Anda di halaman 1dari 24

A.

Anatomi dan Fisiologi


Batas ruang mediastinum, atas: pintu masuk toraks, bawah:
diafragma, lateral: pleura mediastinalis, posterior : tulang belakang,
anterior : sternum. Karena rongga mediastinum tidak dapat diperluas,
maka pembesaran tumor dapat menekan organ penting di sekitarnya
dan dapat mengancam jiwa. Kebanyakan tumor mediastinum tumbuh
lambat sehingga pasien sering datang setelah tumor cukup besar,
disertai keluhan dan tanda akibat penekanan tumor terhadap organ
sekitarnya.

Secara garis besar mediastinum dibagi atas 4 bagian penting:


1. Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada sampai ke
vertebra torakal ke-5 dan bagian bawah sternum.
2. Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke
diafargma didepan jantung.
3. Mediastinum posterior, dari garis batas mediastinum superior ke
diafragma dibelakang jantung.
4. Mediastinum medial (tengah), dari garis batas mediastinum
superior ke diafragma di antara mediastinum anterior dan posterior.
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003)

B. Definisi
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam
mediastinum yaitu rongga di antara paru-paru kanan dan kiri yang berisi
jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea,
kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan
salurannya. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di mediastinum
yaitu rongga imaginer di antara paru kiri dan kanan. Mediastinum berisi
jantung, pembuluh darah besar, trakea, timus, kelenjar getah bening
dan jaringan ikat. (Elisna Syahruddin).
Tumor adalah suatu benjolan abnormal yanga ada pada tubuh,
sedangkan mediastinum adalah suatu rongga yang terdapat antata
paru-paru kanan dan paru-paru kiri yang berisi jantung, aorta, dan arteri
besar, pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf,
jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. Jadi, Tumor
mediastinum adalah tumor yang berada di daerah mediastinum. Tidak
ada hal yang spesifik yang dapat mencegah tumor mediastinum ini.
Tetapi jika kita terbiasa berperilaku hidup sehat insyaalloh kita akan
tehindar dari penyakit tumor dan kanker. (dr. Agus Rahmadi, 2010)
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam
mediastinum, yaitu rongga yang berada di anatara paru kanan dan kiri
berisi jantung, pembuluh darah arteri, pembuluh darah vena, trakea,
kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan
salurannya. Rongga mediastinum sempit dan tidak dapat diperluas
sehingga pembesaran tumor dapat menekan organ di dekatnya dan
menimbulkan kegawatan yang mengancam jiwa. ( Hood Alsagaff, 2006)

