KDM-KDK Fraktur
KDM-KDK Fraktur
“FRAKTUR FEMUR”
1. Definisi
Fraktur adalah patahnya pada kontinuitas tulang dan menentukan jenis
dan luas tulang, akan terjadi apabila tulang tidak kuat menahan tekanan yang
diberikan pada tulang (Bararah & Jauhar, 2013).
Fraktur adalah terputusnya jaringan tulang yang umumnya penyebab
utamanya oleh tekanan atau trauma. Fraktur merusak kontinuitas tulang
penyebabnya tekanan luar yang datang berlebih, dibandingkan dengan yang
diserap oleh tulang (Asikin, M dkk, 2016).
Jadi, fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, retak atau
patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh kecelakaan pada
tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luas trauma.
4. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembengkakan local, dan perubahan warna
(Brunner & Suddarth, 2001).
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi, spasme otot merupakan bidai alamiah untuk
meminimalkan Gerakan antarfragmen tulang.
2. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen pada tulang yang patah
(terlihat dan teraba).
3. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen saling melingkupi
satu sama lain sampai (2,5 – 5 cm/1 -2 inci).
4. Teraba krepitasi, yaitu derik tulang yang akibat gesekan antara fragmen
satu dengan lainya. Uji krepitasi dapat mengakibatkan kerusakan
jaringan lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan, terjadi setelah beberapa jam atau hari
setelah cedera.
5. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan diagnostik (Bararah & Jauhar, M, 2013) :
a. Tomografi : mengambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang
lain tertutup yang sulit divisualisasi.
b. Myelografi : mengambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebra yang mengalami kerusakan akibat trauma.
c. Arthografi : mengambarkan jaringan jaringan ikat yang ruak karena ruda
paksa.
d. Computed Tomografi-Scanning : Menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang
rusak.
e. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas : didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
f. Biopsi tulang dan otot : pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih diindikasikan bila terjadi infeksi.
g. Elektromyografi : terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
h. Indium Imaging : pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
i. MRI : mengambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
j. Hitung darah lengkap : HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi) atau
menurun (pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal setelah
trauma).
k. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal.
l. Profil koagulasi, perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi atau cedera.
6. Penatalaksanaan Medis
Menurut Smeltzer dan Bare, 2001 adapun pengangan medis dari fraktur :
a. Reduksi fraktur
tertutupPenyambungan kembali tulang penting dilakukan agar posisi
dan rentang gerak dapat normal kembali. Sebagian besar reduksi dapat
dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi). Pada kebanyakan kasus reduksi
tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya
(ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Dan apabila diperlukan tindakan bedah (reduksi terbuka) dengan
pendekatan bedah fragmen tulang di reduksi. Alat fiksasi interna dalam
bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan
untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang sulit terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi
tulang atau dipasang melalui fragmen tulang atau langsung ke rongga
sumsum tulang. Alat tersebut menjaga aproksimal dan fiksasi yang kuat
bagi fragmen tulang.
b. Imobilisasi Fraktur
Setelah fraktur direduksi, fraktur tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajarannya yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna.
Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu,
pin, atau fiksator eksterna. Implant logam dapat digunakan untuk fiksasi
interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
c. Fisioterapi dan imobilisasi
Fisioterapi dilakukan untuk mempertahankan supaya otot tidak
mengecil dan setelah fraktur mulai sembuh mobilisasi sendi dapat dimulai
sampai ekstremitas betul-betul telah kembali normal.
d. Analgetik
Diberikan untuk mengurangi rasa sakit yang timbul akibat trauma.
Nyeri yang timbul dapat menyebabkan pasien gelisah sampai dengan shock
yang biasanya di kenal dengan shock analgetik.
7. Komplikasi
Brunner & Suddarth (2002) mengklasifikasikan komplikasi fraktur menjadi
dua yaitu komplikasi awal dan lambat.
a. Komplikasi awal
1) Syok hipovolemik merupakan masalah yang potensial karena fragmen
tulang dapat melaserasi pembuluh darah besar dan menyebabkan
pendarahan, klien yang beresiko tinggi yaitu klien dengan fraktur
femur dan pelvis. Tulang merupakan organ yang sangat vaskuler.
2) Injuri saraf, injuri saraf radial biyasanya disebabkan fraktur humerus,
manifestasinya antara lain parestesia, paralisis, pucat, ekstremitas yang
dingin, meningkatnya nyeri, dan perubahan kemampuan untuk
menggerakkan ekstremitas.
