada mesin rolling ini terdapat 9 rol yang
setiap rollnya akan menghasilkan lembaran mie yang memiliki
ketebalan berbeda-beda. Dengan kecepatan tertentu, semakin
lama digiling,mie akan memiliki ketebalan semakin kecil.
Lembaran mie ini memiliki ketebalan awal sekitar 4 mm dan di
akhir memiliki 1.15 mm. Setelah itu dilakukan pemotongan
secara vertikal (slitting) membentuk pita-pita mie kemudian
dilakukan pengeritingan (waving) terhadap mie. Pemotongan
dan pengeritingan mie termasuk dalam proses pencetakan.

3) Pengukusan

Mie akan memasuki proses pengukusan selama 70-


80detik ke dalam steambox dengan suhu 95-100oC dan
tekanan sebesar 3 kg/cm2. Fungsi dari steaming ini adalah
untuk proses pematangan mie dan mempercepat proses
gelatinisasi.

4) Pemotongan

Mie yang telah dikukus selanjutnya masuk ke dalam tahap


pemotongankemudianmie akan dipotong dan dilipat menjadi
dua. Pada proses ini, untaian-untaian mie yang bergelombang
ini dipotong sesuai dengan standar, kemudian akan dilipat
menjadi dua dengan ukuran sama panjang. Bila tidak sesuai
dengan kriteria maka hasil pemotongan akan dibuang secara
manual oleh pekerja.

5) Penggorengan

Mie dalam forming box dilewatkan melalui penggorengan


selama 60 – 70 detik pada suhu 145 – 165 ⁰C. Pada saat
penggorengan ini, setiap titik memiliki suhu yang berbeda-
beda karena mesin penggorengan mie ini menggunakan
sistem konveyer. Pada saat pertama kali mie memasuki
penggorengan, suhu minyak sebesar 145-1500C kemudian
suhu meningkat menjadi 165oC dan terakhir suhu akan
menurun kembali dengan suhu 155oC. Pada ujung
penggorengan terdapat blower yang berfungsi untuk
meniriskan minyak sehingga minyak tidak banyak terikut di
dalam mie. Bila tidak sesuai dengan kriteria maka hasil
penggorengan akan dibuang secara manual oleh pekerja. Mie
yang akan diproses ke dalam tahap pendingan yaitu mie
dengan warna kekuningan, berbentuk simetris, dan tidak
gosong.

Minyak yang selesai digunakan ditampung dalam tangki


minyak kemudian akan difilter sebelum digunakan kembali.
Dalam proses sirkulasi minyak terdapat pompa (circulation
pump) yang bertekanan 0.7 kg/m2.

6) Pendinginan

Tahapan pendinginan dilakukan dengan cara melewatkan


mie pada mesin pendingin. Di dalam mesin pendingin ini
terdapat 19 kipas yang akan membantu penurunan suhu mie
yang telah selesai digoreng. Mie tersebut akan melewati jalur
pendinginan yang berisi kipas pendingin. Suhu maksimal yang
diinginkan setelah proses pendinginan ini adalah 400C.

7) Pengemasan

Setelah dingin mie akan dikemas oleh noodle film beserta


dengan bumbu dan bahan pelengkap lainnya. Alat
pengemasan (sealer) ini lengkap dengan coding yang tercetak
di bagian depan bungkus mie instan. Mie sebelum
pengemasan memiliki bobot 68-70 gram. Pada tahap
ini,bantuan manual dari pekerja dibutuhkan untuk pengecekan
kelengkapan bumbu mie dan kemasan yang tidak sesuai
standar secara fisik.

8) Pendeteksi logam (Metal detecting)

Setelah selesai dikemas, mie instan akan melewati metal


detector yang akan berbunyi apabila terdapat logam di dalam
produk kemudian mie akan keluar dari jalur konveyer sehingga
hal-hal yang tidak diinginkan lebih mudah teratasi sebelum
sampai pada konsumen.

9) Pengemasan karton

Setelah melewati alat pendeteksi logam, mie instan akan


dikemas di dalam karton secara manual oleh pekerja. 1 karton
akan berisi 40 bungkus mie instan. Kemudian karton akan
melewati sealer yaitu mesin yang digunakan untuk merekatkan
karton dengan solatip. Setelah karton tertutup rapat, karton
akan melewati mesin coding. Hasil cetakan tersebut akan
memberikan keterangan tentang shift kerja, jam produksi mie
instan, tanggal kadarluasa, dan terakhir jumlah karton yang
telah diproduksi.

2. Proses Pengolahan Bumbu

a. Bumbu Minyak

Bumbu minyak yang diproduksi PT ABC President Indonesia terbuat


dari rempah-rempah pilihan, seperti daun salam, kunyit, jahe, dan
lain-lain. Adapun tahap-tahap pembuatan bumbu minyak adalah
sebagi berikut:

1) Pencucian bahan segar

Bahan segar yang akan dimasak terlebih dahulu ditakar


(diformulasikan) yang kemudian disimpan di dalam suatu box lalu
dicuci dengan menggunakan softwater sebanyak dua kali
pencucian. Tujuan dari pencucian adalah untuk menghilangkan
kotoran yang menempel pada bahan segar. Teknik pencucian
yang digunakan adalah dengan merendam box berisi bahan segar
di dalam bak berisi softwater kemudian dialirkan softwater dari
keran sambil dibersihkan secara manual dengan tangan.
Pencucian dinyatakan selesai apabila sudah tidak ada kotoran
yang menempel pada bahan dan air cucian sudah berwana jernih
(tidak keruh).

2) Perajangan/pemotongan rempah- rempah

Bahan-bahan yang sudah dicuci kemudian ditiriskan lalu


dimasukkan ke dalam mesin pemotong per box dan hasil
rajangannya ditampung dengan wadah lainnya kemudian bahan
siap untuk dipotong. Untuk bahan-bahan seperti jahe dan
lengkuas terlebih dahulu dipotong-potong kasar secara manual
kemudian dimasukkan ke dalam mesin pemotong. Untuk sereh
digunakan mesin pemotong yang berbeda yaitu mesin yang
memiliki pisau lebih kecil lagi dan seperti mesin parut agar sereh
menjadi lebih halus.

3) Penggorengan

Rempah-rempah yang diformulasikan tersebut digoreng


dengan 100 kg minyak. Minyak terlebih dahulu dipanaskan hingga
suhu 140oC kemudian rempah-rempah tersebut dimasukkan ke
dalam penggorengan dan dimasak kurang lebih sekitar 30 menit.
Setelah penggorengan, bumbu tersebut akan masuk ke dalam
sentrifuge dan akan terpisah menjadi 2 fase, yaitu fase minyak
yang dialirkan ke dalam tong sementara partikel rempah-rempah
akan mengendap di bawah kemudian ditampung lalu dimasukkan
ke dalam mesin pengayak (sifting) dengan ukuran 14 mesh untuk
memisahkan partikel yang sudah halus dengan partikel yang
masih kasar. Untuk partikel yang halus akan ditampung terlebih
dahulu kemudian partikel yang masih kasar akan dimasukkan ke
dalam mesin giling batu untuk dihaluskan kembali. Setelah itu
partikel partikel rempah yang sudah halus dimasukkan kembali ke
dalam tong berisi minyak hasil penggorengan dan dihomogenkan.
4) Pendinginan

Bumbu yang sudah dihomogenkan di dalam tong kemudian


didinginkan dengan cara didiamkan selama 24 jam di ruangan
pembuatan bumbu tersebut.

5) Pengemasan

Setelah didinginkan selama 24 jam bumbu tersebut


dimasukkan ke dalam Cooling tank dan dialirkan ke dalam
dispenser untuk kemudian dikemas di oil film. Setelah
pengemasan, bumbu disimpan di dalam WIP kemudian siap
digunakan untuk produksi mie instan.

b. Bubuk Cabai

1) Sortasi

Pada pembuatan bubuk cabai, hal pertama yang dilakukan


adalah menyortir cabai yang akan digunakan. Tujuannya adalah
untuk menyeragamkan bentuk cabai dan jenisnya kemudian yang
terpenting adalah untuk mengelimienasi bahan-bahan berbahaya
seperti besi dan batu.

2) Pengeringan

Setelah disortasi, cabai ditimbang dan dimasukkan ke dalam


oven dengan suhu 1000C kemudian ditimbang kembali untuk
mengetahui kadar air yang hilang dalam proses pemanasan ini.
Kadar air yang dikehendaki ada pada cabai kering adalah
maksimal 10%. Lebih dari standar yang ditetapkan, cabai akan
lebih mudah busuk dan selain itu untuk proses penghancuran pun
akan lebih sulit. Setelah pengeringan dengan oven, QC akan
mengecek kadar air kemudian cabai masuk ke dalam proses
penghancuran.

3) Penghancuran/Grinding

Pada proses pengahancuran, cabai dihaluskan dengan


grinder berukuran 16 inchi.

4) Pengemasan

Setelah dilakukan penghancuran, bubuk cabai akan dikemas


di dalam spice film dengan berat yang sudah distandarkan.

c. Bumbu bubuk (powder)

1) Pencampuran

Bubuk yang terdiri dari gula, garam, MSG, dan premix


dicampurkan dan diaduk sampai homogen di dalam suatu mesin
pengaduk selama waktu tertentu dan di dalam suhu ruang.

2) Pengemasan

Setelah bahan-bahan tersebut tercampur homogen, kemudian


akan dikemas dalam spice film sesuai dengan ukuran standar
perusahaan dan beratnya ini pun tergantung dari jenis
produksinya. Setelah dikemas, bumbu disimpan di dalam gudang
WIP dan selanjutnya masuk ke dalam proses pengemasan
bersama mie dan bumbu tambahan lainnya.

3. Bahan Pelengkap

a. Pangsit.
Pembuatan pangsit ini diproses di dalam ruang produksi bumbu,
di dalam ruangan khusus. Pangsit ini dibuat dari bahan terigu dan
bumbu lainnya kemudian di rolling membentuk lembaran tipis dengan
melewati 4 roller. setelah membentuk lembaran berukuran 1-0.8 mm,
adonan ini dipotong potong sesuai ukuran yaitu 1,2x1,5mm. kemudian
potongan-potongan tersebut digoreng dengan suhu 1350C hingga
pangsit mengembang dan berwarna kecoklatan (±15 menit),
ditiriskan, dan dikemas di dalam oil film. Kemudian dimasukkan ke
dalam WIP untuk kemudian diproses di ruang produksi mie.

b. Sayuran kering

Sayuran kering ini terdiri dari potongan wortel berbentuk dadu


kecil dan potongan daun leeked serta TVP (Total Vegetable Protein).
Sayuran kering ini merupakan bahan impor sehingga saat sampai di
pabrik hanya tinggal dikemas dengan menggunakan oil film dengan
berat tertentu. Setelah itu disimpan di gudang WIP untuk selanjutnya
diproses di dalam ruang produksi mie.

c. Kecap dan saos sambal

Kecap dan saos sambal ini disuplai dari PT ABC Heinz Indonesia
yang dikirim dalam wadah jirigen berkapasitas 6 kg. Kemudian
dikemas dalam oil film dengan berat tertentu per bungkusnya.

d. Bawang goreng

Bawang goreng yang digunakan dalam proses produksi disuplai


dari PT. Sumber Bawang sehingga setelah sampai pabrik tinggal
dikemas kembali dengan oil film.
Pencampuran Pengayakan
Homogenisasi Air Alkali 20-25 menit Tepung terigu
& gluten

Premix, garam Pembentukan


dapur, & air lunak lembaran

Pencetakan

Rempah-rempah Pengukusan
95-1000C, 70-80
detik
Pencucian

Perajangan

Pemotongan

Pemasakan Penggorengan
145-1650C, 60-70
detik
Pendinginan

Pendinginan
Pengemasan
Pengemasan Penyimpanan Pengemasan
(WIP)

Penggilingan Pendeteksi
Pengemasan logam

Sortasi
Pencampuran Pengemasan
Sekunder
Cabai Kering
Premix, MSG,
gula, garam
Penyimpanan

Gambar 2.4. Diagram Alir Proses Pembuatan Mie Instan ABC


BAB III
PERALATAN DAN SPESIFIKASI

Unit produksi di PT ABC President Indonesia menggunakan fasilitas


peralatan pendukung proses produksi mie instan.

A. Peralatan dan Spesifikasi Alat


1. Seasoning Mixing Tank
Fungsi: Proses pencampuran bahan- bahan untuk menghasilkan
larutan alkali (air kansui). Proses ini membutuhkan waktu
selama 30 menit utnuk menghasilkan 1 batch air alkali.
Prinsip: Berdasarkan perputaran agigator sehingga bahan- bahan
dapat tercampur rata dan homogen.
Tabel .3.1. Spesifikasi Seasoning Mixing Tank

Merek -
Kapasitas 1200 Kg
Daya Motor 2000 watt
Kecepatan Motor 600 rpm
Tegangan 380 v
Jumlah 4 tanki

2. Pengayak Tepung (Sifting Vibrator)


Fungsi: Sebagai saringan (screening) material tepung dari benda
benda asing.Peralatan ini menggunakan saringan dengan
ukuran mesh 20 dan merupakan CCP mengendalikan
keamanan bahan dari kontaminan.
Prinsip: Sifting vibrator akan bergetar dan menyaring tepung terigu
sebelum menuju ke tangki mixer tepung.

Tabel .3.2. Spesifikasi Pengayak Tepung

Merek Chang Chang Kuang


Kapasitas 1000 kg/jam
Daya Motor 2000 watt
Ukuran 20 mesh
Tegangan 380 v
Jumlah 7 buah
3. Mixing Tank
Fungsi: Mencampurkan material tepung dan gluten dengan larutan
alkali sehingga terbentuk adonan yang merata, lunak dan
lembut.

Prinsip: Motor baling– baling berputar berlawanan arah selama 15 –


25 menit yang mengakibatkan adanya tekanan antara
bahan, dinding mixer, dan baling- baling sehingga terbentuk
adonan yang homogen.

Tabel .3.3. Spesifikasi Mixing Tank

Merek Chang Chang Kuang


Kapasitas 250 Kg
Daya Motor 7500 watt
Kecepatan Motor 90 rpm
Tegangan 380v
Jumlah 8 buah (2 buah/line)

4. Sheeting & Slitting


Fungsi: Mengubah adonan menjadilembar adonan secara bertahap
pada continyus roller untuk mendapatkan ketebalan yang
diinginkan.Selanjutnya adonan diiris pada unitslittermenjadi
untaian mie.
Prinsip: Lembaran terbentuk oleh tekanan antar roller pressing
dengan ketebalan yang ditetapkan berdasarkan jenis mie.

Tabel .3.4. Spesifikasi alat Sheeting &Slitter

Merek Chang Chang Kuang


Daya Motor 7000 watt
Kecepatan Motor Adjustable
Tegangan 380 v
Ukuran 600 mili
Jumlah 9 roll/line

5. Steamer
Fungsi: Untuk mengukus untaian mie yang keluar dari waving unit
secara kontinyu dengan uap air panas atau steampada suhu
95 – 100 ⁰C, selama 70 - 80 detik.
Prinsip: Uap panas yang dihasilkan dari boiler akan disalurkan menuju
steam box kemudian dengan uap panas ini akan membantu
proses gelatinasi pematangan mie.

Tabel .3.5. Spesifikasi Steamer

Merek Chang Chang Kuang


Kapasitas Adjustable
Suhu 100oC
Kecepatan Motor 60 s/ 18 m
Tegangan 380 v
Ukuran 18 m
Jumlah 4 buah
6. Cutting
& Folding
Fungsi: Untuk memotong mie sesuai ukuran standar kemudian dilipat
sesuai dimensi mie yang diinginkan.
Prinsip: Untaian mie dari tahap pengukusan dilewatkan pada sebuah
roller, lalu melewati cutter untuk dipotong sesuai ukuran dan
dilipat dengan platpelipat mie sebelum menuju ke forming
box.

Tabel .3.6. Spesifikasi alat Cutting & Folding

Merek Chang Chang Kuang


Kecepatan 396/min
Daya Motor 2500 watt
Tegangan 380 v
Jumlah 4 buah/line

7. Fryer
Fungsi: Untuk menggoreng mie dalam palm oil hingga dihasilkan
penurunan kadar air pada mie sebesar3 - 4 %.
Prinsip: Uap panas steam akan dialirkan melalui HE (Heat Exchanger)
menuju ke tangki penggorengan berisi palm oil hingga
mencapai suhu 145 – 165 ⁰C selanjutnya mie dalam forming
box dilewatkan melalui penggorengan selama 60 – 70 detik.

Tabel .3.7. Spesifikasi Fryer

Merek Chang Chang Kuang


Kecepatan 396/min
Daya Motor 4000 watt
Tegangan 380 v
Jumlah 4 buah

8. Cooling box
Fungsi: Untuk melepaskan sisa uap panas pada keping mie setelah
proses penggorengan hingga diperoleh suhu keping mie
kurang dari 400C sebelum dikemas.
Prinsip: Aliran udara dihasilkan dari19 unit kipas/ fan di dalam cooling
boxselama 60 – 70 detik sebelum menuju unit pengemasan.

