Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Struktur pesawat terbang merupakan bagian yang rentan terjadi
korosi. Pengeroperasian pesawat terbang yang dapat berpindah-pindah
dari daerah yang satu ke daerah lainnya dengan perbedaan suhu
maupun cuaca baik di daratan ataupun di udara dan juga ketinggian
suatu pesawat di atas suatu permukaan laut dapat menimbulkan
terjadinya peristiwa korosi.
Proses terjadi korosi perlahan dapat di lambatkan dengan
memperhatikan beberapa hal-hal penyebab terjadinya suatu korosi
salah satunya yang perlu di perhatikan adalah pabrik pembuatan
pesawat (contohnya adalah desain awal perakitan pesawat dan awal
pesawat di buat, proses perakitan pesawat), dan operator (kurangnya
perawatan pesawat, buruknya pengontrolan pesawat terhadap
pelindung kulit pesawat/cat, lingkungan pesaat yang di kontaminasi
terhadap bahan –bahan yang korosif yang tidak di duga, dan
pemanfaatan pesawat selama di operasikan).
Korosi yang tidak dapat di lihat secara visual dapat menimbulkan
bahaya contohnya, struktur pesawat terbang mengalami korosi pada
bagian dalam yang tidak dapat di lihat secara visual, maka apabila
pesawat tersebut beroperasi pada suatu ketinggian bisa mengalami
kegagalan struktur. Namun banyak yang bisa di lakukan untuk
meningkatkan daya tahan dari korosi pada pesawat, contohnya
melakukan protective coatings, cathodic protective, corrotion inhibitor,
improvement aircraft, surface treatment, insulation and protective
finishes.
Pengetahuan tentang penyebab dan proses terjadinya korosi serta
penanggulangannya pada pesawat dapat membantu untuk memastikan
jenis material yang akan di pakai dalam membuat struktur pesawat

1
terbang dan dapat memperhitungkan serta merperkirakan kemampuan
material terhadap pengaruh timbulnya korosi.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah pada tugas
akhir ini adalah :

1. Bagaimana penyebab terjadinya korosi pada wing leading edge skin


di pesawat terbang bisa terjadi di pesawat Boeing 737 – 800.
2. Bagaimana cara penanggulangan dan pencegahan korosi pada
wing leading edge skin di pesawat boeing 737 – 800.

1.3 Batasan Masalah


Dari uraian perumusan masalah di atas, adapun pembatasan masalah
yang dapat di ambil dalam penyelesaian tugas akhir ini adalah :
1. Pada Tugas Akhir ini penulis memilih korosi pada wing leading edge
skin pada pesawat terbang Boeing 737 – 800.
2. Sistem yang di pilih membahas mengenai penyebab, perbaikan,
dam pencegahan akibat korosi pada pesawat Boeing 737 – 800.

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui dampak dari korosi yang terjadi pada wing leading edge
skin pesawat Boeing 737 – 800.
2. Mengetahui cara penanggulangan korosi pada wing leading edge
skin di Boeing 737 – 800.

1.5 Manfaat penelitian


Secara teoritis : Untuk mengetahui proses perbaikan pada wing
leading edge skin di pesawat terbang serta proses
pencegahannya.
Secara praktis : Untuk mengetahui cara pencegahan korosi di
pesawat Boeing 737 – 800.

2
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan tugas akhir ini disusun dalam beberapa bab
dengan urutan adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis menjelaskan tentang latar belakang penulisan,
rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penulisan, metode
pengumpulan data, dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI


Bab ini berisikan tentang teori-teori dasar yang mengupas secara
ringkas dan umum tentang teori dasar mengenai hydraulic system
pada pesawat terbang secara umum dan teori-teori penunjang.

BAB III METODE PENELITIAN


Bab ini berisi tentang gambaran umum pesawat secara keseluruhan
pada dan spesifikasi pesawat Boeing 737 - 800.

BAB IV PEMBAHASAN
Bab ini membahas secara rinci dan detail tentang Korosi Wing Leading
Edge Skin pada pesawat Boeing 737 - 800.

BAB V PENUTUP
Bab ini sebagai penutup yang berisi tentang keseluruhan kesimpulan
dan saran mengenai apa yang telah di pelajari , di petik dan di harapkan
oleh penulis tugas akhir.

3
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Korosi
Struktur pesawat pada saat ini terbuat dari logam metal yang memiliki
durability tinggi dan daya reaktif yang tinggi terhadap kontaminasi di
atmosfer. Garam yang terbentuk dari udara yang berasal dari daerah
coastal (pantai) dan kontaminasi dari industri seperti daerah urban dapat
mempengaruhi struktur alumunium alloy dan magnesium.
Korosi pada logam secara umum timbul dengan reaksi yang di
akibatkan oleh elektrolit yang bersentuhan dengan permukaan logam.
Logam yang rusak atau penurunan kualitas logam akibat dari lingkungan
yang korosif. Korosi logam merupakan pengrusakan logam secara kimia
atau elektrokimia dan dapat mempengaruhi permukaan ataupun internal
di dalam pesawat. Air atau uap air memiliki kombinasi dengan garam
dan oksigen di atmosfer sehingga menghasilkan sumber korosi pada
pesawat terbang.
Jadi, korosi merupakan suatu kerusakan logam yang di sebabkan
oleh reaksi kimia ataupun elektrokimia yang dapat mengubah logam
tersebut menjadi campuran logam yang mengakibatkan terjadinya
korosi. Untuk melindungi logam dari serangan korosi maka perlu
melapisi logam dengan metode protective coating.

