PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses menua adalah proses terus menerus secara ilmiah, yang dimulai
sejak lahir dari umumnya dialami oleh semua makhluk hidup. Menua adalah suatu
proses menghilangnya kemampuan secara perlahan - lahan untuk memperbaiki
diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normal sehingga
tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Walaupun demkian memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang
sering terjadi pada kaum lansia (WHO, 2012). Menurut Kane, Ouslander dan
Abras (2004) salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia selama
proses menua adalah instabilitas yaitu berdiri dan berjalan tidak stabil sehingga
lansia mempunyai konsekuensi untuk jatuh Mekanisme koping yang efektif dapat
membantu individu beradaptasi terhadap stres yang berkepanjangan. Penelitian
yang dilakukan oleh Omu, AlObaidi dan Reynolds (2012) tentang keyakinan
keagamaan dan adaptasi psikososial pada pasien stroke di Kuwait pada 40 pasien
wanita yang mengalami stroke,
Lansia adalah proses menjadi lebih tua dengan umur mencapai 55 tahun
keatas. Pada lansia akan mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial. Salah
satu Keberadaan lansia seringkali dipersepsikan secara negatif, dianggap sebagai
beban keluarga dan masyarakat sekitarnya. Kenyataan ini mendorong semakin
berkembangnya anggapan bahwa manjadi tua identik dengan semakinb
banyaknya masalah yang dialami oleh lansia. Lansia cenderung dipandang
masyarakat tidak lebih dari sekelompok orang yang ketergantungan dan sakit–
sakitan, sehingga untuk mencegah adanya kesakitan tersebut lansia membutuhkan
pelayanan kesehatan (BKKBN, 2014). contoh kemunduran fisik pada lansia
adalah rentannya lansia terhadap penyakit, khususnya penyakit degeneratif.
Penyakit degeneratif yang umumnya di derita lansia salah satunya adalah
hipertensi (Nugroho, 2008). Hipertensi atau tekanan darah tinggi, kadang-kadang
disebut juga dengan hipertensi arteri, adalah kondisi medis kronis dengan tekanan
darah di arteri meningkat. Peningkatan ini menyebabkan jantung harus bekerja
lebih keras dari biasanya untuk mengedarkan darah melalui pembuluh darah.
1
Perubahan fisik lansia akan mempengaruhi tingkat kemandirian.
Kemandirian adalah kebebasan untuk bertindak, tidak bergantung pada orang lain,
tidak terpengaruh pada orang lain dan bebas mengatur diri sendiri atau aktivitas
seseorang baik individu maupun kelompok dari berbagai kesehatan atau penyakit.
(Lerner, 1976, Orem, 2001 dalam Rohaedi 2016) menggambarkan lansia sebagai
suatu unit yang juga menghendaki kemandirian dalam mempertahankan hidup,
kesehatandan kesejahteraannya. Faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian
lansia dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari – hari, seperti: usia, imobilitas,
dan mudah jatuh (Nugroho, 2012).
Tekanan darah melibatkan dua pengukuran, sistolik dan diastolic,
tergantung apakah otot jantung berkontraksi (systole) atau berelaksasi di antara
denyut (diastole).Tekanan darah normal pada saat istirahat adalah kisaran sistolik
100-140 mmHg dan diastolik 60-90 mmHg. Tekanan darah tinggi terjadi bila
terus-menerus berada pada 140/90 mmHg atau lebih (Bustan, 2000). Tekanan
darah tinggi dianggap sebagai faktor resiko utama bagi berkembangnya penyakit
Jantung dan berbagai penyakit vaskuler pada orang yang telah lanjut usia, hal ini
disebabkan ketegangan yang lebih tinggi dalam arteri sehingga menyebabkan
hipertensi.