Tabel .3.8. Spesifikasi cooling box

Merek Chang Chang Kuang


Kecepatan Motor 396/min
Daya Motor 38000 watt
Tegangan 380 v
Jumlah 4 buah

9. Pouch Dispenser
Fungsi:Menyuplai bumbu ke unit pengemasan sebagai pengganti
proses manual supply oleh pekerja.
Prinsip: secara otomatis bumbu akan jatuh ke atas keeping mie
selama proses konveyor dengan kecepatan 50 – 66 pc/min.

Tabel .3.9. Spesifikasi Pouch Dispenser

Merek -
Kecepatan Motor 132 pcs/min
Daya Motor 500 watt
Tegangan 220 v
Jumlah 6 buah/line

10. Packing Machine (Mesin pengemasan)


Fungsi: Untuk membungkus produk mie yang telah dilengkapi bumbu
dengan kemasan primer.
Prinsip: Keping mie dan kelengkapan bumbu akan dilewatkan pada
mesin pengemas dan selanjutnya dilakukan proses sealing
pada sisi vertikal dan horizontal kemasan primer.

Tabel .3.10. Spesifikasi Packing Machine

Merek Tokiwa
Kecepatan Motor 132 pcs/min
Daya Motor 3500 watt
Tegangan 380v
Jumlah 4 buah

11. Metal detector


Fungsi:Mendeteksi benda asing berupa logam pada setiap produk
mie yang telah ddikemas.
Prinsip: Sensor metal detector akan mendeteksi serpihan logam pada
produk dan mengelimasi produk sebelum pengemasan akhir
kedalam karton.

Tabel .3.11. Spesifikasi Metal detector

Merek Compunic
Kecepatan Motor 132 pcs/min
Daya Motor 500 watt
Tegangan 220 v
Jumlah 3 buah/line

12. Isolation Machine (Mesin Pengisolasi Karton)


Fungsi: Mengisolasi kemasan karton yang telah berisi produk
sebelum diteruskan ke bagian gudang.
Prinsip: Sensor mesin akan mendeteksi karton yang dilewatkan di
atas konveyor mesin dan selanjutnya akan mengisolasi
bagian penutup karton.

Tabel .3.12. Spesifikasi Isolation Machine

Merek Chang Chang Kuang


Kecepatan Motor 3 sekon/karton
Daya Motor 1500 watt
Tegangan 220 v
Jumlah 1 set/ 2 line

13. Coding Machine


Fungsi: Memberi etiket kode produksi pada satuan produk dan
kemasan karton.
Prinsip: Sensor mesin akan mendeteksi produk atau karton dan
menginjeksi tinta kode produksi.

Tabel .3.13. Spesifikasi Coding Machine

Merek Ink Jet


Kecepatan Motor Adjustable
Tegangan 220 v
Jumlah 1 buah/line

B. Peralatan Pendukung
Peralatan pendukung yang digunakan pada proses pembuatan mie
instan ini meliputi:
1. Pallet
Alat untuk dasar tumpukan dari bahan yang disimpan di dalam
gudang. Bahan plastik dipergunakan untuk penempatan bahan baku
dan bahan kayu dipergunakan untuk penempatan produk jadi.

2. Forklift
Alat untuk mengangkut bahan- bahan yang datang dari kendaraan
untuk diangkut ke tempat penyimpanan ataupun untuk mempermudah
pengangkutan pallet barang dalam penataan di gudang.
3. Hand pallet
Alat yang berupa landasan segi empat yang digunakan utuk
mengangkut muatan atau bahan- bahan untuk didorong oleh pekerja,
biasanya dengan bantuan pegangan pada salah satu ujungnya atau
dengan bantuan kereta dorong.
4. Hoist (Lift Pengangkut)
Alat pemindah bahan secara vertikal dalam ruangan dengan panjang,
lebar dan tinggi yang terbatas.

C. Perawatan, Perbaikan, dan Penyediaan Suku Cadang


1. Perawatan Mesin

Mesin adalah bagian yang penting dalam suatu proses produksi.


Proses pemeliharaan pada mesin dan peralatan bertujuan untuk
menjaga kualitas performa mesin yang juga berpengaruh terhadap
kualitas produk yang dihasilkan, selain itu juga dapat memperpanjang
durabilitas kerja mesin. Mesin yang rusak akan mempengaruhi
kualitas mie instan yang dihasilkan dan memperlambat jalannya
proses produksi. Hal ini akan berimbas pula pada meningkatnya biaya
produksi. Oleh sebab itu, perawatan mesin sangat
dibutuhkan.Pemeliharaan mesin di PT ABC President Indonesia
dilakukan melalui program preventive maintenance secara periodik.

2. Perbaikan Mesin
Perbaikan mesin biasanya dilakukan saat mesin mengalami
kerusakan. Perbaikan yang dilakukan terdiri dari penggantian suku
cadang yang sudah aus. Perbaikan terhadap mesin yang rusak
segera dilakukan untuk meminimalisrin downtime proses produksi
sehingga mesin dapat langsung digunakan untuk proses berikutnya.
Perbaikan mesin dan peralatan dilakukan oleh tenaga kerja bagian
teknisi mesin. Bagian ini bertugas melakukan pengecekan terhadap
mesin pengolahan dan pengemasan baik sebelum maupun setelah
proses produksi bersama dengan operator mesin.
3. Penyediaan Suku Cadang
Penyediaan suku cadang di PT ABC President Indonesia
bertujuan untuk mengganti alat-alat pada bagian mesin produksi yang
mengalami kerusakan. Suku cadang disimpan di dalam Gudang
Barang Teknik (GBT)/ gudang spare part. Pengaturan tempat
penyimpanan suku cadang dilakukan untuk mempermudah
penanganan mesin yang rusak dan perbaikan mesin secara efisien
serta tidak mengganggu jalannya proses produksi.
BAB IV
UNIT PENUNJANG PRODUKSI

Utilitas merupakan sarana penunjang kelancaran berlangsungnya proses


produksi dalam pabrik. Unit utilitas ini meliputi air bersih unit penyediaan uap
(steam) dan unit penyediaan listrik. Utilitas yang digunakan oleh PT. ABC
President Indonesia, Klari, Karawang adalah sebagai berikut :

A. Sumber Daya Air

Kebutuhan air di PT ABC President Indonesia dipenuhi dengan cara


menggunakan air sungai citarum yang terdapat pada Bendungan Walahar
kemudian diolah dengan menggunakan serangkaian sistem proses
pengolahan air bersih (Water Treatment). Air sungai atau raw water diolah
menjadi air yang memenuhi syarat PERMENKES No 492 tahun 2010 sebagai
air minum untuk menyuplai kebutuhan seluruh kegiatan yang ada di
perusahaan baik proses produksi maupun penggunaan air secara umum.
Adapun proses pengolahan air bersih (water treatment) yang dilakukan di PT
ABC President Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Raw water tank
Bahan baku yang digunakan berasal dari air sungai citarum yang
kemudian masuk ke dalam bak air baku melalui pipa bawah tanah yang
terpasang di sepanjang jalan walahar. Sebelum memasuki pipa penyalur,
air terlebih dahulu ditampung di dalam bak besar dekat dengan sumber,
bak ini memiliki screener yang berfungsi menyaring sampah-sampah
berukuran besar agar tidak masuk ke dalam pipa. Saat dipompa, di dalam
pipa pun masih terdapat screener yang memiliki lubang saringan lebih
kecil lagi kemudian air sungai disalurkan melewati pipa menuju pabrik
(raw water tank). Saat air memasuki raw water tank, kotoran ataupun
lumpur-lumpur yang terbawa akan mengendap di dasar bak
(sedimentasi). Di dasar bak terdapat screener berukuran sedang untuk
menahan kotoran atau ikan-ikan kecil yang terbawa ke raw water tank.
Bak air baku ini memiliki daya tampung sebesar 200 m 3, tetapi hanya
digunakan untuk menampung sekitar 150 m3. Air baku rata-rata yang
diproses dalam sehari adalah sebanyak 2000 m3 tergantung dari jumlah
kebutuhan pabrik.
2. Clarifier
Air baku tersebut dipompa menuju clarifier yang memiliki bentuk
seperti setengah lingkaran berdiameter kurang lebih 10 m dengan bagian
bawahnya yang mengerucut. Dalam proses penjernihan ini, dibutuhkan
bahan kimia berupa PAC, Kaporit, dan polimer. Bahan-bahan kimia
tersebut dibuat di dalam bak pembuatan larutan yang terpisah dan
dengan konsentrasi berbeda-beda, yaitu PAC dengan konsentrasi 8%,
Kaporit 5.4%, dan Polimer 0.05%. Ketiga bahan ini diinjeksi ke dalam pipa
menuju clarifier bersamaan dengan air baku yang juga menuju clarifier. Di
dalam pipa menuju clarifier terdapat static mixer dengan kecepatan tinggi
yang berfungsi untuk menghomogenkan bahan kimia dengan air baku.
Kemudian di dalam bak clarifier pun terdapat pengaduk dengan
kecepatan rendah yang berfungsi untuk membantu percepatan proses
pembentukan flok-flok dari partikel solid dan proses koagulasi.
Senyawa polimer digunakan sebagai koagulanuntuk proses
koagulasi. Koagulasi adalah proses destabilisasi koloid dan partikel-
partikel yang ada di dalam air sehingga membentuk flok dengan
melakukan penambahan bahan kimia (koagulan) dan dengan proses
pengadukan cepat. Proses koagulasi ini berfungsi untuk mengendapkan
partikel-partikel kecil yang tidak dapat mengendap dengan
sendirinya.PAC atau Poly Aluminium Chloride digunakan sebagai flokulan
yang merupakan tambahanbahan kimia dalam proses flokulasi,
yaituproses penggabungan flok-flok yang dihasilkan dari proses koagulasi
menjadi flok yang lebih besar sehingga membuat partikel-partikel tersebut
dapat mengendap. Penggabungan flok-flok tersebut disebabkan karena
proses pengadukan lambat. Kaporit (CaOCl2) berfungsi sebagai
desinfektan yang akan membunuh mikroba atau mikroorganisme lainnya
yang berbahaya bagi kesehatan.
Air jernih yang telah terbebas dari partikel solid akan keluar secara
overflow melalui bagian atas tangki clarifier untuk selanjutnya diproses
lagi menuju tanki penampungan (clarified tank). Kemudian proses
blowdown perlu dilakukan agar tidak terjadi penumpukan flok didasar
tangki. Proses blowdown ini berlangsung selama 20 detik pada setiap
satu jam sekali melalui pipa yang terpasang pada bagian bawah clarifier
yang mengerucut. Kemudian kotoran berupa lumpur tersebut mengalir
menuju sungai kembali melalui saluran kecil. Adanya proses blowdown ini
akan mengurangi 10% volume air yang keluar dari tangki.
3. Clarified tank
Air yang telah dijernihkan tersebut mengalir menuju clarified tank
secara overflow. Bak berkapasitas 200 m3 ini hanya berfungsi sebagai
tempat penampungan air yang telah dijernihkan sebelum memasuki
proses penyaringan di syphone tank.
4. Syphone tank
Di dalam syphone tank atau sand filter air mengalami penyaringan
kembali dengan menggunakan pasir silika. Air dari clarified tank tersebut
masih mengandung kotoran-kotaran halus yang tidak dapat
dikoagulasikan atau diendapkan sehingga penyaringan kembali perlu
dilakukan untuk menghasilkan air yang benar-benar jernih dan terbebas
dari kotoran.
5. Treated tank
Setelah melewati saringan pasir silika, air yang sudah terbebas dari
partikel-partikel halus tersebut dipompa masuk ke dalam treated tank
yaitu tangki penampungan air hasil penyaringan. Air yang berada pada
treated tank ini sudah bersih akan tetapi perlu dilakukan proses
selanjutnya karena masih terdapat bahan kimia yang tertinggal seperti
misalnya desinfektan.
6. Carbon filter tank 1
Dari treated tank air dipompa menuju carbon filter tank 1 yang berisi
karbon aktif yang terbuat dari tempurung kelapa yang dibakar. Karbon
aktif ini akan mereduksi senyawa klorin. Selain itu, karbon aktif juga
menyerap warna, bau, dan pestisida yang mungkin terikut dalam air
sungai.
7. Tangki Air Minum
Setelah melewati tahap-tahap tersebut, air baru dapat dikatakan
memenuhi syarat untuk dijadikan air minum. Air inilah yang akan
didistribusikan secara umum (general water) untuk perusahaan. Misalnya
untuk air kamar mandi. Adapun persyaratan air minum menurut
PERMENKES NO 492 tahun 2010 (terlampir).
8. Softener tank
Setelah masuk ke dalam tangki air minum, selanjutnya akan diproses
kembali untuk memenuhi kebutuhan produksi yang menggunakan air
lunak (softwater). Air ini kemudian dipompa menuju softener tank yang
berisi resin. Resin ini merupakan senyawa penukar kation sehingga dapat
mengikat logam bermuatan 2+ seperti Ca2+ dan Mg2+ yang merupakan
penyebab kesadahan air. Resin memiliki tingkat kejenuhan sehingga
harus diregenerasi untuk memulihkan kembali daya ikat logamnya
menggunakan larutan garam (NaCl). Larutan NaCl ini akan bereaksi
dengan resin membentuk Resin-Na. Kemudian Resin-Na ini akan dibilas
dengan air biasa sehingga resin akan bersih kembali dan bermuatan
negatif yang siap untuk mengikat logam-logam penyebab kesadahan.
Sementara Na akan bereaksi dengan air (H2O) membentuk NaOH.
Adapun reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
Resin - + Ca2+ Resin-Ca
Resin-Ca + NaCl Resin-Na + CaCl2
Resin-Na + H2O Resin - + NaOH
Tingkat kejenuhan resin ini dapat diuji secara visual, apabila resin
berwarna biru artinya masih baik dan dapat digunakan secara maksimal
sedangkan jika resin berwarna merah menandakan resin sudah jenuh
dan harus diregenerasi. Selain diuji secara visual, kejenuhan resin ini
dapat diuji secara kimia yaitu dengan menghitung nilai total hardness nya.
9. Tangki softwater
Setelah memasuki softener tank, air dipompa keluar menuju
penampungan softwater bersamaan dengan senyawa desinfektan yaitu
Sodium Hypochlorate (NaOCl). Konsentrasi desinfektan yang dinjeksikan
adalah 0.25-2 ppm dengan asumsi bahwa softwater terbebas dari
mikroba dalam konsentrasi tersebut. Dengan demikian di dalam tangki
softwater masih mengandung desinfektan.
10. Carbon filter tank 2
Sebelum didistribusikan ke tangki air produksi, softwater terlebih
dahulu memasuki carbon filter tank 2. Pada tahap ini, karbon aktif
berfungsi untuk mereduksi klorin yang berasal dari NaOCl (sodium
hypochloride).
Air yang diolah dianalisa kualitasnya oleh bagian quality control. Apabila
air yang dianalisa ternyata tidak memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan, bagian quality control akan melaporkan pada operator water
treatment agar air tersebut diolah kembali. Ada beberapa titik yang dianalisa,
yaitu air sungai yang akan diolah (raw water), seperti misalnya nilai turbiditas
air dantotal hardness. Jika nilainya tinggi harus diolah kembali karena logam-
logam tersebut dapat mengganggu proses produksi juga dapat merusak
peralatan. Selain itu bagian quality control pun melakukan pengontrolan
terhadapat kualitas air hasil pengolahan. Persyaratan air yang digunakan
untuk produksi di PT ABC President Indonesia mengacu pada PERMENKES
NO 492 tahun 2010 tentang persyaratan air minum (terlampir). Adapun
persyaratan air yang digunakan untuk proses produksi di PT ABC President
Indonesia adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1. Persyaratan Air Produksi

No Parameter Unit Soft Water RO Water


1 Appearance - Clear Clear
No sedimentation No
sedimentation
2 Colour - None None
3 Odor - Normal Normal
No odor No odor
4 Taste - None None
5 Turbidity NTU ≤5 ≤ 0,5
6 Total Dissolved Solid mg/l ≤ 250 ≤ 10
7 Total Oxidized mg/l ≤ 10 ≤1
Organic Material
8 pH 7.5 ± 0.9 5.8 ± 0.8
9 Total Hardness mg/l ≤5 ≤2
as CaCO3
10 Residu Chlorine mg/l ≤1 ≤1
11 Conductivity µs/cm ≤ 500 ≤ 20
12 Alkalinity mg/l ≤ 150 -
13 TPC Cfu/ml ≤ 5x104 ≤ 1x102
14 Coliform Cfu/100ml 0 0
15 Salmonella Cfu/100ml - Negatif
Sumber : PT ABC President Indonesia
Kebutuhan air (softwater) dalam proses produksi mie instan adalah pada
saat pembuatan air kansui. Kemudian dalam penggunaan steamer, dan
proses pencucian peralatan dan sanitasi.
B. Sumber Tenaga Listrik
Setiap proses produksi dibutuhkan energi listrik untuk menunjang
kegiatan tersebut. Energi listrik ini ditujukan untuk menggerakkan beberapa
mesin dan peralatan yang dipakai selama proses pengolahan. Sumber daya
listrik yang digunakan PT. ABC President Indonesia disuplai oleh Perusahaan
Listrik Negara (PLN) Kosambi. Konsumsi listrik untuk proses produksi mie
instan sebesar 1385 kVa dan untuk produksi minuman sebesar 4300 kVa.
Selain memasok listrik dari PLN, dalam proses produksi mie pun terdapat
genset (generator set). Genset adalah peralatan elektro mekanik yang
berfungsi untuk mengubah energi mekanik menjadi energi listrik. Genset
yang dimiliki sebanyak 3 unit akan tetapi hanya 2 unit yang digunakan.
Genset ini masing-masing memiliki daya sebesar 500 kVa per unit. Genset
tersebut digunakan hanya sebagai cadangan sumber listrik untuk
menjalankan mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi
mie instan apabila listrik dari PLN tidak berfungsi. Sementara untuk proses
produksi minuman tidak menggunakan genset sehingga apabila listrik PLN
tidak berfungsi maka proses produksi pun tidak berjalan.
Kebutuhan listrik PT ABC President Indonesia untuk memproduksi mie
instan rata-rata adalah 10.000 kWh per hari dan untuk produksi minuman
sebesar 60.000 kWh per hari. Genset yang dinyalakan saat listrik mati
digunakan untuk menyuplai listrik dalam proses produksi mie instan juga
didistribusikan untuk proses pengolahan air (water treatment) yang
merupakan sumber air bagi produksi mie instan.