2.2 Jenis Reaksi Korosi


2.2.1 Korosi Sebagai Reaksi Kimia
Korosi merupakan suatu penomena kerusakan material akibat
adanya interaksi dengan lingkungan. Korosi sebagai suatu reaksi kimia,
umumnya reaksi ini dapat dan mudah di pahami dengan pertimbangan
suatu prinsip rumus kimia sederhana. Korosi dari metal dapat terjadi
dalam asam, larutan alkali, larutan netral,dan sistem - sistem lain.
Korosi pada asam:

4
Fe + 2HCl —> FeCl2 + H2
2Al + 6HCl —> 2AlCl3 + 3H2

Logam akan terkorosi oleh asam dan meng-hasikan garam terlarut


dan H2 gas. Korosi dalam larutan netral dan alkalin, hanya terjadi jika
oksigen berada dalam sistem tersebut (contohnya, air segar, air laut,
larutan-larutan garam) dan pH 7. Proses korosi:
4Fe+6H2O+3O2—>4Fe(OH)3 Produk korosi berwarna merah
kecoklatan, yang tak larut dan jika mengering (korosi di atmosfer) akan
terhidrasi membentuk :
2Fe(OH)3——>Fe2O3+3H2O (deposit merah agak kecoklatan)
2Zn+2H2O+O2 —>2Zn(OH)2 dan Zn(OH)2 —> ZnO + H2O (deposit agak
putih)

2.2.2 Reaksi – Reaksi Elektrokimia.


Reaksi elektrokimia merupakan suatu rekasi yang melibatkan
pemindahan elekton (reaksi kimia melibatkan terjadinya reduksi dan
oksidasi). Korosi pada sebuah metal merupakan suatu proses
elektrokimia. Contohnya korosi pada Zn oleh HCl, seperti HCl + ZnCl2
terionisasi dalam larutan air, persamaan untuk reaksi tersebut adalah :
Zn+2H++2Cl- ——>Zn2+ +2Cl-+H2
Cl- yang tidak bereaksi (berubah) dapat dihilangkan, sehingga :
Zn + 2 H+ ——> Zn+2 + H2.
Zn teroksidasi menjadi ion seng (valensi Zn akan bertambah
dengan adanya rekasi ion hidrogen tereduksi (valensi berkurang)
menjadi hydrogen gas pada saat proses korosi. Persamaan ini dapat
dibagi menjadi : Zn ——> Zn+2 + 2e Oksidasi (anodik)
2H+ +2e ——>H2 Reduksi (katodik)
Zn+2H+ ——>Zn+2 +H2
Pada umumnya, reaksi oksidasi dapat di indikasikan dengan
pertambahan valensi atau juga penghasil elektron, sedangkan reaksi
reduksi di indikasikan dengan berkurangnya valensi atau menerima

5
elektron. Dalam terminologi korosi, reaksi oksidasi sering disebut
sebagai suatu reaksi anodik, sedangkan aksi penambahan dapat di
katakan dengan suatu istilah reaksi katodik. Proses korosi terdiri dari
pada reaksi oksidasi dan reduksi.

2.2.3 Reaksi Anodik

Pada saat terjadinya proses korosi, reaksi anodik menjadi oksidasi


dari suatu metal dengan keadaan valensi tinggi (biasanya dari nol
menjadi beberapa nilai positif). Dengan pemisahan pada anoda dan
katoda, maka yang dapat membedakan reaksi oksidasi :
Zn ———> Zn+2 + 2 e
Fe ———>Fe+2 +2e

M ———> M+n + ne
Al ———>Al+3 + 3e

2.2.4 Reaksi Katodik


Ada beberapa reaksi katodik yang dapat di jumpai saat terjadi korosi
pada metal :

a. Evolusi Hidrogen : 2H+ +2e—>H2


b. Reduksi Oksigen (larutan asam) : pH<7 : O2+4H+ +4e——>2H2O
c. Reduksi Oksigen (neutral dan alkaline), pH>7; O2 +2H2O+4e-
——> 4OH
d. Reduksi Ionmetal :Fe+3 +e ——>Fe+2
e. Deposisimetal :Cu+2 +2e——>Cu
Semua reaksi korosi merupakan campuran zat sederhana dari satu
atau lebih suatu reaksi katodik bersama dengan reaksi anodik
(M ——> M+n + n e). Hampir setiap adanya masalah pada korosi metal
akan tereduksi menjadi persamaan yang di simpulkan diatas, baik
secara sendiri ataupun kombinasi, korosi lingkungan asam, air
beroksigen, Larutan netral, atau Larutan alkalin. Pada saat korosi lebih
dari satu reaksi, maka reaksi anodik dan katodik akan terjadi:
Zn+CuSO4 ——>ZnSO4 +Cu.

6
2.3 Proses Terjadinya Korosi

Proses terjadinya korosi secara elektro-kimia pada pesawat terbang


membutuhkan syarat sebagai berikut :
1. Adanya selisih potensial listrik antara anode dan katode.
2. Ada cairan elektrolit (cairan/uap air/garam)
3. Adanya ikatan antara katode dan anode (harus terhubung satu
sama lain).

Proses Crevice Corrosion

Crevice corrosion adalah suatu wujud korosi yang terjadi apabila


larutan elektrolit masuk ke dalam celah atau ruang logam yang sempit
dan terbatas.

Gambar 2.1 Crevice Corrosion[9]

Proses Pitting Corrosion

Pitting corrosion merupakan wujud korosi yang terjadi pada logam.


Dengan kosentrasi ion Cl– yang sangat tinggi, korosi jenis ini dapat
menjadi korosi yang sangat berbahaya, karena bila korosi ini terlihat
pada bagian permukaan luar maka hanya akan tampak seperti lubang
kecil, sedangkan pada bagian dalamnya telah terjadi korosi yang
membentuk “sumur” yang dalam dan tidak tampak. Karena suatu
pengaruh fisik ataupun metalurgis maka pada permukaan logam akan
tampak logam yang terkorosi lebih cepat di bandingkan logam yang
lainnya.

7
Gambar 2.2 Fitting Corrotion[9]

Proses Filiform Corrosion

Proses Filiform Corrosion merupakan suatu korosi yang terjadi di


bawah lapisan cat. Korosi ini di awali dengan adanya pemanasan
osmotis (Osmotic Blistering) yang berakibat pada terjadinya
kontaminan di bawah pelindung cat yang rusak oleh air yang meresap
melalui cat. Akibat adanya tekanan osmosis yang besar menyebabkan
air di tarik melewati pelindung cat dan terbentuklah blister (cat yang
melepuh).

Blister biasanya akan terjadi pada tepi goresan, dan muncul retak
pada pelindung cat. Kemudian akan menampung air dan jumlah air
bertambah sehingga terjadi korosi akibat kurangnya kebutuhan oksigen
pada cat. Daerah dimana terjadinya kekurangan oksigen akan menjadi
anode dan menjadi awal pertumbuhan korosi filiform corrosion.