C. Etiologi
Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor
adalah:
1. Penyebab kimiawi
Di berbagai negara ditemukan banyak tumor kulit pada pekerja
pembersih cerobong asap. Zat yang mengandung karbon dianggap
sebagai penyebabnya.
2. Faktor genetik (biomolekuler)
Perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen
normal dan pengaruh protein bisa menekan atau meningkatkan
perkembangan tumor.
3. Faktor fisik
Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-ulang
baik trauma fisik maupun penyinaran. Penyinaran bisa berupa sinar
ultraviolet yang berasal ari sinar matahari maupun sinar lain seperti
sinar X (rontgen) dan radiasi bom atom.
4. Faktor nutrisi
Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang
dihasilkan oleh jamur pada kacang dan padi-padian sebagai
pencetus timbulnya tumor.
5. Penyebab bioorganisme
Misalnya virus, pernah dianggap sebagai kunci penyebab tumor
dengan ditemukannya hubungan virus dengan penyakit tumor pada
binatang percobaan. Namun ternyata konsep itu tidak berkembang
lanjut pada manusia.
6. Faktor hormon
Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan
kepastian peranannya belum jelas. Pengaruh hormone dalam
pertumbuhan tumor bisa dilihat pada organ yang banyak dipengaruhi
oleh hormone tersebut.
D. Klasifikasi
1. Timoma
Thymoma adalah tumor yang berasal dari epitel thymus. Ini adalah
tumor yang banyak terdapat dalam mediastinum bagian depan atas.
Dalam golongan umur 50 tahun, tumor ini terdapat dengan frekuensi
yang meningkat. Tidak terdapat preferensi jenis kelamin, suku
bangsa atau geografi. Gambaran histologiknya dapat sangat
bervariasi dan dapat terjadi komponen limfositik atau tidak.
Malignitas ditentukan oleh pertumbuhan infiltrate di dalam organ-
organ sekelilingnya dan tidak dalam bentuk histologiknya. Pada 50%
kasus terdapat keluhan lokal. Thymoma juga dapat berhubungan
dengan myasthenia gravis, pure red cell aplasia dan
hipogamaglobulinemia. Bagian terbesar Thymoma mempunyai
perjalanan klinis benigna. Penentuan ada atau tidak adanya
penembusan kapsul mempunyai kepentingan prognostic. Metastase
jarak jauh jarang terjadi. Jika mungkin dikerjakan terapi bedah. (Aru
W. Sudoyo, 2006)
Stage dari Timoma:
a. Stage I : belum invasi ke sekitar
b. Stage II : invasi s/d pleura mediastinalis
c. Stage III : invasi s/d pericardium
d. Stage IV : Limphogen / hematogen
2. Teratoid
Teratoid dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Kista Dermoid
Contoh dari kista dermoid adalah dahak penderita mengandung
gigi, tulang, rambut.
b. Teratoma (Mesoderm)
Teratoma merupakan neoplasma yang terdiri dari beberapa unsur
jaringan yang asing pada daerah dimana tumor tersebut muncul.
Teratoma paling sering ditemukan pada mediatinum anterior.
Teratoma yang histologik benigna mengandung terutama derivate
ectoderm (kulit) dan entoderm (usus).
Pada teratoma maligna dan tumor sel benih seminoma, tumor
teratokarsinoma dan karsinoma embrional atau kombinasi dari
tumor itu menduduki tempat yang terpenting. Penderita dengan
kelainan ini adalah yang pertama-tama perlu mendapat perhatian
untuk penanganan dan pembedahan.
Mengenai teratoma benigna, dahulu disebut kista dermoid,
prognosisnya cukup baik. Pada teratoma maligna, tergantung
pada hasil terapi pembedahan radikal dan tipe histologiknya, tapi
ini harus diikuti dengan radioterapi atau kemoterapi. (Aru W.
Sudoyo, 2006)
3. Limfoma
Secara keseluruhan, limfoma merupakan keganasan yang paling
sering pada mediastinum. Limfoma adalah tipe kanker yang terjadi
pada limfosit (tipe sel darah putih pada sistem kekebalan tubuh
vertebrata). Terdapat banyak tipe limfoma. Limfoma adalah bagian
dari grup penyakit yang disebut kanker Hematological. Pada abad
ke-19 dan abad ke-20, penyakit ini disebut penyakit Hodgkin karena
ditemukan oleh Thomas Hodgkin tahun 1832. Limfoma dikategorikan
sebagai limfoma Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin.
4. Tumor Tiroid
Tumor tiroid merupakan tumor berlobus, yang berasal dari Tiroid.
5. Kista pericardium
Ini adalah kista dengan dinding yang tipis, terisi cairan jernih yang
selalu dapat menempel pada perikard dan kadang-kadang berada
dalam hubungan terbuka dengan perikard itu. Yang terbanyak
terdapat di ventral, di sudut diafragma jantung. Kista ini juga dikenal
sebagai kista coelom. Kista pleuroperikardial adalah kelainan
congenital, tetapi baru muncul manifestasi pada usia dewasa.
Sampai desenium ke 5 atau 6, ukuran tumor biasanya secara lambat
bertambah, tetapi jarang sampai lebih dari 10 cm. pada fluoroskopi,
kista-kista ini sering terlihat sebagai rongga-rongga dengan dinding
yang tipis dengan perubahan bentuk pada pernapasan dalam. Kista-
kista coelom di sebelah kanan harus differensiasi dengan lemak
parakardial dan dengan hernia diafragmatika melalui foramen
Morgagni. Kista-kista ini sering terdapt, meskipun tentang hal ini
tidak ada data yang jelas. Kista ini tidak menimbulkan keluhan,
infeksi sangat jarang dan malignitasnya tidak diketahui. Karena itu
ekstirpasi hanya diperlukan pada keraguan yang serius mengenai
diagnosisnya atau pada ukuran kista yang sangat besar.
6. Tumor neurogenik
Tumor Neurogen merupakan tumor mediastinal yang terbanyak
terdapat, manifestasinya hampir selalu sebagai tumor bulat atau
oval, berbatas licin, terletak jaug di mediastinum belakang. Tumor ini
dapat berasal dari saraf intercostals, ganglia simpatis, dan dari sel-
sel yang mempunyai cirri kemoreseptor. Tumor ini dapat terjadi pada
semua umur, tetapi relative frekuen pada umur anak. (Aru W.
Sudoyo, 2006)
Banyak Tumor Nerogenik menimbulkan beberapa gejala dan
ditemukan pada foto thorax rutin. Gejala biasanya merupakan akibat
dari penekanan pada struktur yang berdekatan. Nyeri dada atau
punggung biasanya akibat kompresi atau invasi tumor pada nervus
interkostalis atau erosi tulang yang berdekatan. Batuk dan dispneu
merupakan gejala yang berhubungan dengan kompresi batang
trakeobronchus. Sewaktu tumor tumbuh lebih besar di dalam
mediastinum posterosuperior, maka tumor ini bisa menyebabkan
sindrom pancoast atau Horner karena kompresi peleksus brakhialis
atau rantai simpatis servikalis.
Pembagian dari tumor neurogenik, menurut letaknya:
a. Dari saraf tepi: Neurofibroma, Neurolinoma
b. Dari saraf simpati: Ganglion Neurinoma, Neuroblastoma,
Simpatikoblastoma
c. Dari paraganglion: Phaeocromocitoma, Paraganglioma
7. Kista Bronkhogenik
Kista Bronkogen kebanyakan mempunyai dinding cukup tipis, yang
terdiri dari jaringan ikat, jaringan otot dan kadang-kadang tulang
rawan. Kista ini dilapisi epitel rambut getar atau planoselular dan
terisi lendir putih susu atau jernih. Kista bronkus terletak menempel
pada trakea atau bronkus utama, kebanyakan dorsal dan selalu
dekat dengan bifurkatio. Kista ini dapat tetap asimptomatik tetapi
dapat juga menimbulkan keluhan karena kompresi trakea, bronki
utama atau esophagus. Kecuali itu terdapat bahaya infeksi dan
perforasi sehingga kalau ditemukan diperlukan pengangkatan
dengan pembedahan. Gejala dari kista ini adalah batuk, sesak napas
s/d sianosis.