C. Unit Penyediaan Uap

Boiler merupakan alat yang berguna untuk mengubah air menjadi uap
dengan cara memanaskan air dalam volume yang besar di dalam tangki atau
bejana tekan sehingga menghasilkan steam (uap air) dalam jumlah dan
tekanan yang besar. Energi yang digunakan untuk memanaskan air tersebut
diperoleh dari pembakaran bahan bakar. PT ABC President Indonesia
memiliki 6 boiler yang merupakan low pressure boiler (working pressure 8-13
bar). 4 unit boiler dengan bahan bakar gas alam dan 2 unit boiler dengan
bahan bakar batubara. Untuk proses produksi mie instan sendiri
menggunakan 2 unit boiler berbahan bakar gas alam dengan kapasitas
masing-masing 15 ton dan 6 ton sedangkan untuk 1 unit boiler berbahan
bakar batubara berkapasitas 15 ton. Untuk proses produksi minuman
memiliki kapasitas yang lebih sedikit.Kebutuhan batubara untuk kapasitas 15
ton sebanyak 20 ton batubara. Sedangkan untuk gas membutuhkan sekitar
250.000-300.000 m3 per bulan.
Pada awal proses, batubara yang masih berukuran besar dihancurkan
dengan menggunakan crusher sampai diperoleh ukuran atau ketebalan
tertentu. Batubara yang telah dihancurkan tersebut ditampung di dalam
holding tank dan diteruskan ke feed hoper melalui belt conveyer. Dari feed
hoper batubara menuju stoker. Batubara yang berada diatas stoker
dinyalakan dengan api dan diratakan kesepanjang boiler dengan bantuan
blower. Tahap-tahap yang akan dilalui oleh gas hasil pembakaran pada boiler
adalah :
1. Gas panas hasil pembakaran batu bara mengalir dalam lorong
api/furnace (pass pertama) menuju ruang pembalik (reversal chamber).
2. Dari reversal chamber , gas masuk ke dalam pipa api (pass kedua)
menuju ke lemari api depan (front smoke box).
3. Dari front smoke box, gas masuk ke dalam pipa api (pass ketiga) menuju
ke rear smoke box belakang yang selajutnya menuju cerobong dengan
melalui grit arrester dan ID fan.
Batu bara yang berfungsi sebagai bahan bakar inilah yang akan
memanaskan air dan menghasilkan uap.Sedangkan untuk sistem kerja dari
boiler berbahan bakar gas hampir sama dengan boiler berbahan bakar
batubara. Air diisikan ke tabung air kemudian gas secara otomatis akan
terdorong dan api mulai menyala. Jika air tidak memenuhi skala standar
maka api secara otomatis akan mati. Kemudian air akan diisi kembali hingga
skala tertentu untuk memulai proses kembali. Uap yang sudah jadi akan
disuplaike bagian produksi sesuai dengan kebutuhannya.
Air yang akan diubah menjadi uap merupakan soft water yang diperoleh
dari unit pengolahan air bersih. Air dari water treatment ditampung di dalam
tangki penampungan air yang berada di area boiler plant, air yang dialirkan
melalui pipa ini akan diinjeksikan suatu bahan kimia khusus yang berfungsi
sebagai antikerak dan berfungsi untuk menghilangkan oksigen yang terlarut.
Selain dari pengolahan air (softwater) air yang diproses menjadi steam
berasal dari uap air yang tidak terpakai pada proses produksi yang sudah
mengembun (air kondensat) akan dialirkan kembali menuju penampungan
sehingga pada penampungan air untuk proses steam tidak memerlukan
panas karena panas sudah ditransfer dari air kondensat ke air yang berasal
dari unit pengolahan air. Jumlah air kondensat dan air dari penampungan
memiliki perbandingan 1:1. Hal ini disebut dengan proses preheating.
Proses Preheating ini bertujuan untuk mengurangi beban kerja boiler atau
dengan kata lain dapat menghemat energi yang dibutuhkan untuk
memansakan air. Air bertemperatur sekitar 80oC yang keluar dari tangki
penampungan kemudian dipompa masuk kedalam boiler dengan laju 15
ton/jam. Setelah air masuk dan dipanaskan di dalam boiler, maka akan
dihasilkan uap. Besarnya uap yang dihasilkan oleh boiler adalah 85% dari air
yang masuk dalam boiler yaitu 12 ton/jam. 15% air yang hilang diakibatkan
karena adanya proses blowdown dan proses kondensasi di dalam pipa
penyaluran uap. Tidak semua air akan berubah menjadi uap karena di dalam
air tersebut masih terdapat mineral atau logam-logam yang tidak dapat
diuapkan. Proses blowdown dilakukan untuk menghilangkan endapan air
yang berpotensi menimbulkan kerak pada boiler. Pelaksanaan proses ini
sangat ditentukan oleh kondisi air yang masuk kedalam boiler. Semakin
besar TDS (Total Dissolved Solid) yang terkandung dalam air yang ditransfer
dari water treatment ke boiler, maka proses blowdown akan semakin sering
dilakukan.
Kosentrasi TDS ( Total Dissolved Solid) air yang akan diumpankan ke
boiler harus dikontrol untuk mencegah timbulnya kerak dan korosi pada pipa-
pipa api, lorong api dan reversal chamber yang dapat menghambat terjadinya
proses pertukaran panas pada saat boiler sedang beroperasi.
Kebutuhan uap dalam proses pembuatan mie instan ABC, yaitu pada saat
pengukusan mie di dalam steamboxdan saat memanaskan minyak goreng
untuk menggoreng mie di dalam fryer.

D. Sanitasi dan Penanganan Limbah


1. Sanitasi
Sanitasi merupakan pengendalian terencana terhadap lingkungan
produksi, bahan baku, peralatan, dan pekerja untuk mencegah
pencemaran pada produk, kerusakan produk, mencegah pelanggaran
nilai estetika konsumen serta mengusahakan lingkungan kerja yang
bersih dan sehat. Sanitasi memegang peranan penting dalam suatu
pabrik pengolahan pangan karena dapat mempengaruhi kualitas produk
yang dihasilkan. Sanitasi industri berguna untuk meningkatkan efisiensi
proses produksi dengan tetap memperhatikan mutu produk dan
produktivitas para pekerja sehingga berada pada kondisi optimal.
Sanitasi merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan
dalam pengolahan pabrik. Sanitasi dalam proses pembuatan mie instan
ABC bertujuan untuk mengendalikan proses pembuatan mie instan,
sehingga dihasilkan mie instan berkualitas tinggi. Apabila sanitasi tidak
diterapkan dengan baik, maka hasil akhir produk memiliki kualitas yang
buruk atau tidak sempurna. Sanitasi yang diterapkan di PT ABC President
Indonesia meliputi sanitasi peralatan, area produksi, higiena pekerja, dan
sanitasi lingkungan.

a. Sanitasi Peralatan
Sanitasi terhadap peralatan merupakan salah satu faktor
terpenting yang harus diterapkan untuk mencegah terjadinya
kontaminasi pada mie instan yang diproduksi. Kontaminasi yang
terjadi pada peralatan produksi dapat berasal dari sisa-sisa bahan
yang tertinggal pada mesin atau tercecer di lantai. Pembersihan
peralatan dan mesin pengolahan dilakukan setelah proses produksi
selesai dijalankan.
Sanitasi peralatan yang dilakukan oleh PT. ABC President
Indonesia ini memiliki frekuensi sanitasi yang berbeda-beda. Setiap
peralatan memiliki fungsi masing-masing yang spesifik sehingga
frekuensi pembersihannya ada yang setiap hari, sebulan sekali,
bahkan setahun sekali. Misalnya untuk mixer dilakukan setiap hari
setelah pemakaian, kemudian untuk fryer dibersihkan seminggu sekali
dan tiap tiga bulan sekali dibersihkan dengan air sabun dan air panas
dan setahun sekali dibersihkan dengan air panas serta pemberian
caustic soda. Sanitasi yang dilakukan adalah dengan metode CIP
atau Clean in Place sehingga mesin dan peralatan tersebut tidak perlu
dibongkar pasang. Mesin yang dipakai oleh pabrik mie ABC terbuat
dari bahan stainless steel sehingga mudah dibersihkan dan tidak
berkarat. Sebelum digunakan untuk proses produksi, peralatan yang
akan digunakan harus dipastikan benar-benar bersih dari kotoran dan
benda-benda asing.
b. Sanitasi Area Produksi
Pada area produksi dilakukan pembersihan lantai secara teratur
agar lantai tidak licin dan membahayakan para pekerja. Di setiap
ruangan pabrik harus terdapat ventilasi agar sirkulasi udara dapat
lancar dan berlangsung dengan baik sehingga ruangan produksi tidak
pengap dan berbau, selain itu juga berfungsi untuk mengurangi panas
yang timbul dari proses produksi sehingga pekerja tidak terganggu.
Adapun langkah kerja untuk sanitasi area produksi adalah sebagai
berikut :
1) Semua material produksi dibungkus dan dikeluarkan dari ruangan
yang akan dibersihkan.
2) Buang semua sampah yang terdapat di area produksi.
3) Semua stop kontak mesin produksi dicabut.
4) Tutup semua bagian konveyor, mesin filling, hopper, panel, AC,
stop kontak, dan motor mesin dengan plastik.
Pembersihan kering (Dry Cleaning)
1) Bersihkan sarang serangga di setiap sudut ruangan dengan
menggunakan sikat halus bergagang/vakum. (sarang laba-laba
langsung disemprot dengan alkohol 70% dan dibersihkan dengan
lap basah)
2) Bersihkan kolom lampu, permukaan dan kolom mesin, pintu dan
kaca ruangan menggunakan washlap/kanebo kering.
3) Bersihkan permukaan lantai dan sudut ruangan dengan
pembersih debu (Vakum).
4) Noda/ kerak yang sukar hilang dibersihkan dengan sikat/kape
selama tidak merusak cat/lantai.
Pembersihan Basah (desinfektan)
1) Semprotkan permukaan dinding, pintu dan kaca akrilik ruangan,
permukaan dan kaki mesin dengan cairan alkohol 70% lalu
keringkan dengan washlap bersih.
2) Bersihkan permukaan lantai (keramik/epoxy) dengan cairan
pembersih lantai dengan menggunakan alat pel.
3) Pembersihan noda/kerak lantai serta platbordes dibersihkan
dengan caustic soda 1.5%.
4) Kemudian kerak/noda pada lantai disikat hingga noda/kerak
tergerus.
5) Siram dengan air bersih sambil disikat hingga bersih
6) Bersihkan saluran pembuangan dan penutup gutter dari kotoran
yang melekat.
Pembersihan dengan menggunakan caustic soda dilakukan setiap
akhir pekan di ruangan tertentu, misalnya pada ruang penggorengan.
Selain itu, untuk pembersihan dinding, lantai, jendela, atap, dll
dilakukan setiap selesai proses produksi.
c. Higiena Pekerja
Kebersihan pekerja menjadi salah satu faktor terpenting dalam
proses pembuatan mie instan di PT ABC President Indonesia.
Kebersihan pekerja diterapkan mengingat proses pembuatan mie
instan yang dilakukan tidak sepenuhnya menggunakan tenaga mesin,
tetapi masih ada beberapa proses yang menggunakan tenaga
manusia. Kebiasaan pekerja untuk menerapkan pola hidup sehat dan
tingkat kebersihan akan sangat berpengaruh terhadap kualitas mie
instan yang dihasilkan selama proses produksi. Bahaya kontaminasi
silang pun sering terjadi akibat kondisi pekerja yang kurang bersih
(seperti kurang menjaga kebersihan tangan saat kontak dengan
bahan). PT ABC President Indonesia menerapkan peraturan untuk
lingkup pekerja yang bersih, sehat, aman dan nyaman, sehingga
dapat meningkatkan produktivitas para pekerja dan dapat
mempertahankan mutu mie instan agar tetap baik. Adapun ketentuan
higiena perseorangan di area produksi adalah sebagai berikut :
1) Menjaga kebersihan diri, seragam kerja, peralatan produksi dan
area kerja.
2) Mencuci tangan dengan cairan sabun cair (hand soap) sebelum
memasuki ruangan produksi.
3) Wajib menggunakan gel antiseptik setiap 1 jam selama bekerja
dan setelah dari toilet bagi pekerja bagian pengemasan yang
kontak langsung dengan produk sebelum dikemas.
4) Dilarang membawa/ menggunakan perhiasan (aksesoris) seperti
cincin, gelang, kalung, jam tangan, dan sejenisnya selama di
ruang produksi.
5) Dilarang merokok di area produksi.
6) Dilarang memakai lipstik, bulu mata palsu, cat kuku dan
wewangian beraroma tajam di area produksi.
7) Dilarang meludah di sembarang tempat, mengunyah makanan,
membawa makanan dan minuman instan serta makan dan minum
(kecuali air mineral yang disediakan oleh perusahaan) di ruang
produksi.
8) Kuku jari tangan harus dipotong pendek dan selalu bersih.
9) Dilarang menyisir/merapikan rambut selama berada di ruang
produksi (boleh dilakukan di ruang ganti pakaian).
10) Menjaga kondisi rambut, kumis dan jenggot dalam kondisi pendek
dan rapi.
11) Kerudung/jilbab (bagi karyawati yang menggunakannya) tidak
boleh menggelantung, harus diikat ke belakng atau dimasukkan
ke dalam baju dan bebas aksesoris yang beresiko mencemari
produk.
12) Karyawan yang menderita penyakit berikut: penyakit menular,
penyakit kulit, cairan keluar melalui hidung dan telinga, dan
memiliki luka terbuka harus melapor kepada alasan untuk dimutasi
atau diistirahatkan sementara waktu.
13) Dilarang membawa peralatan ATK yang beresiko mencemari
produk.
Kebersihan para pekerja di PT ABC President Indonesia sudah
memenuhi prosedur. Sebelum memasuki ruang kerja, para pekerja
diwajibkan mengganti pakaian khusus kerja dan sepatu khusus
sebelum memasuki ruang produksi. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi bahaya kontaminan yang mungkin dapat berpindah dari
pekerja ke produk. Setelah itu, para pekerja pun diwajibkan mencuci
tangan dengan sabun dan penyemprotan antiseptik sebelum
memasuki area kerja dan juga menyemprotkan larutan aseptik ke
tangan setiap satu jam sekali.
Dalam pelaksanaan kegiatan produksi, para pekerja diberikan
APD (Alat Pelindung Diri) berupa masker dan top (hairnet) untuk
mencegah mikroorganisme yang ada pada tubuh mencemari produk.
Selain itu, kondisi kesehatan pekerja pun harus diperhatikan, apabila
tubuh sedang dalam keadaan tidak fit, sebaiknya tidak melakukan
kegiatan di ruang produksi karena dikhawatirkan virus yang ada
dalam tubuh berpindah ke produk.
d. Sanitasi Lingkungan
Kebersihan lingkungan kerja sangat diperhatikan oleh PT ABC
President Indonesia dengan penataan taman yang baik dan rapih,
distribusi air yang lancar, dan tersedianya tempat sampah yang selalu
tertutup. Sanitasi lingkungan di pabrik ini juga meliputi sanitasi
pengolahan limbah dimana tidak ada limbah yang dibiarkan
menumpuk terlalu lama. Area pembuangan limbah ini jauh dari ruang
produksi dan gudang sehingga kemungkinan tercemarnya area
produksi maupun gudang dapat diminimalisir. Selain itu terdapat pula
pest controlyang akan mendukung kebersihan lingkungan pabrik dari
insekta maupun rodensia yang dapat menimbulkan pencemaran
lingkungan pabrik.
Pest control dilakukan oleh pihak eksternal, yaitu Aardwolf
pestcare Indonesia. Perlakuan yang diberikan adalah dengan
memasang perangkap seperti perangkap tikus dan UV fly
catcheruntuk lalat. Selain itu, dilakukan pula fogging di area non
produksi dengan menggunakan senyawa kimia yang tidak
memberikan potensi meninggalkan residu dan tidak beracun.
Pelaksanaan foggingini dilakukan 2 minggu sekali dan untuk
pengawasan dilakukan setiap seminggu sekali per area.
2. Penanganan Limbah
Pada setiap pengolahan produk, selalu muncul limbah yang harus
ditangani dengan baik. Penanganan limbah dilakukan supaya tidak
menimbulkan kontaminasi dan merusak ekosistem di sekitar lokasi
pengolahan. Limbah adalah zat hasil sisa dari proses pengolahan yang
sudah tidak digunakan dan tidak bernilai jual. Limbah yang dihasilkan
selama proses produksi harus diolah dengan baik agar tidak mencemari
makhluk hidup lain yang berada di sekitarnya. Pengolahan limbah perlu
dilakukan mengingat limbah yang berasal dari proses pengolahan bahan
pangan biasanya memiliki kandungan bahan organik yang tinggi,
kandungan organisme, serta BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD
(Chemical Oxygen Demand) yang tinggi (Purnawijayanti, 2005).
Dalam proses pembuatan mie instan di PT ABC President Indonesia
menghasilkan tiga jenis limbah, yaitu limbah padat, limbah cair, dan
limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya).
a. Limbah Padat
Limbah padat yang dihasilkan dari proses produksi mie instan oleh
PT ABC President Indonesia adalahhasil ceceran tepung terigu.
Kemudian terdapat pula hasil remahan mie instan dan sisa dari
pengemas mie instan. Selanjutnya limbah padat ini oleh bagian
produksi akan diserahkan ke gudang BS (bad stock) atau disebut juga
dengan gudang pengolahan limbah. Kemudian limbah ini akan
diserahkan kembali ke bagian utilitas. Limbah padat ini terlebih dahulu
ditampung selama beberapa hari kemudian terdapat pihak tertentu
yang akan mengambil limbah padat tersebut.
b. Limbah Cair
Limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi mie instan
berasal dari air bekas pencucian mesin dan peralatan setiap kali
proses produksi usai. Limbah cair yang dihasilkan berwarna coklat
dan keruh. Limbah tersebut selanjutnya akan dialirkan melalui saluran
limbah cair menuju ke kolam penampung limbah (sump pit noodle).
Limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi akan diolah
langsung oleh bagian utilitas PT ABC President Indonesia.
Adapun proses pengolahan limbah cair yang dilakukan oleh PT
ABC President Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Sump pit noodle
Limbah cair hasil dari proses produksi mie instan disalurkan ke
kolam penampungan. Di dalam kolam ini terdapat screener yang
digunakan untuk memisahkan antara air, minyak dengan sampah
padat lainnya. Kemudian hasil pemisahan tersebut akan diangkat
secara manual dan ditampung di bak pembuangan.
2. DAF (Dissolved Air Flotation)
Air limbah yang sudah terbebas dari minyak dan limbah padat
lainnya akan mengalir menuju bak DAF. Di dalam bak ini terdapat
gelembung-gelembung oksigen yang digunakan untuk menaikkan
kotoran- kotoran halus yang masih terikut di dalam limbah cair.
Kotoran-kotoran yang terangkat ke atas permukaan air ini secara
otomatis akan diangkut oleh scrapper untuk dipisahkan dari
limbah cair.
3. Bak Equalisasi
Setelah terbebas dari kotoran-kotoran halus, limbah cair
tersebut akan memasuki bak equalisasi yaitu bak yang digunakan
untuk menyamakan karakteristik limbah agar seragam sehingga
ketika memasuki bioreaktor akan lebih mudah untuk diproses.
Apabila karakteristik limbah yang masuk ke dalam bioreaktor ini
berbeda-beda, maka kerja bioreaktor akan semakin berat. Hal ini
dapat membuat bioreaktor tidak berfungsi untuk memproses
limbah cair karena mikroorganisme yang terdapat di dalamnya
mati sehingga tidak dapat mendegradasi bahan organik yang
terkandung pada limbah cair.
4. Bioreaktor
Bioreaktor atau dikenal juga dengan nama fermentor adalah
sebuah peralatan atau sistem yang mampu menyediakan sebuah
lingkungan biologis yang dapat menunjang terjadinya reaksi
biokimia dari bahan mentah menjadi bahan yang dikehendaki.
Reaksi biokimia yang terjadi di dalam bioreaktor melibatkan
organisme atau komponen biokimia aktif (enzim) yang berasal dari
organisme tertentu, baik secara aerobik maupun anaerobik.
Di dalam bak bioreaktor ini terdapat tumpukan-tumpukan
rumpon yang merupakan tempat menempelnya mikroorganisme
pengurai BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemical
Oxygen Demand). Limbah cair yang karakteristiknya sudah
diseragamkan akan masuk ke dalam bioreaktor, kemudian bahan
organik yang terdapat pada limbah cair ini akan didegradasi oleh
mikroorganisme pengurai. Adanya aktivitas penguraian zat organik
oleh mikroorganisme ditandai dengan pembentukan busa yang
terjadi dipermukaan bak. Semakin banyak busa yang dihasilkan
maka semakin baik pula proses penguraian zat organik oleh
mikroorganisme tersebut. Mikroorganisme yang digunakan pada
bioreaktor dapat bermacam-macam seperti salah satu contohnya
adalah lumpur aktif. Akan tetapi,penggunaan lumpur aktif dapat
membuat air terlihat keruh, maka perlu diolah kembali sehingga
prosesnya kurang efektif. Pada bioreaktor ini tidak menggunakan
lumpur aktif melainkan rumpon dengan keuntungan air limbah cair
yang diolah akan terlihat jernih.
5. Polishing
Pada bak polishing ini air sudah terlihat jernih. Di dalam bak ini
akan terjadi pengendapan (sedimentasi) rumpon atau kotoran
yang terikut pada limbah cair. Setelah kotoran mengendap, air
dialirkan melewati saluran pembuangan menuju sungai. Sebelum
pembuangan ini, air terlebih dahulu dicek oleh QC mengenai
tingkat kesadahan dan parameter lainnya seperti nilai BOD dan
COD nya. Apabila sudah memenuhi standar, maka air tersebut
diizinkan untuk dibuang ke sungai.
c. Limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya)
Limbah B3 ini berupa batu bara yang dihasilkan dari proses
pembuatan uap (steam). Batu bara ini digunakan sebagai bahan
bakar untuk penggunaan boiler. Batu bara hasil pembakaran ini akan
ditampung terlebih dahulu kemudian akan diolah oleh pihak luar yang
menyediakan jasa pengolahan limbah B3.