Gambar 2.3 Filiform Corrosion[9]

8
Proses Stress Corrosion Cracking (SCC)

SCC merupakan korosi yang terjadi karena adanya aktifitas


kombinasi. Bentuk dari korosi ini adalah intergranular yang berasal dari
tegangan yang bekerja terus – menerus pada struktur dan lingkungan
yang korosif. Proses SCC di bagi meenjadi 2 tahap, yaitu :

1. Awal Retak (Crack Intiation)


a. Permukaan yang tidak rata, kondisi ini terjadi pada proses
pembuatan dan penggabungan struktur yang kurang sempurna
sehingga menimbulkan permukaan terdapat galur, dan kadang
terjadi penggeseran posisi struktur pada saat di gabungkan.
b. Corrosion Pits, jika terdapat adanya lubang yang mengalami
beban stress dan strain maka pada lubang tersebut akan timbul
korosi kemudian akan terjadi retak awal di mulai dari lobang
tersebut. Geometri lubang yang terjadi akibat korosi merupakan
hal penting karena untuk menentukan local stress strain yang
bekerja pada lubang.
c. Korosi Antar Butir (Intergranular Corrosion), terjadi akibat
tegangan yang bekerjs terus – menerus pada struktur lingkungan
yang korosif. Retak yang merambat di sepanjang batas butir di
kenal juga dengan retak intergranular, biasanya terjadinya di
sepanjang bidang tunggal kemudian mengikuti aliran butir yang
di hasilkan dari proses pembetukkan logam seperti rolling,
extruding, dan forging.
2. Perambatan Retak (Crack Propagation)
Fenomena perambatan retak pada SCC sangat komplek dan
dapat di pengaruhi faktor lingkungan, bahan material, dan
mikrostruktur. Beberapa proses yang umum terjadi pada
perambatan retak di antaranya :
a. Proses Pre-existing Active Paths
Perambatan terjadi sepanjang batas butir, batas butir tempat
korosi merambat menjadi kutub anode, pada proses ini menjadi

9
masalah karena SCC terjadi akibat proses elektrokimia atau
faktor metalorgi.
b. Proses Strain-Generated Active Path
Strain yang terjadi dapat dengan mudah membuka retak dan
memecahkan pelindung permukaan pada ujung retak, kemudian
retak menjadi memanjang. Kecepatan perambatan retak
tersebut tergantung dari passivation rate sebab jika passivation
rate sangat lambat maka struktur (logam) mengalami pecah.
Proses awal pecah tersebut terjadi pada awal retak dan jika
passivation rate sangat cepat maka menyebabkan perambatan
retak pelan.

Gambar 2.4 Stress Corrosion Cracking[9]

Proses Differential Aeration Corrosion

Terjadi akibat perbedaan konsentrasi oksigen di lingkungan korosif.


Daerah berkonsentrasi oksigen lebih rendah mengalami korosi lebih
cepat dari daerah dengan konsentrasi oksigen lebih tinggi.

10
Gambar 2.5 Differential Aeration Corrotion[9]

Proses Galvanic Corrosion


Galvanic corrosion merupakan sebuah proses korosi yang
menggabungkan dua buah logam secara fisik atau bisa di sebut secara
bersamaan yang akan mengalami korosi, tetapi korosi hanya terjadi
hanya pada salah satu logam saja.

Gambar 2.6 Galvanic Corrosion[1]

2.5 Penyebab Terjadinya Korosi


a. Sistem Buangan Air Yang Tidak Sesuai Dengan Kebutuhan
Sistem pembuangan air yang begitu rendah ketika mendesain
pesawat berakibat pada munculnya genangan air. Seperti ketika
adanya hujan, pengembunan, es yang mencair pada saat pesawat
terbang serta pada saat pesawat saat di cuci dengan air yang di
semprotkan dengan tekanan tinggi. Jika terdapat lokasi yang
memiliki genangan air dan tidak di sediakan lubang pembuangan
air, maka lokasi tersebut akan timbul korosi.

b. Uap air
Udara yang banyak mengandung uap air (lembab) akan
mempercepat proses berlangsungnya korosi. Dan air merupakan
salah satu dari bagian penting proses terjadinya korosi.
Berdasarkan sifat operasinya, pesawat terkena perubahan suhu
dan tekanan di atmosfer, serta berbagai kondisi kelembaban relatif
oleh karena itu, semua bagian struktur, bahkan yang dianggap

11
"tertutup" atau "tersegel" dapat berubah seiring waktu dengan
masuknya udara lembab secara progresif yang mengarah ke
kondensasi. Air yang di hasilkan mengalir ke dalam larutan, korosif
yang berasal dari atmosfer atau dari tumpahan (yang mengubah air
menjadi asam lemah) akan menimbulkan korosi.
c. Oksigen
Udara yang memiliki kandungan gas oksigen dapat menyebabkan
cepatnya proses terjadinya korosi. Korosi pada permukaan logam
merupakan suatu proses dari reaksi redoks. Reaksi ini terjadi karena
sel Volta mini. sebagai contohnya, korosi pada permukaan besi bisa
terjadi apabila adanya oksigen (O2) dan air (H2O). Akibatnya
memicu perbedaan potensial listrik antara atom logam dengan atom
karbon (C) yang mengakibatkan terjadinya korosi. Semakin banyak
jumlah Oksigen (O2) dan air (H2O) yang mengalami kedekatan
denan pada permukaan logam, maka semakin cepat
berlangsungnya korosi pada permukaan logam.
d. Larutan Garam
Larutan elektrolit (asam atau garam) suatu media yang baik untuk
melangsungkannya transfer muatan. Akibatnya elektron lebih
mudah untuk di ikat oleh oksigen di udara. Air hujan yang banyak
mengandung asam, dan air laut yang banyak mengandung garam,
maka air hujan dan air laut merupakan sumber korosi yang utama.
Larutan garam yang menyerang lapisan mild stell dan lapisan
stainless stell dapat menyebabkan terjadinya pitting (kebocoran),
crevice (retak/celah).
e. Permukaan Logam Yang Tidak Rata
Permukaan logam yang tidak rata dapat menimbulkan terjadinya
suatu kutub muatan, yang memiliki peran sebagai anode dan
katode. Permukaan logam yang halus dapat menyebabkan sukar
terjadinya korosi, sebab karena kutub-kutub akan bertindak sebagai
anode dan katode yang menyebabkan korosi.