E. Patofisiologi
Sebab-sebab keganasan pada tumor masih belum jelas, tetapi
virus, faktor lingkungan, faktor hormonal dan faktor genetik semuanya
berkaitan dengan risiko terjadi tumor. Permulaan terjadinya tumor
dimulai dengan adanya zat yang bersifat initiation yang merangsang
permulaan terjadinya perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang
lama dan berkesinambungan untuk memici timbulnya penyakit tumor.
Initiati agent biasanya bisa berupa unsur kimia, fisik atau biologis yang
berkemampuan beraksi langsung dan merubah struktur dasar dari
komponen genetic (DNA). Keadaan selanjutnya akibat keterpaparan
yang lama ditandai dengan berkembangnya neoplasma dengan
terbentuknya formasi tumor. Hal ini dapat berlangsung lama, minggu
bahkan sampai tahunan.
Adanya pertumbuhan sel-sel progresif pada mediastinum secara
mekanik menyebabkan penekanan (direct pressure/indirect pressure)
serta dapat menimbulkan destruksi jaringan sekitar; yang menimbulkan
manifestasi seperti penyakit infeksi pernafasan lain seperti sesak nafas,
nyeri inspirasi, peningkatan produksi sputum, bahkan batuk darah atau
lendir berwarna merah (hemaptoe) manakala telah melibatkan banyak
kerusakan pembuluh darah.
F. Manifstasi Klinik
1. Mengeluh sesak nafas, nyeri dada, nyeri dan sesak pada posisi
tertentu (menelungkup)
2. Sekret berlebihan
3. Batuk dengan atau tanpa dahak
4. Riwayat kanker pada keluarga atau pada klien
5. Pernafasan tidak simetris
6. Unilateral Flail Chest
7. Effusi pleura
8. Egophonia pada daerah sternum
9. Pekak/redup abnormal pada mediastinum serta basal paru
10. Wheezing unilateral/bilateral
11. Ronchii
Sebagian besar pasien tumor mediastinum akan memperlihatkan
gejala pada waktu presentasi .Kebanyakan kelompok melaporkan
bahwa antara 56 dan 65 persen pasien menderita gejala pada waktu
penyajian, dan penderita dengan lesi ganas jauh lebih mungkin
menunjukkan gejala pada waktu presentasi. Tetapi, dengan
peningkatan penggunaan rontgenografi dada rutin, sebagian besar
massa mediastinum terlihat pada pasien yang asimtomatik. Adanya
gejala pada pasien dengan massa mediastinum mempunyai
kepentingan prognosis dan menggambarkan lebih tingginya
kemungkinan neoplasma ganas.
Massa mediastinum bisa ditemukan dalam pasien asimtomatik,
pada foto thorax rutin atau bisa menyebabkan gejala karena efek
mekanik local sekunder terhadap kompresi tumor atau invasi struktur
mediastinum. Gejala sistemik bisa nonspesifik atau bisa membentuk
kompleks gejala yang sebenarnya patogmonik untuk neoplasma
spesifik.
Keluhan yang biasanya dirasakan adalah :
1. Batuk atau stridor karena tekanan pada trachea atau bronchi utama.
2. Gangguan menelan karena kompresi esophagus.
3. Vena leher yang mengembang pada sindroma vena cava superior.
4. Suara serak karena tekanan pada nerves laryngeus inferior.
5. Serangan batuk dan spasme bronchus karena tekanan pada nervus
vagus.
Walaupun gejala sistemik yang samar-samar dari anoreksia,
penurunan berat badan dan meningkatnya rasa lelah mungkin menjadi
gejala yang disajikan oleh pasien dengan massa mediastinum, namun
lebih lazim gejala disebabkan oleh kompresi local atau invasi oleh
neoplasma dari struktur mediastinum yang berdekatan.
Nyeri dada timbul paling sering pada tumor mediastinum
anterosuperior. Nyeri dada yang serupa biasanya disebabkan oleh
kompresi atau invasi dinding dada posterior dan nervus interkostalis.
Kompresi batang trakhebronkhus biasanya memberikan gejala seperti
dispneu, batuk, pneumonitis berulang atau gejala yang agak jarang
yaitu stridor. Keterlibatan esophagus bisa menyebabkan disfagia atau
gejala obstruksi. Keterlibatan nervus laringeus rekuren, rantai simpatis
atau plekus brakhialis masing-masing menimbulkan paralisis plika
vokalis, sindrom Horner dan sindrom Pancoast. Tumor mediastinum
yang meyebabkan gejala ini paling sering berlokalisasi pada
mediastinum superior. Keterlibatan nervus frenikus bisa menyebabkan
paralisis diafragma.
G. Komplikasi
Komplikasi dari kelainan mediastinum mereflekikan patologi primer
yang utama dan hubungan antara struktur anatomic dalam
mediastinum. Tumor atau infeksi dalam mediastinum dapat
menyebabkan timbulnya komplikasi melalui: perluasan dan penyebaran
secara langsung, dengan melibatkan struktur-struktur (sel-sel)
bersebelahan, dengan tekanan sel bersebelahan, dengan
menyebabkan sindrom paraneoplastik, atau melalui metastatic di
tempat lain.
Empat komplikasi terberat dari penyakit mediastinum adalah:
1. Obstruksi trachea
2. Sindrom Vena Cava Superior
3. Invasi vascular dan catastrophic hemorrhage, dan
4. Rupture esofagus