E. Pengendalian Mutu
Sebuah perusahaan yang bergerak dibidang pangan, dituntut untuk
menghasilkan produk yang berkualitas sehingga perlu adanya pengendalian
mutu produk pangan. Pengendalian mutu itu sendiri pun merupakan bagian
yang sangat penting dalam industri pangan. Terdapat departemen khusus
yang bertanggung jawab atas mutu produk yang dihasilkan serta jaminan
mutu lainnya yang berkaitan dengan perusahaan tersebut. Departemen
tersebut adalah QC (Quality Control) dan QA (Quality Assurance). Sesuai
dengan ISO 8402, QA (Quality Assurance) adalah seluruh kegiatan yang
sistematik dan terencana yang diterapkan dalam sistem jaminan mutu serta
didemonstrasikan jika diperlukan, untuk memberikan suatu keyakinan yang
memadai bahwa suatu produk/jasa akan memenuhi persyaratan mutu.
Sedangkan QC (Quality Control) adalah teknik operasional dan kegiatan
yang digunakan untuk memenuhi persyaratan mutu.
1. QA (Quality Assurance)
QA terbagi menjadi dua bagian yaitu QMS (Quality Management
System) dan Quality Assurance Engineer. QMS berfungsi dalam
mengontrol kualitas dari sistem-sistem yang diterapkan oleh perusahaan,
misalnya HACCP. Selain itu QA berfungsi untuk menganalisis data yang
dihasilkan dari suatu masalah yang terjadi di perusahaan, kemudian
memberikan solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut (problem solving). Contoh lainnya dari permasalahan yang sering
terjadi adalah adanya keluhan pelanggan mengenai kualitas produk yang
dihasilkan oleh perusahaan tersebut.
2. QC (Quality Control)
QC bertanggung jawab atas kualitas produk, mulai dari kualitas bahan
baku hingga kualitas produk akhir yang akan diterima oleh konsumen.
Setiap bahan baku yang datang akan dicek terlebih dahulu oleh QC
mengenai kualitas bahan untuk mengetahui sesuai standar atau tidaknya
bahan baku tersebut. Jika sudah memenuhi standar maka QC akan
mengizinkan untuk diproses pada bagian produksi. Kemudian di dalam
proses produksi pun, QC berperan dalam pengawasan terhadap
keberlangsungan kegiatan tersebut, sudah berjalan sesuai prosedur atau
belum karena hal ini dapat mempengaruhi kualitas produk yang
dihasilkan. Untuk itu terdapat beberapa tahapan proses yang dibutuhkan
pengawasan khusus oleh QC. Setelah proses produksi selesai pun, QC
akan memeriksa kualitas produk akhir apakah sudah memenuhi syarat
yang ditentukan perusahaan atau belum dan diuji layak atau tidaknya
produk ini dipasarkan.
Suatu perusahaan perlu melakukan sertifikasi sebagai jaminan mutu
bahwa produk yang dipasarkan telah terjamin kualitasnya. Adapun sertifikasi
yang terkait dalam proses produksi yang dimiliki oleh PT ABC President
Indonesia adalah sebagai berikut :
a. ISO 22000, merupakan standar sistem manajemen keamanan pangan
global untuk seluruh rantai pasokan makanan, dari mulai petani dan
produsen ke pengolah dan pengepakan, hingga transportasi dan
penjualan.Standar ini berfokus pada pemastian rantai pasok, apakah
prinsip-prinsip sistem manajemen telah diterapkan dan sesuai dengan
prinsip-prinsip HACCP dari Codex Alimentarius.
b. CPPOB (Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik), yaitu suatu pedoman
yang menjelaskan bagaimana cara memproduksi pangan agar aman,
bermutu, dan layak dikonsumsi. Antara lain dengan cara mencegah
tercemarnya pangan olahan oleh cemaran biologis, kimia dan benda lain;
mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik patogen, dan
mengendalikan proses produksi.
c. Sertifikat Halal, yaitu suatu fatwa tertulis dari Majelis Ulama Indonesia
(MUI) yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syari'at
Islam. Sertifikat Halal ini merupakan syarat untuk mendapatkan ijin
pencantuman LABEL HALAL pada kemasan produk dari instansi
pemerintah yang berwenang.

d. Standar Nasional Indonesia (SNI), adalah standar yang ditetapkan oleh


Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional.Badan
Standardisasi Nasional (BSN), adalah Badan yang membantu Presiden
dalam menyelenggarakan pengembangan dan pembinaan dibidang
standardisasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.Standar nasional Indonesia berlaku di seluruh wilayah Republik
Indonesia. SNI untuk mie instan itu sendiri adalah SNI 01-3551-2000
tahun 2000.
Pengendalian mutu merupakan suatu upaya pemeliharaan mutu pada
tingkat toleransi yang sesuai dengan standar mutu yang dikehendaki oleh
konsumen. Agar mie instan memiliki kualitas yang baik, maka pengendalian
mutu harus diterapkan secara konsisten pada setiap tahapan proses
pengolahan. Pengendalian mutu yang dilaksanakan di PT ABC President
Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Pengendalian Mutu Bahan Baku
Pengendalian mutu terhadap bahan baku bertujuan untuk
menghasilkan produk yang berkualitas baik. Bahan baku yang digunakan
PT ABC President Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda-beda
sehingga memerlukan pengendalian yang berbeda pula. Bahan baku
merupakan faktor yang menentukan dalam proses produksi atau
pengolahan bahan makanan. Jika bahan baku yang digunakan bermutu
baik, maka diharapkan produk yang dihasilkan juga berkualitas baik.

a. Tepung Terigu

Tepung terigu yang digunakan dalam proses pembuatan mie ABC


harus memiliki kadar air maksimal 14%. Hal ini mengacu pada SNI
3751:2009 tentang tepung terigu sebagai bahan makanan. Tujuannya
adalah agar kualitas mie yang dihasilkan bermutu baik dan daya
simpannya pun lebih awet. Selain itu, penampakan fisiknya pun harus
diperhatikan seperti misalnya warna, bau, dan tekstur serta tidak ada
benda asing yang mengontaminasi tepung terigu.

Tepung terigu yang datang dilengkapi dengan COA atau


Certificate of Analysis. Sertifikat tersebut berisi tentang hasil analisa
kandungan tepung terigu meliputi kadar air, kadar abudan kandungan
protein. Kemudian QC akan mengambil sampel terigu tersebut dan
dianalisa untuk memastikan hasil yang didapat sama dengan yang
ada di COA. Jika sama maka dapat dimasukkan ke dalam gudang
dan jika bermasalah dapat disimpan dibagian hold bahkan rejected.
Selain analisa kimia, dilakukan pula analisis fisik meliputi, kebersihan
sak, jahitan tidak terbuka atau bekas dibuka, tidak basah, tidak
tercemar bahan lain, kode produksi, label, berat, tanggal kadaluarsa.
Pengendalian secara organoleptik diamati bau, warna, tekstur. Selain
itu, dilakukan pula uji mikrobiologi pada tepung terigu.

b. Air Kansui

Air kansui yang digunakan harus memenuhi standar, yaitu dengan


kadar asin yang cukup. Selain itu, air lunak yang digunakan pun harus
dipastikan baik dan tidak mengandung mikroba yang dapat
menurunkan kualitas produk. Pada air kansui ini yang perlu
diperhatikan adalah nilai BJ dan kadar garam.
Pengukuran BJ dimaksudkan untuk mengetahui jumlah garam
yang ditambahkan sudah sesuai standar atau belum memenuhi
standar. Standar BJ yang ditetapkan pada perusahaan ini adalah
kurang lebih 4,8 dengan memerhatikan faktor suhu. Suhu rata-rata
yang digunakan adalah 28-30oC.
Pengendalian mutu bahan baku ini sangat penting dalam menentukan
hasil akhir produk mie instan. Pihak yang bertanggung jawab terhadap
pemeriksaan kualitas bahan mentah tersebut adalah staff QC Raw
material. Setelah melewati tahap pemeriksaan maka QC Raw material
akan mengeluarkan lembar QC Passed sebagai identitas bahan. Jika QC
Passed menyatakan bahan tersebut memenuhi standar untuk proses
produksi maka bahan tersebut baru dapat digunakan untuk produksi.
2. Pengendalian Mutu pada Proses Pencampuran

Pada proses pencampuran ini faktor yang mempengaruhi


keberhasilan proses mixing adalah banyaknya air alkali yang
ditambahkan, lama waktu pengadukan dan temperatur adonan. Mutu
adonan yang dikehendaki di PT ABC President Indonesia, yaitu tidak
terlalu basah dan tidak terlalu kering. Jika terlalu basah maka saat
dilakukan pengeritingan akan menghasilkan bentuk yang tidak sesuai
standar dan apabila kekeringan ketika dimasukkan ke dalam pencetakan
lembaran mie akan mudah putus.

Pencapaian adonan yang sesuai dengan standar yang telah


ditentukan juga dipengaruhi oleh komposisi tepung yang digunakan,
selain dari faktor pengadukan itu sendiri. Formulasi tepung sangat penting
artinya bagi mutu adonan, terutama oleh banyaknya jenis tepung yang
ada. Masing-masing merk tepung mempunyai spesifikasi yang berbeda
antara yang satu dengan yang lainnya. Maka perlu adanya formulasi
untuk menutup kekurangan tepung tersebut.

3. Pengendalian Mutu pada Proses Pembentukan Lembaran

Untuk mendapatkan adonan dengan ketebalan tertentu dilakukan


pengaturan dari celah roller dan kecepatan putaran roller. Pengaturan
dan penyesuaian juga dilakukan untuk mendapatkan ketegangan adonan
supaya tidak terlalu tegang ataupun tidak terlalu kendor. Dari proses
tersebut umumnya dikehendaki terbentuknya lembaran adonan yang baik
yakni lembut, elastis, tidak berlubang dan tidak terlipat. Sedangkan
ketebalan akhir yang dikehendaki untuk produk rata-rata 1.15 mm.
Pengecekan ketebalan mie dilakukan roller terakhir dengan
menggunakan alat Thickness Gauge oleh staff QC field. Selain itu, jumlah
pita-pita mie setelah hasil slitting memiliki standar yaitu, 71-75 helai.