12
f. Keberadaan zat Pengotor
Zat Pengotor di bagian pesawat akan memicu terjadinya reaksi
reduksi sehingga banyaknya jumlah atom logam yang akan
teroksidasi. Salah satu contohnya adalah ada banyak tumpukan
debu karbon hasil dari pembakaran Bahan Bakar Minyak di sebuah
permukaan logam yang dapat mempercepat suatu reaksi reduksi
gas oksigen pada permukaan suatu logam. Sehingga peristiwa
korosi terjadi semakin cepat.
g. Adanya Kontak Elektrolit
Kontak elektrolit, halnya seperti garam yang berada dalam air laut
akan dapat mempercepat proses korosi. Sedangkan ketika adanya
konsentrasi elektrolit yang besar dapat mempercepat laju aliran
elektron sehingga korosi cepat timbul dan meningkat.
h. Temperature
Temperature dapat mempercepat peristiwa korosi. Umumnya,
ketika semakin tinggi atau besarnya temperatur maka akan semakin
cepat pula terjadinya korosi. Terjadinya korosi di karenakan
tingginya tingkat temperatur maka tinggi juga suatu energi kinetik
pada partikel sehingga menyebabkan terjadinya tumbukan efektif
pada reaksi redoks yang semakin besar. Dengan seperti itu,
kecepatan korosi pada logam semakin meningkat.
i. Mikroba
Banyaknya koloni mikroba di bagian permukaan suatu logam dapat
menimbulkan peningkatan dan mempercepat laju korosi pada
logam. Hal ini terjadinya karena mikroba tersebut mampu untuk
menurunkan kualitas logam untuk memperoleh energy baru bagi
keberlangsungan hidup mikroba tersebut. Beberapa contoh mikroba
yang dapat dengan cepat menimbulkan dan menyebabkan korosi:
bakteri protozoa, bakteri besi mangan oksida, bakteri reduksi sulfat,
dan bakteri oksidasi sulfur-sulfida. Thiobacillus thiooxidans
Thiobacillus ferroxidans.

13
2.6 Jenis Klasifikasi Korosi
Penilaian secara subjektif terhadap tingkat korosi yang terdeteksi
telah berkembang sebagai dasar untuk pemeliharaan struktur pesawat.
Ada 3 (tiga) jenis klasifikasi korosi pada Aircraft Maintenance Manual
(AMM) pesawat boeing berdasarkan tampilan visual, kedalaman atau
kehilangan material, yaitu sebagai berikut :
a. Light Corrosion
Korosi ini bersifat lokal dan selama proses perawatan dan
pemeliharaan struktur korosi ini menunjukkan tipe korosi yang
ringan (light corrosion). Korosi ringan yang di sebabkan oleh
perubahan warna dan kedalaman maksimum pitting corrosion
(korosi yang dapat menghasilkan lubang-lubang kecil pada logam
ke arah dalam) ukurannya 0,001 inchi (0,025 mm). Jenis
kerusakan ini dapat di hilangkan dengan pengamplasan tangan
yang ringan dan minimum perawatan kimia.
b. Moderate Corrosion
Korosi sedang merupakan tipe korosi yang dapat meluas dan
memerlukan pengerjaan ulang pada setiap prosesnya. Korosi
sedang memungkinkan di butuhkannya perbaikan, penggantian
struktur sebagain atau bahkan pergantian struktur sepenuhnya.
Korosi sedang ini muncul seperti korosi ringan dan terdapat
beberapa lecet dan pengelupasan. Kedalaman pitting corrosion
0,01 inchi (0,25 mm). Dalam hal ini kerusakan dapat di hilangkan
dengan cara pengamplaan tangan yang ekstensif dan
pengamplasan secara mekanis.
c. Severe Corrosion
Severe Corrosion merupakan korosi tingkat parah, korosi ini
memungkinkan untuk di lakukannya perbaikan, pemangkasan
struktur atau bahkan pergantian struktur. Secara umum Severe
Corrosion sama dengan korosi sedang seperti terdapat lecet,
pengelupasan, penipisan struktur dan terdapat exfoliation
corrosion (delaminasi yang ada pada batas butir). Kedalaman

14
pitting corrosion lebih dari 0,01 inchi (0,25mm). Kerusakan ini
biasanya memerlukan pengamplasan mekanis yang ekstensif dan
grinding. Kerusakan korosi parah di luar dari batas Structural
Repair Manual (SRM) akan memerlukan otoritas teknis yang di
setujui untuk menganjurkan perbaikan korosi dan pemangkasan
daerah yang mengalami keretakan berkarat.

2.7 Batasan Korosi

Kerusakan korosi terdiri dari 4 tipe standar:

1. Kerusakan yang bisa dan dapat di abaikan


2. Kerusakan yang dapat di perbaiki dengan cara menambal
3. Kerusakan yang dapat di perbaiki dengan cara penyisipan
4. Kerusakan yang membutuhkan penggantian bahan atau material

Istilah kerusakan yang dapat di abaikan tidak menggambarkan


bahwa tidak ada hal yang harus di perbaiki. Permukaan yang korosi
harus di bersihkan, di rawat dan di cat sesuai kebutuhan. Kerusakan
yang dapat di abaikan pada umumnya adalah korosi yang telah
memakan lapisan pelindung (coats) permukan. Kerusakan yang
meluas dapat di perbaiki dengan cara menambal atau dengan
penyisipan yang harus di lakukan berdasarkan Structure Repair Manual
(SRM).

15
BAB III

RENCANA KERJA

3.1 Prosedur Penelitian

Dari prosedure penelitian ini ada beberapa langkah yang dilakukan


penulis, seperti pada flowchart yang tersaji pada Gambar 3.1

Mulai

Membaca Diskusi Dengan


Literatur Terkait Pembimbing

Membuat
Langkah Kerja

Melakukan Analisis

Pengolahan
Data

Re-check Data
TIDAK YA

Membuat Laporan Hasil


Penlitian

Gambar 3.1 Flowchart Penelitian

16
3.2 Penentuan Topik Tugas Akhir

Setelah melakukan kegiatan studi pustaka, membaca referensi


literatur dan diskusi dengan dosen pembimbing dan berbagai pihak,
maka penulis mengambil topik Tugas Akhir yang berkaitan dengan
korosi pada leading edge.

3.3 Membaca Literatur Terkait


Adapun untuk menunjang penulisan Tugas Akhir ini, sebelum
melakukan studi kasus di lakukan proses membaca literatur terkait.
Pada tahap ini literatur terkait yang di baca adalah:
1. Aircraft Maintenance Manual
2. Structural Repair Manual
3. Job Instruction Cards

3.4 Diskusi Dengan Dosen Pembimbing

Bersamaan dengan membaca literatur terkait, di lakukan banyak


diskusi dengan dosen pembimbing untuk membuat proposal Tugas
Akhir yang akan di ajukan ke Jurusan Teknik Aeronautika, Fakultas
Teknologi Kedirgantaraan, Universitas Dirgantara Marsekal
Suryadarma. Setelah proposal di setujui maka di mulai membuat
rencana kerja yag mana telah di cantumkan kegiatan diskusi dengan
dosen pembimbing.