Family caregiver merawat anggota keluarga dengan hambatan melakukan
aktivitas sehari –hari adalah individu yang memberikan perawatan secara sukarela
dan memberikan bantuan terkait dangan kondisi kesehatan kepada anggota
keluarga yang memiliki hambatan ADL (Given et al., 2012). Kebanyakan dari
mereka adalah pasangan, anak, atau orang tua pasien (Ferrel et al., 2013). Dalam
menanggulangi masalah ini caregiver harus mempunyai strategi koping yang
efektif mencakup penanggulangan sebagai proses aktif untuk mengatur situasi
penuh. Salah satunya adalah kemampuan yang dimiliki dalam mengatasi masalah
(coping) dengan baik. Kemampuan keluarga beradaptasi terhadap streseor yang
muncul dalam keluarga dengan berupaya untuk melawan stressor. Koping
keluarga disfungsional cenderung menggunakan strategi defensive habitural yang
cenderung tidak menghapuskan atau menghilangkan dan melemahkan streseor
(Ebstein et al., 1993; Whait, 1974 dalam friedman dkk, 2010). Perilaku koping
yang digunakan oleh caregiver dalam menghadapi masalah merupakan hasil dari
2
ketahanan diri (resiliensi) dalam menyelesaikan masalah dan memecahkan
masalah (Hidayatulq, 2013). Jika keluarga atau orang yang membantu dapat
mengidentifikasi streseor yang akan datang, bimbingan antisipasi serta strategi
koping dalam pencegahan diberikan untuk memperlemah atau mengurangi
dampak streseor (Friedman dkk, 2010). Caregiver yang memiliki strategi koping
yang baik akan dapat mengurangi dalam peningkatan depresi pada caregiver dan
dapat menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi secara bijak.
Faktor penyebab terjadinya hipertensi dibagi menjadi 2 yaitu hipertensi
esensial/primer: hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan ada
kemungkinan karena faktor keturunan atau genetik dan hipertensi sekunder:
hipertensi yang merupakan akibat dari adanya penyakit lain (Adib, 2009).
Berdasarkan prevalensi kasus hipertensi di Provinsi Jawa Tengah
mengalami penurunan pada tahun 2011 dari 6,3 % menjadi 5,4 % pada tahun
2012. Prevalensi tertinggi adalah di Kabupaten Sukoharjo sebesar 15%.
Sedangkan kasus hipertensi lain di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar
0,70%, mengalami penurunan bila dibandingkan prevalensi tahun 2011 sebesar
0,80% (Dinkes, 2012).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo pada tahun
2012, kasus hipertensi di seluruh Kabupaten Sukoharjo ditemukan sebanyak
17.920 penderita, dan pada tahun 2013 data Dinas Kesehatan Sukoharjo
,menunjukkan 19.920 penderita hipertensi di seluruh Kabupaten Sukoharjo,
kemudian berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Sukoharjo bahwa angka
hipertensi di Puskesmas Kartasura pada tahun 2013 menduduki peringkat ke-2
dari 12 Puskesmas se-Kabupaten Sukoharjo yaitu sebesar 6619 kasus setelah
Puskesmas Sukoharjo sebanyak 6771 kasus (Dinkes Sukoharjo, 2013).
Faktor-faktor yang merupakan risiko hipertensi adalah umur semakin tua,
riwayat keluarga dengan hipertensi, kebiasaan mengkonsumsi makanan asin, tidak
biasa olahraga, obesitas, jenis kelamin, kebiasaan merokok, kebiasaan minum
minuman beralkohol dan stress kejiwaan (Elsanti, 2009).
Lansia sering terkena hipertensi disebabkan oleh kekakuan pada arteri
sehingga tekanan darah cenderung meningkat. Selain itu kebanyaka lansia dalam
pola makannya masih salah karena masih banyak lansia yang suka mengkonsumsi
3
makanan yang asin terutama makanan yang mengandung lemak jenuh serta garam
kadar tinggi. Kandungan natrium dalam garam yang berlebihan dapat menahan air
retensi sehingga meningkatnya jumlah volume darah yang dapat menyebabkan
hipertensi (Yekti, 2011).
Berdasarkan data diatas, peneliti ingin mengetahui adakah Hubungan
mekanisme koping cargiver terhadap burnout dalam merawat lansia.
4
b. Bagi Peneliti
Dapat menambah pengetahuan tentang bagaimana realita proses
belajar mengajar di kelas, serta sebagai latihan untuk menambah
kesiapan, wawasan dan pengetahuan.
1.4.2 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemikiran, menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan yang dapat digunakan sebagai kajian
bersama tentang bagaimana Hubungan mekanisme koping cargiver
terhadap burnout dalam merawat lansia sehingga dapat dijadikan sumber
informasi yang bermanfaat.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
yang tidak efektif terhadap ketidakmampuan tersebut, berduka yang tidak
terselesaikan dan depresi dapa mengarah pada keletihan (Smeltzer & Bare,
2001).
7
2. Emotional focused coping
Merupakan usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respons
emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan
ditimbulkan karena suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh
tekanan. Hal ini bertujuan mengontrol respon emosional terhadap
situasi stres yang dapat dilakukan melalui pendekatan perilaku dan
kognitif. Strategi yang dipakai dalam emotional focused coping yaitu:
a) self control merupakan usaha yang dilakukan untuk mengatur
perasaan ketika menghadapi situasi yang menekan,
b) distancing merupakan usaha untuk tidak terlibat dalam
permasalahan seperti menghindar dari permasalahan seakan tidak
terjadi apa-apa atau menciptakan padangan-pandangan yang
positif seperti menganggap masalah sebagai sebuah lelucon,
c) positive reappraisal merupakan strategi dengan cara mencari
makna posotif dari permasalahan dengan berfokus pada
pengembangan diri, biasanya melibatkan hal-hal yang bersifat
religius,
d) accepting responsibility adalah strategi dengan menyadari
tanggung jawab diri sendiri dalam permasalahan yang dihadapi
dan mencoba menerimanya untuk membuat semuanya menjadi
lebih baik,
e) escape atau avoidance strategi mengatasi situasi yang menekan
dengan cara lari dari situasi tersebut atau menghindarinya dengan
beralih pada hal lain seperti merokok, minum, makan atau
menggunakan obat-obatan.
Selain itu mekanisme koping juga dipandang sebagai koping jangka
pendek dan koping jangka panjang. Koping jangka pendek dapat
mengurangi stres hingga batas yang dapat ditoleransiuntuk sementara
waktu, namun cara ini tidak efektif dalam menghadapi realitas. Bentuk
koping jangka pendek seperti mengkonsumsi obat-obatan, minum
minuman beralkohol, tunduk pada orang lain untuk menghindari
kemarahan. Sementara itu koping jangka panjang dapat bersifat konstruktif
8
dan realistis seperti berbicara dengan orang lain mengenai suatu masalah
dan berusaha mencari solusi untuk menyelesaikannya. Koping juga dapat
adaptif dan maladaptif.
Koping adaptif membantu individu menghadapi situasi yang
menimbulkan stres dan meminimalkan distress secara efektif, sedangkan
koping maladaptif dapat mengakibatkan distress yang seharusnya tidak
terjadi pada individu atau orang lain yang terlibat dalam situasi tersebut
(Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2010).
Konsep mekanisme koping lainnya dikembangkan oleh Carver
(1997) berdasarkan teori Lazarus dan Folkman (1984). Menurut konsep
ini, membagi mekanisme koping dalam 14 sub skala mekanisme koping.
Dari 14 sub skala tersebut dikelompokkan menjadi kategori koping yaitu
(1) problem focused coping terdiri dari sub skala active coping, planning,
use instrumental support (2) emotional focused coping meliputi sub
skalareligion,reframing positif,use emotional support, denial dan
acceptence (3) dysfunctional coping meliputi sub sakala humor, self
distraction, venting, behavioural disengagement, self blame, dan substance
use(Carver, Scheier & Weintraub, 1989). Namun Cooper et al (dalam Su et
al., 2015) menyatakan bahwa sub skala mekanisme koping humor dalam
dysfunctional coping. Penjelasan mengenai sub skala koping tersebut
adalah sebagai berikut:
a) Active coping (Penyelesaian masalah secara aktif)
Jenis koping ini merupakan langkah awal yang dilakukan oleh
individu dalam mengambil suatu tindakan untuk mengatasi atau
mengurangi dampak dari stresor. Tindakan yang dilakukan individu
secara langsung dengan meningkatkan usaha serta mencoba untuk
melakukan upaya penyelesaian masalah secara bertahap.
b) Planning (Perencanaan)
Meliputi perencanaan strategi dengan memikirkan, menyusun
rencana tindakan, dan langkah-langkah yang harus diambil,
kemungkinan keberhasilan strategi yang digunakan serta cara yang
paling baik dalam menyelesaikan suatu masalah yang terjadi.
9
c) Positive reframing (Mengkaji kejadian masa lalu kearah yang positif)
Hal ini dilakukan dengan menilai kembali strategi koping yang
telah digunakan secara positif yang berfokus untuk mengatasi
perasaan tertekan dan tidak hanya berfokus pada stresor itu sendiri.
d) Using emotional support (Menggunakan dukungan emosional)
Mencari dukungan baik secara moral, simpati, atau pengertian
untuk mengurangi atau menghilangkan ketidaknyamanan emosional
akibat masalah yang dihadapi. Hal ini biasanya tidak selalu adaptif
karena hanya dilakukan untuk menenangkan diri atau mengeluarkan
isi perasaan saja.
e) Acceptence (Penerimaan)
Penerimaan terjadi dimana saat individu yang mengalami
masalah menerima kenyataan bahwa hal tersebut pasti terjadi. Hal ini
mengandung arti sebagai sikap menerima kenyataan atau menerima
karena belum adanya strategi yang efektif dalam menghadapi suatu
masalah.
f) Humor
Merupakan jenis koping yang digunakan oleh individu dengan
membuat lelucon terhadap masalah yang dihadapi.
g) Religion (Agama)
Merupakan cara individu menyelesaikan suatu masalah dengan
mencari pegangan pada agama dengan cara memperbanyak beribadah
dan berdoa meminta bantuan kepada Tuhan.
h) Using instrumental support
Usaha yang dilakukan individu untuk mencari dukungan berupa
saran, nasehat, informasi atau bantuan yang dibutuhkan agar dapat
membantu individu tersebut untuk mengatasi masalah yang
dihadapinya.
10
i) Self-distraction (Pengendalian diri)
Hal ini dilakukan dengan melakukan tindakan pelarian terhadap
masalah yang dihadapi, tindakan yang biasanya dilakukan adalah
dengan melamun melarikan diri dengan tidur, menyibukkan diri.
j) Denial (Menolak atau mengingkari)
Individu menolak untuk percaya terhadap adanya suatu stresor
dengan menganggap bahwa stresor tersebut tidak nyata. Hal ini
terkadang memicu masalah baru bila tekanan diabaikan dan sulit
untuk mencari pemecahan masalah yang dihadapi.
k) Venting (Pelampiasan emosi)
Hal ini dilakukan dengan melampiaskan emosi yang dirasakan
terhadap suatu masalah yang dihadapi.
l) Substance Use (Penggunaan zat atau obat-obatan)
Individu mencari cara lain untuk melupakan stresor yang
dialami dengan menggunakan alcohol ataupun obat-obatan lainnya.
m) Behavioural disengagement (Pelepasan perilaku)
Individu yang mengalami stresor mengurangi usahanya dalam
menghadapi stresor tersebut, menghentikan usaha yang dapat
dilakukan untuk mengatasi stresor dan biasanya digambarkan dengan
munculnya gejala perilaku ketidakberdayaan.
n) Self-blame
Individu cenderung untuk menyalahkan diri sendiri secara
berlebihan terhadap setiap masalah atau kegagalan yang dahadapi.
Individu biasanya berfokus pada upaya apa saja yang dapat dilakukan
untuk menjauhkan pikiran dari pemicu yang menimbulkan stresor.
11
(1991 dalam Nasir &Muhith, 2011) keberhasilan seseorang dalam
memenuhi coping task akan menentukan efektivitas koping yang
digunakan. Coping task merupakan tugas yang harus dilakukan individu
untuk mencapai koping yang efektif meliputi: 1) mengurangi kondisi
lingkungan yang berbahaya dan meningkatkan prospek untuk
memperbaikinya, 2) menyesuaikan diri dengan kenyataan yang negatif, 3)
mempertahankan gambaran diri yang positif, 4) mempertahankan
keseimbangan emosional, 5) melanjutkan kepuasan terhadap hubungan
dengan orang lain. Bila seseorang telah dapat memenuhi sebagian dari
coping task maka akan terlihat coping outcome yang dialami oleh individu
yang merupakan kriteria keberhasilan koping. Kriteria coping outcome
tersebut antara lain adalah:
1. Koping dinyatakan berhasil dengan melihat ukuran fungsi fisiologis
tubuh. Hal ini dapat dilihat dengan mengurangi indikator seperti
terjadinya peurunan tekanan darah, detak jantung, detak nadi, dan
frekuensi pernapasan yang merupakan tanda bila terjadinya stres.
2. Bila seorang individu dapat kembali seperti keadaan sebelum indivdu
tersebut mengalami stres maka koping yang digunakan dinyatakan
berhasil.
3. Efektivitas koping baik bila pscychological distress seperti rasa cemas
dan depresi pada individu berkurang
12
dengan situasi disekitarnya. Mekanisme koping yang digunakan akan
berubah sesuai dengan tingkat usia dan menghasilkan reaksi yang
berbeda dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan.
2. Jenis kelamin Jenis kelamin mempunyai pengaruh yang kuat dalam
berespon terhadap penyakit, stres dan penggunaan koping. Secara
umum laki-laki dan perempuan memiliki cara yang berbeda dalam
menghadapi suatu masalah. Wanita lebih memperlihatkan reaksi
emosional dibandingkan pria dalam menghadapi situasi yang penuh
tekanan. Secara biologis tubuh perempuan mempunyai ketahanan
yang lebih baik dalam menghadapi stressor dibandingkan laki-laki
(Siswanto, 2007).
3. Pendidikan Individu yang mempunyai pendidikan lebih tinggi
mempunyai perkembangan kognitif yang lebih baik dibandingkan
individu dengan pendidikan rendah. Hal ini akan mempengaruhi
individu tersebut melakukan penilaian yang lebih realistis terhadap
masalah atau stressor yang mereka hadapai, sehingga mekanisme
koping yang digunakan dapat lebih adaptif. Menurut Notoatmodjo
(2007), pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi individu
untuk menerima pengetahuan yang akan terlihat dari perilaku individu
tersebut. Perilaku kesehatan akan tumbuh dari keinginan individu
untuk menghindari penyakit dan adanya motivasi dari individu
tersebut bahwa tindakan kesehatan yang tersedia mampu mencegah
terjadinya penyakit.
4. Kesehatan Saat individu sakit dan mengalami kondisi tubuh yang
lemah, maka individu tersebut tidak memiliki energi yang cukup
untuk melakukan mekanisme koping secara efektif terhadap situasi
yang penuh tekanan. Lazarus dan Folkman (1984), menyatakan
semakin baik kesehatan seseorang maka individu tersebut memiliki
kecendrungan memilih menggunakan problem focused coping dalam
menghadapi masalah mereka. Efektivitas koping individu juga dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a) jumlah, durasi dan intensitas stresor,
13
b) pengalaman masa lalu individu,
c) sistem pendukung yang tersedia untuk individu,
d) kualitas personal individu (Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2010).
Selain itu, pemilihan koping dipengaruhi oleh sumber-sumber
internal dan eksternal. Sumber internal terdiri atas kesehatan,
kepercayaan, tujuan hidup, perasaan individu, pengetahuan,
keterampilan seseorang dalam memecahkan masalah dan
keterampilan social. Sumber eksternal yang mendukung
pemilihan koping seseorang adalah adanya dukungan social serta
sumber material (Smeltzer & Bare, 2001).
14
perawat harus memberikan pendekatan yang berbeda antara satu lansia
dengan lansia lainnya (Potter & Perry, 2009).
15
kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa, lansia tidak potensial ialah
lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung
pada bantuan orang lain.
16
dan serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam
melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).
17
Wanti (2016), dalam penelitian” Gambaran Strategi Koping Keluarga
Dalam Merawat Anggota Keluarga yang Mengalami Gangguan Jiwa Berat”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi strategi koping keluarga
dalam merawat anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa berat di rumah,
di Desa Sukamaju dan Desa Kersamanah, Kecamatan Kersamanah, Kabupaten
Garut. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan jumlah responden
sebanyak 43 orang anggota keluarga yang merawat pasien gangguan jiwa berat,
diambil dengan total sampling. Data penelitian diambil menggunakan kuesioner
dari instrument baku Ways Of Coping (WOC) dan analisis data yang di gunakan
dalam bentuk persentase. Hasil penelitian menunjukan sebagian dari responden
yaitu 20 orang (47%) lebih cenderung menggunakan emotional focused coping,
sebagian kecil responden yaitu 13 orang (30%) cenderung menggunakan problem
focused coping dan sebagian kecil responden lainnya yaitu 10 orang (23%)
dominan menggunakan problem focused coping dan emotional focused coping
secara bersamaan.
18
BAB III
Lanjut Usia(Lansia)
19
atau kemandirian lebih baik. Perbedaan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian quasy experiment dan teknik sampel penelitian menggunakan teknik
purposive sampling. Persamaannya adalah dalam perawatan untuk peningkatan
kemandirian ADL pada lansia.
3.2. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Ada Hubungan Mekanisme Koping Caregiver terhadap Burnout dalam
merawat Lansia.
20
BAB IV
METODELOGI PENELITIAN
Populasi
Orang Tua yang terkena lanjt usia sebanyak 180 orang
Sampel
30 Orang Tua yang terkena Lanjut Usia
Pengumpulan data :
Observasi
(α) Hasil
: H1 p 0,001 sehingga H1 diterima
jjjj
jj
Apabila p ≤;0,05
Kesimpulan Ada maka = H0Mekanisme
Hubungan ditolak, dan jika Caregiver
Koping p > (α) =terhadap
0,05% Bournout
maka dalam
merawat Lansia .
H1 diterima (Sugiyono, 2007 ).
21
Gambar 4.1. Kerangka Hubungan Mekanisme Koping Caregiver terhadap
Burnout dalam merawat Lansia.
4.3.2 Sampel
Menurut Sugiyono (2014) sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel dalam penelitian ini
Hubungan Mekanisme Koping Caregiver terhadap Burnout dalam merawat
Lansia. Teknik sampling dalam penelitian ini simple random sampling.
Besar sampel (sample size) ditentukan menggunakan rumus slovin dalam
umar (2007), sebagai berikut :
Keterangan :
n = Ukuran Sampel.
N = Ukuran Populasi.
e = Tingkat Kesalahan 0,05
Jumlah sample yang digunakan :
n= 32 = 29,6
1+32(0,05)2
n = 30 responden
22
4.3.3 Teknik Sampling
Sampling adalah suatu cara pengumpulan data yang sifatnya tidak
menyeluruh, yaitu tidak mencakup seluruh objek penelitian (populasi)
akan tetapi sebagian saja dari populasi. Sugiyono (2014:116) menyatakan
bahwa: Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel.
Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian,
terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan. Dalam penelitian ini
penulis menggunakan random sampling.
23
4.6 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional
berdasarkan krakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan
observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena.
Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran
dalam penelitian (Hidayat, 2014).
Definisi operasional variabel adalah mendefinisikan secara operasional dan
berdasarkan karakterisitik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan
observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena
(Sugiyono,2011). Definisi operasional variabel dalam penelitian ini tabel sebagai
berikut :
Tabel.4.1.
