Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN INTRACEREBRAL HEMORRHAGE

DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT (ICU)


RSUD ULIN BANJARMASIN

DI SUSUN OLEH :
Muji Palhadad 11194561920056

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2019

1
A. Pengertian
intracerebral hemorrhage adalah pendarahan yang terjadi pada
jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam
jaringan otak. Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran
yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan
didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika
Single, diameter lebih dari 3 cm. Perifer, adanya pergeseran garis tengah.
Secara klinis pendarahan tersebut dapat menyebabkan gangguan
neurologis/lateralisasi. (Paula, 2016).
Intracerebral hemorraghe adalah perdarahan dalam jaringan otak itu
sendiri. Hal ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera
kepala terbuka. Intracerebral hemorrhage dapat timbul pada penderita stroke
hemoragik akibat melebarnya pembuluh nadi (Corwin, 2015 )

Gambar 1. Pendarahan intraserebral (ICH)


biasanya disebabkan oleh pecahnya arteri kecil di dalam jaringan otak (kiri).
Ketika darah terkumpul, sebuah pendarahan atau gumpalan darah
menyebabkan peningkatan tekanan pada otak

B. Etiologi
Beberapa etiologi telah dikemukakan dalam beberapa penelitian,
seperti hipertensi, Cerebral Amyloid Angiopathy (CAA), pemakaian anti
koagulan, pemakaian beberapa obat dan alkohol, aneurisma, dan AVM.
Tetapi secara garis besar etiologi terjadinya intracerebral hemorrhage(ICH)
terbagi menjadi primer dan sekunder. ICH primer disebabkan oleh karena
gangguan pada pembuluh darah yang disebabkan hipertensi kronis atau

2
CAA, ini merupakan penyebab tersering dari ICH, meliputi 80% dan seluruh
kasus ICH. ICH sekunder berhubungan dengan malformasi vaskular, tumor
atau gangguan koagulasi.
1) Hipertensi
Hipertensi diduga kuat merupakan penyebab utama terjadinya ICH.
Hipertensi kronis menyebabkan degenerasi dan dinding pembuluh darah
kecil yang berasal dan arteri cerebri anterior, media dan posterior.
Perubahan ini dapat mengurangi compliance, sehingga pembuluh darah
mudah ruptur. Tekanan darah normal adalah 120 mmHg untuk sistolik dan 80
mmHg untuk diastolik. Hipertensi terbagi kedalam empat tingkat, yaitu:
prehipertensi untuk tekanan darah sistolik/diastolik 120-139/80-89 mmHg,
hipertensi tingkat 1 untuk tekanan darah 140-159/90-99 mmHg, tingkat 2 untuk
tekanan 160-179/100-109 mmHg, dan tingkat 3 untuk tekanan darah
>190/>110 mmHg. Risiko terjadinya ICH bervariasi pada beberapa
penelitian tentang hubungan tingginya risiko ICH dengan tingkat hipertensi.
Tingkat rekurensi ICH dikarenakan hipertensi kronis adalah 2%, tetapi dapat
diturunkan dengan pemakaian obat-obatan anti hipertensi secara teratur
(Furlan, 2015).
2) Cerebral amyloid angiopathy (CAA)
CAA merupakan penyebab utama perdarahan lobar pada kelompok
lanjut usia (Okazaki, 2014; Vinters, 2014). Gambaran patologi dari CAA ini
berupa deposisi protein amiloid pada tunika media dan tunika adventisia dari
arteri leptomeningeal, arteriol, kapiler, dan yang jarang terjadi, pada vena
(Vonsattel, 2015; Mandybur, 2015; Maruyama, 2016). Destruksi elemen
pembuluh darah yang normal oleh deposisi amiloid pada tunika media
dan adventisia dapat menyebabkan perdarahan intracerebral. Pembuluh
darah yang sudah mengalami gangguan ini rentan untuk mengalami ruptur
oleh trauma ataupun perubahan tekanan darah yang mendadak (Ueda,
2010). CAA juga berperan pada kelainan transient neurologic symptoms
dan demensia akibat leukoencephalopathy (Greenberg, 2013).
3) Koagulopati
perdarahan intraserebral pasca terapi trombolitik Koagulopati baik
disebabkan oleh kelainan kongenital maupun akibat efek samping
pengobatan, berhubungan dengan terjadinya perdarahan intracerebral.