3.5 Membuat Langkah Kerja

Jadwal penelitian ini telah di siapkan rencana kerja. Di harapkan agar


penelitian Tugas Akhir ini dapat selesai dengan tepat waktu.

3.6 Melakukan Analisis

Pada penelitian Tugas Akhir ini di lakukan agar dapat mengetahui


bagaimana korosi dapat terjadi dan bagaimana cara
penanggulangannya.

17
3.7 Pengolahan Data

Setelah di lakukan pengumpulan data dan literatur terkait dengan


korosi pada leading edge serta cara penanggulangannya, data yang di
dapat akan di lakukan komparasi terhadap data sesungguhanya di
lapangan.

3.8 Membuat Laporan Hasil

Setelah di lakukannya konversi, materi dan penjelasannya di gabung


dan di rangkum untuk membuat laporan kerja secara rinci.

18
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Penyebab Terjadinya Korosi Wing Skin Leading Edge

Gambar 4.1 Leading Edge Upper Skin Panel[9]

Korosi dapat terjadi pada Wing Skin Leading Edge karena letaknya
berada di struktur luar pesawat, dan korosi sering terjadi karena adanya
retak atau goresan (crevices) yang di biarkan begitu saja. Retak atau
goresan tersebut bisa menjadi tempat berhentinya air, jika retak atau
goresan tersebut di satukan, maka kondisi tersebut tidak dapat
sempurna akibat salah satu sisinya terjadi retak atau goresan dan dapat
menimbulkan suatu celah dimana akan terjadinya proses crevice
corrosion. Crevice corrosion merupakan suatu bentuk korosi yang
terjadi apabila larutan elektrolit masuk ke dalam celah, atau berada di
antara komponen bahan logam yang berhimpit. Larutan elektrolit yang
terperrangkap di dalam celah atau lubang kecil memiliki tingkat oksigen
yang lebih rendah di bandingkan kosentrasi ion bahan logam dari area
luar celah. Sehingga bahan permukaan luar logam yang bukan bahan
material sejenis, memiliki perbedaan potensial yang akhirnya
mengakibatkan korosi.

19
Pengecatan yang kurang sempurna (improrer finishing system) juga
dapat menjadi alasan dapat terjadinya korosi. Bahan dasar cat yang di
gunakan untuk melapisi permukaan pesawat terbang harus benar-
benar di perhitungkan. Kesalahan dalam memilih cat pada pesawat
terbang akan dapat menimbulkan terjadinya korosi. Jika bahan dari cat
tersebut tidak dapat menempel dengan sempurna pada permukaaan
kulit pesawat terbang, struktur pesawat akan mudah terjadi retak,
kemudian mengelupas. Akibat retak pada permukaan pesawat tersebut
menimbulkan proses filiform corrosion.

Pengelupasan (chipping) merupakan ketidakcocokan antara bahan


kimia dalam cat dan material yang di gunakan dalam struktur,
mengakibatkan terjadinya korosi. Keburukan dalam pengecatan dapat
menimbulakn cacat yang berupa goresan. Paa goresan ini, akan terjadi
pengembunan air dan dalam kurun waktu tertentu dapat menimbulkan
korosi. Pengecatan di sekitar fasteners perlu menjadi perhatian khusus
agar tidak terjadi celah antara fastener dengan material tempat
pemasangan fastener tersebut di pasang. Jika terjadi celah maka akan
mempercepat kerusakan cat di sekitar fastener akibat dari cairan yang
menggenang pada celah tersebut.

4.2 Mekanisme Terjadinya Korosi

Korosi merupakan penurunan mutu dari suatu material (umumnya


logam) ataupun sifat – sifat lainnya akibat dari bereaksi dengan
lingkungannya (Jones,1992, p4). Korosi sangat umum terjadi di sekitar
kita termasuk di lingkungan penerbangan, dimana sadar atau tidak
sadar, korosi sangat merugikan dan dampaknya bisa membahayakan
jika tidak di tangani secara baik dan benar (Sri, 2001).

Secara ilmiah, korosi dapat di katakan sebagai suatu peristiwa


elektrokimia antara logam dengan lingkungannya, dengan komponen
sebagai syarat terjadinya, yaitu :

a. Anoda, sebagai tempat terjadinya suatu reaksi oksidasi,


b. Katoda, sebagai tempat terjadinya suatu reaksi reduksi,

20
c. Media elektrolit, sebagai suatu media penghantar arus listrik dan,
d. Adanya hubungan dengan arus listrik antara katoda dan anoda.

Terjadinya korosi dalam elektrokimia dapat di tinjau dari potensial


reduksi, dimana suatu logam yang memiliki potensial reduksi lebih
rendah di bandingkan dengan potensial oksidasi, sistem memiliki
kecenderungan spontan untuk beroksidasi (Ashworth & Booker, 1986).
Sebagai contoh logam Zn yang di celupkan dalam larutan asam akan
teroksidasi, karena potensial reduksi Zn lebih rendah di bandingkan
potensi reduksi H2.
Zn –> Zn2+ + 2e-

Akan kehilangan 2 elekton dan akan melepas ion positif (kation) Zn 2+


, dimana kation terlepas dari logam dan akan larut sedangkan pada
elektron akan berada dalam logam. Lingkungan asam akan kaya akan
H+ terlarut yang memiliki kecenderungan sebagai akseptor elektron,
sehingga membatasi akumulasi elektron dalam logam dengan cara
bereakasi pada permukaan logam dengan membentuk gas H2.

2H+ = 2e- –> H2

Masing – masing atom Zn akan kehilangan 2 elekton dan melepas


ion positif (kation) Zn2+, dimana kation terlepas dari logam dan akan
larut sedangkan elektron tersebut tetap ada di dalam logam.
Lingkungan yang memiliki kadar asam yang kaya akan H+ terlarut yang
memiliki kecenderungan sebagai suatu akseptor elektron, sehingga
membatasi akumulasi elektron di dalam logam dengan cara bereaksi
pada permukaan logam dengan cara membentuk gas H2.