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgenografi
Investigasi suatu massa di mediastinum harus dimulai dengan foto
dada anterior-superior, lateral, oblik, esofagogram, dan terakhir
tomogram bila perlu. Penentuan lokasi yang tepat amat penting
untuk langkah diagnostic lebih lanjut. CT scan thorax diperlukan
untuk membedakan apakah lesi berasal dari vascular-bukan
vascular. Hal ini perlu menjadi pertimbangan bila bioopsi akan
dilakukan, selain itu CT scan juga berguna untuk menentukan
apakah lesi tersebut bersifat kistik atau tidak. Pada langkah
selanjutnya untuk membedakan apakah massa tersebut adalah
tumor metastasis, limfoma atau tuberculosis / sarkoidosis maka
mediastinoskopi dan biopsy perlu dilakukan. Dasar dari evaluasi
diagnostic adalah pemeriksaan rontgenografi. Foto thorax lateral dan
posteroanterior standar bermanfaat dalam melokalisir massa di
dalam mediastinum.
Neoplasma mediastinum dapat diramalkan timbul pada bagian
tertentu mediastinum. Foto polos bisa mengenal densitas relative
massa ini, apakah padat atau kistik, dan ada atau tidaknya
kalsifikasi.
2. USG
Ultrasonografi bermanfaat dalam menggambarkan struktur kista dan
lokasinya di dalam mediastinum. Fluoroskopi dan barium enema bisa
membantu lebih lanjut dalam menggambarkan bentuk massa dan
hubungannya dengan struktur mediastinum lain, terutama
esophagus dan pembuluh darah besar.
3. USG Germ Cell Mediastinum
Kemajuan dalam teknologi nuklir telah bermanfaat dalam
mendiagnosis sejumlah tumor. Sidik yodium radioiotop bermanfaat
dalam membedakan struma intratoraks dari lesi mediatinum superior
lain. Sidik gallium dan teknesium sangat memperbaiki kemampuan
mendiagnosis dan melokalisir adenoma parathyroid. Belakangan ini
kemajuan dalam radiofarmakologi telah membawa ke diagnosis
tepat.
4. Tomografi Komputerisasi
Kemajuan terbesar dalam diagnosis dan penggambaran massa
dalam mediatinum pada tahun belakangan ini adalah penggunaan
sidik CT untuk diagnosis klinis. Dengan memberikan gambaran
anatomi potongan melintang yang memuaskan bagi mediastinum,
CT mampu memisahkan massa mediastinum dari struktur
mediastinum lainnya. Terutama dengan penggunaan materi kontras
intravena untuk membantu menggambarkan struktur vascular, sidik
CT mampu membedakan lesi asal vascular dari neoplasma
mediastinum. Sebelumnya, pemeriksaan angiografi sering diperlukan
untuk membedakan massa mediastinum dari berbagai proses pada
jantung dan aorta seperti aneurisma thorax dan suni aneurisma
Valsava.
Dengan perbaikan resolusi belakangan ini, CT telah menjadi alat
diagnostic yang jauh lebih sensitive dibandingkan dengan teknik
radiografi rutin.
CT bermanfaat dalam diagnosis Kista bronkogenik pada bayi dengan
infeksi berulang dan timoma dalam pasien myasthenia gravis, kasus
yang foto polosnya sering gagal mendeteksi kelainan apapun.
Tomografi komputerisasi juga memberikan banyak informasi tentang
sifat invasi relative tumor mediastinum. Differensiasi antara kompresi
dan invasi seperti dimanifestasikan oleh robeknya bidang lemak
mediastinum dapat dibuat dengan pemeriksaan cermat. Tambahan
lagi, dalam laporan belakangan ini, diagnosis prabedah pada
sejumlah lesi yang mencakup kista pericardial, adenoma paratiroid,
kista enteric dan tumor telah dibuat dengan CT karena gambarannya
yang khas.
5. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) mempunyai potensi yang
memungkinkan diferensiasi struktur vascular dari massa
mediastinum tanpa penggunaan materi kontras atau radiasi. Di masa
yang akan datang, teknik ini bisa memberikan informasi unggul
tentang ada atau tidaknya keganasan di dalam kelenjar limfe dan
massa tumor.
6. Biopsy
Berbagai teknik invasive untuk mendapatkan diagnosis jaringan
tersedia saat ini. Perbaikan jelas dalam teknik sitologi telah
memungkinkan penggunaan biopsy aspirasi jarum halus untuk
mendiagnosis tiga perempat pasien lesi mediastinum. Teknik ini
sangat bermanfaat dalam mendiagnosis penyakit metastatic pada
pasien dengan keganasan primer yang ditemukan di manapun.
Kegunaan teknik ini dalam mendiagnosis tumor primer mediastinum
tetap akan ditegaskan.
Bentuk yang paling sederhana dari biopsi adalah pengambilan
sebagian potongan tumor yang viable seperti pada kulit atau
permukaan lain yang mudah dijangkau dengan tang pemotong yang
sesuai. Prosedur semacam ini umumnya tidak menimbulkan rasa
sakit dan biasanya dilakukan tanpa pemberian Novocain selama
kanker tidak disuplai oleh saraf. Namun, kadang diperlukan biopsi
yang melibatkan jaringan sehat serta yang dicurigai sakit untuk
mendapatkan sel yang hidup. Dalam hal ini , tentu diperlukan
anastesi lokal. Ada beberapa jenis biopsi yaitu:
a. Biposi insisional yaitu pengambilan sampel jaringan melalui
pemotongan dengan pisau bedah. Anda akan dibius total atau
lokal tergantung lokasi massa, lalu dengan pisau bedah, kulit
disayat hingga menemukan massa dan diambil sedikit untuk
diperiksa.
b. Biopsi eksisional yaitu pengambilan seluruh massa yang dicurigai
untuk kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Metode ini
dilakukan di bawah bius umum atau lokal tergantung lokasi massa
dan biasanya dilakukan bila massa tumor kecil dan belum ada
metastase atau penyebaran tumor.
c. Biopsi jarum yaitu pengambilan sampel jaringan atau cairan
dengan cara disedot lewat jarum. Biasanya cara ini dilakukan
dengan bius lokal (hanya area sekitar jarum) dan bisa dilakukan
langsung atau dibantu dengan radiologi seperti CT scan atau USG
sebagai panduan bagi dokter untuk membuat jarum mencapai
massa atau lokasi yang diinginkan. Bila biopsi jarum
menggunakan jarum berukuran besar maka disebut core biopsi,
sedangkan bila menggunakan jarum kecil atau halus maka disebut
fine needle aspiration biopsi.
d. Biopsy jarum dengan bantuan endoskopi. Prinsipnya sama yaitu
pengambilan sampel jaringan dengan aspirasi jarum, hanya saja
metode ini menggunakan endoskopi sebagai panduannya. Cara
ini baik untuk tumor dalam saluran tubuh seperti saluran
pernafasan, pencernaan dan kandungan. Endoskopi dengan
kamera masuk ke dalam saluran menuju lokasi kanker, lalu
dengan jarum diambil sedikit jaringan sebagai sampel.
e. Punch biopsy. Biopsi ini biasa dilakukan pada kelainan di kulit.
Metode ini dilakukan dengan alat yang ukurannya seperti pensil
yang kemudian ditekankan pada kelainan di kulit, lalu instrument
tajam di dalamnya akan mengambil jaringan kulit yang ditekan.
Anda akan dibius lokal saja dan bila pengambilan kulit tidak besar
maka tidak perlu dijahit.
f. Satu jenis biopsi khusus yang dapat mengetahui sitologi dari lesi
adalah FNAB (fine needle aspiration biopsy). Untuk beberapa
jenis keganasan, sensitifitas dan spesifisitas FNAB sama atau
lebih baik dari biopsi konvensional.