3
Penggunaan antikoagulan Coumadin memiliki peningkatan risiko 6 hingga
11 kali lipat terjadinya perdarahan intraserebral spontan. Petty et al
melaporkan bahwa risiko terjadinya perdarahan intracerebral meningkat
dan waktu ke waktu dari 1% pada 6 bulan, menjadi 7% pada 2 hingga 3 tahun
pengobatan. Meskipun dosis obat yang lebih tinggi menyebabkan
peningkatan risiko perdarahan, kebanyakan kasus perdarahan terjadi pada
rentang dosis standar. Riwayat stroke atau trauma kepala sebelumnya
tidak jelas berhubungan dengan perdarahan akibat koagulopati. Perdarahan
intracerebral akibat terapi trombolitik 20% terjadi di luar distribusi vaskular
yang terlibat stroke iskemik. Gebel melaporkan bahwa 77% perdarahan
intracerebral akibat terapi trombilitik terjadi di daerah lobar. Perdarahan
akibat terapi trombolitik terjadi soliter pada 66% kasus, konfluens pada 80%
kasus, dan menunjukan gambaran blood-fluid level pada 82% kasus.
Pfleger (2010) melaporkan bahwa gambaran blood-fluid level 98% spesifik
untuk adanya PT atau APTT yang tidak normal.
4) Pendarahan akibat infark cerebri
Infark cerebri memiliki risiko terjadi perdarahan intracerebral sebesar
5 hingga 22 kali lipat. Hubungan yang erat antara infark dengan perdarahan
intracerebral tidak mengherankan, karena kedua kelainan ini memiliki
faktor risiko yang sama, yakni hipertensi. Pada penelitian di Greater
Cinninati, 15% pasien yang mengalami perdarahan intracerebral memiliki
riwayat stroke sebelumnya. Woo (2016) juga melaporkan bahwa 13% dari
seluruh perdarahan intracerebral disertai faktor risiko stroke iskemik. 5)
Hipokolesterolemia Hipokolesterolemia merupakan faktor risiko terjadinya
perdarahan intracerebral dibandingkan individu yang memiliki kadar
kolesterol yang normal. Analisis multivariat yang dilaporkan oleh (Giroud,
2013) di Dijon, Perancis, faktor risiko yang signifikan pada perdarahan
intracerebral adalah hipertensi dan kadar kolesterol yang rendah.
(Okumura, 2013) juga melaporkan bahwa kadar kolesterol yang rendah
juga merupakan faktor risiko yang signifikan pada pria, dan tidak signifikan
secara statistik pada wanita. (Segal, 2012) melaporkan bahwa 47% kasus
perdarahan intracerebral yang letaknya dalam memiliki kadar kolesterol yang
rendah dibandingkan dengan 27% pada kasus perdarahan lobar.

4
6) Konsumsi alkohol
Beberapa penelitian melaporkan bahwa konsumsi alkohol yang
berlebihan merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap terjadinya
perdarahan intracerebral (Caicoya, 1999) melaporkan bahwa mengkonsumsi
alkohol lebih dari 140 gr per hari memiliki OR 6.2 (CI:1.3-24.0) terhadap
terjadinya perdarahan intracerebral. Monforte melaporkan hubungan ini
paling signifikan terjadi pada perdarahan lobar. Pada penelitian Greater
Cincinnati, multivariate OR untuk konsumsi alkohol yang berlebihan (>2 gelas
per hari) terhadap terjadinya perdarahan lobar adalah 5.3 (CI: 1.4-20). Woo et
al melaporkan bahwa 8% seluruh perdarahan lobar disebabkan oleh konsumsi
alkohol yang berlebihan.
7) Obesitas Menurut
Harmsen (2015, dalam Gofir, 2019) peningkatan BMI (body mass
index) memprediksi stroke. Pada penelitian United States Physician Health
Study mendapatkan subject dengan BMI lebih dari 27.8 kg/m2 secara
signifikan memiliki risiko stroke iskemik dan hemoragik yang lebih besar (Kurth
et al, 2010)
8) Aktivitas fisik
Hubungan antara jenis kegiatan fisik dan risiko stroke telah diteliti
dalam beberapa penelitian. Sebuah kohort study aktivitas berjalan dan
partisipasi olah raga pada 73265 pria dan wanita di Jepang, risiko kematian
stroke di kategori tertinggi pada aktivitas jalan dan partisipasi olahraga
adalah berkurang 29% dan 20% untuk masing-masing (Noda, 2010).

