LP Hidronefrosis
LP Hidronefrosis
HIDRONEFROSIS
Intan Sari Putri (1506733346)
Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah
________________________________________________________________________
I. Anatomi dan fisiologi
Ginjal Gambar 1. Anatomi Ginjal (Huether,
McChance, Brashers, & Rote, 2017)
Ginjal terletak pada dinding posterior di
belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra torakalis
ke-12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal
seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah
dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dextra
yang besar. Fungsi ginjal adalah memegang peranan
penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa
dari cairan tubuh, dan mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin
dan amoniak.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat
korteks renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, medulla renalis di bagian dalam
yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan korteks. Bagian medulla berbentuk kerucut
yang disebut piramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-
lubang kecil yang disebut papilla renalis. Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf
sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis
berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga
calices renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices
renalis minores. Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit
fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari:
glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius (Huether,
McChance, Brashers, & Rote, 2017).
Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteri
renalis, arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri renalis bercabang menjadi arteri
interlobularis kemudian menjadi arteri akuarta. Arteri interlobularis yang berada di tepi ginjal
bercabang manjadi arteriole aferen glomerulus yang masuk ke gromerulus. Kapiler darah yang
meninggalkan glomerulus disebut arteriole eferen gromerulus yang kemudian menjadi vena
renalis masuk ke vena cava inferior. Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis
(vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal,
saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal.
Proses pembentukan urin
1) Proses filtrasi, di glomerulus
Terjadi penyerapan darah yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan
yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air, sodium,
klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal. Cairan yang disaring disebut
filtrat glomerulus.
2) Proses reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida
fosfat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di
tubulus proximal. Sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan
ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif)
dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
3) Proses sekresi
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla renalis
selanjutnya diteruskan ke luar.
IV. Patofisiologi
Pada hidronefrosis, ginjal membesar ketika urine terkumpul di pelvis ginjal dan jaringan
ginjal. Karena kapasitas pelvis renalis biasanya 5 sampai 8 μm, obstruksi pada pelvis atau pada
titik di mana ureter bergabung dengan pelvis renalis dengan cepat menggembungkan pelvis
renalis. Tekanan ginjal meningkat dengan meningkatnya volume urin. Seiring waktu, kadang-
kadang hanya dalam hitungan jam, pembuluh darah dan tubulus ginjal dapat rusak secara luas.
Obstruksi urin menyebabkan kerusakan ketika tekanan menumpuk langsung pada jaringan
ginjal. Tekanan filtrat tubular juga meningkat di nefron karena drainase melalui sistem
pengumpulan terganggu. Dengan tekanan tambahan ini, filtrasi glomerulus menurun atau
berhenti, dan nekrosis total pada ginjal yang terkena dapat terjadi. Produk limbah nitrogen
(urea, kreatinin, dan asam urat) dan elektrolit (natrium, kalium, klorida, dan fosfor)
dipertahankan, dan keseimbangan asam-basa terganggu (Ignatavicius & Workman, 2013).
V. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada hidronefrosis adalah sebagai berikut:
a. Hipertensi renovaskular
b. Sepsis
c. Nefropati obstruktif
d. Gagal ginjal
VI. Pengkajian
A. Riwayat
1) Persepsi Terhadap Kesehatan
a) Demografi
b) Kaji usia dan jenis kelamin
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
b) Riwayat kesehatan dahulu: riwayat penyakit ginjal, ISK dan gout, riwayat
pembedahan, kelainan kongenital
c) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal dan gout, tumor atau kanker,
kelainan kongenital
3) Data fokus (Doenges, Moorhouse, & Geissler, 2010; Smeltzer et al., 2010)
a) Makanan atau cairan
Gejala: Mual/ muntah, nyeri tekan abdomen, ketidakcukupan pemasukan
cairan, tidak minum air dengan cukup
Tanda: Distensi abdominal, penurunan/ tidak ada usus, muntah
b) Aktivitas dan istirahat
Gejala: Pekerjaan monoton, terpajan pada lingkungan bersuhu tinggi,
keterbatasan aktivitas sehubungan dengan kondisi sebelumnya,
kelemahan atau keletihan
c) Eliminasi terutama BAK
Gejala: Riwayat adanya ISK, obstruksi sebelumnya, penurunan haluaran urin,
kandung kemih penuh, warna urin keruh, dan bau menyengat
Tanda: Oliguri, hematuri, piuria, perubahan pola berkemih, frekuensi/
inkontinensia
d) Sirkulasi
Tanda: Peningkatan TD/ nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal), kulit hangat dan
kemerahan atau pucat.