7. Sitologi
Pemeriksaan sitologi adalah jenis pemeriksaan yang mengamati
perubahan sel akibat penyakit/jejas terhadap tubuh, keuntungannya
adalah dapat dilakukan sebelum tindakan operasi (prabedah).
Adapun prinsip pemeriksaan sitologi adalah memeriksa sampel sel
yang terlepas (eksfoliasi) atau yang dilakukan aspirasi, dimana untuk
hasil yang akurat harus memperhatikan antara lain pengambilan
sampel, pengolahan sel di laboratorium dan pemeriksa dalam hal ini
dokter spesialis patologi anatomik. Dalam menghadapi kanker,
pemeriksaan sitologi termasuk pelayanan deteksi dini
Bahan –bahan yang dapat diperiksa secara sitologi :
a. Vaginal smear/ Pap test / Cervical smear, untuk menentukan
adanya :
1) Peradangan dan penyebabnya
2) Perubahan praganas
3) Perubahan keganasan
4) Status hormonal
b. Sputum atau dahak, untuk menentukan keganasan serta jenis
peradangan.
c. Bronchial washing dan brushing :
1) Untuk menentukan keganasan
2) Untuk menentukan peradangan
d. Urine, untuk menentukan adanya :
1) Tumor ginjal, tumor kandung kemih
2) Batu, infeksi saluran kemih
e. Cairan lambung, untuk menentukan adanya :
1) Gastritis acuta atau kronika
2) Keganasan
3) Intestinal metaplasi dari mukosa lambung, yang selalu
mendahului perubahan keganasan.
f. Cairan tubuh lain :
1) Cairan pleura
2) Cairan pericardium
3) Cairan ascites
4) Cairan cerebro spinal
5) Cairan sendi
6) Untuk menentukan adanya :
7) Tumor primer atau metastatik
8) Peradangan
g. Apirasi jaringan tumor, untuk menetukan adanya :
1) Tumor
2) Peradangan
h. Inprint jaringan tumor untuk menentukan adanya :
1) Tumor
2) Peradangan
i. Skraping untuk menentukan adanya :
1) Seks kromatin, diambil dari mukosa rongga mulut
2) Status hormonal wanita, diambil dari dinding lateral vagina
3) Keganasan.
8. Pemeriksaan Darah
a. Hb: menurun/normal
b. Analisa Gas Darah: asidosis respiratorik, penurunan kadar
oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal
c. Elektrolit: Natrium/kalsium menurun/normal