C. Patofisiologi
Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh rupturnya arteria
serebral yang disebabkan oleh beberapa faktor. Keluarnya darah dari
pembuluh darah didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau
didekatnya, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan
tertekan. Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi otak,
sehingga mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar perdarahan,
spasme ini dapat menyebar keseluruh hemisfer otak dan lingkaran willisi,
perdarahan aneorisma-aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan berdinding
tipis yang menonjol pada arteri pada tempat yang lemah. Makin lama

5
aneorisme makin besar dan kadang-kadang pecah saat melakukan aktivitas.
Dalam keadaan fisiologis pada orang dewasa jumlah darah yang mengalir ke
otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak. Bila aliran darah ke otak turun
menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan otak akan menjadi penghentian
aktifitas listrik pada neuron tetapi struktur sel masih baik, sehingga gejala ini
masih revesibel. Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak sedangkan O2
diperoleh dari darah, otak sendiri hampir tidak ada cadangan O2 dengan
demikian otak sangat tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat. Bila
suplay O2 terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih
lama dari 6-8 menit akan tejadi jelas/lesi yang tidak putih lagi (ireversibel) dan
kemudian kematian. Perdarahan dapat meninggikan tekanan intrakranial dan
menyebabkan ischemi didaerah lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat
berakibat mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum maupun
lokal. Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat berlangsung
beberapa menit, jam bahkan beberapa hari. (Corwin, 2015)

6
1. PATHWAYS

Trauma kepala, Fraktur depresi tulang tengkorak, Hipertensi, cerebral amyloid angiophaty
Koagulopati, pendarahan infark serebri, konsumsi alkohol, obesitas,

Pecahnya pembuluh darah


otak (pendarahan intracerbral)

Darah masuk ke dalam


jaringan otak

Penekanan pada jaringan Kerusakan


otak sel saraf
meningkat
Resiko infeksi
Peningkatan Tekanan
Intracranial

Metabolisme Gangguan aliran darah


Sel melepaskan Fungsi otak menurun
anaerob dan oksigen ke otak Fungsi otak menurun
mediator nyeri :
prostaglandin, Refleks menelan
sitokinin Ketidakefektifan Kerusakan Gangguan
Vasodilatasi menurun
perfusi jaringan neuromotorik bicara
pembuluh darah
cerebral
Kelemahan otot Anoreksia
Impuls ke pusat
nyeri di otak progresif
(thalamus) Ketidakseimbangan
kebutuhan nutrisi
ADL dibantu Kerusakan mobilitas
kurang dari
Impuls ke pusat fisik
kebutuhan tubuh
nyeri di otak Kerusakan
(thalamus) komunikasi verbal
Gangguan pemenuhan
Somasensori korteks kebutuhan ADL
otak : nyeri
dipersepsikan

Memberikan hipertermi
stimulus
Nyeri
(Corwin, 2015)

7
D. Manifestasi Klinik / Tanda Gejala dan Gejala
Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah
orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas.
Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak
ada. Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk
sebagaimana peluasan pendarahaan.
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati
rasa, seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang
kemungkinan tidak bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan kemungkinan
terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang berbeda atau menjadi
lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual, muntah,
serangan, dan kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam
hitungan detik sampai menit. Menurut Corwin (2015) manifestasi klinik dari dari
Intra cerebral Hematom yaitu :
1) Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring
dengan membesarnya hematom.
2) Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.
3) Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.
4) Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra
cranium.
5) Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan
gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.
6) Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan
peningkatan tekanan intra cranium.

E. Komplikasi
Intraserebral hematom dapat memberikan komplikasi berupa;
1) Oedem serebri, pembengkakan otak
2) Kompresi batang otak, meninggal

Sedangkan outcome intraserebral hemorrhage dapat berupa :


1) Mortalitas 20%-30%
2) Sembuh tanpa defisit neurologis
3) Sembuh denga defisit neurologis

8
F. Penatalaksanaan Medis
1. Perawatan medis
Pasien akan tinggal di unit stroke atau unit perawatan intensif (ICU)
untuk pemantauan dan perawatan. Jika pasien menggunakan pengencer
darah, obat pembalik akan diberikan untuk mengembalikan faktor pembekuan.
Tekanan darah dikelola untuk mengurangi risiko lebih banyak perdarahan
namun memberikan aliran darah (perfusi) yang cukup ke otak. Mengontrol
tekanan intrakranial merupakan faktor pendarahan besar. Alat yang disebut
monitor ICP dapat ditempatkan langsung ke ventrikel atau di dalam otak untuk
mengukur tekanan. ICP normal adalah 20mm HG. Menghapus cairan
serebrospinal (CSF) dari ventrikel membantu mengontrol tekanan. Kateter
ventrikel (VP shunt) dapat ditempatkan untuk mengalirkan cairan CSF dan
memberikan ruang bagi hematoma untuk berkembang tanpa merusak otak.
Hiperventilasi juga membantu mengendalikan ICP. Dalam beberapa kasus,
koma dapat diinduksi dengan obat untuk menurunkan ICP.
2. Pembedahan
Tujuan pembedahan adalah menghilangkan sebanyak mungkin
bekuan darah dan menghentikan sumber perdarahan jika berasal dari
penyebab yang dapat diidentifikasi seperti AVM atau tumor. Tergantung pada
lokasi bekuan, baik kraniotomi atau aspirasi stereotactic dapat dilakukan.
Craniotomy melibatkan pemotongan lubang di tengkorak dengan bor untuk
mengekspos otak dan menghilangkan bekuan darah. Karena peningkatan
risiko pada otak, teknik ini biasanya digunakan hanya ketika hematoma dekat
dengan permukaan otak atau jika dikaitkan dengan AVM atau tumor yang juga
harus diangkat. Aspirasi bekuan stereotactic adalah operasi invasif minimal
untuk hematoma besar yang terletak jauh di dalam otak. Prosedur ini
menggunakan bingkai stereotactic untuk memandu jarum atau endoskop
langsung ke gumpalan. Panduan stereotactic seperti sistem GPS di mobil
Anda. Ini adalah navigasi berdasarkan pada pemindaian pencitraan pra-bedah
Anda. CT scan membantu menentukan lintasan terbaik ke hematoma. Di OR,
ahli bedah mengebor lubang duri kecil seukuran seperempat di tengkorak.
Dengan bantuan kerangka stereotactic, kanula berongga dilewatkan melalui

9
lubang, melalui jaringan otak, langsung ke gumpalan. Kanula berongga
melekat pada jarum suntik besar untuk menarik bagian cair bekuan darah

G. Penetalaksanaan Keperawatan
1) Anamnesa
2) Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesa yang mengarah pada keluahan keluhan
klien pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
pengkajian anmnesa, pemeriksaan fisik dilakukan dengan per sistem
(B1-B6)
3) Keadaan umum
Pada intracerebral hemorrhage umumnya mengalami penurunan
kesadaran
a) B1 (Breathing)
Perubahan pada sisitem pernafasan bergantung pada gradasi
dari perubahan jaringan serebral akibat dari pendarahan. [ada
beberapa keadaan hasil dari pemeriksaan fisik dari sistem ini
akan didapatkan
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak napas penggunaan otot bantu napas dan peningkatan
frekuensi pernapasan. Terdapat retraksi klavikula/dada,
pengembangan paru tidak simetris
Palpasi didapatkan fremitus menurun dibandingkan dengan sisi
lain akan didapatakan apabila melbatkan trauma pada rongga
thoraks
Perkusi didapatkan adanya suara redup samai pekak pada
keadaan trauma thoraks
Auskultasi didapatkan bunyi napas tambahan seperti stridor
ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk menurun karena penurunan kesadaran
b) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatakan tekanan
darah bermasalah, nadi bradikardi kulit kelihatan pucat, nadi bisa
juga cepat dan lemah.

10
c) B3 (Brain)
Pendarahan intracerebral menyebabkan berbagai defisit
neurologis terutama disebabkan pengaruh peningkatan tekanan
intrakranial akibat adanya pendarahan. Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan khusus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya, meliputi pemeriksaan
kesadaran, pemeriksaan fungsi serebral, pemeriksaan saraf
kranial, sistem motorik, pemeriksaan refleks dan sistem sensorik
d) B4 (Bladder)
Pengkajian ini meliputi keadaan urin,(warna, jumlah dan
karakteristik)
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya kesulitan menelan, nafsu makan akan
menuru, mual muntah karena peningkatana produksi asam
lambung sehingga menimbulkan permasalahan nutrisi
f) B6 (Bone)
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada seluruh
ekstrimitas, lakukan pengkajian warna kulit, suhu, kelembapan
dan turgor kulit. Adanya perubahan warna kulit warna kebiruan
mnunjukan adanya sianosis.
4) Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
a) Ketidakefektifan perfusi jaringa serebral
b) Gangguan pemenuan kebutuhan ADL
c) Kerusakan mobilitas fisik
d) Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi
e) Kerusakan komunikasi verbal
f) hipertermi
g) Resiko infeksi

11
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, 2015, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC,
Jakarta.

Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2012, Rencana Asuhan


Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Harsono, 2016, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press,


Yogyakarta.

Rochani, Siti, 2010, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah


Saraf Indonesia, Surabaya.

Susilo, Hendro, 2014, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke,


Suatu Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan

12

Anda mungkin juga menyukai