4.3 Inspection untuk Korosi

Struktur harus di jaga dalam kondisi bersih dan pemeriksaan yang


rutin harus dilakukan untuk tahu adanya tanda-tanda seperti debu,
kotoran, atau benda asing, terutama di bagian struktur yang lebih jauh
atau 'buta'. Barang yang longgar seperti rivet, swarf, partikel logam, dll.

21
Terperangkap selama pembuatan atau perbaikan, dapat ditemukan
ketika pesawat telah beroperasi selama beberapa waktu yang cukup
lama seperti benda lepas dapat merusak lapisan permukaan pelindung
yang dapat meningkatkan jenis korosi galvanic. Pentingnya untuk
memeriksa bagian yang longgar yang dapat di temukan selama
inspeksi memastikan bahwa mereka tidak di hasilkan dari struktur yang
rusak. Secara umum mudah untuk menentukan apakah benda lepas
telah membentuk bagian dari struktur dengan kondisinya. rivet yang
tidak berbentuk dapat dianggap sebagai barang yang longgar, tetapi
rivet yang telah dibentuk dapat mengindikasikan kegagalan. Struktur
harus diperiksa untuk setiap tanda-tanda distorsi atau pergerakan
antara bagian-bagian yang berbeda pada titik letaknya, untuk
pengencang yang longgar dan untuk tanda-tanda gesekan atau di
sekitar bagian yang bergerak, seperti fleksibel pipa, dll. Selain metode
inspeksi dan NDT (Non Destructive Testing System), kerusakan sering
terungkap melalui penerapan tekanan tangan pada struktur dan melihat
bagaimana mereka melentur, yaitu fitting dapat terlepas atau kulit dapat
melenturkan di mana ada sesuatu internal yang rusak Perawatan
pelindung harus diperiksa kondisinya. Pada paduan cahaya,
pemeriksaan harus dilakukan untuk setiap jejak korosi, ditandai dengan
Pengelupasan, Permukaan Lubang, atau Filiform, (cacing seperti
struktur di bawah lapisan cat) atau penampilan bersisik, melepuh atau
retak. Jika salah satu dari kondisi ini tampak jelas, perawatan pelindung
di area yang bersangkutan harus dihilangkan dengan hati-hati dan
logam di periksa untuk mencari jejak korosi atau retakan. Jika logam
ditemukan memuaskan, perawatan pelindung harus dikembalikan.
Catatan: Untuk membantu melindungi struktur terhadap korosi,
beberapa produsen dapat menempelkan kromat kalsium dan / atau
sachet strontium chromate ke bagian struktur yang rentan. Kehadiran
kromat di sachet dapat diperiksa dengan merasakan selama inspeksi.
Setelah menangani materi ini, tindakan pencegahan khusus. mencuci
tangan, yang diberikan dalam manual pabrik, harus diikuti. Dalam

22
kebanyakan kasus di mana korosi terdeteksi pada tahap awal,
perawatan korektif akan memungkinkan terus digunakannya bagian
yang bersangkutan. Namun, di mana kekuatan bagian mungkin telah
berkurang di luar nilai desain, perbaikan atau penggantian mungkin
diperlukan. Jika ada keraguan mengenai tingkat penurunan korosi yang
diizinkan, produsen atau otoritas yang menyetujui desain harus
dikonsultasikan, khususnya Korosi Intergranular bisa sangat sulit untuk
dinilai dengan pengujian NDT (Non Destructive Testing System)
konvensional dan penggantian komponen yang terpengaruh mungkin
merupakan satu-satunya pilihan.

4.4 Pencegahan Korosi

Perbaikan dan penanggulangan serta pencegahan korosi pada


bagian wing leading edge skin di perlukan penangan khusus. Salah
satu hal yang harus di perhatikan adalah mengenai dokumen. Dokumen
tersebut dapat berbentuk SRM, AMM, CPCP, CPM. Langkah awal yang
wajib di lakukan adalah :

a. Melakukan inspeksi secara rutin untuk mencegah dan


menemukan awal terjadinya korosi, dan memulai inspeksi
pencegahan korosi untuk mengurangi terjadinya korosi.
Fasteners yang hilang, dan mulai munculnya serbuk putih atau
endapan korosi adalah tanda-tanda awal korosi.

b. Melakukan pembersihan area yang di curigai, melakukan


inspeksi yang efektif untuk memastikan bahwa perlindungan
terhadap korosi tetap terjaga.

c. Lihat dan baca panduan SRM (Structure Repair Manual) untuk


rincian menghilangkan korosi.
d. Untuk korosi minor maka untuk meminimalkan waktu, semua
bahan yang ada harus di bersihkan, untuk menghambat korosi
ke area lainnya.

23
4.4.1 Metode Pengendalian Korosi
1. Protective Coating
Protective Coating dapat di artikan sebagai pelapis atau
pelindung. Metode ini merupakan salah satu pilihan dari
banyaknya metode penanggulangan korosi karena begitu mudah
untuk di terapkan pada metal. Keunggulan coating adalah telah
terbukti efektif dan efisien karena menjadi sebuah pilihan yang
praktis dan ekonomis untuk mengatasi korosi. Pengaplikasian
protective coating adalah dengan cara di poles dan di semprotkan
pada suatu permukaan sehingga akan membentuk lapisan tipis
yang kering, berkohesi, dan memiliki daya lekat yang lebih baik
terhadap permukaan serta mampu memproteksi permukaan
tersebut dari lingkungannya (yang harus di lindungi) dari metal
biasanya mengandung kotoran seperti karat, scale, grease. Jika
terdapat kotoran tersebut di bagian metal pada saat proses
coating, maka lapisan coating akan berlubang dan tidak rata.
Sehingga untuk mendapatkan hasil protective coating yang
seragam dan halus maka kotoran tersebut dapat di hilangkan
dengan metode:
o Degreasing, merupakan kotoran yang berupa oil, grease,
scale, yang menempel pada permukaan metal yang akan di
proses sebelum painting. Kotoran di bersihkan dengan larutan
organik contohnya chloroform, toluene, dan acetone
(senyawa lemak dari hewan atau tambahan bereaksi dengan
alkali membentuk sabun yang larut dalam air).
o Removal of oxide scale or descaling, merupakan proses
membersihkan scale dan rust dari permukaan disebut
descaling. Pada proses ini metal di celupkan ke dalam larutan
asam dengan suhu yang tinggi. Contohnya asam sulfur, asam
hidrokolik dan asam nitrat yang di gunakan pada proses ini.