3) Infeksi, dapat disebabkan kontaminasi fraktur yang terbuka atau
terkena saat dioperasi. Agen infeksi yang biyasanya menimbulkan
infeksi yaitu pseudomonas. Tetanus atau gas gangrene dapat
meningkatkan risiko infeksi. Infeksi gan gangrene berkembang di
dalam dan mengkontaminasi luka, gas gangrene disebabkan bakteri
anaerobic.
4) Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen adalah kondisi yang terjadi akibat
meningkatnya tekanan di dalam kompartemen otot, sehingga dapat
mengakibatkan cedera di dalam kompartemen otot yang meliputi
jaringan otot sendiri.
5) Osteomielitis
Osteomielitis adalah infeksi tulang yang disebabkan oleh
mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh lewat luka atau
penyebaran infeksi lewat darah.
b. Komplikasi jangka Panjang
1) Malunion,yaitu proses penyembuhan fraktur yang tidak pada
tempatnya. Malunion yang dapat dideteksi pada awal dapat
disembuhkan dengan traksi yang sesuai atau reimmobilisasi. Malunion
setelah penyembuhan dirawat, ditangani dengan operasi.
2) Delayed union (penyatuan yang lambat), yaitu gagalnya fraktur untuk
Bersatu kembali dalam waktu tiga bulan sampai satu tahun, biasanya
dihubungkan dengan adanya retradasi pada proses penyembuhan
seperti kurangnya aliran darah, infeksi sistemik, ataupun distraksi
(tarikan jauh) fragmen tulang. Ditangani dengan tambahan waktu
untuk mengkoreksi penyebabnya.
3) Non union, yaitu gagalnya fraktur untuk Bersatu atau tidak lengkap,
tegas dan stabil setelah 4 – 6 tahun, biasanya dikarenakan adanya
Gerakan yang berlebihan pada bagian yang mengalami fraktur, infeksi,
jarak yang terlalu jauh antar fragmen tulang, dan nekrosis avaskuler.
Akibatnya sering terjadi sendi palsu (pseudoartrosis) pada tempat
fraktur. Penatalaksanaan: pemasangan graf tulang, atasi infeksi,
stimulasi elektrik osteogenesis (memodifikasi lingkungan jaringan,
meningkatkan deposisi mineral dan pembentukan tulang).
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
FRAKTUR FEMUR
3. Pola Eliminasi
Tidak dikaji
B. Diagnosa Keperawatan
Manajemen nyeri
- Lakukan pengkajian nyeri
kompherensif yang
meliputi lokasi,
karkteristik, onset/durasi,
frekuensi, intensitas dan
beratnya nyeri dan faktor
pencetus
- Gali bersama pasien
faktor-faktor yang dapat
menurunkan atau
memperberat nyeri
- Kendalikan faktor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
pasien terhadap
ketidaknyamanan
- Ajarkan prinsip-prinsip
manajemen nyeri
- Berikan individu penurun
nyeri yang optimal dengan
peresepan analgesik
- Dukung istirahat / tidur
yang adekuat untuk
membantu penurunan
nyeri
3. Hambatan mobilitas Setelah melakukan Terapi Latihan Ambulasi
fisik berhubungan tindakan keperawatan - Sediakan tempat tidur
dengan gangguan selama 3x24 jam hasil berketinggian rendah yang
muskuloskeletal yang diharapkan: sesuai
Pergerakan - Bantu pasien untuk duduk
DS:
- Bergerak dengan disisi tempat tidur untuk
- Pasien
mudah (skala 1−5 memfasilitasi penyesuaian
mengatakan
- Berjalan (skala sikap tubuh
nyeri saat
1−5) - Konsultasikan pada ahli
menggerakan
kakinya terapi fisik mengenai
Brunner & Suddarth. (2002). Buku ajar keperawatan medical bedah, edisi 8
volume 2. Jakarta : EGC.
Brunner and Suddarth, (2001), buku ajar keperawatan medical bedah, Alih
Bahasa : Agung waluyo, et al, edisi 8, Jakarta : EGC.
Moorhead, Sue., Johnson, Marion, Maas, Meridean L., Swanson, Elizabeth. 2016.
Nursing Outcomes Classification (NOC) 5 th IndonesiaEditionElsevier.
Singapore.