Anda di halaman 1dari 2

Logika sebagai Landasan Penalaran

Istilah “Logika” digunakan pertama kali oleh Zeno. Logika dapat berarti suatu
pertimbangan akal atau pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa.
Tetapi biasanya logika dilihat sebagai sebuah study tentang struktur atau susunan
pembahasan rasional. Logika merupakan cabang Filsafat yang mempelajari, menyelidiki
proses atau cara berpikir yang benar, yang sehat, dan patokan mana yang mesti dipatuhi agar
pernyataan yang diambil sah.

Dalam logika ada empat hukum dasar logika. Empat hukum dasar logika itu disebut
juga postulat-postulat universal semua penalaran. Keempat hukum dasar logika adalah :
hukum identitas,kontradiksi,tiada jalan tengah, dan cukup alasan.

“Hukum identitas” menyebutkan bahwa sesuatu adalah sama (identik) dengan dirinya
sendiri. Menurut hukum ini, A adalah A dan bukan yang lainnya. Contoh lain hukum ini,
korupsi adalah korupsi. Korupsi adalah bukan yang lainnya. Dalam kondisi yang tidak logis,
hukum identitas sering kali terjadi penyimpangan dalam praktiknya. Korupsi misalnya,
dibelokkan menjadi salah prosedur, sehingga seolah –olah, sesuatu yang pada awalnya
korupsi kemudian bukan lagi menjadi korupsi karena salah prosedur. Dengan demikian,
korupsi bukan lagi korupsi, atau dengan kata lain A bukan lagi A. Penyimpangan seperti ini
banyak terjadi dalam kelompok sosial yang tidak mengedepankan logika dalam kehidupan
sehari-hari.

Hukum kedua adalah “hukum kontradiksi”, yaitu hukum yang menyatakan bahwa
sesuatu pada waktu yang sama tidak dapat sekaligus memiliki sifat tertentu. Dan juga tidak
memiliki sifat tertentu itu. Contoh dari hukum ini adalah bahwa pada saat yang sama,
sekarang ini, kita tidak bisa mengatakan bahwa tembok bangunan itu berwarna putih dan
bukan putih. Contoh lain adalah bahwa suatu benda pada saat yang sama tidak dapat
memiliki sifat jelek sekaligus sifat indah.

Lagi-lagi dalam kehidupan sehari-hari hukum kontraiksi juga banyak dilanggar.


Kasus Roy marten beberapa waktu lalu, yang pada saat yang sama Ia mengampanyekan anti-
penyalahgunaan narkoba, namun pada saat yang sama sejatinya Ia masih mengonsumsi
narkoba adalah contoh penyimpangan hukum kontradiksi. Pada saat yang sama Ia memiliki
sifat tertentu (anti narkoba) sekaligus tidak memiliki sifat terttentu itu pula (mengonsumsi
narkoba). Apa yang dilakukan Roy marten tersebut adalah menyalahi hukum kontradiksi, dan
karenanya perbuatan tersebut tidak logis.

Hukum ketiga adalah “hukum tiada jalan tengah”, yang menyatakan bahwa sesuatu
itu pasti memiliki suatu sifat tertentu atau tidak memiliki sifat tertentu itu dan tidak ada
kemungkinan ketiga.

Hukum ketiga merupakan kelanjutan dari hukum kedua, yang tidak lain adalah untuk
memberi landasan bagi kejernihan dan konsistensi dalam berpikir. Dalam contoh Roy marten
kemungkinan bahwa Ia sedang coba-coba sebagai kemungkinan ketiga merupakan
kemungkinan yang ditolak. Menurut hukum ketiga, kemungkinannya adalah dua, yakni
penyalahgunaan narkoba atau bukan penyalahgunaan narkoba. Tidak ada kemungkinan lain
sebagai kemungkinan ketiga.

Hukum terakhir adalah “hukum cukup alasan”, yang menjelaskan bahwa jika terjadi
perubahan pada sesuatu, perubahan itu harus berdasarkan alasan yang cukup memadahi dan
cukup dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Indikator rasional menjadi penting
karena kebenaran yang paling bisa dipertanggungjawabkan adalah kebenaran ilmiah.

Perubahan harga BBM misalnya, mesti disertai argumentasi yang rasional sekaligus
cukup jelas bagi rakyat kebanyakan. Penjelasan yang melulu dari perspektif ekonomi bukan
merupakan penjelasan yang cukup alasan untuk menaikan harga BBM. Penjelasan yang
cukup adalah penjelasan yang komperhensif (menyeluruh) dari segala aspek kehidupan
masyarakat kebanyakan, yakni menyangkut pula aspek sosial, politik, hingga budaya.

Santo Zeno

Patung dari Santo Zeno yang terdapat di Basilika


Santo Zeno

Lahir 300, Mauretania

Wafat 12 April 371, Verona

Hari peringatan 12 April; 21 Mei

Anda mungkin juga menyukai