e) Integritas ego
Gejala: Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu,
tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi
Tanda: Menyangkal, menarik diri, marah
f) Nyeri/kenyamanan
Gejala: Episode nyeri berat, lokasi tergantung pada lokasi obstruksi, contoh:
pada panggul di regio sudut kortovertebral dan menyebar ke punggung,
abdomen dan turun kelipatan paha
Tanda: Melindungi perilaku distraksi, nyeri tekan pada area ginjal yang di
palpasi
g) Neurosensori
Gejala: pusing
h) Keamanan
Gejala: menggigil
Tanda: demam
i) Seksualitas
Gejala: masalah seksual, dampak pada hubungan
j) Interaksi sosial
Gejala: ketidakadekuatan atau kelemahan sistem pendukung
Tanda: masalah tentang fungsi dan tanggung jawab peran
k) Penyuluhan dan pembelajaran
Gejala: riwayat kanker pada keluarga, riwayat pengobatan atau pembedahan
sebelumnya
l) Persepsi diri
Gejala: kurang pengetahuan, gangguan body image
.
B. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi setiap sisi abdomen dengan melihat ketidaksimetrisan atau distensi
pada abdomen untuk mengidentifikasi adanya massa pada ginjal. Palpasi dengan lembut
area ginjal apakah terjadi pembesaran atau tidak. Perkusi pada kedua ginjal menunjukkan
adanya nyeri sehingga mengindikasikan adanya kelainan ginjal (Ignatavicius &
Workman, 2013).
C. Pemeriksaan diagnostik (lab/radiologi)
1) Laboratorium
a) Darah: kimia darah (kreatinin darah dan BUN meningkat apabila terjadi
penurunan laju filtrasi glomerous), serum elektrolit (terjadi perubahan level
potasium, fosfor, kalsium jika terjadi asidosis metabolik/ defisit bikarbonat)
b) Urin: urinalisis (melihat bakteri atau sel darah putih apabila terjadi infeksi. Jika
obstruksi terjadi berkepanjangan, didapatkan sel epitel tubulus)
2) Radiologi
a) Ultrasonografi (USG)
Digunakan untuk pasien yang diduga memiliki sumbatan saluran kemih dengan
metode gelombang suara untuk membuat gambar ginjal. Sensitif untuk
mendeteksi obstruksi kronik (90%) dan obstruksi akut (60%). Prosedur ini
menggunakan.
b) CT abdomen dan plain film
CT abdomen digunakan untuk mengidentifikasi massa atau inflamasi yang
menyebabkan obstruksi, serta mengidentifikasi obstruksi atrofi dengan cepat.
Plain film digunakan untuk melihat pembesaran ginjal, batu ginjal, atau metastase
tumor. Keterbatasan CT abdomen dan plain film yaitu penyumbatan dikarenakan
radiolucent batu (indinavir), dosis radiasi, serta membutuhkan lemak untuk
melihat jaringan lunak. Adapun kontraindikasi CT abdomen dan plain film yaitu
pada wanita hamil, anak kecil, alergi, gagal ginjal, CHF, dan gout
c) Intravenous urogram (IVU)/ Intravenous pyelogram / excretory urogram
Metode dengan memasukan radiokontras melalui IV bolus yang memperlihatkan
ginjal, ureter, dan kandung kemih. Adapun keuntungan penggunaan metode ini
yaitu menunjukan anatomi, lokasi patologi, serta mendeteksi nekrosis papilla.
Kelemahannya yaitu tidak praktis, menggunakan radiokontras, dan dosis radiasi
d) CT urografi
Digunakan untuk mengevaluasi saluran kemih terhadap defek
VII. Masalah keperawatan dan diagnosis yang mungkin muncul, serta prioritas
a. Nyeri Akut
b. Gangguan Eliminasi Urin
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
VIII. Rencana asuhan keperawatan (NCP) (Bulechek et al., 2013; Herdman & Kamitsuru, 2018; Moorhead et al., 2013)
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
Kriteria Evaluasi : Mandiri:
Menyatakan nyeri hilang atau Kaji nyeri PQRST dan catat lokasi, karakteristik, intensitas (skala 0-10)
terkontrol. Berikan tindakan kenyamanan, misalnya, pijatan punggung, ubah posisi, dan
Menunjukkan nyeri hilang, kompres hangat
Nyeri Akut berhubungan mampu tidur/istirahat dengan
Edukasi teknik pengurangan nyeri, misalnya relaksasi napas dalam, bimbingan
1. dengan: Biologis (aktivitas tepat.
imajinasi, dan visualisasi
proses penyakit: trauma), Menunjukkan penggunaan
Monitoring nyeri dan hasil laboratorium
Infeksi, & Peningkatan keterampilan relaksasi dan
Kolaborasi :
Frekuensi (dorongan kenyamanan umum sesuai
Berikan obat sesuai indikasi, misalnya analgesik
kontraksi uretral) indikasi situasi pasien.