24
o Mechanical Cleaning, merupakan proses pembersihan scale
dan rust dengan cara grinding, penyikatan, pemolesan.
o Electrochemical Method, merupakan proses atau suatu
metode untuk mengolah logam melalui proses elektrokimia.
Metode ini dapat di gunakan untuk membersihkan scale jika
tidak bisa dengan metode lain.
2. Cathodic Protection
Teknologi yang di gunakam untuk mengendalikan korosi pada
logam dengan cara menjadikan permukaan logam tersebut
sebagai katoda. Metode ini menggunakan arus listrik secara
langsung untuk melawan korosi eksternal. Cathodic Protection
dapat membantu mencegah korosi dari mulai struktur permukaan
logam tersebut terbentuk. Cathodic Protection dapat membantu
menghentikan korosi yang ada supaya tidak menjadi parah.
Prinsip Cathodic Protection adalah membuat logam bekerja
seperti katoda karea jika tidak ada daerah anodik pada logam
korosi tidak akan terjadi.
3. Material Selection
Pemilihan jenis bahan yang tepat merupakan faktor utama
pengendalian korosi untuk jangka panjang. Ada banyak faktor
yang harus di perhatikan sebelum melakukan kegiatan
perancangan, yaitu kekuatan (strenght), kekakuan (stiffness),
ketahanan (durability), ketahan terhadap korosi (corrosion
resistance) dan harga (cost). Alumunium dan titanium adalah
bahan yang paling banyak di gunakan di pesawat. Alumunium di
gunakan untuk meningkatkan ketahanan terhadap exfoliation
corrosion. Sedangkan titanium di gunakan dalam kelompok
severe corrosion seperti pada permukaan struktur entryway,
galley, leading edge dan lavatory.
4. Corrosion Inhibitor
Secara umum pengertian corrosion inhibitor adalah mengurangi
tingkat atau laju korosi pada permukaan metal dengan

25
menambahkan zat kimia ke permukaan logam atau lingkungan
akan mengurangi serangan korosi terhadap logam. Pada
umumnya corrosion inhibitor berassal dari senyawa organik dan
anorganic contohnya notrit, kromat, fosfat, urea, fenilanin, dan
imidazolin. Inhibitor merupakan metode perlindungan yang
fleksibel, yaitu mampu memberikan perlindungan pada
lingkungan yag tingkat korosifitasnya sangat tinggi, mudah di
aplikasikan serta tingkat kefektifan biayanya paling tinggi karena
lapisan yang terbentuk sangat tipis sehingga memberikan
perlindungan yang luas.

4.4.2 Prosedure Pencegahan Korosi


1. Hal yang pertama kali harus di lakukan adalah konsisten
terhadap kegiatan maintenance activity, lakukan perawatan
pencegahan terhadap wing leading edge skin.
2. Diperlukan inspeksi berkala di area yang di identifikasi rentan
terhadap serangan korosi dan harus konsisten dengan jadwal
yang di tentukan dalam Maintenance Planning Document.
Operators. Operator harus menyadari masalah yang dilaporkan
dan dimana lokasi terjadinya korosi.
3. Ganti kerusakan atau menutup yang rusak. Catatan: saat
merapikan area fastener, periksa kembali di area fastener dan
pastikan bahwa tidak terdapat korosi dan memberi fillet seal di
sekitar fastener sebelum selesai.
4. Lakukan langkah-langkah ini untuk mencegah korosi pada wing
skin leading edge:

a. Aplikasikan corrosion inhibiting compound pada area


front spar, berikan perhatian khusus pada spar chord,
web joints, faying surfaces of stiffeners gunakan
semprotan dengan nozzle yang di arahkan ke faying
surface.
b. Aplikasikan corrosion inhibiting compound ke area
yang di butuhkan.

26
c. Regrease semua grease fittings di seluruh area
perawatan. Catatan: Perluasan material yang terkena
korosi dapat menyebabkan pengangkatan chord
flange. Pengangkatan ini dapat dideteksi dengan
memeriksa kerataan permukaan chord menggunakan
penggaris-sejajar atau pemindaian dengan jari. Dalam
beberapa kasus, alih-alih mengangkat chord flange,
spar web mungkin tertekan. Depresi lokal dari jaring
umumnya terjadi di mana chord flange lebih kaku
daripada jaring. Depresi web ini dapat dideteksi secara
visual.

4. Lakukan langkah ini untuk mencegah korosi pada wing skin


leading edge structure:

a. Pencegahan korosi meliputi drainage of water, controlling


microbial growth, and making periodic inspection.

b. Inspeksi limber holes dan drain tubes untuk memastikan


drainage of water, ketika memasuki bagian wing.

c. Ada tiga pilihan untuk menghilangkan air atau pencegahan


korosi: (1). memasang scavenge system, (2). Menambahkan
sealant untuk mengisi area tempat air menumpuk, (3).
Menggunakan Strontium chromate canister untuk
menghambat korosi.

4.5 Perbaikan Korosi

27
Gambar 4.2 Removal Corrosion [1]

Apabila terjadi korosi pada bagian skin leading edge maka di


perlukan penangan dan penanggulangan khusus di karena kan wing
leading edge skin selalu bersentuhan dengan udara. Penanggulangan
korosi pada wing skin leading edge:

1. Lepaskan bagian skin yang rusak.


CATATAN: Hati-hati jangan sampai merusak struktur yang
berdekatan. Untuk mencegah kerusakan pada Nose Beam, Nose
Rib, dan struktur sekitarnya lainnya, Anda dapat memasang
sementara steel shim tipis di antara skin yang rusak dan struktur di
sekitarnya. (a) Buat potongan berbentuk persegi panjang dengan
kedua sisi sejajar atau tegak lurus.
2. Buatlah bagian perbaikan dan buat bentuknya sama dengan initial
countour skin.
a. Untuk contoh pertama perbaikan pada leading edge skin,
panjang total maksimum dari perbaikan adalah 22,0 in. (559
mm).
b. Untuk beberapa contoh perbaikan leading edge skin, jumlah
panjang untuk semua harus 22,0 in. (559 mm) atau kurang.
c. Lebar maksimum (arah maju / belakang) dari trimout adalah
3,70 in. (93,98 mm). Ukuran untuk memasang 1, 2 atau 3
baris pengikat, sesuai kebutuhan.
3. Bongkar bagian perbaikan.
4. Lepaskan torehannicks, scratches, burrs, gouges, and sharp edges,
dari bagian perbaikan dan permukaan skin.
5. Lalu oleskan chemical conversion coating bagian skin.
6. Replacement Skin and Item dan Tapered Filler dan ke semua
permukaan skin.
7. Oleskan BMS 10-11, Type I primer memakai kuas cadmium plating
ke Item. Oleskan hanya satu lapisan saja.