4. Pengendalian Mutu pada Proses Pengukusan


Faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan ini adalah terutama
pada suhu steam dan tekanan. Jika hal tersebut kurang dari standar akan
menyebabkan produk mudah rapuh. Mutu steam yang baik adalah
steambasah, karena dengan steam yang basah akan mempercepat
fungsi pemasakan (penetrasi panas ke dalam mie). Untuk memperoleh
steam basah maka diperlukan tekanan steam yang cukup rendah dengan
HOR besar. HOR adalah presentase perbandingan antara jumlah lubang
steam dengan luas penampang pipa steam.Jumlah steam berkaitan
dengan panas yang diterima oleh mie. Steam merupakan media
penghantar panas sehingga apabila jumlah steam lebih besar maka
panas yang terpenetrasi dalam mie akan semakin baik.
Kematangan mie dikatakan tergelatinisasi sempurna atau matang bila
mempunyai derajat gelatinisasi 80 % dan mie basah yang dihasilkan
dalam kondisi tidak membawa air dari steambox, tidak tercemar dan
kenyal. Apabila proses gelatinisasi tidak sempurna maka akan
mengakibatkan beberapa hal :
a) Terbentuknya gelembung udara pada permukaan mie pada waktu
digoreng.
b) Pada waktu produk mie jadi, kemudian diseduh dengan air panas
maka air menjadi keruh dan berbau terigu karena terlarutnya partikel
terigu yang belum tergelatinisasi.
c) Produk jadi (mie matang) menjadi bersifat rapuh dan mudah patah
sehingga pada tahap pengemasan akan dihasilkan remah yang
banyak ataupun mie yang remuk (hancur).
5. Pengendalian Mutu pada Proses Pemotongan
Proses ini adalah proses yang menentukan dari kecepatan
keseluruhan proses produksi dalam satu jalur. Hal ini disebabkan oleh
kecepatan putaran alat cuttingyang sangat terbatas terutama
berpengaruh terhadap ukuran mie yang akan dihasilkan. Banyaknya
potongan mie yang akan dipotong berpengaruh terhadap waktu yang
dibutuhkan pada saat frying maupun cooling.
Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam proses ini adalah kecepatan
dari mesin dan hasil lipatan dari mie tersebut. Mesin ini hanya bekerja
maksimal dengan potongan mie yang dihasilkan sebanyak 66 potong tiap
menitnya. Selain dilakukan pengendalian proses juga dilakukan
pengendalian terhadap berat mie yang dihasilkan setelah pemotongan.
Untuk keperluan pengecekan dilakukan penimbangan pada mie basah
tersebut secara acak agar dapat diketahui apakah standar berat mie telah
tercapai.

6. Pengendalian Mutu pada Proses Penggorengan

Di dalam tahap penggorengan, sifat minyak sangat menentukan,


maka syarat minyak yang akan digunakan harus dipenuhi. Selain minyak,
suhu dan waktu penggorengan juga harus diatur. Suhu yang
dipersyaratkan adalah 145-1650C. Suhu minyak goreng diatur sedemikian
rupa dimana semakin ke belakang suhu semakin tinggi secara bertahap
kemudian suhu akan turun kembali. Pada pengaturan seperti ini
penyerapan minyak goreng secara berlebihan ke dalam mie akan dapat
ditekan, serta permukaan akan lebih halus.

7. Pengendalian Mutu pada Proses Pendinginan

Pada proses pendinginan ini, suhu maksimal harus mencapai 400C


karena jika lebih dari suhu tersebutdapat menimbulkan uap air pada
pengemas yang dapat menjadi media pertumbuhan bagi
mikroorganisme.Pengendalian mutu proses ini dengan mengondisikan
agar temperatur udara yang masuk ke arah mie harus kurang atau sama
dengan suhu kamar. Pendinginan dilakukan dengan bantuan kipas pada
cooling box.

8. Pengendalian Mutu pada Proses Pengemasan


Pada pengemasan ini, dilihat adalah kesesuaiannya dengan standar.
Kemudian daya tekan sealernya apabila ditekan tidak kempes dan tidak
adanya kebocoran. Selain itu, setelah pengemasan pun akan dilewati
metal detector untuk mengetahui ada tidaknya logam yang terikut dalam
kemasan produk. Keberhasilan pengemas yang memenuhi standar
tergantung pada pengaturan suhu untuk long sealer dan end sealer, serta
kecepatan mesin pengemas. Selain itu yang mempengaruhi proses
pengemasan adalah bahan pengemasnya.
Pengendalian mutu yang dilakukan dalam proses pengemasan yaitu
QC field melakukan pengujian antara lain inspeksi kode produksi pada
etiket mie dan karton mengenai tulisan yang tertera sudah jelas atau
belum, jumlah produk per karton sesuai atau tidak, pengujian kondisi
sealing pada kemasan etiket mie, kerapihan lakban, dan pengujian
kebocoran produk pada etiket mie.
Pengujian untuk masing- masing inspeksi dilakukan 2 kali setiap shift
dan mengambil produk secara acak. Kode produksi baik pada etiket
maupun pada karton penting sekali dilakukan pengontrolan dan
pengendalian karena merupakan bentuk informasi yang diperlukan oleh
pihak konsumen. Kode ini memberikan informasi tentang batas
kadaluarsa, kode identitas pelaksanaan produksi, nomor mesin yang
dipakai dan tanggal produksi. Contoh kode yang tertera pada produk,
yaitu EF1A 291016 12:30 03456
Keterangan :
EF : nomor mesin
1A : Shift
291016: tanggal expired
12:30 : jam produksi
03456 : nomor urut karton
9. Pengendalian Mutu pada Produk akhir
Spesifikasi produk akhir berdasarkan SNI 01-03551-2000, yang
dimaksud dengan mie instan adalah produk makanan kering yang dibuat
dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain
dan bahan tambahan makanan yang diizinkan, berbentuk khas mie dan
siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih
dengan adanya penambahan bumbu. Adapun syarat mutu mie instan
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2. Syarat Mutu Mie Instan
Kriteria Uji Syarat Persyaratan
1. Keadaan :
a. Bau Normal
b. Warna Normal
c. Rasa Normal
2. Benda-benda asing Tidak Boleh Ada
3. Keutuhan %, b/b Minimum 90
4. Uji Kematangan Menit Maksimum 3
(bahan: air=1:5) b/b

5. Kadar air %, b/b Maksimum 11


6. Abu Tanpa Garam %, b/b Maksimum 2
7. Protein %, b/b Minimum 6
8. Derajat Asam ml Maksimum 3
NaOH/100g
9. Bahan yang diizinkan sesuai SNI
Tambahan Makanan 01-0222-1995 dan
peraturan Men.Kes
No.722/Men.Kes/Per/IX/8
8
10. Pencemaran logam :
a.Timbal (Pb) mg/kg maksimum 1,0
b.Tembaga (Cu) mg/kg maksimum 10,0
c. Seng (Zn) mg/kg maksimum 40,0
d.Raksa (Hg) mg/Kg maksimum 0,05
11. Arsen (As) mg/kg maksimum 0,5
12. Pencemaran Mikroba:
a. Angka lempeng total koloni/g maksimum 1,0 x 106
b. E.coli APM/g maksimum 10
c. Kapang koloni/g maksimum 1,0 x 104
Sumber : SNI 01-3551-2000
Pengendalian produk akhir yang berupa pengepakan dan penyimpanan
dalam gudang yang disebut dengan finish good. Sebelum mie hasil produksi
dimasukan ke dalam gudang dilakukan penimbangan berat per karton untuk
mengetahui apakah berat sudah sesuai standar berat mie instan berdasarkan
jenis mie yang diproduksi yang dilakukan oleh QC finish good. Sesuai dengan
instruksi kerja monitoring, penanganan produk akhir mie instan oleh finish good,
yaitu dengan melakukan uji umur simpan dengan cara pengambilan
sampel dari setiap pallet sesuai standar, kemudian melakukan pengujian
sebagai berikut :
a. Pengujian identitas kode produksi dan expired date: mengamati
secara visual kesesuaian identitas dengan isi, kode produksi dan
expired date dari setiap sampel disesuaikan dengan tanggal dan hari
saat produksi tersebut dikemas.
b. Pengujian warna : mengambil sampel dari setiap pallet untuk diuji
secara visual tiap karton dari tiap sampel.
c. Pengujian tekstur : dilakukan secara sensoris untuk menguji tekstur
mie.
d. Pengujian berat / pcs : menimbang berat / pcs dari setiap karton
sampel sesuai dengan standar berat..
e. Pengujian seal: mengecek seal dari setiap sampel dan dilihat ada
tidaknya kebocoran.
f. Pengujian kerapian pengemasan: mengamati secara visual kerapatan
seal dan lipatan seal.
g. Pengujian kerapian karton : mengamati secara visual kerapian lakban
dan presisi karton.
h. Menguji kerenyahan/ masakan : menguji kadar air mie instan, jika
kadar air mie instan rendah maka mie akan memiliki daya simpan
yang cukup lama (sekitar 8 bulan). Namun, jika kadar air mie tinggi
maka daya simpan mie tidak tahan lama (kurang dari 8 bulan), hal
tersebut dikarenakan adanya kerusakan yang disebabkan oleh
mikroba.
Jika ditemukan adanya kerusakan, maka barang ditunda untuk
pengecekan kembali. Produk yang ditunda tersebut tidak dimasukkan ke
dalam gudang namun dilakukan pengecekan satu per satu produk yang
rusak kemudian diganti dengan produk yang baik. Hal tersebut dilakukan
agar kualitas produk yang dihasilkan tetap terjaga. Biasanya produk yang
rusak tersebut diakibatkan oleh etiket mie yang bocor, tidak kuat dan tidak
rapat. Hal-hal yang harus dilakukan dalam penanganan produk akhir
adalah sebagai berikut :
a. Produk disimpan di dalam gudang dengan penataan di atas pallet.
b. Dilakukan pengecekan oleh QC field.

c. Penempatan diatur dengan sistem FIFO (First In First Out).

d. Tinggi tumpukan karton per pallet sesuai dengan standar, yaitu


maksimal 8 karton.

e. Sistem handling yang baik misalnya, dihindarkan dari tempat yang


basah dan panas pada saat penataan dalam gudang, pengangkutan
tidak boleh dibanting.

f. Kebersihan pallet harus selalu terjaga untuk menghindari


kemungkinan kontaminasi serangga.

F. Gudang
Gudang adalah suatu bangunan yang digunakan sebagai tempat
penyimpanan yang berhubungan dengan kegiatan produksi baik menyimpan
bahan-bahan yang diperlukan untuk proses produksi, bahan setengah jadi
dan bahan jadi/ produk akhir (Finish Good) hingga penyimpanan suku
cadang mesin peralatan untuk proses produksi. Adapun SOP untuk gudang
(Warehouse) pada PT ABC President Indonesia adalah :
1. Memastikan barang yang diterima melalui supplier sesuai dengan
persyaratan atau standar yang telah ditentukan oleh perusahaan.
2. Memastikan terpenuhinya barang-barang yang akan digunakan untuk
proses produksi.
3. Mencegah atau meminimalisir penurunan kualitas produk atau kehilangan
kandungan bahan tertentu yang ada di dalam produk dengan cara
pengendalian hal-hal tertentu seperti misalnya suhu ruangan.
Adapun dokumen-dokumen yang dibutuhkan sebelum barang dari supplier
masuk dalam gudang penyimpanan adalah :
1. Surat jalan, yaitu surat yang menyatakan keadaan barang secara fisik,
misal bentuk/jenis dan kuantitas
2. Certificate of Analysis (COA), yaitu suatu sertifikat/keterang yang
menyatakaan keadaan barang setelah dianalisa, misal nilai kadar air
bahan tersebut.
3. Jadwal kedatangan barang.
4. Laporan Penerimaan Barang (LPBD) yang dikelola oleh bagian
administrasi gudang.
Dokumen-dokumen tersebut merupakan syarat yang harus dipenuhi
sebelum barang disimpan di dalam gudang. Apabila salah satu dokumen
tidak terpenuhi maka barang tersebut tidak boleh diterima untuk disimpan di
dalam gudang. Kemudian barang-barang tersebut diberi label yang berisi
keterangan Vendor/pengirim, tanggal pengiriman, tanggal expired, jenis
barang dan kuantitas barang.
1. Bagian-bagian gudang
Dalam proses penyimpanan dan penggudangan yang ada di PT ABC
PRESIDENT INDONESIA, penggudangan (Warehouse) dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu:
a. Gudang RMPM (Raw Material Packaging Material)
Raw Material yang sudah berlabel tersebut sebelum digunakan
oleh bagian produksi, harus dicek kembali dan dibandingkan dengan
dokumen COA yang dilampirkan pada saat pengiriman barang
mengenai kesesuaian atau tidaknya dengan data yang terlampir.
Kemudian dilakukan pemeriksaan lebih intens terhadap barang
tersebut dan dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan oleh
perusahaan mengenai layak atau tidaknya barang tersebut digunakan
untuk proses produksi. Apabila sudah selesai dilakukan pemeriksaan
dan barang tersebut sesuai standar, maka pihak QC akan
menetapkan status Cheked dengan pemberian stempel pada label
yang artinya barang tersebut diizinkan untuk digunakan dalam proses
produksi. Akan tetapi, apabila hasil pemeriksaan menyatakan tidak
layak, maka QC akan menetapkan status rejected lalu barang
tersebut dipindahkan ke area barang reject atau hold yang artinya
barang tersebut akan dikembalikan kepadasupplier. Pengembalian
barang kepada supplier ini memiliki syarat dan kentetuan tertentu
yang sudah disepakati dalam suatu perjanjian oleh kedua belah pihak.
Penyimpanan bahan-bahan yang akan diproses tersebut memiliki
kriteria yang berbeda-beda sehingga kondisi penyimpanannya pun
memiliki persyaratan yang berbeda-beda pula. Seperti misalnya
tepung terigu, garam, gluten, pati, dll merupakan bahan-bahan yang
memiliki umur simpan lebih panjang sehingga penempatannya cukup
pada suhu ambient. Sementara untuk penyimpanan bahan-bahan
segar seperti rempah rempah membutuhkan kondisi penyimpanan
khusus, yaitu di bawah suhu 250C.
Minyak (Palm oil) yang disuplai disimpan di dalam 4 tanki besar
dengan kapasitas masing-masing 30 ton yang bersuhu 40 ° C.
Kemudian Palm olein disimpan di dalam 2 tanki dengan suhu yang
sama. Dalam tanki masing-masing dilakukan pemasakan dan
ditambahakan antioksidan tertentu kemudian disalurkan ke bagian
produksi.
b. Gudang hasil produksi/ Produk (Finish Good)
Finish Good atau produk jadi akan dilakukan pemeriksaan oleh
pihak QC sebelum dipasarkan atau didistribusikan kepada konsumen.
QC memeriksa barang yang kemudian dinyatakan layak atau tidak
layak. Jika layak QC akan memberikan status Release yang artinya
diizinkan untuk dipasarkan. Apabila tidak layak akan diberikan status
hold yang artinya barang ditahan sebelum reject. Kemudian dalam
masa menunggu hasil pemeriksaan QC, status dari barang-barang
tersebut adalah Inkubasi.
c. Penggudangan Suku Cadang
Penyimpanan suku cadang dilakukan sesuai prosedur yang sama
dengan penyimpanan Raw material atau pun finish good.
Penyimpanan disusun secara berblok-blok dan barang diklasifikasikan
mulai dari fungsi, ukuran dan spesifikasinya.
2. Sistem keluar masuk barang
Secara keseluruhan, sistem pengangkutan yang digunakan dalam
gudang ini adalah sistem FIFO (First In First Out) untuk bahan-bahan
segar yang artinya bahan yang pertama masuk adalah yang dikeluarkan
terlebih dahulu. Kemudian untuk barang non fresh atau memiliki tanggal
kadarluasa seperti misalnya tepung terigu atau pun barang Finish Good
diberlakukan sistem FEFO (First Expired First Out) yaitu barang yang
memiliki tanggal kadarluasa lebih cepat yang akan dikeluarkan terlebih
dahulu baik untuk produksi maupun untuk pemasaran produk.
Keluar masuknya barang di gudang harus dicatat di dalam kartu stok
yang akan membantu dalam mengatur gudang agar tidak terjadi overload
gudang ataupun losses perusahaan sehingga terhindar dari kesalahan-
kesalahan fatal yang dapat merugikan.
3. Sanitasi Gudang
Sanitasi gudang dilakukan setiap hari di titik tertentu, artinya dalam
sekali pembersihan tidak langsung sekaligus seluruh gudang dibersihkan.
Sebelum pembersihan, gudang terlebih dahulu dikosongkan dari material-
material tertentu kemudian gudang disapu dari debu dan kotoran lainnya,
lalu lantai disemprot dengan alat “Gun Jet Cleaner” atau secara manual
dengan kain pel. Setelah itu lantai ditaburi detergen dan digosok dengan
sikat dan sapu lidi, kemudian lantai dibersihkan dari air kemudian dibilas
hingga bersih dan dilakukan pengeringan. Setelah itu simpan kembali
material yang dikeluarkan dari gudang.
Selain itu, pallet yang terbuat dari kayu pun harus dibersihkan secara
berkala dengan cara direndam dalam air yang dicampur cairan anti rayap.
Perendaman ini dilakukan di dalam bak celup dengan volume
1,52x2,57x0,4 m, pallet disusun bertumpuk maksimal 5 tumpuk dan
disusun secara memanjang di dalam bak celup.
BAB V
PEMBAHASAN