Variabel Penelitian, Definisi Operasional
No Variabel Definisi Parameter Alat Skala Skoring
Operasional Ukur
1 Variabel dilakukan Lembar Nomina Skor : 1 jika
Mekanisme oleh Observasi l ya
Koing penderita Skor : 2 jika
stroke dalam tidak
menyelesaika Dikatakan
n masalah lingkungan
terkait bersih jika
penyakitnya skor : 1
yang Dikatakan
dilakukan lingkungan
dengan kotor jika
metode skor : 0
active
coping,
24
2 Variabel Jumlah tahun Lembar Nomina Skor 1 jika
dependen hidup pasien observasi l ada
Lanjut stroke Skor 2 jika
Usia(Lansia sampai saat tidak ada
) ini. Skor ≥ 1
dikatakan
ada
Skor 2 jika
dikataan
tidak ada
25
4.9 Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data
4.9.1 Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk
memperoleh data atau data ringkasan berdasarkan suatu kelompok data
mentah dengan menggunakan rumus tertentu sehingga menghasilkan
informasi yang diperlukan (Sugiyono,2011). Proses pengolahan data
dalam penelitian ini melalui tahapan sebagai berikut :
1. Editing
Editing merupakan tahap peneliti melakukan pemeriksaan terhadap
jawaban lembar kuesioner dari responden yang telah dikumpulkan.
2. Coding
Coding adalah mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para
responden kedalam kategori. Biasanya klasifikasi dilakukan dengan
cara memberi tanda/kode pada masing-masing lembar kuesioner.
a) Data demografi :
Usia : 5 – 10 tahun : kode 1
Usia : 11 – 18 tahun : kode 2
Jenis kelamin
Laki – laki : kode 1
Perempuan : kode 2
b) Data khusus :
Mekanisme Koing :
o Kode 1 jika Mekanisme Koing kurang.
o Kode 2 untuk Mekanisme Koing cukup.
Lanjut Usia :
o Kode 1 untuk Lanjut Usia rendah.
o Kode 2 untuk Lanjut Usia tinggi.
3. Scoring
Scoring adalah memberi skor hasil lembar observasi
a) Mekanisme Koping
Ya = 1.
Tidak = 2
26
b) Lansia (Lanjut Usia)
Ada = 1.
Tidak ada = 2.
c) Tabulating
Tabulating merupakan pengorganisasian data sedemikian
rupa agar mudah dapat dijumlahkan, disusun, dan ditata untuk
disajikan dan dianalisa. Proses tabulasi dapat dilakukan dengan
cara bantuan komputer.
27
4.11 Etika penelitian
Peneliti dalam melaksanakan seluruh kegiatan penelitian harus memegang
teguh sikap ilmiah (scientific attitude) serta menggunakan prinsip etika penelitian.
Meskipun interensi yang dilakukan dalam penelitian tidak memiliki resiko yang
dapat merugikan atau membahayakan subyek penelitian, namun peneliti perlu
mempertimbangkan aspek sosial etika dan menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia. Menurut Arikunto (2013), terdapat 4 prinsip utama dalam etika
penelitian yaitu :
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)
Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subyek untuk mendapatkan
informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian serta memiliki
kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk berpatisipasi
dalam kegiatan penelitian (autonomy). Misalnya mempersiapkan formulir
persetujuan (informed consent).
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian (respect for privacy
and confidentiality).
Peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas baik
nama maupun alamat asal subyek dalam kuesioner dan alat ukur apapun untuk
menjaga anonimitas serta kerahasiaan identitas subyek. Peneliti dapat
menggunakan koding (inisial atau identification number) sebagai pengganti
responden.
a) Keadilan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiveness)
Keadilan dan inklusivitas untuk memenuhi prinsip keterbukaan,
penelitian dilakukan secara hati-hati, jujur, profesional, berperikemanusiaan
dan memperhatikan faktor-faktor ketepatan, keseksamaan, kecermatan serta
perasaan religius subyek penelitian.
b) Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing
harms and benefits)
Peneliti melakukan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian guna
mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subyek
penelitian. Peneliti juga meminimalisasi dampak yang merugikan bagi
subyek.
28