I. Penatalaksanaan Medis
Tindakan yang dilakukan pada klien yang mengalami karsinoma
mediastinum meliputi:
a. Pengurangan gejala-gejala dasar, seperti penurunan gejala sesak
nafas, koreksi gangguan keseimbangan gas.
b. Koreksi/perbaikan kondisi umum serta pencegahan komplikasi
Pemenuhan kebutuhan nutrisi, cairan dan elektrolit serta aktivitas
merupakan langkah yang perlu iambil secara terpadu untuk
meningkatkan fungsi dasar dan perbaikan kondisi umum klien.
c. Adaptasi biologis dan psikologis
d. Pengngunaan obat-obatan : Berbagai citostatika mungki digunakan
dalam terapi kausatif seperti : tryetilenthiophosporamide, nitrogen
mustard, dan penggunaan zat-zat lainnya seperti atabrine atau
penggunaan talc poudrage
e. Citostatic intra pleura :
Zat-zat yang digunakan biasanya :
1) Mustargen 0,4 mg per kg berat badan digunakan dosis 20-40 mg
dalam 100 cc larutan garam.
2) Theothepa 20-50 mg intra pleura
3) Atabrine 250 mg dalam 10 cc aquades
4) Fluoro uracil dan mitomycine
f. Immuoterapi: interleukin 1 dan alpha interferon
g. Radiasi
Radiasi pada tumor justru menimbulkan effusi pleura disebabkan
oleh karena kerusakan aliran limphe dari fibrosis. Akan tetapi
beberapa publikasi terdapat laporan berkurangnya cairan setelah
radiasi pada tumor mediastinum.
h. Pembedahan
Tindakan bedah memegang peranan utama dalam penanggulangan
kasus tumor mediastinum. Pembedahan pada tumor mediastinum
disebut torakotomi.
i. Kemoterapi
Kemoterapi telah menunjukkan kemampuannya dalam mengobati
beberapa jenis tumor.