Memantau efek obat
2. Kriteria Evaluasi : Mandiri :
Mempertahankan pola Kaji dan catat haluaran urin
Gangguan Eliminasi Urin berkemih normal Bantu pasien memilih waktu dan posisi normal apabila terasa dorongan
berhubungan dengan : Menunjukkan perilaku yang berkemih
Obstruksi Anatomis- meningkaykan kontrol kandung
Edukasi pasien tentang latihan otot panggul
Mekanikal, Bekuan Darah, kemih
Kolaborasi :
Edema, & Prosedur Bedah
Berikan cairan sesuai program
Kriteria Evaluasi : Mandiri :
Mempertahankan berat Lakukan pengkajian nutrisi dan auskultasi Bising usus.
Ketidakseimbangan Nutrisi badan/menunjukkan Bantu pasien makan dan lakukan oral hygiene
Kurang dari Kebutuhan peningkatan berat badan
Edukasi tentang diet yang dibutuhkan pasien
3. Tubuh berhubungan dengan : bertahap sesuai tujuan
Monitoring hasil laboratorium
Mual dan Muntah, serta dengan nilai laboratorium
Kolaborasi :
Anoreksia lama/gangguan normal.
Konsultasikan diet pasien dengan ahli gizi
masukan saat praoperasi Merencanakan diet untuk
Berikan makanan enteral/ parenteral bila diindikasikan
memenuhi kebutuhan nutrisi
IX. Treatment/ pengobatan dan terapi/medikasi
Hidronefrosis biasanya diobati dengan mengatasi penyakit atau penyebab yang
mendasarinya, seperti batu ginjal atau infeksi. Beberapa kasus dapat diselesaikan tanpa
operasi. Infeksi dapat diobati dengan antibiotik. Batu ginjal bisa lewat dengan sendirinya
atau mungkin cukup parah sehingga harus diangkat dengan pembedahan. Dalam kasus-
kasus penyumbatan parah dan hidronefrosis, kelebihan urin mungkin perlu diangkat
menggunakan kateter untuk mengalirkan urin dari kandung kemih atau tabung khusus yang
disebut nefrostomi yang mengalirkan urin dari ginjal. Kunci untuk perawatan adalah
mengatasinya secepat mungkin untuk menghindari kerusakan permanen pada ginjal. Kasus
penyumbatan urin dan hidronefrosis yang parah dapat merusak ginjal dan menyebabkan
gagal ginjal. Jika gagal ginjal terjadi, pengobatan akan diperlukan dengan dialisis atau
transplantasi ginjal. Namun, kebanyakan orang dapat pulih dari hidronefrosis jika ditangani
segera.
Percutaneous nephrotomy
tube (Emergency Operasi
drainage) Nefrektomi
Parsial nefrektomi
Resect ekstrinsik masses
Sitoskopi
TURB
Prostate resection/TURP/PVP
Folley Kateter
REFERENSI
Bulechek, G.M, Butcher, H.K. & Dochterman, J.M. (2013). Nursing Interventions
Classification (NIC) (6th ed). Missoury: Elsevier Mosby
Doenges, E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A.C. (2010). Rencana asuhan keperawatan:
Pedoman untuk perancanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 8.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L. (2013). Medical surgical nursing: Critical
thinking for collaborative care. (5th Ed). St. Louis: Elseveir Saunders.
Herdman, T.H., Kamitsuru, S. (2018). NANDA international nursing diagnoses:
definitions & classification 2018–2020 (11th Ed.). Oxford: Wiley Blackwell
Huether, S. E., McChance, K. L., Brashers, V. L., & Rote, N. S. (2017). Understanding
pathophysiology, (6th ed.). St. Louis, Missouri: Elsevier.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC): Measurement of health outcomes (5th Ed.). Missouri:
Elsevier Mosby
National Kidney Foundation. (2015). Hydronephrosis. [cited: Nov 4th, 2019]. Retrieved
from: https://www.kidney.org/atoz/content/hydronephrosis
Smeltzer, S. C., Bare, B., Hinkle, J. L., dan Cheever, K. (2010). Brunner & Suddarth’s
Textbook of Medical Surgical Nursing, (12th ed.) Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins.