Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI SUAKA POLITIK

A. Pengertian Suaka dan Politik

Pada awalnya suaka merujuk pada tempat yang aman. Dahulu, suaka dikenal dengan

tempat suci disekitar altar pada gereja dan juga kuil. Suaka adalah tempat mengungsi ,

berlindung, menumpang , atau menumpang hidup 17.

Suaka sudah ada sejak ratusan tahun bahkan ribuan tahun yang lalu, bahkan pada

zaman primitif-pun suaka telah dikenal dimana-mana. Menurut Enny Soeprapto, masyarakat

Yunani Purba telah mengenal lembaga yang disebut dengan “asylia” walaupun agak berbeda

dengan maksud dan pengertiannya tentang “suaka” yang kita kenal sekarang.

Pada masa Yunani purba itu, agar seseorang, terutama pedagang yang berkunjung ke

negara-negara lainnya, mendapatkan perlindungan, maka antara sesama negara kota di negeri

itu diadakan perjanjian-perjanjian untuk maksud demikian.

Dalam perkembangannya, lembaga “asylia” itu kemudian dilengkapi dengan lembaga

yang disebut “asphalia” yang tujuannya melindungi benda-benda milik orang yang

dilindungi menurut lembaga “asylia”.

Dalam perkembangannya sejarah kemudian mengenal kebiasaan dimana rumah-

rumah ibadat seperti gereja, merupakan tempat suaka. Demikian juga dengan rumah-rumah

sakit yang sering dipandang sebagai tempat suaka. Dalam kelanjutannya pada awal masehi,

suaka berarti suatu tempat pengungsian atau perlindungan terhadap orang yang

peribadatannya dihina. Untuk selanjutnya, dalam waktu yang lama, suaka diberikan kepada

pelarian pada umumnya terlepas dari sifat perbuatan atau tindak pidana yang dilakukan oleh

17
Kamus Besar Bahasa Indonesia
pencari suaka yang menyebabkannya dikejar-kejar. Dalam waktu yang lama pelaku tindak

pidana biasa-pun, yang mendapat suaka di negara lain, tidak diekstradisikan. 18

Suaka atau dalam bahasa Inggris disebut asylum diartikan sebagai perlindungan yang

diberikan oleh suatu negara kepada pengungsi politik atau aktivis politik yang berasal dari

negara lain dan negara itu mengizinkan untuk masuk ke dalam wilayahnya atas

permintaannya.

Institute of International Law dalam sebuah sesi pertemuan di Bath, tahun 1950,

mendefinisikan pengertian Asylum sebagai berikut:

”Asylum is the protection which a State grants on its territory or in some other places
under the control of its organs, to a person who comes to seek it”.
Dalam Deklarasi Universal PBB mengenai Hak Azasi Manusia pada tahun 1948

dinyatakan:

“bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mencari suaka dan menikmatinya di

negara lain atas permintaan yang diajukan. Hak negara untuk mengizinkan pengungsi atau

aktivis politik yang mengajukan suaka itu masuk atau tinggal di wilayah negara tersebut atas

perlindungannya 19.

Suaka sebenarnya belum memiliki pengertian umum yang disepakati oleh negara-

negara, namun beberapa sarjana mengemukakan pendapatnya tentang suaka, yaitu sebagai

berikut:

1. Prof. Dr. Sumaryo Suryokusumo

Suaka adalah dimana seorang pengungsi atau pelarian politik mencari perlindungan

baik dari wilayah suatu negara lain maupun di dalam lingkungan gedung perwakilan

diplomatik dari suatu negara. Jika perlindungan yang dicari itu diberikan, pencari suaka itu

dapat kebal dari proses hukum dari negara dimana ia berasal 20.

2. Prof. Sulaiman Hamid SH

18
Suaka, diakses dari http://roysanjaya.blogspot.com/2009/05/suaka.html
19
Suryokusumo Sumaryo, 2013, Hukum Diplomatik dan Konsuler, Tatanusa, Jakarta, halaman 187
20
Ibid, Sumaryo. Hal 163
Suaka adalah suatu perlindungan yang diberikan oleh suatu negara kepada individu

yang memohonnya dan alasan mengapa individu-individu itu diberikan perlindungan adalah

berdasarkan alasan perikemanusiaan, agama, diskriminasi ras, politik dan sebagainya. 21

3. Dr. Kwan Sik, S.H

Suaka adalah perlindungan yang diberikan kepada individu oleh kekuasaan lain atau

oleh kekuasaan dari negara lain (negara yang memberikan suaka).

4. Oppenheim Lauterpacht

Suaka adalah dalam hubungan dengan wewenang suatu negara mempunyai

kedaulatan di atas teritorialnya untuk memperbolehkan seorang asing memasuki dan tinggal

di dalam wilayahnya dan atas perlindungannya.

5. Hugo Grotius

Suaka hanya dapat diklaim oleh mereka yang mengalami tuntutan politis atau

keagamaan. Sejak pertengahan abad ke-19 bagian besar perjanjian ekstradisi mengakui

prinsip non ekstradisi bagi tindak pidana politik, kecuali yang dilakukan terhadap kepala

negara.

6. Gracia Mora

Suaka adalah suatu perlindungan yang diberikan oleh sesuatu negara kepada orang

asing yang melawan negara asalnya.

7. Charles de Visscher

Suaka adalah sesuatu kemerdekaan dari suatu negara untuk memberikan suatu suaka

kepada orang yang memintanya.

8. J. G. Starke

21
Sulaiman Hamid, Lembaga Suaka Dalam Hukum Internasional, Jakarta: PT RajaGrafindo. 2002, hlm 42
Bahwa konsep dari suaka dalam hukum internasional mencakup dua hal sebagai

berikut, yaitu:

a. Pernaungan yang tidak lebih dari sementara sifatnya

b. Pemberian perlindungan dari pembesar yang menguasai daerah suaka secara aktif

Suaka dalam hukum internasional meliputi dua unsur yaitu 22:

1. Tempat perlindungan

2. Suaka tingkat perlindungan aktif dari pihak penguasa wilayah pemberi suaka

Sedangkan politik (dari bahasa Yunani: politikos, yang berarti dari, untuk, atau yang

berkaitan dengan warga negara) adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam

masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.

Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda

mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik. Politik adalah seni dan ilmu untuk

meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional 23. Di samping itu politik

juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:

• Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan

bersama (teori klasik Aristoteles)

• Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara

• Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan

kekuasaan di masyarakat

• Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan

publik.

22
Suaka, diakses dari http://kreket-kreket.blogspot.com/2011/02/suaka.html
23
Politik, diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Politik
Beberapa ahli juga memberikan pendapatnya tentang politik, diantara sebagai

berikut 24:

a. Roger F. Soltau

Dalam Introduction to Politics: 'Ilmu politik mempelajari negara, tujuan-tujuan

negara dan lembaga lembaga yang akan melaksanakan tujuan tujuan itu; hubungan antara

negara dengan warga negaranya serta dengan negara-negara lain' (Political science is the

study of the state, its aims and purposes...the institutions by which these are going to be

realized, its relations with its individual members and other states.)

b. J.Barents

Politik adalah ilmu yang mempelajari, kehidupan negara yang merupakan bagian dari

kehidupan masyakat; ilmu politik mempelajari negara-negara itu melakukan tugas-tugasnya

(De wetenschap der politiek is de wetenschap die het leven van de staat bestudeert...een

maatschappelijk leven....waarvan de staat een onderdeel vormt. Aan het oderzoek van die

staten, zoals ze werken, is de wetenschap der politiek gewijd).

c. Menurut W. A. Robson

Bahwa pengertian ilmu politik adalah mempelajari kekuasaan dalam masyarakat,

yaitu sifat hakiki, dasar, proses-proses, ruang lingkup dan hasil hasil. Fokus perhatian seorang

sarjana ilmu politik tertuju pada perjuangan untuk mencapai atau mempertahanakan

kekuasaan, melaksanakan kekuasaan atau pengaruh atas orang lain atau menentang

pelaksanaan kekuasaan itu.

24
Pengertian Ilmu Politik menurut para ahli, diakses dari
http://www.apapengertianahli.com/2014/09/pengertian-ilmu-politik-menurut-para.html#_
d. Menurut Deliar Noer

Pengertian ilmu politik dalam buku pengantar ke pemikiran politik, 'Ilmu politik

memusatkan perhatian pada masalah kekuasaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat.

Kehidupan seperti ini tidak terbatas pada bidang hukum semata-mata, dan tidak pula pada

negara yang tumbuhnya dalam sejarah hidup manusia relatif baru. Di luar bidang hukum serta

sebelum negara ada, masalah kekuasaan itu pun telah pula ada. Hanya dalam zaman modern

ini memanglah kekuasaan itu berhubungan erat dengan negara.

e. Menurut Ossip K. Flechtheim

Dalam fundamentals of Political Science: pengertian ilmu politik yaitu ilmu sosial

yang khusus mempelajari sifat dan tujuan dari negara sejauh negara merupakan organisasi

kekuasaan, beserta sifat dan tujuan dari gejala-gejala kekuasaan lain yang tak resmi, yang

dapat mempengaruhi negara. Flechtheim ini juga menekankan bahwa kekuasaan politik dan

tujuan politik mempengaruhi satu sama lain dan bergantung satu sama lain.

Suaka sangat erat kaitannya dengan pengungsi, bahkan suaka dan pengungsi sering

sekali diartikan sama. Pengungsi dalam hukum internasional terbagi dalam beberapa kategori,

yakni sebagai berikut:

1. Pengungsi Internal

Pengungsi Internal adalah orang-orang atau kelompok orang yang telah terpaksa atau

harus berpindah atau meninggalkan rumah atau kampung halaman mereka, terutama sebagai

akibat dari atau demi menghindari pengaruh konflik bersenjata, situasi kekerasan yang

meluas, pelecehan terhadap hak asasi manusia atau karena bencana alam maupun bencana
akibat ulah manusia, dan tidak melintasi batas-batas Negara yang diakui secara

internasional 25.

Artinya, pengungsi internal adalah orang orang yang mengungsi di Negara-nya

sendiri.

2. Pencari Suaka

Pencari suaka adalah orang yang telah mengajukan proses permohonan untuk

mendapatkan perlindungan oleh negara yang dituju untuk menerima suaka. Pencari suaka

punya banyak alasan untuk mencari suaka seperti perang, permasalah SARA dan lainnya.

3. Pengungsi Prima Facie

Dalam kisruh perang di suatu negara, sering sekali sekumpulan orang pergi ke suatu

negara untuk meminta suaka. Dalam hal atau kasus ini, negara tidak lagi melihat alasan

sekumpulan orang tersebut untuk menerima suaka karena sangat tidak praktis.

Dalam hal ini, pengungsi dari daerah Afrika banyak yang mengungsi ke Amerika

Serikat atau negara Eropa untuk mendapatkan perlindungan.

4. Orang Tanpa Kewarganegaraan

Tanpa kewarganegaraan adalah situasi di mana tidak adanya status pengakuan

berkenaan dengan hal yang membuat seorang individu memiliki landasan yang bermanfaat

secara hukum untuk menyatakan kewarganegaraannya, atau di mana ia memiliki klaim yang

bermanfaat secara legal namun dihalangi untuk menuntutnya karena pertimbangan-

25
Prinsip-prinsip Panduan tentang Pengungsian Internal, Pengantar, paragraf 2
pertimbangan praktis seperti biaya, adanya gangguan sipil, atau ketakutan akan

penganiayaan.

Badan PBB untuk pengungsi (UNHCR) memperkirakan bahwa ada kurang lebih tiga

juta orang tanpa kewarganegaraan di seluruh dunia. Kondisi tanpa kewarganegaraan

seringkali menjadi penyebab pengungsian yang terpaksa ketika orang-orang berpindah ke

wilayah-wilayah dunia di mana mereka dapat memperoleh hak-hak dasar dan menghindari

pelanggaran hak asasi manusia. 26

Dari penjelasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa suaka adalah cara satu orang

maupun berkelompok untuk mendapatkan perlindungan dari negara lain, dengan beberapa

alasan seperti permasalahan ras, agama, perang saudara dan lainnya dengan cara melakukan

permohonan.

Sedangkan politik adalah hal yang berkaitan dengan terselenggaranya pemerintahan

atau negara. Artinya, negara dalam hal suaka adalah pihak yang memiliki wewenang untuk

memberikan suaka terhadap para pencari suaka.

B. Suaka Territorial dan Suaka Politik

Suaka pada hakikatnya menyangkut dua hal yaitu suaka teritorial dan suaka

diplomatik. Suaka politik timbul melalui gagasan tentang korban opini politik di dunia.

Selama tahun 1971-1972 kelompok ahli hukum yang independent, Carnegie

Endowment for International Peace memberikan rumusan landasan hukum bagi pemberian

suaka. Pengertian Suaka teritorial dan diplomatik sama halnya seperti suaka tidak memiliki

pengertian yang disepakati secara umum oleh negara-negara.

26
Refugee, diakses dari http://jrs.or.id/refugee/
Majelis Umum PBB pada sidangnya tanggal 14 Desember 1967 telah menyetujui

suatu resolusi yang memberikan rekomendasi bahwa dalam praktiknya negara-negara

haruslah mempertimbangkan hal sebagai berikut 27:

1. Jika seseorang meminta suaka, permintaan seharusnya tidak ditolak atau jika ia

memasuki wilayah negara itu, ia tidak perlu diusir tetapi jika suatu kelompok

orang-orang dalam jumlah besar meminta suaka, hal itu dapat ditolak atas dasar

keamanan nasional rakyatnya.

2. Jika suatu negara merasa sukar untuk memberikan suaka, haruslah memperhatikan

langkah-langkah yang layak demi rasa persatuan internasional melalui perantara

dari negara tertentu dan PBB.

3. Jika suatu negara memberikan suaka kepada kaum pelarian dan buronan, negara-

negara lain haruslah menghormatinya. 28

Suaka Territorial menyangkut kewenangan negara untuk memperbolehkan pengungsi

atau aktivis politik masuk atau tinggal di bawah negara tersebut yang juga berarti di bawah

perlindungannya, karena itu memberikan suaka kepadanya, yang tidak asing lagi dalam

hukum internasional. 29

Dalam Declaration on Territorial Asylum di New York, dijelaskan:

“Territorial asylum’ is still about the protection accorded by a State to an individual who
comes to seek it, as the Institute of International Law noted in 1950. In the gap that remains
to be bridged, it may be those “elementary considerations of humanity” and basic rights of
the human person, many of which are the subject of obligations erga omnes and referred to
by the International Court of Justice on several occasions, that provide the source for a
solution.”

27
Ibid, Sumaryo. Hal 193
28
Declaration on Territorial Asylum
29
Carnegie Manual of Public International Law, ed. Max Sorensen, hlm. 491
Artinya, Suaka teritorial masih tentang perlindungan yang diberikan oleh Negara

kepada seseorang yang datang untuk mencarinya , sebagai Lembaga Hukum Internasional

mencatat pada tahun 1950. Dalam kesenjangan yang masih harus dijembatani , mungkin

orang-orang " pertimbangan dasar kemanusiaan " dan hak-hak dasar pribadi manusia ,

banyak yang merupakan subjek dari kewajiban erga omnes dan disebut oleh Mahkamah

Internasional pada beberapa kesempatan , yang menyediakan sumber solusi.

Beberapa hal penting yang patut untuk dilihat dari deklarasi ini diantaranya sebagai

berikut dijelaskan dibawah.

“Article 14, paragraph 1, of the 1948 Universal Declaration on Human Rights proclaims the
right of everyone, “to seek and to enjoy in other countries asylum from persecution”. Its
final, equivocal wording – there is no reference to the right to be granted asylum – was a
compromise between States which saw this form of protection as but one aspect of their
territorial sovereignty, and those which urged that an individual entitlement to asylum be
recognized, as well as the involvement or responsibility of the United Nations”.

Pada pasal 14 , ayat 1 , Deklarasi Universal 1948 tentang Hak Asasi Manusia

menyatakan hak setiap orang , "untuk mencari dan menikmati suaka di negara lain dari

penganiayaan" . Yang terakhir , samar-samar kata-kata - tidak ada referensi ke kanan untuk

diberi suaka - adalah kompromi antara Negara-negara yang melihat bentuk perlindungan

sebagai satu aspek dari kedaulatan teritorial mereka , dan orang-orang yang mendesak bahwa

hak individu untuk suaka diakui , serta keterlibatan atau tanggung jawab PBB .

“It was understood that the principle of non-refoulement was the core of the Declaration,
although with some reservations as to the text: “no one entitled under article 14 ... to seek
and to enjoy asylum shall be subject to measures, such as expulsion, return or rejection at the
frontier, which would result in compelling him to return to or remain in a territory where his
life, physical integrity or liberty would be threatened on account of his race, religion,
nationality, or membership of a particular social group or political opinion” (draft article 3
of the draft Declaration as submitted by the representative of France (E/CN.4/L.517)). Also,
although the permissible exceptions to the principle were based on article 33, paragraph 2 of
the 1951 Convention relating to the Status of Refugees, some members highlighted their
ambiguity and lack of precision, while others were worried about a possible mass influx and
the necessity to acknowledge other ‘compelling reasons’ as a basis for exceptions (E/3335,
paras. 110, 113-14).”
Dijelaskan bahwa dapat dimengerti bahwa prinsip non-refoulement adalah inti

dari Deklarasi, meskipun dengan beberapa syarat untuk teks:" tidak ada yang berhak

berdasarkan pasal 14 ... untuk mencari dan menikmati suaka dikenakan tindakan, seperti

sebagai pengusiran, pengembalian atau penolakan di perbatasan, yang akan mengakibatkan

menarik dia untuk kembali ke atau tetap berada dalam wilayah di mana hidup, integritas fisik

atau kebebasan akan terancam karena ras, agama, kebangsaan, atau keanggotaan tertentu

kelompok sosial atau pandangan politik "(draft pasal 3 draft Deklarasi yang disampaikan oleh

perwakilan dari Perancis (E / CN.4 / L.517)). Juga, meskipun pengecualian diperbolehkan

prinsip didasarkan pada pasal 33, ayat 2 Konvensi 1951 yang berkaitan dengan Status

Pengungsi, beberapa anggota disorot ambiguitas dan kurangnya presisi, sementara yang lain

khawatir tentang masuknya massa mungkin dan perlunya untuk mengakui lain alasan kuat

'sebagai dasar untuk pengecualian.

Dan yang paling terpenting dalam deklarasi ini adalah Article 3 on non-

refoulement was considered the most important article, and the Working Group focused on

the most appropriate way of formulating the principle, the grounds for exception, and

possible alternatives (A/6570, Annex, para. 54). It agreed that the principle should refer not

only to the State of flight, but also to any other State where the individual might be in danger

of persecution (A/6570, Annex, para. 55). On exceptions, it agreed that national security

should be mentioned, but there were differences as to whether ‘safeguarding the population’

should be included, either at all, or with or without qualification. Several representatives

thought the term too wide, and suggested specific reference instead to a ‘mass influx’.

The Working Group decided not to include other possible grounds for exception,

such as ‘public order’, which was described as ‘both dangerously wide and vague’, as well

as being subject to different meanings in common law and civil law countries (A/6570,

Annex, para. 57). It agreed finally on a compromise text which would permit an exception to
the principle “in order to safeguard the population, as in the case of a mass influx of

persons.” In the words of the Working Group, “[it] was felt that this phrase, while not unduly

restricting the exception concerned, indicated that it was to be invoked only in matters of

serious import” (A/6570, Annex, para. 56).

Pasal 3 non-refoulement dianggap sebagai artikel yang paling penting, dan

Kelompok Kerja berfokus pada cara yang paling tepat merumuskan prinsip, dengan alasan

untuk pengecualian, dan alternatif yang mungkin (A / 6570, Lampiran, para. 54). Hal sepakat

bahwa prinsip harus mengacu tidak hanya untuk Negara penerbangan, tetapi juga bagi setiap

Negara lain di mana individu mungkin dalam bahaya penganiayaan (A / 6570, Lampiran,

para. 55). Pada pengecualian, itu sepakat bahwa keamanan nasional harus disebutkan, tapi

ada perbedaan apakah 'menjaga populasi' harus dimasukkan, baik sama sekali, atau dengan

atau tanpa kualifikasi.

Beberapa perwakilan pikir istilah terlalu lebar, dan menyarankan referensi khusus

bukan untuk 'masuknya massa'. Kelompok Kerja memutuskan untuk tidak menyertakan

alasan lain yang mungkin untuk pengecualian, seperti 'ketertiban umum', yang digambarkan

sebagai 'baik berbahaya luas dan samar-samar', serta menjadi tunduk pada arti yang berbeda

dalam hukum umum dan hukum perdata negara (A / 6570, Annex, para. 57).

Hal setuju akhirnya pada teks kompromi yang akan memungkinkan pengecualian

prinsip "untuk menjaga populasi, seperti dalam kasus masuknya massa orang." Dalam kata-

kata Kelompok Kerja, "[itu] merasa bahwa kalimat ini, sementara tidak terlalu membatasi

pengecualian bersangkutan, menunjukkan bahwa itu akan dipanggil hanya dalam hal impor

serius "(A / 6570, Lampiran, para. 56).

Konferensi PBB tentang suaka teritorial telah diselanggarakan di Jenewa dalam

bulan Januari dan Februari 1977, walaupun masalah tersebut telah dibicarakan tetapi tidak
berhasil mengesahkan rancangan Konvensi dan merekomendasikan Majelis Umum PBB

untuk menerukan lagi dalam waktu yang layak.

Kemudian pada akhir tahun 1977, Majelis memutuskan agara dengan persiapan

yang matang dan berkonsultasi dengan pemerintah negara-negara anggota dapat diadakan

lagi untuk membahas masalahnya.

Suaka politik merupakan gagasan tentang diberikannya perlindungan terhadap

korban isu politik si peminta suaka di negaranya. Beberapa pengertian suaka antara lain:

1. English Dictionary dan British English

Dalam English Dictionary, suaka politik berarti the right to live in a foreign

country, and is given by the government of that country to people who have to leave their own

country because they are in danger of persecution.

Artinya, Suaka politik adalah hak untuk hidup di negara asing , dan diberikan oleh

pemerintah negara itu untuk orang-orang yang harus meninggalkan negara mereka sendiri

karena mereka berada dalam bahaya penganiayaan 30.

Sedangkan British English mendeskripsikan suaka politik sebagai the right to live in

a foreign country and is given by the government of that country to people who have to leave

their own country for political reasons. Hampir sama dengan yang diatas namun

ditambahkan alasan politis.

2. Wikipedia

Someone may ask for political asylum when they are frightened to live in their

own country. They will then go to another country. If they are allowed to live in the new

country this is called political asylum. People who seek asylum are usually victims of threats,

30
Political Asylum, diakses dari http://www.collinsdictionary.com/dictionary/english/political-asylum
physical harm or denigration of their human dignity as these are violating their human

rights.

Artinya, Seseorang mungkin meminta suaka politik ketika mereka takut untuk

tinggal di negara mereka sendiri . Mereka kemudian akan pergi ke negara lain . Jika mereka

diizinkan untuk tinggal di negara yang baru ini disebut suaka politik . Orang-orang yang

mencari suaka biasanya korban ancaman , bahaya fisik atau fitnah martabat manusia mereka

karena ini melanggar hak-hak kemanusiaannya 31.

Suaka politik adalah salah satu hak asasi manusia yang ditegaskan oleh Pasal 14

dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, dan aturan hukum hak asasi manusia

internasional. Semua negara yang telah menyetujui Konvensi PBB Berkaitan dengan Status

Pengungsi harus membiarkan orang, yang memenuhi syarat, datang ke negara mereka.

Dengan mengacu pada Artikel 14 Deklarasi HAM ini muncul pendapat

yang mengatakan bahwa ada kewajiban bagi setiap negara untuk memberikan suaka kepada

orang-orang yang lari dari negaranya karena alasan ras, agama atau politik.

Namun, penolakan pemberian suaka tidak bisa digolongkan sebagai

pelanggaran terhadap hukum internasional 32.

Dalam perkembangannya, dikenal juga suaka netral. Si pencari suaka dalam hal ini

meminta perlindungan organisasi internasional bukan negara.

Dapat disimpulkan bahwa suaka teritorial dan politik berhubungan erat. Namun,

dalam suaka politik terdapat ekstradisi yang bisa dilakukan dengan beberapa ketentuan.

31
Political Asylum, diakses dari http://simple.wikipedia.org/wiki/Political_asylum
32
Suaka Diplomatik Dalam Hukum Internasional, diakses dari
http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1997/03/07/0015.html
C. Praktek Negara-Negara Dalam Suaka Politik

1. Australia

Australia adalah negara yang akrab dengan isu suaka. Banyak pengungsi dari Papua

Nugini dan negara lain meminta suaka kepada pemerintah Australia. Menyangkut suaka

politik, Australia pernah menolak pemerintah Iran terkait ekstradisi Monis karena tidak

adanya perjanjian timbal balik kedua negara. Monis adalah pelaku penyanderaan di Australia

beberapa waktu lalu. Monis diberikan suaka pada tahun 2001.

“Kepala polisi Iran mengatakan Monis hendak diadili di Iran karena terlibat dalam tindak

penipuan ketika menjalani bisnis biro perjalanan sebelum dia kemudian melarikan diri ke

Australia melewati Malaysia di akhir tahun 1990-an”. 33

Sebelumnya, Australia juga sempat bersitegang dengan Indonesia terkait suaka. Juru

Bicara Departemen Luar Negeri Yuri O Thamrin kepada wartawan di Jakarta, Jumat.

Pemerintah Indonesia terus mendesak Australia buat memberikan akses kekonsuleran secara

penuh kepada pihak berwenang RI sesuai Konvensi Wina tahun 1961 terhadap para 43 warga

Papua, kendati sebagian besar dari mereka menyatakan kepada otoritas Australia bahwa

mereka tidak ingin menggunakan akses tersebut.

Menurut Yuri, hingga saat ini Indonesia masih terus mengupayakan buat memperoleh

akses kekonsuleran tersebut sebab itu merupakan hak Indonesia sebagai negara tidak terkait

dengan bersedia atau tidak bersedianya individu. "Akses kekonsuleran tersebut merupakan

hak kita sesuai dengan Konvensi Wina tahun 1961, jadi tidak tergantung dari individunya

melainkan akses yang sah bagi perwakilan kita buat berjumpa dengan warga negara," kata

Yuri.

33
Australia Pernah Tolak Permintaan Ekstradisi Monis ke Iran, diakses dari
http://news.detik.com/read/2014/12/17/095331/2779831/1513/australia-pernah-tolak-permintaan-ekstradisi-
monis-ke-iran
"Hingga saat ini yang kita peroleh barulah penjelasan dari pihak imigrasi setempat, kita

hargai penjelasan tersebut tetapi tentu saja penjelasan itu tidak mengurangi hak kita buat

memperoleh akses kekonsuleran," ujarnya. Pada kesempatan sebelumnya, Yuri

mengungkapkan bahwa status pendatang ilegal yang dikenakan terhadap 43 warga Papua itu

ternyata tidak sesuai dengan pemberlakuan peraturan mengenai permintaan visa Australia 34.

2. Uruguay

Uruguay sebelumnya memberikan suaka terhadap para tahanan Guantanamo dan

Suriah. Namun kemudian Uruguay berhenti memberikan suaka karena meningkatnya

kerusuhan di negara tersebut.

3. Ekuador

Ekuador memberikan suaka kepada Julian Assange dan Edward Snowden. Menlu

Ekuador, Patino mengatakan pemerintahnya percaya bahwa ketakutan Assange atas

penindasan politik itu sah. Ia mengatakan negaranya tetap menjalankan tradisi melindungi

orang yang rentan. 35

Terkait dengan Edward Snowden, Rusia dan Ekuador menerima permohonan Suaka

Snowden. Kanada, Jerman, Inggris, Amerika Serikat adalah negara yang kerap memberikan

suaka. Namun dalam hal suaka politik, Ekuador termasuk yang akrab dengan pemberian

suaka politik. Suaka politik juga kerap memanaskan hubungan antar dua negara. Seperti

Rusia dan Amerika Serikat terkait Edward Snowden. Faktor politik, hubungan kedua negara,

dan alasan korban politik pencari suaka menjadi faktor penentu pemberian suaka.

34
RI Desak Australia berikan akses temui 43 Warga Papua, diakses dari http://berita.ohapa.com/08/55/42/ri-
desak-australia-berikan-akses-temui-43-warga-papua.htm
35
Ekuador Berikan Suaka Kepada Julian Assange, diakses dari
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2012/08/120816_assangeecuador.shtml

Anda mungkin juga menyukai