Proses pengolahan mie instan di PT ABC President Indonesia melalui


beberapa tahap, yaitu pencampuran adonan (mixing), pembentukan
lembaran (Sheeting), pencetakan (slitting), pengukusan (steaming),
pemotongan (cutting), penggorengan (frying), pendinginan (cooling),
pengemasan (packing), pendeteksian logam (Metal detecting), dan
pengemasan sekunder. Secara umum, proses yang dilakukan di PT ABC
President Indonesia ini sama dengan yang ada pada literatur. Akan tetapi,
ada beberapa tahap yang sedikit berbeda dengan literatur, seperti bahan
baku, proses pencampuran, pengukusan, dan penggorengan.
Sebelum proses pengolahan dilakukan, terlebih dahulu disiapkan
bahan baku dan bahan tambahan dalam pembuatan mie instan. Bahan
baku yang digunakan dalam proses pembuatan mie instan di PT ABC
President Indonesia adalah tepung terigu dengan dua tipe yaitu tepung
terigu dengan tipe protein tinggi dan tepung terigu protein sedang. Tujuan
pencampuran dua tipe ini adalah untuk menghasilkan kualitas dan
konsistensi produk yang baik serta meminimalkan biaya bahan baku
(Fowler, 2009). Tepung terigu yang digunakan harus memiliki kadar air
maksimal 14% yang sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh SNI.
Selain tepung terigu, bahan baku lain yang dibutuhkan adalah tepung
tapioka. Akan tetapi, PT ABC President Indonesia tidak menggunakan
tepung tapioka, melainkan menggunakan gluten murni sebagai
pembentuk tekstur dan penambah kekenyalan pada mie instan tersebut.
Gluten adalah massa kenyal melengket yang menyatukan komponen-
komponen mie dan membentuk dasar struktur lunak mie. Sifat tersebut
disebabkan sifat gluten yang terhidrasi dan mengembang bila tepung
terigu dicampur dengan air (Winarno, 2000).
Menurut Rustandi (2011) Kandungan protein utama di dalam tepung
terigu yang berperan dalam pembuatan mie adalah gluten. Gluten
dibentuk dari gliadin dan glutenin. Banyak sedikitnya gluten yang didapat
bergantung pada berapa banyak jumlah protein dalam tepung itu sendiri,
makin tinggi proteinnya maka makin banyak jumlah gluten yang didapat,
begitu juga sebaliknya. Banyaknya kandungan gluten akan berdampak
pada keelastisan dan daya tahan terhadap penarikan dalam proses
produksi mie. Selain itu, penggunaan gluten murni bertujuan untuk
mengurangi jumlah pemakaian tepung terigu yang mahal serta dapat
menggantikan peran tepung tapioka karena gluten murni yang
ditambahkan hanya sedikit sekali dibandingkan dengan tepung terigu.
Tahap pembuatan mie harus menggunakan penambahan gluten yang
berfungsi sebagai pembentuk sifat elastis. Gluten bersifat lentur dan
elastis yang terutama yang ditentukan oleh glutenin dan sifat kerentangan
yang ditentukan oleh gliadin sehingga adonan tepung mampu dibuat
mengembang (Belitz, 1999).
Menurut Astawan (2005) pencampuran dilakukan satu kali selama 15
menit, yaitu pencampuran basah. Akan tetapi di PT ABC President
Indonesia dilakukan selama 20-25 menit karena terdapat dua tahap
pencampuran, yaitu pencampuran kering dan pencampuran basah.
Tujuan tahap pencampuran kering adalah untuk menghomogenkan
tepung terigu karena menggunakan dua jenis tepung terigu, yaitu tepung
terigu protein tingi dan tepung terigu protein sedang, kemudian juga untuk
menghomogenkan gluten murni yang ditambahkan sebelum dibasahi
dengan air alkali.Hal ini sesuai dengan pendapat Hou (2010) yang
menyatakan bahwa tepung terigu dan bahan kering lainnya seperti pati
dan gluten dilakukan pencampuran kering di dalam mixer sebelum larutan
garam/larutan alkali ditambahkan. Pada proses pencampuran ini
diharapkan tercapai suatu derajat keseragaman tertentu, yaitu
keseragaman dalam konsentrasi dan keseragaman dalam fisik tepung
(Handoko,1992).Pencampuran kering ini terjadi selama 8 menit. Setelah
pencampuran kering, adonan ditambahkan dengan air alkali yang
kemudian diaduk selama 15 menit. Tahapan ini disebut dengan
pencampuran basah.
Pengukusan (steaming) bertujuan untuk menggelatinisasi pati dan
mengkoagulasi gluten sehingga mie menjadi kenyal. Proses pengukusan
ini terjadi pada suhu 1000C selama 80-90 detik (Koswara, 2005 dan
Pronyk et al., 2008). Sedangkan proses pengukusan mie ABC di PT ABC
President Indonesia ini dikondisikan pada suhu 95-1000C selama 70-80
detik. Perbedaan yang terjadi disebabkan oleh ketebalan dan ukuran dari
produk mie tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Hou dan Kruk
(1998) yang menyatakan bahwa waktu pengukusan mie yang bervariasi
ini berdasarkan pada ukuran mie yang diproduksi. Suhu uap, tekanan
uap, dan waktu pengukusan merupakan inti dari proses yang
mempengaruhi kualitas dari produk mie tersebut.
Penggorengan yang dilakukan untuk pembuatan mie instan, yaitu
selama 100 detik pada suhu 1500C (Astawan, 2008). Sementara di PT
ABC President Indonesia ini penggorengan dilakukan selama 60-70 detik
dengan suhu 145-1650C dengan tujuan agar matang dengan merata atau
tidak terjadi case hardening, yaitu bahan yang permukaan luarnya sudah
matang akan tetapi bagian dalam masih mentah, selain itu juga untuk
menguapkan air yang terperangkap di dalam mie agar keluar secara
bertahap. Hal ini sesuai dengan pendapat Suyitno (1991) yang
mengatakan bahwa panas yang diterima oleh bahan digunakan untuk
berbagai proses dalam bahan antara lain untuk penguapan air,
gelatinisasi pati, denaturasi protein, reaksi pencoklatan, dan karamelisasi.
Proses yang beragam ini harus dikendalikan sedemikian rupa
sehingga tidak merusak mutu produk. Salah satu pengendaliannya
adalah dengan mengatur suhu dan waktu penggorengan. Suhu
penggorengan yang bertahap ini bertujuan untuk menghasilkan produk
mie yang berkualitas sesuai dengan standar perusahaan. Rentang waktu
yang digunakan mengacu pada pendapat Gulia,et.al (2014) bahwa suhu
dan waktu penggorengan mie instan biasanya adalah 140-1600C selama
60-120 detik. Pemilihan suhu merupakan faktor menentukan mutu hasil
penggorengan yang dinilai berdasarkan rupa, flavor, lemak yang terserap
dan stabilitas penyimpanan, dan faktor ekonomi (Ketaren, 1986).
Suhu tertinggi pada tahap penggorengan mie ABC ini adalah 1650C
sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menggoreng mie instan lebih
singkat agar tidak terjadi kegosongan pada mie tersebut. Suhu
penggorengan yang terlalu tinggi menyebabkan makanan menjadi sangat
matang dan memicu terjadinya reaksi browning (pencoklatan) dan
akhirnya muncul senyawa amina-amina heteroksiklis penyebab kanker
(Soekarto, 1982). Selain itu, waktu penggorengan pun bergantung pada
ketebalan mie tersebut, semakin tipis mie yang digoreng maka semakin
singkat waktu penggorengannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Fellows
(1990) yang menyatakan bahwa semakin tebal bahan pangan yang akan
digoreng maka waktu yang dibutuhkan semakin lama dan temperatur
minyak pada saat digunakan untuk menggoreng dimana bila terlalu tinggi
suhu penggorengan dapat mendukung terjadinya oksidasi dan hidrolisis.
Makin tinggi suhu penggorengan maka semakin cepat penggorengan
bahan pangan tersebut.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama pelaksanaan Praktik
Kerja Lapang di PT ABC President Indonesia, maka didapatkan kesimpulan
sebagai berikut:
1. Proses pembuatan mie instan di PT ABC President Indonesia, klari,
Karawang secara garis besar sesuai dengan literature yang meliputi
proses pencampuran, pembentukan lembaran, pencetakan, pengukusan,
pemotongan, penggorengan, pendinginan, pengemasan, pendeteksian
logam, dan pengemasan sekunder.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu mie instan di PT ABC President
Indonesia adalah kualitas bahan baku, proses produksi, kondisi mesin
dan peralatan, kemasan produk, penanganan produk akhir, dan sistem
jaminan mutu.
3. Pengawasan mutu yang diterapkan di PT ABC President Indonesia
dimulai dari bahan baku, tahapan produksi, hingga produk akhir. Adapun
sertifikat yang telah diperoleh PT ABC President Indonesia adalah
Sertifikat ISO 22000, HACCP, CPPOB (Cara Produksi Pangan Olahan
yang Baik), Sertifikat HALAL MUI, dan SNI (Standar Nasional Indonesia).

B. Saran
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama pelaksanaan Praktik
Kerja Lapang, maka saran yang dapat disampaikan, yaitu kesadaran dan
tanggung jawab pekerja terhadap hygiene dan sanitasi pada pembuatan mie
instan perlu ditingkatkan, dan juga kesadaran akan sistem manajemen
kesehatan dan keselamatan kerja. Selain itu, pembuatan visi dan misi
perusahaan sebaiknya disajikan dalam bahasa yang lebih jelas agar
masyarakat dapat memahami maksud dari visi dan misi tersebut.
BAB VII
TUGAS KHUSUS

“Analisis HACCP (Hazard Anaysis Critical Control Point) dalam Pembuatan


Mie Instan di PT ABC President Indonesia,Klari, Karawang”

A. Latar Belakang
Jaminan mutu dan keamanan pangan terus berkembang sesuai dengan
persyaratan konsumen, keamanan pangan merupakan persyaratan utama
dan terpenting dari seluruh parameter mutu pangan yang ada. Betapapun
tinggi nilai gizi suatu bahan pangan atau makanan, penampilannya baik, juga
lezat rasanya, tetapi bila tidak aman, maka makanan tersebut tidak ada
nilainya lagi. Konsumen menyadari bahwa mutu pangan khususnya
keamanan pangan tidak dapat hanya dijamin dengan hasil uji produk akhir
dari laboratorium. Mereka berkeyakinan bahwa produk yang aman didapat
dari bahan baku yang ditangani dengan baik, diolah dan didistribusikan
dengan baik akan menghasilkan produk akhir yang baik pula.
Mie instan merupakan bahan pangan yang sangat digemari khususnya di
Indonesia, bahkan dapat dikatakan sebagai kebutuhan sehari-hari bagi
penggemar mie instan ini. Untuk itulah diperlukan pengawasan khsusus
dalam setiap perusahan yang berperan sebagai produsen mie instan untuk
menerapkan jaminan mutu dan keamanan pangan mulai dari bahan baku,
proses produksi, hingga produk yang dihasilkan.
Suatu langkah yang tepat untuk mengantisipasi hal tersebut, serta
adanya tuntutan dalam pasar bebas, telah dikembangkan suatu sistem
jaminan mutu oleh Komite Standar Internasional/ Codex Allimentarius
Commission yang telah diakui secara internasional yaitu Sistem Jaminan
Mutu berdasarkan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Secara
umum konsep HACCP ini merupakan suatu sistem jaminan mutu yang
menekankan pada pengawasan yang menjamin mutu sejak bahan baku
hingga produk akhir.

B. Tujuan
1. Menganalisis secara detail bahaya yang mungkin timbul pada setiap
tahapan produksi mie instan di PT ABC President Indonesia.
2. Menetapkan tahapan proses produksi yang dianggap kritis (CCP) pada
seluruh proses produksi mie instan di PT. ABC President Indonesia.
3. Menanggulangi bahaya yang timbul selama proses produksi mie instan di
PT. ABC President Indonesia.

C. Manfaat
1. Dapat menganalisis titik kritis pada tiap tahap proses produksi mie instan
di PT. ABC President Indonesia mulai dari bahan baku sampai produk
akhir.
2. Dapat meningkatkan keamanan produk makanan yang meliputi bahaya
biologi, kimia, dan fisik agar mie instan agar Iayak dipasarkan dan
diperdagangkan.

D. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
Hazard Analysis Critical Point atau Analisis Bahaya Titik Kendali Kritis,
selanjutnya disebut HAACP adalah suatu pendekatan dan mengukur bahaya
yang spesifik sebagai upaya pencegahan dalam pengolahan pengawasan
pengolahan makanan untuk menjamin keamanan makanan. HACCP adalah
suatu alat yang dipakai untuk menilai tingkat bahaya, menduga perkiraan
resiko dan menempatkan ukuran yang tepat dalam pengawasan dengan
menitikberatkan pada pencegahan dan pengendalian proses daripada
pengujian produk akhir yang biasanya dilakukan dalam acara pengawasan
tradisional (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942 Tahun 2003).
Sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu
sistem yang mengidentifikasi bahaya spesifik yang mungkin timbul dalam
mata rantai produksi makanan dan tindakan pencegahan untuk
mengendalikan bahaya tersebut dengan tujuan untuk menjamin keamanan
makanan yang diproduksi (SNI, 1998).
Pedoman umum HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) ini
disusun sebagai pegangan bagi industri makanan untuk menerapkan sistem
jaminan mutu pangan. Pendekatan HACCP dalam sistem jaminan mutu
pangan merupakan usaha bagi industri untuk mengendalikan sistem produksi
terhadap kemungkinan diproduksinya makanan yang mengandung bahan
berbahaya yang dapat mengakibatkan penyakit atau keracunan makanan,
dan merugikan konsumen (SNI,1998).
Hazard Analysis adalah analisis bahaya atau kemungkinan adanya risiko
bahaya yang tidak dapat diterima. Bahaya disini adalah segala macam aspek
mata rantai produksi pangan yang tidak dapat diterima karena merupakan
penyebab masalah keamanan pangan. Bahaya tersebut meliputi :
a. Keberadaan yang tidak dikehendaki dari pencemar biologis, kimiawi, atau
fisik pada bahan mentah.
b. Pertumbuhan atau kelangsungan hidup mikroorganisme dan hasil
perubahan kimiawi yang tidak dikehendaki (misalnya nitrosamin) pada
produk antara atau jadi, atau pada Iingkungan produksi.
c. Kontaminasi atau kontaminasi ulang (cross contamination) pada produk
antara atau jadi, atau pada Iingkungan produksi.
National advisory committee on microbiological criteria for food
(committee) menganjurkan sistem HACCP sebagai pendekatan yang efektif
dan rasional untuk menjamin keamanan pangan. Pada umumnya,
pemantauan titik kendali kritis (CCP = Critical Control Point) dapat dilakukan
dengan baik menggunakan hasil makanan untuk membuktikan bahwa sistem
HACCP yang diterapkan telah berhasil dengan baik. Prinsip HACCP harus
didistribusikan sehingga memudahkan pelaksanaannya oleh industri pangan
dan memudahkan instansi yang berwenang dalam memantau penerapan
HACCP. Berdasarkan rekomendasi National Academy of Sciences. Sistem
HACCP harus dikembangkan untuk setiap industri pangan, dan
dikembangkan untuk setiap produk masing-masing kondisi pengolahan dan
distribusinya (Fardiaz, 1992).
Critical Control Point (CCP atau titik pengendalian kritis) adalah langkah
dimana pengendalian dapat diterapkan dan diperlukan untuk mencegah atau
menghilangkan bahaya atau menguranginya sampai titik aman (Bryan, 1995).
Titik pengendalian kritis (CCP) dapat berupa bahan mentah, lokasi, praktek,
prosedur atau pengolahan dimana pengendalian dapat diterapkan untuk
mencegah atau mengurangi bahaya. Ada dua titik pengendalian kritis:
a. Titik Pengendalian Kritis 1 (CCP-1), adalah sebagai titik dimana bahaya
dapat dihilangkan atau dicegah.
b. Titik Pengendalian Kritis 2 (CCP-2), adalah sebagai titik dimana bahaya
dikurangi, tetapi tidak dapat dihilangkan atau dicegah.
Meskipun aplikasi HACCP pada umumnya dilakukan di dalam industri
pengolahan pangan, tetapi pada prinsipnya dapat dilakukan mulai dari
produksi bahan baku sampai pemasaran dan distribusi. Hal ini disebabkan
beberapa kontaminasi, misalnya logam berat, pestisida, dan mikotoksin yang
mungkin mencemari bahan baku pada waktu produksi, sangat sulit
dihilangkan dengan proses pengolahan. Oleh karena itu pengawasan
terhadap bahan-bahan berbahaya tersebut harus dimulai dari saat produksi
bahan baku.
2. Konsep HACCP
Indonesia mengadopsi sistem HACCP versi CAC (Codex Alimentarius
Commision) dan menuangkannya dalam acuan SNI 01-4852-1998 tentang
Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik - Titik Kritis (HACCP) serta
pedoman penerapannya yaitu Pedoman BSN 1004/1999. Sistem yang
penerapannya masih bersifat sukarela ini telah digunakan pula oleh
Departemen Pertanian RI dalam menyusun Pedoman Umun Penyusunan
Rencana Kerja Jaminan Mutu Berdasarkan HACCP atau Pedoman Mutu
Nomor 5.
Menurut Codex Alimentarius Commision (CAC), Konsep HACCP menurut
CAC terdiri dari 12 Iangkah, dimana 7 prinsip HACCP tercakup pula di
dalamnya. Langkah-langkah penyusunan dan penerapan sistem HACCP
adalah sebagai berikut:

Tahap 1 Menyusun Tim HACCP

Tahap 2
Deskripsikan Produk
Tahap 3 Identifikasi pengguna yang Dituju

Tahap 4

Tahap 5
Susun Diagram Alir Prinsip HACCP
Daftarkan Semua Bahaya Potensial
Tahap 6 Lakukan Analisa Bahaya Tentukan
Verifikasi Diagram Alir Prinsip 1
Tindakan Pengendalian

Tetapkan Tindakan Koreksi


untuk penyimpangan
Tetapkan
Tetapkan Sistem yang
Batas Pemantauan
Kritis untuk
Tetapkan Prosedur
Mungkin
untuk
Setiap
Setiap
TentukanCCP Verifikasi
Terjadi
CCP
CCP
Tahap 7
Prinsip 2

Tahap 8 Prinsip 3

Tahap 9 Prinsip 4

Tahap 10 Prinsip 5

Tahap 11 Prinsip 6

Tetapkan Penyimpanan
Tahap 12 Prinsip 7
Catatan dan Dokumentasi
Gambar 7.1. Langkah Penyusunan dan Implementasi Sistem HACCP menurut
Codex

3. Prinsip HACCP
Menurut Codex (1997), tujuh prinsip HACCP merupakan langkah yang
saling berkesinambungan, yang terdiri dari :
a. Prinsip 1 (Analisa Bahaya)
Analisa bahaya amat penting untuk dilakukan terhadap bahan baku,
komposisi, setiap tahapan proses produksi, penyimpanan produk, dan
distribusi, hingga tahap penggunaan oleh konsumen. Tujuan analisis
bahaya adalah untuk mengenali bahaya-bahaya apa saja yang mungkin
terjadi dalam suatu proses pengolahan sejak awal hingga ke tangan
konsumen.
Analisis bahaya terdiri dari tiga tahap yaitu, identifikasi bahaya, Prinsip 1
penetapan tindakan pencegahan (preventive measure), dan penentuan
kategori resiko atau signifikansi suatu bahaya. Analisa bahaya adalah
Tetapkan Batas
Tetapkan Kritis
Batas untuk
Kritis untuk
salah satu hal yang sangat penting dalam penyusunan
Tetapkan Batas
Setiap CCP
Setiap suatu rencana
Kritis untuk
CCP
HACCP. Untuk menetapkan rencana dalam Tetapkan
rangkaBatas
Setiap Kritis untuk
CCP
mencegah bahaya
Setiap CCP
keamanan pangan, maka bahaya yang signifikan
Tetapkan atau
Batas
Tetapkan beresiko
Kritis
Batas tinggi
untuk dan
untuk
Kritis
Setiap
tindakan pencegahan harus diidentifikasi. Hanya SetiapCCP
bahayaCCPyang signifikan
Tetapkan Sistem Pemantauan
atau yang memiliki resiko tinggi yang perluuntukdipertimbangkan
Setiap CCP dalam
penetapan critical control point.
b. Prinsip 2 (Penentuan CCP)
Tetapkan Tindakan Koreksi
untuk penyimpangan yang
Mungkin
CCP atau Titik Kendali Kritis didefinisikan sebagai suatu titik, langkah
atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya
keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai ke
batas yang dapat diterima. Pada setiap bahaya yang telah diidentifikasi
dalam proses sebelumnya, maka dapat ditentukan satu atau beberapa
CCP dimana suatu bahaya dapat dikendalikan.
Suatu CCP dapat digunakan untuk mengendalikan satu atau
beberapa bahaya, misalnya suatu CCP secara bersama-sama dapat
dikendalikan untuk mengurangi bahaya fisik dan mikrobiologi.
c. Prinsip 3 (Penetapan Batas kritis)
Critical limit (CL) atau batas kritis adalah suatu kriteria yang harus
dipenuhi untuk setiap tindakan pencegahan yang ditujukan untuk
menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai batas aman. Batas kritis
ditetapkan untuk menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik.
Penetapan batas kritis haruslah dapat dijustifikasi, artinya memiliki alasan
kuat mengapa batas tersebut digunakan dan harus dapat divalidasi
artinya sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan serta dapat diukur.
Penentuan batas kritis ini biasanya dilakukan berdasarkan studi literatur,
regulasi pemerintah, para ahli di bidang mikrobiologi maupun kimia,
CODEX dan lain sebagainya.
d. Prinsip 4 (monitoring untuk setiap CCP)
Kegiatan pemantauan (monitoring) adalah pengujian dan pengamatan
terencana dan terjadwal terhadap efektivitas proses mengendalikan CCP
dan CL untuk menjamin bahwa CL tersebut menjamin keamanan produk.
CCP dan CL dipantau oleh personel yang terampil serta dengan frekuensi
yang ditentukan berdasarkan berbagai pertimbangan, misalnya
kepraktisan. Pemantauan dapat berupa pengamatan (observasi) yang
direkam dalam suatu checklist atau pun merupakan suatu pengukuran
yang direkam ke dalam suatu datasheet. Pada tahap ini, tim HACCP
perlu memperhatikan mengenai cara pemantauan, waktu dan frekuensi.
serta hal apa saja yang perlu dipantau dan orang yang melakukan
pemantauan.
e. Prinsip 5 (Penetapan Tindakan Koreksi)
Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap
batas kritis suatu CCP. Tindakan koreksi yang dilakukan jika terjadi
penyimpangan, sangat tergantung pada tingkat risiko produk pangan.
Pada produk pangan berisiko tinggi misalnya, tindakan koreksi dapat
berupa penghentian proses produksi sebelum semua penyimpangan
dikoreksi/diperbaiki, atau produk ditahan/tidak dipasarkan dan diuji
keamanannya. Tindakan koreksi yang dapat dilakukan selain
menghentikan proses produksi antara lain mengeliminasi produk dan
kerja ulang produk, serta tindakan pencegahan seperti memverifikasi
setiap perubahan yang telah diterapkan dalam proses dan
memastikannya agar tetap efektif.
f. Prinsip 6 (Verifikasi Progam HACCP)
Verifikasi adalah metode prosedur dan uji yang digunakan untuk
menentukan bahwa sistem HACCP telah sesuai dengan rencana HACCP
yang ditetapkan. Dengan verifikasi maka diharapkan bahwa kesesuaian
program HACCP dapat diperiksa dan efektifitas pelaksanaan HACCP
dapat dijamin. Verifikasi harus dilakukan secara rutin dan tidak terduga
untuk menjamin bahwa CCP yang ditetapkan masih dapat dikendalikan.
Verifikasi juga dilakukan jika ada informasi baru mengenai keamanan
pangan atau jika terjadi keracunan makanan oleh produk tersebut.
g. Prinsip 7 (Perekaman Data atau Dokumentasi)
Dokumentasi program HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh
program HACCP sehingga program tersebut dapat diperiksa ulang dan
dipertahankan selama periode waktu tertentu. Dokumentasi mencakup
semua catatan mengenal CCP, CL, rekaman pemantauan CL, tindakan
koreksi yang dilakukan terhadap penyimpangan, catatan tentang verifikasi
dan sebagainya. OIeh karena itu dokumen ini dapat ditunjukkan kepada
inspektur pengawas makanan jika dilakukan audit eksternal dan dapat
juga digunakan oleh operator.
4. Penggolongan Karakteristik Bahaya (Hazard) dan Tingkat Resiko
a. Penggolongan Karakteristik Bahaya (Hazard)
Berdasarkan National Advisory Committee on Microbiology Criteria for
Food (1989), karakteristik hazard bisa dikelompokkan menjadi :
Hazard A: Merupakan kelompok yang dapat menyebabkan produk yang
didesain dan ditujukan untuk kelompok beresiko (bayi, lanjut
usia, orang sakit ataupun orang dengan daya tahan tubuh
rendah) menjadi tidak steril.
Hazard B: Produk mengandung bahan yang sensitif terhadap Hazard
mikrobiologi.
HazardC: Proses yang dilakukan tidak diikuti dengan Iangkah
pengendalian yang efektif untuk merusak mikroorganisme
yang berbahaya.
Hazard D: Produk terkontaminasi ulang setelah pengolahan dan sebelum
pengepakan.
HazardE: Terdapat bahaya yang potensial pada penanganan saat
distribusi atau penanganan oleh konsumen sehingga
menyebabkan produk berbahaya jika dikonsumsi.
Hazard F: Tidak ada proses pemanasan akhir setelah proses
pengepakan atau ketika dimasak di rumah.

b. Pengukuran Tingkat Risiko Berdasarkan Karakteristik Hazard


Berdasarkan National Advisory Committee on Microbiology Criteria for
Food (1989), karakteristik hazard bisa dikelompokkan menjadi:
Kategori VI: Jika produk makanan mengandung hazard A atau ditambah
dengan hazard yang lain.
Kategori V: Jika produk makanan mengandung lima karakteristik hazard
(B, C, D,E,F).
Kategori IV: Jika produk makanan mengandung empat karakteristik
hazard (antara B - F).
Kategori Ill: Jika produk makanan mengandung tiga karakteristik hazard
(antara B -F).
Kategori II: Jika produk makanan mengandung dua karakteristik hazard
(antara B - F).
Kategori I: Jika produk makanan mengandung satu karakteristik hazard
(antara B - F).
Kategori 0: Jika tidak terdapat bahaya (USDA, 1993).
5. Manfaat HACCP
Terdapat beberapa keuntungan pokok yang diperoleh pemerintah dan
instansi kesehatan serta konsumen dari penerapan HACCP sebagai alat
pengatur keamanan makanan:
a. HACCP adalah suatu pendekatan yang sistematis yang dapat diterapkan
pada semua aspek dari pengamanan makanan, termasuk bahaya secara
biologi, kimia, dan fisik pada setiap tahapan dan rantai makanan mulai
dari bahan baku sampai penggunaan produk akhir.
b. HACCP dapat memberikan dasar nuansa statistik untuk
mendemonstrasikan kegiatan yang dapat atau mungkin dilakukan untuk
mencegah terjadi bahaya sebelum mencapai konsumen.
c. Sistem HACCP memfokuskan kepada upaya timbulnya bahaya dalam
proses pengolahan makanan.
d. Penerapan HACCP melengkapi sistem pemeriiksaan oleh pemerintah
sehingga pengawasan menjadi optimal.
e. Pendekatan HACCP memfokuskan pemeriksaan kepada tahap kegiatan
yang kritis dan proses produksi yang langsung berkaitan dengan
konsumsi makanan.
f. Sistem HACCP meminimalkan risiko kesehatan yang berkaitan dengan
konsumsi makanan.
g. Dapat meningkatkan kepercayaan akan keamanan makanan olahan dan
karena itu mempromosikan perdagangan dan stabilitas usaha makanan
(Suklan, 1998).
6. Penerapan Sistem HACCP Pada Proses Produksi Mie Instan di PT. ABC
President Indonesia

Tepung terigu & Gluten

CCP Pengayakan
Garam dapur, Premix,
Pencampuran 23-25 menit Air Lunak

Pembentukan Lembaran

Pencetakan homogenisasi
Pengukusan 95-1000C, 70-80 detik

Pemotongan

CCP Penggorengan 145-1650C, 60-70 detik

CCP Pendinginan

Pengemasan

CCP Pendeteksi Logam

Pengemasan Sekunder
Penyimpanan

Gambar 7.2. Diagram Alir penerapan HACCP pada proses produksi mie instan
Tabel 7.1. Analisis HACCP PLAN Mie ABC di PT ABC President Indonesia
Tahapan Proses Hazard CP/ Batas Kritis Monitoring Tindakan Koreksi &
CCP Pengendalian
Persiapan Bahan  Kerikil, logam, jamur  Tepung Terigu dan gluten  Periksa secara visual Apabila tidak sesuai
Baku : dan serangga terbebas dari bahan asing  Analisis laboratorium dengan batas kritis
 Tepung  Kadar air tepung dan mikroorganisme uji mikrobiologi ALT maka bahan-bahan
Terigu terigu tidak sesuai dengan standar SNI, (ALT (Angka Lempeng tersebut akan di Reject
 Gluten standar max. 106 koloni/g; E.coli Total), E.coli, dan
 Air Alkali  Jenis alkali dn max. 10 APM/g, dan Kapang.
konsentrasi yang kapang max. 106 koloni/g)  Kadar air diuji dengan
digunakan tidak CCP  Kadar air tepung terigu alat Moisture Meter
membahayakan sesuai standar SNI max pada saat sampling
konsumen. 14%
 Air alkali terbebas dari
benda asing dan takaran
bahan sesuai dengan
standar perusahaan
maupun SNI
Pengayakan  Tepung terigu dan gluten Apabila tepung terigu
Kerikil dan kotoran berwarna putih standar,  Periksa secara visual dan gluten tidak sesuai
padat CP lolos ayakan 20 mesh tepung dan gluten dengan batas kritis
(standar perusahaan),  Periksa alat akan di Reject
terbebas dari benda asing.
Pencampuran  Formulasi bahan tidak  Suhu dan waktu  Pemeriksaan secara Apabila tidak sesuai
tepat pencampuran visual dengan batas kritis
 Jumlah bahan yang  Pemeriksaan suhu adonan akan di Reject
CP
digunakan sesuai standar. dan waktu
 Pemeriksaan bahan
yang digunakan
Pembentukan  Ketebalan lembaran Ketebalan lembaran  Pemeriksaan secara Apabila ketebalan
Lembaran & tidak sesuai standar adonan sesuai standar visual ketebalan, dan jumlah untaian
Pencetakan  Hasil cetakan tidak 1,15 mm jumlah untaian dan tidak sesuai dengan
sesuai standar Jumlah untaian pita mie bentuk mie hasil batas kritis dilakukan :
CP sesuai standar 73-75 cetakan  Pengaturan
untaian  Pemeriksaan kondisi kecepatan alat
Alat dalam kondisi baik alat  Pengaturan jarak
rollpress
 Pencetakan kembali
Pengukusan Derajat gelatinisasi tidak  Suhu & tekanan steam  Pemeriksaan visual Apabila tidak sesuai
tercapai sesuai standar warna mie dengan batas kritis
Waktu pengukusan sesuai  Pemeriksaan waktu, akan dilakukan :
standar tekanan dan suhu  Pengaturan suhu dan
CP
waktu
 Pengaturan tekanan
steam
 Reject
Pemotongan  Ukuran tidak sesuai  Kecepatan pemotongan  Pemeriksaan visual  Pengaturan
standar ukuran mie hasil kecepatan alat
CP
pemotongan  Reject

