Anda di halaman 1dari 24

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lanjut Usia (Lansia)

Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 1999, lansia didefinisikan

sebagai seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas, namun demikian batasan umur

pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda yaitu :

1. Usia pertengahan(middle age) antara usia 45-59 tahun,

2. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun,

3. Lanjut usia tua(old) antara usia 75 sampai 90 tahun,

4. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun.

Berbeda dengan WHO Departemen Kesehatan RI (2006) mengelompokkan lansia

menjadi :

1. Virilitas (prasenium) yaitu massa persiapan usia lanjut yang menampakkan kematangan

jiwa (usia 55-59 tahun).

2. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia lanjut dini

(usia 60-64 tahun).

3. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif (usia> 65 tahun).

Jeannette South Paul dalam bukunya mengenai kedokteran keluarga menyebutkan

bahwa pada lansia penuaan merupakan suatu proses , dan istilah penuaan yang sehat tidak

berarti tidak adanya keterbatasan, melainkan merupakan adapatasi terhadap perubahan yang

terkait dengan proses penuaan yang dapat diterima pada indvidu tersebut (South-Paul,2014).

Dalam hal ini lansia yang sehat tampakanya mencakup tiga hal yaitu :

1. Kemungkinan penyakit dan kecacatan yang rendah.

2. Fungsi fisik dan kognitif yang tinggi.

3. Dapat terliibat secara aktif dalam hidup.

5
6

2.2 Penggunaan Konsep Hendrick L.Blum pada Analisis Faktor Risiko Kejadian Hipertensi

Primer pada Lansia

Perubahan cara pandang kita terhadap kesehatan telah menggeser pemahaman

mengenai paradigma sakit menjadi paradigma sehat. Paradigma sehat memiliki pengertian

bahwa upaya kesehatan dipandang sebagai suatu tindakan untuk menjaga dan meningkatkan

derajat kesehatan individu ataupun masyarakat, berbeda dengan pradigma sakit dimana

kesehatan hanya dipandang sebagai upaya menyembuhkan orang sakit dimana terjalin

hubungan antara dokter dengan pasien (Endra, 2015).

Sebuah konsep paradigma sehat yang dikemukakan oleh H.L Blum mengemukakan

bahwa ada empat faktor utama yang berperan dalam mempengaruhi derajat kesehatan

masyarakat serta merupakan faktor determinan timbulnya masalah kesehatan. Keempat faktor

tersebut terdiri dari faktor perilaku, faktor lingkungan, faktor pelayanan kesehatan dan faktor

genetik. Keempat fator tersebut akan saling berkaitan dengan erat untuk mempengaruhi

kesehatan perorangan dan derajat kesehatan masyarakat. Dengan demikian konsep paradigma

sehat H.L Blum memandang pola hidup seseorang secara holistik dan komprehensif.

Sehingga masyarakat yang sehat tidak lagi dilihat dari sudut pandang tindakan penyembuhan

penyakit melainkan juga upaya yang berkesinambungan untuk menjaga dan meningkatkan

derajat kesehatan dalam bentuk upaya preventif (pencegahan) bukannya kuratif (pengobatan)

(Endra, 2015) .
7

KETURUNAN

LINGKUNGAN STATUS PELAYANAN


KESEHATAN KESEHATAN

PERILAKU

Gambar 2.1

Faktor yang mempengaruhi status kesehatan (Hendrick L Blum, 1974)

Pada gambar 2.1, setiap faktornya memiliki ukuran yang berbeda, dimana perilaku

memiliki ukuran panah terbesar yang memiliki pengertian bahwa dibandingkan ketiga faktor

lainnya perilaku memiliki peranan yang paling besar dan dapat di intervensi dengan mudah.

Kedua adalah lingkungan kemudian pelayanan kesehatan dan terakhir adalah genetik.

Genetik merupakan faktor yang tidak dapat di intervensi sehingga memiliki ukuran panah

paling kecil (Endra, 2015). Berdasarkan konsep tersebut keempat faktor yang berpengaruh

terhadap kejadian hipertensi pada lansia adalah :

2.2.1 Faktor Genetik atau Keturunan

Genetik atau keturunan merupakan faktor yang telah ada dalam diri manusia dan

dibawa sejak lahir dan tidak dapat dihindari (Endra, 2015). Faktor genetik yang berpengaruh

terhadap kejadian hipertensi adalah ras , jenis kelamin dan riwayat penyakit kardiovaskuler

yang diderita oleh kedua orangtua (Mohani, 2015). Hipertensi cenderung merupakan penyakit

keturunan. Jika seorang dari orang tua kita mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita

mempunyai 25% kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua kita mempunyai

hipertensi, kemungkinan kita mendapatkan penyakit tersebut 60% (Suparto, 2010)


8

2.2.2 Faktor Pelayanan Kesehatan

Keberadaan fasilitas kesehatan sangat menentukan dalam pelayanan

pemulihan,pencegahan terhadap penyakit , pengobatan dan keperawatan serta kelompok dan

masyarakat yang memerlukan pelayanan kesehatan. Ketersediaan fasilitas akan dipengaruhi

oleh lokasi, apakah dapat dijangkau atau tidak. Kedua adalah tenaga kesehatan pemberi

pelayanan, informasi, dan motivasi masyarakat untuk mendatangi fasilitas dalam memperoleh

pelayan serta program-program pelayanan kesehatan itu sendiri apakah sesuai dengan

kebutuhan masyarakat yang memerlukan (Endra, 2015). Selain itu, adanya tenaga kesehatan

dapat mendukung proses penuaan yang sehat pada lansia dalam mengembangkan kompetensi

dalam mengarahkan dan mengelola peran lansia di masa mendatang.

Pemberian informasi mengenai penyakit-penyakit yang berkaitan dengan lansia tua

seperti hipertensi menjadi suatau hal yang penting .Banyak penelitian epidemiologik pada

penuaan dipusatkan pada pencegahan dalam suatu usaha untuk menegakkan dasar ilmiah

untuk memperkecil penyakit yang terkait dengan penuaan dan beban mereka yang terkait.

Banyak kondisi yang diduga sebelumnya sebagai penuaan normal sekarang diketahui dapat

diubah atau bahkan dapat dicegah bila pencegahan penyakit dan strategi dukungan kesehatan

dilakukan secara serius oleh tenaga kesehatan dan lansia itu sendiri (South-Paul,2014).

Penemuan dan tatalaksana hipertensi dini merupakan suatu bentuk program

pemerintah dalam menurunkan faktor risiko dan komplikasi yang akan ditimbulkan.

Pelayanan kesehatan menjadi komponen yang sangat penting dalam hal ini, sebagai

penggerak adanya kegiatan yang bertujuan sebagai upaya promotif dan preventif terhadap

kejadian hipertensi (DEPKES, 2006).

2.2.3 Faktor Perilaku

Perilaku merupakan faktor pertama yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat

karena sehat atau tidaknya lingkungan, kesehatan individu, keluarga dan masyarakat sangat
9

tergantung pada perilaku masyarakat itu sendiri. Selain itu, juga dipengaruhi oleh kebiasaan,

adat istiadat, kepercayaan, pendidikan sosial ekonomi, dan perilaku-perilaku lain yang

melekat pada dirinya (Endra, 2015). Pola makan yang buruk dan kurangnya aktifitas fisik

serta olahraga menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi

(Suparto, 2010).

2.2.4 Faktor Lingkungan

Lingkungan sangat bervariasi,umumnya digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu

yang berhubungan dengan aspek fisik, biologi dan sosial. Lingkungan sosial memiliki

peranan yang sangat besar dalam pengaruh timbulnya hipertensi di masyarakat. Lingkungan

pekerjaan dan pendidikan mempengaruhi dalam hal pengetahuan mengenai faktor risiko dan

pencetus stres di lingkungan kerja yang relatif berbeda. Adanya arus globalisasi yang

meningkat memberikan akibat perubahan pola makan yang bergeser kearah west food,

dimana masyarakat cenderung lebih suka mengkonsumsi makanan yang cepat saji dan

diawetkan, yang diketahui mengandung garam (natrium) tinggi, lemak jenuh dan rendah serat

(DEPKES, 2014).

2.3 Hipertensi

2.3.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi terjadi karena desakan darah yang berlebihan dan hampir konstan pada

arteri. Hipertensi juga disebut dengan tekanan darah tinggi, dimana tekanan tersebut

dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah sehingga hipertensi ini berkaitan

dengan kenaikan tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Standar hipertensi adalah sistolik 140

mmHg dan diastolik 90 mmHg (DEPKES, 2008).


10

2.3.2 Gejala klinis hipertensi

Hipertensi biasanya asimtomatik, sampai terjadi kerusakan organ target. Sebagian

besar nyeri kepala pada hipertensi tidak berhubungan dengan tekanan darah. Fase hipertensi

yang berbahaya bisa ditandai oleh nyeri kepala dan hilangnya penglihatan (Davey, 2014)

Gejala yang sering dijumpai pada orang yang menderita hipertensi adalah:

a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat

tekanan darah intrakranium.

b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.

c. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.

d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.

e. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.

Peninggian tekanan darah kadang merupakan satu-satunya gejala, terjadi komplikasi

pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain adalah sakit kepala, epistaksis, telinga

berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang dan pusing

(DEPKES,2008)

2.3.3 Faktor Risiko Hipertensi Primer

Faktor resiko hipertensi adalah umur, jenis kelamin, riwayat keluarga atau genetik,

kebiasaan merokok, konsumsi makanan tinggi garam, konsumsi makanan berlemak,

konsumsi makanan dengan kandungan zat aditif, konsumsi kopi, minuman-minuman

beralkohol, obesitas, kurang olahraga dan stres psikologis (DEPKES,2014).

1. Genetik

Faktor genetik telah lama disimpulkan sebagai faktor yang memiliki peranan penting

dalam terjadinya hipertensi. Data yang mendukung pandangan ini ditemukan pada penelitian

binatang, demikian juga dengan penelitian populasi pada manusia. Satu pendekatan untuk

menilai hubungan tekanan darah dalam keluarga (agregasi familial). Berdasarkan penelitian
11

ini, ukuran minimum faktor genetik dapat dinyatakan dengan koefisien korelasi kurang lebih

0,2. Variasi ukuran faktor genetik pada penelitian yang berbeda menekankan kembali

kemungkinan sifat heterogen pada populasi hipertensi primer. Selain itu, sebagian besar

penelitain mendukung konsep bahwa keturunan mungkin bersifat multifaktorial atau jumlah

defek genetiknya tekanan darah naik (Harrison, 2000).

Golongan ras juga dapat menjadi faktor risiko terhadap terjadinya hipertensi. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, orang kulit hitam yang pindah ke kota

mempunyai tingkat prevalesi hipertensi sekitar dua kali dibandingkan dengan orang kulit

putih dan lebih dari empat kali morbiditasnya yang disebabkan oleh hipertensi (Mohani

2014).

2. Jenis kelamin

Berdasarkan data yang diperoleh dari Riskesdas tahun 2007 maupun 2013, disebutkan

bahwa prevalensi hipertensi pada perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.

Pada tahun 2013 prevalensi hipertensi pada laki-laki mencapai angka 31,3% sedangkan

perempuan mencapai angka 31,9% (Lidyawati, 2014).

Wanita sendiri memiliki risiko dua kali lebih besar setelah menopause dibandingkan

dengan wanita sebelum menopause. Peningkatan resiko tersebut disebabkan karena

berkurangnya hormon estrogen pada wanita setelah mengalami menopause, sehingga

menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah dan peningkatan tekanan darah

(Harrison, 2000)

3. Umur

Bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat. Meskipun hipertensi bisa

terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau

lebih. Sebenarnya wajar bila tekanan darah sedikit meningkat dengaan bertambahnya umur.

Hal ini disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon. Tetapi
12

bila perubahan tersebut juga diiringi oleh faktor risiko lain maka bisa memicu terjadinya

hipertensi. Pada usia lanjut arteri akan kehilangan elasitasnya atau kelenturannya seiring

bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensinya meningkat ketika berumur lima puluhan

dan enam puluhan (Sherwood, 2014).Hipertensi lebih sering terjadi pada pria hingga usia 45

tahun, dan prevalensi tertinggi terjadi pada wanita usia berada diatas 65 tahun (Kevin et all,

2014)

4. Obesitas

Obesitas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi, penderita obesitas

mempunyai resiko hipertensi 2,2 kali lebih besar dibandingkan dengan subjek yan

mempunyai IMT(Indeks Massa Tubuh) normal (Natalia,2015).

Obesitas berkaitan erat dengan adanya pola makan yang tidak seimbang,seseorang yang

lebih banyak mengkonsumsi lemak dan protein tanpa memperhatikan serat. Makin besar

massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke

jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah meningkat

sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri (Sherwood, 2014).

Jaringan lemak berfungsi sebagai organ endokrin dan lemak viseral lebih aktif secara

metabolik dibandingkan dengan lemak subkutan. Jaringan lemak berlebih akan menyebabkan

produksi adipokin berlebih yang merupakan mediator poten faktor inflamasi yang berkaitan

dengan peningkatan faktor risiko hipertensi. Panduan terkini menyarankan indeks massa

tubuh 18,5-24,9 kg/m2. Intervensi gaya hidup termasuk diet sehat, aktivitas fisik dan olahraga

rutin adalah persyaratan mendasar untuk mempertahankan berat badan ideal (Kevin et all,

2014)

5. Olahraga

Bagi sebagian besar orang menyelipkan jadwal olahraga ke dalam kegiatan sehari- hari

yang padat sangatlah sulit. Olahraga sebaiknya dilakukan teratur dan bersifat aerobik, dimana
13

kedua sifat tersebut yang dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga sebaiknya dilakukan

setidaknya 30 menit sehari, usahakan setiap hari. Bagi mereka yang sibuk, terutama mereka

yang telah berkeluarga atau memiliki jadwal pekerjaan yang padat maka akan sedikit sulit

untuk memasukkan jadwal olahraga ke dalam rangkaian rencana aktivitas hari itu (Anna

2007).

6. Kebiasaan merokok

Badan kesehatan dunia menyebutkan bahwa rokok merupakan ancaman terbesar terhadap

kesehatan masyarakat di abad 21. Setiap tahunnya 5 juta orang di dunia meninggal akibat

merokok, bahkan pada tahun 2030 diperkirakan mencapai 10 juta orang pertahun. Menurut

laporan sedikitnya 9% dari 3.320 kematian pada tahun 2001 diakibatkan merokok. Merokok

telah terbukti berkaitan dengan sedikitnya 25 jenis penyakit, dengan hipertensi salah satunya.

Merokok merupakan masalah yang terus berkembang dan belum dapat ditemukan

solusinya di Indonesia sampai saat ini. Menurut data WHO tahun 2011, pada tahun 2007

Indonesia menempati posisi ke-5 dengan jumlah perokok terbanyak di dunia. Merokok dapat

menyebabkan hipertensi akibat zat-zat kimia yang terkandung dalam tembakau yang dapat

merusak lapisan dalam dinding arteri, sehingga arteri lebih rentan terjadi penumpukan plak

(ateriosklerosis). Salah satunya adalah nikotin yang dapat merangsang saraf simpatis

sehingga memacu kerja jantung lebih keras dan menyebabkan penyempitan pembuluh darah,

serta peran karbonmonoksida yang dapat menggantikan oksigen dalam darah dan memenuhi

kebutuhan oksigen tubuh (Setyanda, 2015)

Hasil sebuah penelitian di kota padang menunjukkan ada hubungan antara kebiasaan

merokok dengan hipertensi (p=0,003) yaitu dipengaruhi oleh lama merokok (p=0,017) dan

jenis rokok (p=0,017) (Setyanda, 2015).


14

7. Konsumsi kopi

Kopi sering dikaitkan dengan sejumlah faktor risiko terjadinya hipertensi. Adanya

hubungan antara konsumsi kopi dan darah pertama kali dilaporkan 75 tahun yang lalu,

(Zhang et al.2011). Kandungan kopi yang utama adalah kafein, kafein merupakan stimulan

ringan. Konsumsi kafein yang telalu banyak akan membuat jantung berdegup lebih cepat dan

tekanan darah meningkat . Kafein dalam 2-3 cangkir kopi (200-250 mg) terbukti dapat

meningkatkan tekanan sistolik sebesar 3-14 mmHg dan tekanan diastolik sebesar 4-13

mmHg. Mengkonsumsi kopi pada penderita hipertensi akan membahayakan karena

meningkatkan risiko terjadinya stroke dan meningkatkan ekskresi kalsium yang akan

berakibat peningkatan tekanan darah (Simon,2002)

Sebuah studi menunjukkan bahwa 100-200 mg kafein (1-2,5 cangkir kopi) setiap hari

adalah batas aman yang dianjurkan oleh beberapa dokter, namun jumlah tesebut berbeda

setiap individu dan para ahli sepakat bahwa 600 mg kafein (4-7 cangkir kopi) atau lebih

setiap harinya adalah jumalah terlalu banyak karena kafein berbahaya dan dapat membunuh

(FDA 2007).

International Food Information Council Foundation (IFIC) menyatakan bahwa batas

aman konsumsi kafein yang masuk ke dalam tubuh perharinya adalah 100-150 mg atau 1, 73

mg/KgBB, sedangkan untk anak-anak dibawah 14-22 mg. Dengan jumlah ini, tubuh sudah

mengalami penignkatan aktivitas yang cukup untuk membuatnya tetap terjaga (IFIC,2007).

8. Asupan Garam (Natrium)

Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi garam dengan

hipertensi. Beradasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, diketahui hampir

seperempat (24,5%) penduduk Indonesia usia di atas 10 tahun mengkonsumsi makanan asin

setiap hari, satu kali atau lebih. Garam sendiri merupakan hal yang sangat penting pada

mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui


15

peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh

peningkatan ekskresi kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem

pendarahan) yang normal (Pranawa, 2015).

Pada hipertensi esensial mekanisme ini terganggu, di samping ada faktor lain yang

berpengaruh. Reaksi orang terhadap natrium berbeda-beda. Pada beberapa orang, baik yang

sehat maupun yang mempunyai hipertensi, walaupun mereka mengkonsumsi natrium tanpa

batas, pengaruhnya terhadap tekanan darah sedikit sekali atau bahkan tidak ada. Pada

kelompok lain, terlalu banyak natrium menyebabkan kenaikan darah yang juga memicu

terjadinya hipertensi.Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis

hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam

yang minimal.

Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang

rendah, sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi

meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui

peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.7,42.Garam menyebabkan

penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga

akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Pranawa, 2015).

Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang ditemukan tekanan darah

rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya rata-rata lebih

tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol

natrium atau 2400 mg/hari (DINKES, 2009). Menurut Alison Hull, penelitian menunjukkan

adanya kaitan antara asupan natrium dengan hipertensi pada beberapa individu. Asupan

natrium akan meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan yang meningkatkan volume

darah.
16

Penting untuk diingat bahwa banyak natrium tersembunyi dalam makanan yang diproses.

Misalnya bahan tambahan pengembang kue (Natrium Bikarbonat), penguat rasa

(Monosodium Glutamat), pemanis (Natrium sakarin), pengawet (Natrium Nitrit), dan

antioksidan (Natrium Askorbat). (Anna,2007)

9. Konsumsi lemak jenuh

Kebiasaan konsmsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat badan yang

berisiko terjadinya hipertensi (Sheps, 2005). Konsumsi lemak jenuh berlebihan dapat

meningkatkan kadar LDL (low density lipid) yang dalam hal ini berpotensi menymbatkan

pembuluh darah (Santoso,2010). Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko

ateriosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah (Theodosa, 2000). Masyarakat

pada umumnya terkadang menyadari risiko dari konsumsi lemak jenuh terhdap hipertensi

yang dialami, tetapi kebanyakan mengaku sulit unuk menghindari kebiasaan konsusmsi

lemak jenuh karena sudah terbiasa (Sugiharto, 2010).

10. Stres Psikologis

Stres psikologis didefinisikan sebagai suatu tuntutan secara fisik atau mental yang memicu

respon tertentu yang memungkinkan kita melawan atau menghindari bahaya.Stres yang tidak

dikelola dengan baik akan memberikan dampak negatif pada tubuh diantaranya hipertensi.

Stres akan mempengaruhi sistem saraf simpatis sehingga memacu frekuensi denyut jantung,

mengkonstriksi pembuluh darah, dan meningkatkan tekanan darah (Anna, 2007).Secara

neural, aktifitas berlebih dari sistem saraf simpatis juga akan meningkatkan kadar

norepinefrin plasma dan urin, berlebihnya norepinefrin di tingkat regional, rangsangan saraf

simpatis post ganglion dan reseptor alfa adrenergik menyebabkan vasokontriksis di sirkulasi

perifer(Mohani,2015).

Menurut Aripin dalam penelitiannya tentang pengaruh aktivitas fisik, merokok, dan

riwayat penyakit dasar terhadap terjadinya hipertensi di Puskesmas Sempu Banyuwangi,


17

subjek yang mengalami stres psikologis cenderung berisiko terhadap terjadinya hipertensi.

Berdasarkan analisis multivariat pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi

tingkat stress psikologis semakin meningkatkan risiko terjadinya hipertensi dibandingkan

dengan subjek yang normal (OR: 19,72; 95% CI: 4,43- 87,62) dan (OR: 32,55; 95% CI: 3,92-

270,07) untuk kategori stres sedang dan stres parah (Aripin, 2015).

11. Pelayanan Kesehatan

Indonesia dengan prevalensi hipertensi yang masih cukup tinggi.Adanya upaya preventif

dan promotif dalam pengendalian hipertensi memiliki peranan penting. Pemerintah sendiri

melalui program kementerian kesehatan tahun 2012 mengeluarkan beberapa kebijakan untuk

mengelola penyakit hipertensi termasuk penyakit tidak menular lainnya, diantaranya sebagai

berikut

a. Mengembangkan dan memeperkuat kegiatan deteksi dini hipertensi secara aktif

(Skrinnning)

b. Meningakatkan akses masyarakat terhadap pelayana deteksi dini melalui kegiatan

Posbindu PTM (Penyakit Tidak Menular).

c. Meningkatkan akses penderita terhadap pengobatan hipertensi melalui revitalisasi

puskesmas untuk pengendalian penyakit tidak menular melalui peningkatan

sumberdaya tenaga kesehatan yang profesional dan kompeten dalam upaya

pengendalian penyakit tidak menular khususnya tatalaksanan penyakit tidak

menular di fasilitas pelayanan kesehatan dasar peningkatan manajemen pelayanan

pengendalian Penyakit tidak menular secara komprehensif (terutama promotif dan

preventif) dan holistik; serta peningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana

promotif-preventif, maupun sarana prasarana diagnostik dan pengobatan.

Upaya promotif merupakan tindakan secara langsung dan tidak langsung untuk

meningkatkan derajat kesehatan dan mencegah penyakit. Upaya yang dilakukan meliputi
18

proses advokasi untuk meningkatakan dukungan klien, tenaga profesional dan masyarakat

terhadap praktik kesehatan yang menjadi positif. Upaya promotif dilakukan untuk membantu

orang orang mengubah gaya hidup mereka dan berubah kearah keadaan kesehatan yang lebih

optimal serta mendukung pemberdayaan seseorang untuk membuat pilihan yang sehat

tentang perilaku hidup mereka (Maryam,2008).

2.4 Epidemiologi Hipertensi

Hipertensi ditemukan pada semua populasi dengan angka kejadian yang bervariasi, sebab

ada faktor-faktor genetik, ras, regional, sosiobudaya yang juga menyangkut gaya hidup yang

juga berbeda. Hipertensi akan meningkat bersama dengan bertambahnya umur.

Hasil analisa the Third Nation Health And Nutrition Examination Survey (NHANES III)

blood pressure, data hipertensi dapat dibagi menjadi dua yaitu 26% pada populasi muda

(umur≤ 50 tahun), terutama pada laki-laki (63%) yang biasanya didapatkan lebih banyak

Isolated Diastolic Hypertension (IDH) dibanding Isolated Systolic Hypertension (ISH). 74%

pada populasi tua (umur > 50 tahun) utamanya pada wanita (58%) yang biasanya didapatkan

lebih banyak Isolated Systolic Hypertension (ISH) dibanding Isolated Diastolic Hypertension

(IDH) (Mohani ,2015)

2.5 Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi hipertensi dapat digolongkan berdasarkan kenaikan takanan darah sistole dan

diastole, serta dapat pula digolongkan menurut penyebabnya. Berdasarkan kenaikan tekanan

darah sistol dan diastol, The Sevent Report Of The Joint National Comitee (JNC7)

menggolongkannya sebagi berikut :


19

(Mohani, 2015)

Gambar 2.2

Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC 7

Berdasarkan penyebabnya terdapat dua golongan besar hipertensi, hipertensi sekunder

dan hipertensi primer. Hipertensi primer dijumpai kurang lebih 90% dan hipertensi sekunder

yang diketahui penyebabnya 10% dari seluruh kasus hipertensi (Mohani, 2015).

1. Hipertensi Primer

Hipertensi primer adalah tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih, pada usia 18 tahun

keatas dengan beragam kausa yang tidak diketahui dan bukan merupakan suatu entitas

tunggal. Pengukuran dilakukan dua kali atau lebih dengan posisi duduk, kemudian diambil

reratanya, pada dua kali atau lebih kunjungan.

Ada bebererapa klasifikasi dan pedoman penanganan hipertensi, diantaranya The Seventh

Report Of The Joint National Comitte On Prevention, Detection, Evaluation And Treatment

Of High Blood Pressure (JNC 7), World Healtht Organization(WHO), International Society

Of hypertension (ISH), European Society of Hypertension(ESH) dan European Society of

Cardiology, (British hypertension Society) serta Canadian Hypertension Education Program

(CHEP.)

Hipertensi primer adalah suatu kategori umum untuk peningkatan tekanan darah yang

disebabkan oleh beragam kausa yang tidak diketahui dan bukan suatu entitas tunggal

(Sherwood, 2015).
20

2. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnnya boleh dikatakan telah

pasti yaitu hipertensi yang diakibatkan oleh kerusakan suatu organ. Beberapa yang termasuk

hipertensi sekunder antara lain : hipertensi jantung, hipertensi penyakit ginjal,hipertensi

penyakit jantung dan ginjal, hipertensi diabetes melitus, dsn hipertensi sekunder lain yang

tidak spesifik. Sekitar 5% dari kasus hipertensi telah diketahui penyebabnya , dan dapat

dikelompokkan seperti dibawah ini.

1. Penyakit parenkim ginjal(3%).

Setiap penyebab gagal ginjal (glomerulonefritis, pielonefritis, sebab-sebab

penyumbatan) yang menyebabkan kerusakan parenkim akan cenderung

menimbulkan hipertensi dan hipertensi itu sendiri akan menyebabkan kerusakan

ginjal.

2. Penyakit renovaskuler (1%).

Terdiri atas penyakit yang menyebabkan gangguan pasokan darah ginjal dan

secara umum dibagi atas aterosklerosis, yang terutama mempengaruhi sepertiga

bagian proksimal arteri renalis dan paling sering terjadi pada usia lanjut, dan

fibrodisplasia yang terutama mempengaruhi 2/3 bagian distal, dijumpai paling

sering pada individu muda, terutama perempuan. Penurunan pasokan darah ginjal

akan memacu produksi renin ipsilateral dan meningkatkan tekanan darah.

Keadaan ini perlu dicurigai jika hipertensi terjadi mendadak , secara umum sukar

diterapi tetapi kembali normal dengan penghambat ACE (Angiotensin Converting

Enzym), jika berat atau meningkat, dan jika bruit abdominal dapat didengar.

3. Endokrin (1%).

Pertimbangkan aldoteronisme primer (sindrom Conn) jika terdapat hipokalemia

beserta hipertensi. Tingginya kadar aldosteron dan renin yang rendah akan
21

mengakibatkan kelebihan natrium dan air. Biasanya disebabkan adenoma jinak

soliter atau hiperplasia adrenal bilateral.Sindroma Cusshing disebabkan oleh

hiperplasia adrenal bilateral yang disebabkan oleh adenoma hipofisis yang

menghasilkan ACTH (adrenocorticothropic hormone) pada dua pertiga kasus dan

tumor adrenal primer pada sepertiga kasus.

4. Feokromositoma

Suatu tumor medula adrenal yang mengeluarkan epinefrin dan norepinefrin

secara berlebihan. Peningkatan kadar abnormal kadar kedua hormon ini

menyebabkan peningkatan curah jantung dan vasokontriksi perifer generalisata,

yang keduanya berperan menyebabkan hipertensi yang khas pada penyakit ini.

2.6 Patogenesis Hipertensi

Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi dilakukan

oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan dukungan dari arteri (peripheral

resistance/PR).Fungsi kerja masing-masing penentu tekanan darah ini dipengaruhi oleh

interaksi dari berbagai faktor yang kompleks. Hipertensi sesungguhnya merupakan

abnormalitas dari faktor-faktor tersebut, yang ditandai dengan peningkatan curah jantung atau

ketahanan perifer (Pranawa ,2015).

Sebanyak 90 % kasusu hipertensi yang digolongkan sebagai hipertensi primer dimana

penyebabnya bisa merupakan beberapa mekanisme yang berbeda. Pada subtipe

hemodinamik, hipertensi ini bervariasi sesuai dengan usia dimana kunci abnormalitas

terdapat pada kekakuan aorta dan peningkatan cardiac output. Keduanya ini mungkin

merupaka refleksi dari reaksi overacive symphatetic nervous system.Hipertensi sering dimulai

dengan perjalanan adrenergik yang menimbulkan peningkatan cardiac output (Pranawa,

2015)
22

Hipertensi sensitif garam, sering diindikasikan sebagai bentuk interaksi antara gen dan

lingkungan. Adnya kerusakan fundamental pada ginjal adalah ketidak mampuan ginjal untuk

mengekskresikan kelebihan sodium yang disebabkan oleh diit tinggi garam dan terdapat

variabilitas sensitivitas terhadapa sodium.

Pola hemodinamik obesitas yang dihubungkan dengan hipertensi adalah dengan adanya

peningkatan volume, peningkatan cardiac output, dan resistensi vaskular sisitemik yang

gagal untuk diturunkan guna menyeimbangkan cardiac output dan resistensi vaskular yang

gagal untuk diturunkan untuk menyeimbangkan cardiac output yang lebih tinggi.

Endotel pembuluh darah tentu saja memilki peranan yang sangat penting untuk kesehatan

pembuluh darah dan merupakan pertahanan terhadap atherosklerosis dan hipertensi.

Disfungsi endotel ini merupakan tanda penting hipertensi dan faktor risiko kardiovaskular

lainnya.

Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAA system) merupakaan mekanisme jalur

hormonal yang mengaktifkan multiple signaling pathway, merusak pembuluh darah dan

menyebabkan hipertensi. Patogenesis hipertensi primer dapat dilihat pada gambar 2.3.

(Pranawa, 2015)

Gambar 2.3
Skema patogenesis hipertensi
23

2.7 Diagnosis Hipertensi

2.7.1 Anamnesis

Evaluasi pada penderita hipertensi bertujuan untuk

1. Menilai pola hidup dan identifikasi faktor-faktor risiko kardiovaskular lainnya

atau menilai adanya penyakit penyerta yang mempengaruhi prognosis dan

menentukan pengobatan.

2. Mencari penyebab kenaikan tekan darah.

3. Menentukan ada tidaknya kerusakan target organ dan penyakit kardiovaskular.

Evaluasi pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis tentang keluhan pasien,

riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Berdasarkan buku ajar ilmu penyakit dalam yang diterbitkan oleh perhimpunan

dokter spesialis penyakit dalam Indonesia, anamnesis meliputi :

1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah.

2. Indikasi adanya hipertensi sekunder.

a. Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)

b. Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakain obat-

obat analgesik dan obat/ bahan lain

c. Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi (feokomositoma)

d. Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme)

3. Faktor-faktor risiko

a. Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasien

b. Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya

c. Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarganya

d. Kebiasaan merokok

e. Pola makan
24

f. Kegemukan, intensitas olahraga

g. Kepribadian

4. Gejala kerusakan organ

a. Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transcient

ischemic attacks, defisit sensoris atau motoris

b. Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki

c. Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuri.

d. Arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudikasio intermitent,

5. Pengobatan antihipertensi sebelumnya.

6. Faktor- faktor pribadi, keluarga dan lingkungan.

2.7.2 Pengukuran Tekanan Darah

Pengukuran tekanan darah meliputi :

a. Pengukuran rutin di kamar periksa dokter atau rumah sakit.

b. Pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring-ABPM)

c. Pengukuran sendiri oleh penderita di rumah

Penderita harus bebas dari minuman yang mengandung alkohol, kafein, dan merokok

paling, tidak tiga puluh menit sebelum pemeriksaan tekanan darah. Pengukuran di kamar

periksa dilakukan pada posisi duduk, dikursi setelah penderita istirahat selama lima menit,

kaki di lantai dan lengan pada posisi setinggi jantung. Ukuran dan peletakan manset, menutup

80% dari lingkar lengan, dengan sisi terendah 2.5 cm dari fossa antecubiti (panjang 12-13

cm)

Mengukur tekanan darah umumnya dengan sfigmomanometer dengan komponen manset,

alat pompa. Mansetnya berukuran standart dilingkarkan pada lengan atas dan kemudian diisi

dengan udara yang cukup untuk menekan arteri. Pada kondisi tersebut aliran darah berhenti

sesaat. Kemudian udara dilepaskan perlahan-lahan hingga darah mulai mengalir kembali
25

melalui arteri, lalu dengarkan lewat stetoskop. Suara denyutan yang terdengar pertama kali

adalah tekanan darah sistolik. Dalam fase ini bilik jantung dalam kondisi menguncup. Seiring

semakin besarnya udara yang dikeluarkan dalam manset, hingga tercapai arteri terbuka

sepenuhnya, pada saat ini aliran darah mengalir lancar dan suara denyutan arteri

menghilang(Sherwood,2015).

Tekanan ketika suara denyutan terakhir menghilang dinamakan tekanan darah diastolik.

Selama fase diastolik, bilik jantung dalam kondisi mengembang. Dari dua hasil pemeriksaan

tekanan darah, kedua nilai itu seakan dinyatakan dengan angka pecahan. Sebagai contoh,

“120/80” mmHg menunjukkan tekanan darah sistolik 120 mmHg dan diastolik 80 mmHg.

Angka atas menunjukkan tekanan sistolik, yaitu besarnya tekanan pada arteri ketika jantung

menguncup dan darah didorong ke dalam aorta.(Sherwood,2015)

Angka bawah menunjukkan tekanan diastolik, yaitu sisa tekanan yang ada pada

arteri antara dua denyut jantung ketika otot jantung mengembang dan mengisi darah. Selama

waktu ini tekanan darah turun. Tekanan darah yang diperiksa ketika berbaring, duduk atau

berdiri biasanya serupa. Pengukuran tekanan darah yang ideal adalah saat duduk, diam

(santai), tanpa bicara, karena itu mencerminkan keseharian seseorang (Sherwood,2015).

2.8 Terapi Hipertensi

2.8.1 Terapi Non Farmakologis

JNC 7 merekomendasikan intervensi yang bersifat yang bersifat spesifik untuk kesehatan

masyarakat berupa penurunan asupan kalori, asam lemak jenuh dan garam, terutama untuk

jenis makan olahan, serta meningkatkan aktifiatas fisik dilingkungan sekolah dan masyarakat

pada berbagai komunitas. Strategi ini diharapkan dapat menurunkan populasi penderita

hipertensi yang akhirnya dapat menurunkan mresiko molrtalitas dan morbiditas penderita

hipertensi(Mohani, 2014)
26

Secara nonfarmakologis JNC 7 merekomendasikan :menurunkan berat badan berlebih

atau kegemukan, pembatasan asupan garam kurang atau sama dengan 100 meq/ L/hari (2.4 g

Natrium atu 6 gram Natrium Klorida), meningkatkan konsumsi buah dan sayur, menurunkan

konsumsi alkohol tidak lebih dari dua kali minum perhari, meningkatkan aktivitas fisisk

paling tidak berjalan tiga puluh menit perhari selama lima hari perminggu serta menghentikan

merokok akan mengurangi resiko kejadian kardiovaskular (Mohani, 2014).

2.8.2 Terapi Farmakologis

Jika hipertensi terdeteksi, intervensi terapeutik dapat mengurangi perjalanan dan

keparahan masalah ini. Pengaturan diet, termasuk penurunan berat badan , disertai berbagai

obat yang memanipulasi penanganan air dan garam atau aktivitas autonom pada sistem

kardiovaskular dapat digunakan untuk mengobati hipertensi. Apapun penyebab aslinya, obat-

obat yang mengurangi volume plasma atau resistensi perifer total (atau keduanya) akan

menurunkan tekanan darah ke arah normal. Selain itu, program olahraga aerobik teratur dapat

dilakukan untuk membantu mengurangi tekanan darah tinggi (Sherwood, 2015).

Terapi hipertensi secara farmakologis masing-masing obatnya memiliki efektivitas dan

keamanan dalam pengobatan hipertensi. Obat-obatan antihipertensi tersebut diantaranya :

a. Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosterone Antagonis

(Aldo Ant).

b. Beta Bloker (BB).

c. Calcium Canal Bloker atau Calcium Antagonis (CCB).

d. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI).

e. Angiotensin II Reseptor Bloker atau AT1 Receptor Antagonist/ Bloker

(ARB).

f. Direct Renin Inhibitor (DRI) (Mohani, 2014)..

Untuk pemilihan obat antihipertensi dipengaruhi oleh beberapa faktor meliputi :


27

a. Faktor sosio ekonomi

b. Profil faktor risiko kardiovaskular

c. Ada tidaknya kerusakan organ target

d. Ada tidaknya penyakit penyerta

e. Variasi individu dari respon pasien terhadap antihipertensi

f. Kemungkina adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk

penyakit lain.

2.9 Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalan menurunkan

risiko kardiovaskular (Mohani, 2014).

2.10 Komplikasi Hipertensi

1. Aterosklerosis

Tekanan darah yang tidak terkontrol, tekanan darah tinggi, dapat berdampak pada

pembuuh darah dan jantung dimana tekanan darah yang tinggi akan membebani jantung dan

pembuluh darah secara berlebihan sehingga akan mempercepat penyumbatan pembuluh arteri

(aterosklerosis).

Aterosklerosis merupakan suatu penyakit pada dinding pembuluh darah yakni lapisan

dalamnya menjadi tebal karena timbunan lemak yang dinamakan plaque atau suatu endapan

keras yang tidak normal pada dinding arteri. Pembuluh darah mendapat pukulan paling berat,

jika tekanan darah terus menerus tinggi dan berubah, sehingga saluran darah tersebut menjadi

sempit dan aliran darah menjadi tidak lancar (Aaronson,2010)

2. Penyakit Jantung

Penyumbatan pembuluh darah dapat menyebabkan gagal jantung. Hal ini terjadi karena

pada penderita hipertensi kerja jantung akan meningkat, otot jantung akan menyesuaikan

sehingga terjadi pembengkakan jantung dan semakin lama otot jantung akan mengendor serta

berkurang elastisitasnya. Akhirnya jantung tidak mampu lagi memompa dan menampung
28

darah dari paru-paru sehungga banyak cairan tertahan di paru-paru maupun jaringan tubuh

lain yang dapat menyebabakan sesak nafas. Kondisi ini disebut gagal jantung (Gray,2005 ).

3. Penyakit Ginjal

Penyakit tekanan darah tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah pada ginjal mengerut

sehingga aliran zat-zat makanan menuju ginjal terganggu dan mengakibatkan kerusakan sel-

sel ginjal. Jika hal ini terjadi secara terus menerus maka sel-sel ginjal tidak bisa berfungsi

lagi. Apabila tidak segera diatasi maka akan menyebabkan kerusakan parah pada ginjal yang

disebut sebagai gagal ginjal terminal (Soelaeman, 2014).

Anda mungkin juga menyukai