28
8. Pasang semua bagian dengan 0,005 in. (0,127 mm) atau kurang
(kesenjangan yang diperlukan).
9. Pasang komponen perbaikan dengan sealant BMS 5-95 di semua
permukaan.
10. Pasang fastener wet dengan sealant BMS 5-95
11. Oleskan fillet seal dan seal semua celah dengan sealant BMS 5-95 di
antara Item yang di butuhkan.
12. Instal Skin Cove Awal untuk mencocokkan konfigurasi.

Gambar 4.3 Repair Corrosion[8]

4.6 Penanggulangan Korosi

Berdasarkan Corrosion Prevention Control Progam (CPCP) maka


ada beberapa langkah-langkah untuk memperbaiki struktur permukaan
pesawat yang terkena korosi, di antaranya adalah sebagai berikut :

a. Melepaskan panel-panel seperti wing skin leading edge untuk


mengetahui adanya crack atau korosi.
b. Menginspeksi kebersihan area sesuai kebutuhan. Sealent yang telah
rusak harus di ganti karena dapat menyebabkan kelebabapan dapat
menembus logam, Corrosion Inhibiting Compound (CIC) dapat di
gunakan ketika permukaan tidak mengandung kotoran sehingga
inspeksi dapat di lakukan tanpa melakukan pembersihan.

29
c. Melakukan pemeriksaan visual pada semua leading edge skin untuk
mendeteksi adanya korosi pada tahap awal atau indikasi adanya
crack. Area yang memerlukan detail inspeksi haruslah di catat dalam
task description. Pemeriksaan visual di sertai dengan pelepasan
komponen bila di perlukan. Pada task area periksa integritas dari
sealent dan penyamarataan compound jika proses pembersihan
perlu di lakukan.
d. Menghilangkan korosi, evaluasi adanya kerusakan, perubahan atau
mengganti struktur yang tidak sesuai. Aplikasikan protective finishes
sesuai dengan corrosion prevention manual (CPM) sesuai prosedure
Structural Repair Manual (SRM) pesawat Boeing 737.
e. Aplikasikan anti-corrosion compound sesuai dengan corrosion
prevention manual (CPM).
f. Keringkan semua insulation blankets yang basah untuk memasang
ulang atau menggantinya yang baru.
g. Lakukan langkah-langkah ini bila korosi berada pada internal wing:
h. Lakukan langkah-langkah ini untuk mencegah korosi atau
menghilangkan air pada struktur internal wing:
1) Memasang sistem penggerusan air.
2) Menambahkan sealant untuk mengisi area tempat air
menumpuk.
3) Menggunakan tabung Strontium Chromate untuk menghambat
korosi
4) Perhatikan Structure Repair Manual (SRM) untuk perincian
tentang menghilangkan korosi jika ada korosi yang luas pada
wing inspar skin.

30
Gambar 4.3 Crack Corrosion [1]

Gambar 4.4 Rear spars cracks and fitting cracks[1]

31
Gambar 4.5 Corrosion Damage Area[1]

Gambar 4.6 Possible Crack Location [1]

Di antara faktor-faktor yang dapat di ketahui dan yang


mempengaruhi serangan dan penyebaran serangan korosi pada wing
leading edge skin adalah bahan asing yang melekat pada permukaan
logam. Bahan atau materi asing tersebut adalah:

1. Debu dan atmosfer dust.

2. Oil, grease, dan engine exhaust residues

3. Air garam dan kondensasi kelembaban garam.

4. Larutan yang tumpah dan caustic cleaning solutions

5. Pengelasan dan brazing fluks residu.

Pentingnya agar pesawat di jaga kebersihannya. Seberapa sering


dan sejauh mana pesawat harus dibersihkan tergantung pada beberapa
faktor, termasuk lokasi geografis, model pesawat, dan jenis operasi.

32
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pengumpulan data mengenai


Studi Kasus Terjadinya dan Penanggulangan Korosi Pada Wing
Leading Edge Skin di Pesawat Boeing 737 – 800 yang di jelaskan dalam
Tugas Akhir ini, maka dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Terjadinya korosi dalam elektrokimia dapat di tinjau dari


potensial reduksi, dimana suatu logam yang memiliki potensial
reduksi lebih rendah di bandingkan dengan potensial oksidasi,
sistem memiliki kecenderungan spontan untuk beroksidasi
2. Korosi dapat terjadi pada Wing Skin Leading Edge karena
letaknya berada di struktur luar pesawat, dan korosi sering
terjadi karena adanya retak atau goresan (crevices) yang di
biarkan begitu saja
3. Dalam banyaknya metode penanggulangan korosi, Protective
Coating atau melakukan cat merupakan salah satu pilihan dari
banyaknya metode penganggulangan korosi. Metode ini di
anggap efektif untuk di aplikasikan baik sebelum struktur
pesawat terpasang, pada saat di fabrikasi, atau setelah struktur
pesawat selesai.

5.2 Saran

Saran saya adalah bagi peneliti selanjutnya di harapkan dapat


mengembangkan hasil penelitian ini, dengan lebih detail dan lebih
lengkap serta menambah berbagai sumber agar mendapatkan
pengetahuan yang lebih mendalam pada Korosi Leading Edge Skin.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Structures Boeing 737 Series AMM (Aircraft Maintenance Manual),


Chapter 51 Structures diakses tanggal 3 September 2019.

2. GMF AeroAsia: Approve Maintenance Organization Manual; Revision 8

3. Training Content, Structures Boeing, 2018.

4. BOEING, 737 Series, Aircraft Maintenaace Manual, 2018

5. EASA. Basic Aircraft Maintenance Manual Module 6: Material


Hardware. Chapter 4.

6. Anonim, Structure Repair Manual Boeing 737-800. Chapter 51:


Structures.

7. Anonim, Structure Repair Manual Boeing 737-800. Chapter 57: Wing.

8. Anonim, CAP1570 Corrosion, 2018.

34

Anda mungkin juga menyukai