Penggorengan  Suhu penggorengan  Suhu dan waktu  Pemeriksaan visual Apabila tidak sesuai
tidak sesuai standar penggorengan sesuai  Pemeriksaan suhu dengan batas kritis
 Kondisi minyak yang standar dan waktu dilakukan :
tidak sesuai standar  Kadar AV (Acid Value) &  Pemeriksaan  Pengaturan suhu &
 Terjadi kegosongan CCP POV (Peroxide Value) laboratorium kadar AV waktu
 Mikroba tahan panas minyak sesuai standar dan POV minyak.  Penggantian minyak
yaitu AV max 5 dan POV goreng
max.3  Sanitasi ulang
 Sanitasi alat  Reject
Pendinginan Suhu pendinginan tidak  Suhu pendinginan  Pemeriksaan suhu Apabila tidak sesuai
mencapai standar mencapai standar dan waktu standar dilakukan :
CP maksimal 40oC  Pengaturan suhu dan
waktu
 Re-cooling
Pengemasan  Mikroba dari pekerja Sanitasi alat dan higiena  Pemeriksaan alat Apabila tidak sesuai
dan alat pekerja  Pemeriksaan batas kritis akan
 Bahan pengemas tidak Bahan pengemas sesuai kelengkapan seragam dilakukan:
sesuai standar CCP standar (rusak) pekerja  Sanitasi ulang
 Kekuatan pengemasan Hasil pengemasan kuat &  Pemeriksaan bahan  Peringatan untuk
tidak sesuai standar tidak ada kebocoran pengemas pekerja
 Re-packing
Pendeteksi Logam dari mesin atau Produk bebas logam Apabila tidak sesuai
Logam kontaminasi luar CCP Alat dalam kondisi baik Kalibrasi alat dengan standar produk
akan di Reject
E. Pembahasan
Dalam pembuatan mie instan di PT ABC President Indonesia terdapat 4
titik CCP dalam diagram alirnya, meliputi pengayakan, penggorengan,
pendinginan, dan pendeteksian logam. Akan tetapi, ada beberapa poin
yang kurang tepat dalam menetukan CCP dari setiap proses produksi mie
instan di PT ABC President Indonesia. Menurut analisis HACCP yang
dilakukan, titik CCP berada pada tahapa-tahapan berikut, yaitu :
1. Persiapan bahan baku
Persiapan bahan baku ini meliputi proses pengayakan tepung terigu
dan gluten. Dalam tahap ini dapat pula dikatakan sebagai proses
penyortiran untuk memisahkan bahan baku dengan benda-benda asing
lainnya yang mungkin terikut dalam proses pembuatan tepung. Misal
batu, kerikil, serat kayu, dll, juga adanya pertumbuhan bakteri akibat
kondisi penyimpanan yang tidak baik. Selain itu, adanya pembuatan
larutan alkali perlu dipastikan bahwa air yang digunakan serta premix
yang ditambahkan tidak terkontaminasi. Untuk persiapan bahan baku
apabila tidak ditangani dengan baik, maka akan menimbulkan bahaya
bagi kesehatan konsumen karena tahap selanjutnya sudah memasuki
proses pencampuran sehingga tidak dapat dilakukan perlakuan khusus
untuk meminimalisir bahaya tersebut. Maka, apabila tidak memenuhi
batas kritisnya akan langsung di-rejectdan tidak digunakan dalam
proses pembuatan mie instan.
2. Penggorengan
Pada tahap penggorengan pun masuk dalam CCP. Hal yang sangat
diperhatikan adalah suhu penggorengan. Apabila suhu tidak mencapai
batas minimal, yaitu 1450C, maka kadar air akan menjadi tinggi
sehingga dapat ditempati sebagai media pertumbuhan, akibatnya umur
simpan produk menjadi lebih singkat. Selain itu, dilihat pula kadar AV
dan POV yang merupakan indikator kualitas minyak yang digunakan.
Apabila AV & POV tidak memenuhi standar, maka minyak menjadi
tengik dan akan mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan. Selain
itu, tingginya suhu penggorengan pun dapat meminimalisir mikroba
yang mencemari produk mie instan.
3. Pengemasan
Pengemasan merupakan tahap akhir dari proses pembuatan mie
instan. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengemasan ini adalah
terbebasnya produk akhir dari kontaminasi benda asing, seperti
misalnya logam yang merupakan serpihan dari alat yang digunakan
atau benda asing lainnya yang berasal dari pekerja mengingat dalam
tahapan ini membutuhkan tenaga manusia. Selain itu, kekuatan dari
pengemasan (sealing) harus dipastikan tidak ada kebocoran dari proses
tersebut. Apabila terjadi kebocoran, maka daya simpan produk akan
menurun karena adanya celah untuk mikroba masuk melalui udara
ataupun adanya serangga kecil yang berpotensi merusak produk.
Selain itu, dikhawatirkan kadar air bertambah karena produk menyerap
air dari udara bebas yang disebabkan oleh kemasan yang tidak rapat.
4. Pendeteksi Logam
Proses deteksi logam ini bertujuan untuk mendeteksi adanya logam
yang tercampur dalam produk. Mie yang terdeteksi terdapat logam akan
secara otomatis terpisahkan dan akan keluar dari jalur yang menuju
pada proses pengemasan karton. Logam yang mungkin timbul dapat
berasal dari mesin akibat kondisinya yang tidak baik ataupun
kontaminasi dari pekerja itu sendiri. Dengan adanya metal detector ini
produk yang dihasilkan akan aman dan layak untuk dipasarkan serta
bebas dari logam yang dapat membahayakan kesehatan konsumen.

F. Kesimpulan

1. Sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu


sistem yang mengidentifikasi bahaya spesifik yang mungkin timbul dalam
mata rantai produksi makanan dan tindakan pencegahan untuk
mengendalikan bahaya tersebut dengan tujuan untuk menjamin
keamanan makanan yang diproduksi.

2. Pada alir proses pembuatan mie instan di PT. ABC President Indonesia
yang termasuk CCP adalah proses persiapan bahan baku, Penggorengan
(Frying), Pengemasan (Packing), dan pendeteksi Logam (Metal
Detecting).
3. Pelaksanaan HACCP di PT. ABC President Indonesia sudah diterapkan
mulai dari penerimaan bahan baku, tahapan proses hingga produk akhir.

G. Saran

1. Sebaiknya perusahaan melakukan peninjauan ulang terkait penetapan


titik kritis (CCP) pada tiap tahapan proses produksi mie instan.

2. Sebaiknya perusahaan mengadakan penyuluhan dan pelatihan mengenai


GMP, GHP, dan SSOP secara berkala untuk dapat meningkatan
ketrampilan karyawan/pekerja, khususnya yang terlibat kontak langsung
dengan produk mie instan.
DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, N., F. Kusnandar, dan D. Herawati. 2011. Analisis Pangan. Jakarta:


PT Dian Rakyat.

Astawan, M., 1999.Membuat Mi dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta.

Badrudin, C. 1994. Modifikasi Tepung Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz)


sebagai Bahan Pembuat Mie Kering. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.

Belitz, H.D., and W. Grosch. 1999. Food Chemistry. 2nd Edition. Springer. Verlag.
Berlin.

Bhusuk, W. dan V. F. Rasper. 1994. Wheat Production, Properties, and Quality.


London: Blackie Academic and Profesional.

Bryan, Frank L. 1995. Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis.


(Diterjemahkan oleh Dirjen PPM dan PLP) Jakarta : Depkes RI.

Cahyadi, W. 2008. Analisis Dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.


Jakarta: Bumi Aksara.

Chu, T.Y., Chen, C.L., dan Wang, H.F. (2003). A Rapid Method for The
Simultaneous Determination of Preservatives in Soy Sauce. Journal of Food
and Drug Analysis. Vol. 11, No. 3. Hal. 246-250.

CAC 21-1997. Principle and Guidelines for The Establishment and Application of
Microbiological Criteria Related to Foods. WHO & FAO.

Dewandari, K.T., I. Mulyawanti, dan D.A. Setyabudi. 2010. Konsep SOP untuk
penanganan pascapanen mangga cv. Gedong untuk tujuan ekspor. Jurnal
Standardisasi 11(1): 13−21.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 2004. Daftar Komposisi Bahan


Makanan. Jakarta : Bhratara.

Eep. 2006.Mi Instan Sehat, Aman Serta Layak


Dikonsumsi?.http://www.Eepinside.com. Diakses tanggal 28 Februari 2016
pukul 21:33 WIB.

Faddhilah, Hilmy. 2015. Mie dan Seluk Beluknya.


http://www.kompasiana.com/hilmy-fadhilah/mie-dan-seluk-
beluknya_565871071cafbdfc08c3a018. Diakses pada 3 September 2016
pukul 21.02 WIB.

Fardiaz, S. 1986. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Fardiaz, S. 1992. Praktek Pengolahan Pangan Yang Baik :Pengendalian mutu


dan Keamanan Pangan Bagi Staf Pengajar. Bogor. Kerjasama Pusat
Studi Pangan dan Gizi (FNS) – IPB dengan Dirjen Dikti.
Fellows, P. 1990. Food Processing Technology : Principles and Practise. New
York: Ellis HorwoodLimited.
Fowler, Mark. 2009. Blending For Value. http://www.world-
grain.com/Departments/Milling-Operations/2009/10/Blending-for-value.aspx?
cck=1. Diakses pada 1 Oktober 2016. Pukul 12:37 WIB

Gulia,N., Vandana D., B.s. Khatkar. 2014. Review Journal Instant Noodles:
Processing, Quality, and Nutritional Aspects. Hisar, India : Department of
Food Technology, Guru Jambheshwar University of Science and Technology.

Haryadi. 1992. Laporan Penelitian Mie Kering dari Berbagai Pati. Yogyakarta :
TP-UGM.

Hoseney, R.C. 1994. Principles of Cereal Science and Technology. American


Assoc. of Cereal Chemists, Inc. St. Paul, MN. 378 pp.

Hou, Garry.G. 2010. Asian Noodles: Sciences, Technology, and Processing.


Oregon USA : A John Wiley & Sons, Inc., Publication.

Hou, G.G. and Mark Kruk. 1998. Asian Noodle Technology.Portland: Technical
Bulletin.

Irviani, L.I.dan F.C. Nisa.2014. Kualitas Mie Kering Tersubsitusi Mocaf. Jurnal
Pangan dan Agroindustri. Vol. 3 No 1 p.215-225. Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian, FTP Universitas Brawijaya. Malang.

Judoadmijojo, M. 1985. Pengolahan dan Pengawetan Pangan, Pendidikan dan


Latihan Tenaga Penyuluh Lapangan Spesialis Industri Kecil Pengolahan
Pangan. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942 Tahun 2003. Tentang Pedoman


Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan.

Kent, N.L. 1983. Technology of Cereals. 3rd Ed. New York : Pergamon Press.

Ketaren, S.1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press.


Koswara. 2005. Teknologi Pengolahan Mie. e-bookPangan.com.

Kruger, J.E and R.B. Matsuo. 1996. Pasta and Noodle Technology. American
Association of Cereal Chemist, Inc. Minnesota.

Kusnadi, et al. 1999. Pengantar Manajemen (Konseptual dan Perilaku). Malang :


Universitas Brawijaya.

Manurung, H.E. 2010. Analisi bahan Pengawet Natrium Benzoat Pada Bumbu
dan Kecap Mie Instan Secara Spektrofotometer UV-Visble. Skripsi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, USU.

Matz, Samuel A. 1972, “Bakery Techology and Engineering”, pp.410-437, The Avi
Publishing Company, Inc., New York.

Meyer, L.H. 1973. Food Chemistry. Ltd, New Delhi, India : Affiliated East West
Press.P.V.T.

Munarso, S. J dan B. Haryanto, 2009. Perkembangan Teknologi Pengolahan


Mie. Pusat Pengkajian Dan Penerapan Teknologi Agroindustri BPPT, Jakarta.
http://www.bppt.com. Diakses pada 10 Juni 2016 pukul 19:47 WIB.

National Advisory Committee on Microbiology Criteria for Food. 1998.Hazard


Analysis and Critical Control Point Principles and Application Guidelines.

Oh, N.H. D.A. Seib, C.W. Deyoe, and A.B. Ward. 1985. The Surface Firmness of
Cooked Noodles From Soft and Hard Wheat Flours. Cereal Chemistry.

Pagani, M.A. 1985. Pasta product from non conventional raw material. P:52-68.
Proceeding of An International Symposium, Milan. Italy.

Pomeranz dan Meloan. 1971. Food Analysis: Teory and Practice. The AVI
Publishing. Co, Inc, Wesport. Connecticut.

Ponte, J.G. dan Tsen, C.C. 1985.Food and Beverage Micology.

Pronyk, C., Cenkowski, S., Muir, W. E., Lukow, O. M., Wyatt, J. and Nicholson, D.
(2008). Effect of dough resting time and saturated steam pre-treatment on
the textural properties of superheated steam processed instant Asian
noodles. Can. Biosyst. Eng. 50:3.21–3.26.

Purnomo, Hari. 2004. Perencanaan dan Perancangan Fasilitas. Yogyakarta:


Graha Ilmu.
Puspasari, Karen. 2007. Aplikasi Teknologi dan Bahan Tambahan Pangan untuk
Meningkatkan Umur Simpan Mie Basah Matang. Skripsi Fakultas Teknologi
Pertanian IPB.

Ramesia.2013.Sejarah Mie dan Asal Usulnya. http://mesinmie.biz/sejarah-mie-


dan-asal-usulnya/. Diakses pada 3 September 2016 pukul 20.58 WIB.

Ratnawati, I., 2003. Pengayakan Kandungan β-karoten Mie Ubi Kayu dengan
Tepung labu Kuning (Curcubita maxima Dutchenes), Skripsi S-1, Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Rustandi, D. 2011. Produksi Mie. Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.

Sacharow, W., and R.C. Griffin. 1970. Food Packaging. Wetsport, Conecticut : Avi
Publishing Co.

Santoso, S., danRanti, A.C. 1999.Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka Cipta.
Setiawati, Wiwik. 2015. Menguak Sejarah Dibalik terciptanya Mie Instan.
http://www.infoyunik.com/2015/09/menguak-sejarah-di-balik-terciptanya.html
diakses pada 3 September 2016 pukul 21.24 WIB.

SNI 01-3551-2000. Mi Instan. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional.

SNI 3751-2009. Tepung Terigu sebagai Bahan Makanan. Jakarta : Badan


Standardisasi Nasional.

SNI 01-4852-1998. Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis


(HACCP) Serta Pedoman Penerapannya. Jakarta : Badan Standardisasi
Nasional.

Soedarmo, P, Sediaoetama, A. D. 1977. Ilmu Gizi. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat.

Soekarto, S. T.1982. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil


Pertanian. Bogor: PUSBANG-TEPA, IPB.

Subagjo, A. 2007.Manajemen Pengolahan Roti dan Kue. Yogyakarta: Graha


Ilmu.

Sudarmadji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta :


Liberti.

Suklan, H. 1998. Pedoman Pelatihan: System Hazard Analysis Critical Control


Point (HACCP) untuk Pengolahan Makanan. Jakarta: Depkes RI.

Sunaryo, E., 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-Bijian. Bogor: Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi, IPB.
Suryantoro, Darwis. 2007. Memahami Definisi dan Berbagai Keunggulan
Organisasi. http://suryantara.wordpress.com/tag/karakteristik-organisasi/.
Diakses pada 5 Juni 2016. Pukul 21.07 WIB.

Suyanti, 2008. Membuat Mie Sehat Bergizi dan Bebas Pengawet. Jakarta:
Penebar Swadaya.

Tjokroadikoesoemo, P.S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Jakarta: PT
Gramedia.

Tranggono, Sutardi, Haryadi, Suparmo, A. Murdiati, S. Sudarmadji, K. Rahayu, S.


Naruki, dan M. Astuti. 1990. Bahan Tambahan Makanan. Yogyakarta: PAU
Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada.

Ubaidillah, M., 2000. Penambahan Pengental pada Mie. Karya Ilmiah. Medan: F-
MIPA, USU.

USDA. 1993. HACCP Principles for Food Production. United State Departement
of Agricultural.
Wignjosoebroto, Sritomo. 2009. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan.
Surabaya: Guna Widya.

Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Yuyun, A. 2008. Panduan Membuat dan Menjual Aneka Mie. Jakarta: Agromedia.
LAMPIRAN

Varian Rasa Mie ABC


Keterangan Gambar :
A. Ruang Bangunan 21. Bak Sampah
1. Pos Jembatan Timbang + 22. Bak Penghancur Bumbu/
teras Bad Stock
2. Finger scan+ Teras 23. Kompressor
3. Jembatan Timbang 24. Kantor Water Treatment
4. Kantor Tata Usaha 25. Gudang Bad Stock
5. Bangunan Utama I/Pabrik 26. Gudang Sub Con
I Ruang Produksi 27. Pengolahan WWTP
(Pengolahan Bumbu, (Waste Water Treatment
gudang WIP (Work In Process)
Process), Mie, Gudang 28. R. Mixer Limbah
Barang Jadi) 29. Parkir Motor
6. Gudang Barang Jadi 30. Bangunan Penunjang
7. Loading Dock (Koperasi, R. Tunggu
8. Gudang Barang Jadi Sopir, Poliklinik, Kantor
9. R. Tempat Palet SPSI, Gedung
10. Bangunan Utama II/ HRD(Human Research
Pabrik II (Good Development), Teras)
Warehouse Green Tea, 31. MRS (Metering
Bottle Moulding Machine, Regulating Station) Milik
Processing Filling, PGN (Perusahaan Gas
Distribution Office, Negara)
Incubation room, CIP 32. Toilet/Kamar Mandi
(Clean In Place) Room, 33. Kanopi
R. Raw Material, Spare 34. Land Tank Minyak
part-room, Toilet, CC Goreng
room, Dressing Room, Air 35. Landasan
Shower, Tangga 36. Rencana Gedung Boiler
37. New Boiler
Processing)
38. R. Boiler Beverage
11. Kantin
39. TPS (Tempat
12. R. Cuci
13. Tank Elpiji Pembuangan Sampah)
14. Teras+Musholla B3 (Bahan Beracun dan
15. R. Trafo Berbahaya)
16. Gardu milik PLN B. Ruang Terbuka
17. R. Boiler dan Genset Hijau&Fasilitas sosial/
18. Menara + Tangki Air Fasilitas umum
19. Workshop 1. Taman
20. WTP (Water Treatment 2. Jalan dan Implacement
Process) 3. Cooling Tower

Anda mungkin juga menyukai