J. Penatalaksanaan Keperawatan
Pengkajian
1. Identitas
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama:
Keluhan utama yang sering muncul adalah sesak nafas dan nyeri
dada yang berulang tidak khas, mungkin disertai batuk darah.
Pada beberapa kasus sering dilaporkan keluhan infeksi lebih
menjadi sebab klien melakukan pemeriksaan ke rumah sakit.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan pertama yang dirasakan sampai dengan dibawa ke RS,
dan keluhan saat pengkajian dilakukan secara terperinci.
c. Rriwayat Penyakit Dahulu
Penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering
terjadi dalam rentang waktu yang relatif lama dan berulang,
adanya riwayat tumor pada organ lain, baik pada diri sendiri
maupun dari keluarga. Penyakit paru, jantung serta kelainan organ
vital bawaan dapat memperberat gejala klinis penderita.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Ada keluarga yang memiliki penyakit yang sama dengan pasien.
3. Pemeriksaan Per Sistem
a. Sistem pernafasan (B1)
Data Subyektif: sesak nafas, dada tertekan, nyeri dada berulang
Data Obyektif: hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif),
sputum banyak
Inspeksi : penggunaan otot diagfragma pernafasan diafragma dan
perut meningkat, laju pernafasan meningkat, tidak ada pernafasan
cuping hidung, bentuk dada simetris
Palpasi : Tidak ditemukan tonjolan abnormal dada, Fremitus
Fokal tidak simetris, tidak ditemukan nyeri tekan dada
Perkusi: bunyi pekak/ redup pada mediastinum serta basal paru.
Auskultasi : terdengar stridor, terdengar wheezing
unilateral/bilateral dan ronchi pada lapang paru.
b. Sistem kardiovaskuler (B2)
Data Subyektif: sakit kepala
Data Obyektif: denyut nadi meningkat, disritmia, pembuluh darah
vasokontriksi, kualitas darah menurun.
c. Sistem Persarafan (B3)
Data Subyektif: gelisah, penurunan kesadaran
Data Obyektif: letargi
e. Sistem Perkemihan (B4)
Data Subyektif: -
Data Obyektif: produksi urine menurun
f. Sistem Pencernaan (B5)
Data Subyektif: mual, kadang muntah, anoreksia, disfagia, nyeri
telan
Data Obyektif: konsistensi feses normal/diare, berat badan turun,
penurunan intake makanan
g. Muskuloskeletal dan Integumen (B6)
Data Subyektif: lemah, cepat lelah
Data Obyektif: kulit pucat, sianosis, turgor menurun (akibat
dehidrasi sekunder), banyak keringat, suhu kulit meningkat
/normal, tonus otot menurun, nyeri otot, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan, flail chest

Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d sulit
menelan
3. Ansietas b.d Perubahan dalam status kesehatan

Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Ketidakefektifan Tujuan: setelah  kaji pola napas ,
pola nafas b.d dilakukan tindakan frekuensi, irama
Penurunan ekspansi keperawatan 3x24 napas
paru jam pola napas  Kaji tanda-tanda vital
efektif  Auskultasi suara
Kriteria Hasil: napas, catat adanya
 Menunjukkan suara napas
suara napas bersih tambahan
 Mampu bernapas  Posisikan pasien
dengan mudah untuk
 Menunjukkan pola memaksimalkan
napas yang efektif ventilasi (semi fowler)
(irama napas,  Berikan terapi oksigen
frekuensi napas sesuai kebutuhan
efektif)  Kolaborasi dengan
 Tanda-tanda vital dengan laboratorium
dalam rentang (biopsy dan citologi)
normal  Kolaborasi dengan
dokter (obat
sitostatika,
thorakosintesis, WSD,
kemoterapi,
radioterapi (radiasi)
2. Ketidakseimbangan Tujuan: setelah  Monitor adanya
nutrisi kurang dari dilakukan tindakan penurunan berat
kebutuhan tubuh b. keperawatan 3x24 badan
d ketidakmampuan jam nutrisi dapat  Monitor jumlah nutrisi
menelan makanan terpenuhi dan kandungan kalori
Kriteria Hasil  Berikan informasi
 Tidak ada tanda- tentang kebutuhan
tanda malnutrisi nutrisi
 Peningkatan berat  Kolaborasi dengan
badan ahli gizi untuk
 Tidak ada menentukan jumlah
penurunan berat kalori dan nutrisi yang
badan yang berati dibutuhkan
3. Ansietas b.d Tujuan : Setelah  Identifikasi tingkat
perubahan dalam dilakukan tindakan kecemasan
status kesehatan keperawatan 1x24  Dorong untuk
jam cemas mengungkapkan
berkurang perasaan, ketakutan
Kriteria Hasil: dan persepsi
 Mampu  Dengarkan dengan
mengungkapkan penuh perhatian
dan menunjukkan  Ajarkan
perasaan cemas menggunakan tehnik
 Mampu relaksasi untuk
mengurangi mengurangi
kecemasan keemasan
dengan
menggunkan
tehnik mengontrol
cemas
 Tanda-tanda vital
dalam batas
normal
 Postur tubuh,
ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan
tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan
Daftar Pustaka

Brunner & Sudarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, edisi revisi. Jakarta:


EGC

Syahruddin, Elisna, dkk. 2010. Penatalaksanaan Tumor Mediatinum


Ganas.

Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi. Jakarta : EGC

Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan


Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan,
cetakan kedua. Jakarta: Salemba Medika

Sudoyo, Aru W, 2007, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi IV,
Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai