Referat Disfagia Siti Nurdianti
Referat Disfagia Siti Nurdianti
DISFAGIA
Disusun oleh :
Siti Nurdianti
1102014253
Pembimbing :
Letkol CKM dr. Moh. Andi Fatkhurokhman, Sp THT-KL
Kol (Purn) dr. Tri Damijatno, Sp.THT-KL
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 2
BAB I ......................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 3
BAB II ....................................................................................................................................... 5
ANATOMI DAN FISIOLOGI ................................................................................................ 5
2.1. ANATOMI ..................................................................................................................... 5
2.2. FISIOLOGI MENELAN ............................................................................................ 11
BAB III.................................................................................................................................... 17
DISFAGIA .............................................................................................................................. 17
3.1. DEFINISI ................................................................................................................. 17
3.2. EPIDEMIOLOGI .................................................................................................... 17
3.3. ETIOLOGI .............................................................................................................. 18
3.4. PATOFISIOLOGI .................................................................................................. 19
3.5. PATOGENESIS ...................................................................................................... 22
3.6. TANDA DAN GEJALA .......................................................................................... 22
3.7. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN FISIK ........................................................ 24
3.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG ........................................................................... 26
3.9. DIAGNOSIS BANDING ........................................................................................ 27
3.10. KOMPLIKASI ..................................................................................................... 27
3.11. PENATALAKSANAAN ..................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 32
2
BAB I
PENDAHULUAN
Disfagia berasal dari kata Yunani yang berarti gangguan makan. Disfagia biasanya
mengacu pada kesulitan dalam makan sebagai akibat dari gangguan dalam proses menelan.
Disfagia dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan seseorang karena risiko aspirasi
pneumonia, malnutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, dan obstruksi jalan napas. Sejumlah
etiologi telah dikaitkan dengan disfagia pada populasi dengan kondisi neurologis dan non-
neurologic.
Gangguan yang dapat menyebabkan disfagia dapat mempengaruhi proses menelan
pada fase oral, faring, atau esofagus. Anamnesis secara menyeluruh dan pemeriksaan fisik
dengan teliti sangat penting dalam diagnosis dan pengobatan disfagia. Pemeriksaan fisik harus
mencakup pemeriksaan leher, mulut, orofaring, dan laring. Pemeriksaan neurologis juga harus
dilakukan. Pemeriksaan endoskopi serat optik pada proses menelan mungkin diperlukan.
Gangguan menelan mulut dan faring biasanya memerlukan rehabilitasi, termasuk modifikasi
diet dan pelatihan teknik dan manuver menelan. Pembedahan jarang diindikasikan untuk pasien
dengan gangguan menelan. Pada pasien dengan gangguan berat, makanan sulit melewati
rongga mulut dan faring secara keseluruhan dan pemberian nutrisi enteral mungkin diperlukan.
Pilihan meliputi gastrostomy endoskopi perkutan dan kateterisasi intermiten oroesophageal.
Pemeriksaan endoskopi serat optik mungkin diperlukan. Gangguan menelan oral dan
faringeal biasanya mampu untuk rehabilitasi, termasuk modifikasi diet dan pelatihan tehnik
dan manuver menelan. Pembedahan jarang diindikasikan untuk pasien dengan gangguan
menelan. Pada pasien dengan gangguan yang parah, memintas rongga mulut dan faring
didalam keseluruhannya dan memberikan nutrisi enteral mungkin diperlukan. Piliha yang
tersedia antara lain percutaneous endoscopic gastrostomy dan kateterisasi
oroesophageal intermiten
Disfagia telah dilaporkan dalam beberapa jenis gangguan, dan dapat digolongkan
sebagai neurologis dan non neurologis. Gangguan menelan neurologis ditemui lebih sering
pada unit rehabilitasi medis daripada spesialisasi kedokteran lainnya. Stroke adalah penyebab
utama dari disfagia neurologis. Sekitar 51-73% pasien dengan stroke mengalami disfagia, yang
merupakan faktor resiko bermakna berkembangnya pneumonia, hal ini dapat juga menunda
pemulihan fungsional pasien. Oleh karenanya, deteksi dini dan pengobatan disfagia pada
pasien yang telah mengalami stroke adalah sangat penting.
3
4
BAB II
2.1. ANATOMI
1. Anatomi faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan (osefagus), panjangnya ± 12 cm. Letaknya setinggi vertebra
servikalis IV ke bawah setinggi tulang rawan krikoidea. Faring di bentuk oleh
jaringan yang kuat dan jaringan otot melingkar, kantung fibromuskuler yang
bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Di
dalam faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak
mengandung limfosit untuk mempertahankan tubuh terhadap infeksi, menyaring
dan mematikan bakteri / mikroorganisme yang masuk melalui jalan pencernaan dan
pernafasan. Faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan
berhubungan dengan rongga mulut melalui isthmus faucium, sedangkan dengan
laring di bawah berhubungan melalui aditus pharyngeus, dan ke bawah
berhubungan esofagus. Faring berlanjut ke oseofagus untuk pencernaan makanan.
Faring terdiri atas :
2. Anatomi esofagus
5
Esofagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung,
panjangnya sekitar 9 sampai dengan 25 cm dengan diameter sekitar 2,54 cm, mulai
dari faring sampai pintu masuk kardiak di bawah lambung. Esofagus berawal pada
area laringofaring, melewati diafragma dan diatus esofagus. Esofagus terletak
dibelakang trakea dan didepan tulang punggung setelah melalui toraks menembus
diafragma masuk ke dalam abdomen menyambung dengan lambung.
Lapisan terdiri dari 4 lapis yaitu mucosa, submucosa, otot (longitudinal dan
sirkuler), dan jaringan ikat renggang. Makanan atau bolus berjalan dalam oesofagus
karena gerakan peristaltik, yang berlangsung hanya beberapa detik saja.
Fungsi esofagus adalah menggerakkan makanan dari faring ke lambung melalui
gerak peristaltis. Mukosa esofagus memproduksi sejumlah besar mucus untuk
melumasi dan melindungi esofagus tetapi esofagus tidak memproduksi enzim
pencernaan.
3. Anatomi laring
Larynx (laring) atau tenggorokan merupakan salah satu saluran pernafasan
(tractus respiratorius). Laring membentang dr laryngoesophageal junction dan
menghubungkanfaring (pharynx) dg trachea. Laring terletak setinggi Vertebrae
Cervical IV – VI.
Cartilago Larynx
6
Laring dibentuk oleh beberapa cartilage, antara lain :
Cartilago epiglottica
Cartilago elastic berbentuk daun terletak di posterior dari radix linguae. Berhubungan dengan
corpus ossis hyoidea di anterior nya dan cartilage thyroidea di posterior nya. Sisi epiglottis
berhubungan dg cartilage arytenoidea mll plica aryepiglottica. Sedangkan di superiornya
bebas dan membrane mucosa nya melipat ke depan dan berlanjut meliputi permukaan
posterior lidah sebagai plica glossoepiglottica mediana et lateralis. Dimana diantaranya
terdapat cekungan yang disebut dengan valecullae
Cartilago thyroidea
Terdiri atas 2 lamina cartylago hyaline yg bertemu di linea mediana anterior mjd sebuah
tonjolan sudut V yang disebut dg Adam’s apple/ commum adamum/ prominentia piriformis
(jakun). Pinggir posterior tiap lamina menjorok ke atas membentuk cornu superior dan ke
bawah membentuk cornu inferior. Pd permukaan luar lamina terdapat line oblique sbg tempat
melekatnya m. sternothyroideus, m. thyrohyoideeus, dan m. constrictor pharyngis inferior.
Cartilago cricoidea
Merupakan cartilage yang berbentuk cincin utuh dan terletak di bawah dari cartilago
thyroidea. Cartilage ini mempunyai arcus anterior yang sempit dan lamina posterior yang
lebar. Pada bagian lateral nya ada facies articularis sirkular yang akan bersendi dengan cornu
inferior cartilage thyroidea. Sedangkan di bagian atasnya terdapat facies articularis yang akan
bersendi dengan basis cartilage arytenoidea.
Cartilago arytenoidea
7
Merupakan cartilage kecil berbentuk pyramid yang terletak di belakang dari larynx pada
pinggir atas lamina cartilage cricoidea. Masing-masing cartilago memiliki apex di bagian atas
dan basis di bagian bawahnya. Dimana bagian apex nya ini akan menyangga dair cartilage
corniculata, sedangkan pada bagian basis nya bersendi dengan cartilage cricoidea. Pada
basisnya terdapat 2 tonjolan yaitu proc. Vocalis yang menonjol horizontal ke depan
merupakan perlekatan dari lig. Vocale, dan proc. Muscularis yang menonjol ke lateral dan
merupakan perlekatan dari m. crycoarytenoideus lateralis et posterior.
Cartilago cuneiformis (Wrisbergi)
Merupakan cartilage kecil berbentuk batang yang terdapat di dalam 1 plica aryepiglottica
yang berfungsi untuk menyokong plica tersebut.
Aditus Laryngis
Merupakan pintu masuk larynx yang menghadap ke dorsocranial dan menghadap ke
laryngopharynx. Aditus laryngis memiliki syntopi :
- Ventral : pinggir atas epiglottis
- Lateral : plica aryepiglottica.
- Dorsocaudal : membrane mucosa antar cartilage arytenoidea.
8
Cavitas Laryngis
Cavitas laryngis terbentang dari aditus laryngis hingga ke pinggir bawah cartilage cricoidea
dan di bagi menjadi 3 bagian :
1. Bagian atas (vestibulum laryngis)
Terbentang dari aditus laryngis hingga ke plica vestibularis. Rima vestibularis adalah
celah di antara plica vestibularis. Sedangkan, lig. Vestibulare terletak dalam plica
vestibularis
2. Bagian tengah (Recessus laryngeus)
Terbentang dari plica vestibularis hingga setinggi plica vocalis yang berisi lig. Vocalis.
Rima glottidis adalah celah di antara plico vocalis. Diantara plica vestibularis dan plica
vocalis ini terdapat recessus kecil yaitu sinus laryngis dan ventriculus laryngis.
3. Bagian bawah. (Fossa infraglottidis)
9
Adapun fungsinya :
1. Mengatur Rima Glottidis
a. Membuka : m.cricoarytenoidea posterior
b. Menutup : m. cricoarytenoidea lateral, m. arytenoidea transversa, m. cricothyroidea, dan
m. thyroarytenoidea
2. Mengatur ketegangan lig.vocale
a. Menegangkan : m.cricothyroidea
b. Mengendorkan : m. thyroarytenoidea
3. Mengatur aditus laryngeus
a. Membuka : m. thyroepiglotticus
b. Menutup : m. aryepiglotticus dan m. arytenoideus obliquus
10
Vaskularisasi Larynx
Suplai arteri berasal dari R. laryngeus superior a. thyroidea superior. Dan bagian bawah
divaskularisasi oleh R. laryngeys inferior a. thyroidea inferior. Sedangkan aliran limfenya
bermuara ke nodi lymphoidei cervicales profundi.
Selama proses menelan, otot-otot diaktifkan secara berurutan dan secara teratur dipicu
dengan dorongan kortikal atau input sensoris perifer. Begitu proses menelan dimulai, jalur
aktivasi otot beruntun tidak berubah dari otot-otot perioral menuju kebawah. Jaringan saraf,
yang bertanggung jawab untuk menelan otomatis ini, disebut dengan pola generator pusat.
Batang otak, termasuk nucleus tractus solitarius dan nucleus ambiguus dengan formatio
retikularis berhubungan dengan kumpulan motoneuron kranial, diduga sebagai pola generator
pusat.
Dalam proses menelan akan terjadi hal hal berikut :
1. Pembentukan bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik
2. Upaya sfingter mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan
3. Mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi
4. Mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring
5. Kerjasama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus makanan ke
arah lambung
6. Usaha membersihkan kembali esofagus
11
Tiga Fase Menelan
Deglutition adalah tindakan menelan, dimana bolus makanan atau cairan dialirkan dari
mulut menuju faring dan esofagus ke dalam lambung. Deglutition normal adalah suatu proses
halus terkoordinasi yang melibatkan suatu rangkaian rumit kontraksi neuromuskuler valunter
dan involunter dan dan dibagi menjadi bagian yang berbeda.
1. Fase Oral
Fase oral terjadi secara sadar. Fase persiapan oral merujuk kepada pemrosesan bolus
sehingga dimungkinkan untuk ditelan, dan fase propulsif oral berarti pendorongan makanan
dari rongga mulut ke dalam orofaring. Prosesnya dimulai dengan kontraksi lidah dan otot-otot
rangka mastikasi. Otot bekerja dengan cara yang berkoordinasi untuk mencampur bolus
makanan dengan saliva dan membentuk bolus makanan kemudian mendorong bolus makanan
dari rongga mulut di bagian anterior ke dalam orofaring, dimana reflek menelan involunter
dimulai. Bolus ini bergerak dari rongga mulut melalui dorsum lidah, terletak di tengah lidah
akibat kontraksi otot intrinsik lidah.
12
Cerebellum mengendalikan output untuk nuklei motoris nervus kranialis V
(trigeminal), VII (facial), dan XII (hypoglossal).
Dengan menelan suatu cairan, keseluruhan urutannya akan selesai dalam 1 detik. Untuk
menelan makanan padat, suatu penundaaan selama 5-10 detik mungkin terjadi ketika bolus
berkumpul di orofaring.
2. Fase Faringeal
Fase faringeal terjadi pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus makanan dari faring
ke esofagus. Aspirasi paling sering terjadi pada fase ini.
13
Bolus makanan tidak masuk ke dalam saluran napas,
Bolus makanan ke arah esofagus karena valekula dan sinus piriformis dalam keadaan lurus
Fase faringeal pada proses menelan adalah involunter dan kesemuanya adalah reflek,
jadi tidak ada aktivitas faringeal yang terjadi sampai reflek menelan dipicu. Reflek ini
melibatkan traktus sensoris dan motoris dari nervus kranialis IX (glossofaringeal) dan X
(vagus).
3. Fase Esophageal
Fase esophageal adalah fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke lambung.
Pada fase esophageal, bolus didorong kebawah oleh gerakan peristaltik. Sphincter esophageal
bawah relaksasi pada saat mulai menelan, relaksasi ini terjadi sampai bolus makanan mecapai
lambung.
Rangsangan bolus makanan pada akhir fase faringal, Gerak bolus makanan di esofagus
bagian atas yang dipengaruhi kontraksi m.konstriktor faring inferior pada akhir fase faringal.
Relaksasi m.krikofaring,
Introitus esofagus terbuka,
Bolus makanan masuk ke dalam esofagus
Pada akhri kase esofagal, sfingter esofagus akan terbuka ketika dimulainya peristaltik
esofagus servikal untuk mendorong bolus makanan ke distal. Setelah makanan lewat, sfingter
akan menutup
14
Suatu interval selama 8-20 detik mungkin diperlukan untuk kontraksi dalam
menodorong bolus ke dalam lambung.
15
Gambar patofisiologi proses menelan :
16
BAB III
DISFAGIA
3.1. DEFINISI
Dysphagia didefinisikan sebagai kesulitan makan. Dysphagia adalah perkataan
yang berasal dari bahasa Yunani dys yang berarti kesulitan atau gangguan, dan phagia
berarti makan. Disfagia berhubungan dengan kesulitan makan akibat gangguan dalam
proses menelan. Kesulitan menelan dapat terjadi pada semua kelompok usia, akibat dari
kelainan kongenital, kerusakan struktur, dan/atau kondisi medis tertentu. Penderita disfagia
mengeluh sulit menelan atau makanan terasa tidak turun ke lambung. Disfagia harus
dibedakan dengan odinofagia (sakit waktu menelan). Disfagia dapat disebabkan oleh
gangguan pada masing-masing fase menelan yaitu pada fase orofaringeal dan fase
esofageal.
Keluhan disfagia pada fase orofaringeal berupa keluhan adanya regurgitasi ke
hidung, terbatuk waktu berusaha menelan atau sulit untuk mulai menelan. Sedangkan
disfagia fase esofageal, pasien mampu menelan tetapi terasa bahwa yang ditelan terasa tetap
mengganjal atau tidak mau turun serta sering disertai nyeri retrosternal. Disfagia yang pada
awalnya terutama terjadi pada waktu menelan makanan padat dan secara progresif
kemudian terjadi pula pada makanan cair, diperkirakan bahwa penyebabnya adalah
kelainan mekanik atau struktural. Sedangkan bila gabungan makanan padat dan cair
diperkirakan penyebabnya adalah gangguan neuro muskular. Bila keluhan bersifat
progresif bertambah berat, sangat dicurigai adanya proses keganasan.
3.2.EPIDEMIOLOGI
17
Pneumonia terjadi pada sekitar 34% dari seluruh kematian terkait stroke dan
merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak pada bulan pertama setelah mengalami
stroke, meskipun tidak seluruh kasuspneumonia berkaitan dengan aspirasi makanan.
Oleh karenanya, deteksi dini dan pengobatan disfagia pada pasien yang telah
mengalami strokes adalah sangat penting.
3.3.ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi :
1. Disfagia mekanik
Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen esophagus. Penyebab
utama disfagia mekanik adalah sumbatan lumen esophagus oleh Massa tumor dan
benda asing. Penyebab lain adalah akibar peradangan mukosa esophagus, striktur
lumen esophagus, serta akibat penekanan lumen esophagus dari luar, misalnya
pembesaran kelenjar timus, kelenjar tiroid, kelenjar getah bening di mediastinum,
pembesaran jantung, dan elongasi aorta
2. Disfagia motorik
Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuscular yang
berperan dalam proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan
saraf otak n. V, n. VII, n. IX, n. X dan n. XII, kelumpuhan otot faring dan lidah
serta gangguan peristaltic esophagus dapat menyebabkan disfagia. Penyebab utama
dari disfagia motorik adalah akalasia, spasme difus esophagus, kelumpuhan otot
faring dan skleroderma esophagus
3. Disfagia oleh gangguan emosi atau tekanan jiwa yang berat
Keluhan disfagia dapat juga timbul bila terdapat gangguan emosi atau tekanan
jiwa yang berat. Kelainan ini dikenal sebagai globushisterikus .
18
gravis, kelainan muskular, tumor, divertikulum Zenker, gangguan motilitas/sfingter
esofagus atas.
2. Fase esofageal:
Disfagia esophagus adalah kesulitan transportasi makanan ke kerongkongan. Hal
ini diakibatkan oleh gangguan motilitas baik atau obstruksi mekanis. Misalnya oleh
karena nflamasi, striktur esofagus, tumor, ring/web, penekanan dari luar esofagus,
akalasia, spasme esofagus difus, skleroderma.
3.4.PATOFISIOLOGI
Fase Oral
Gangguan pada fase Oral mempengaruhi persiapan dalam mulut dan fase pendorongan
oral biasanya disebabkan oleh gangguan pengendalian lidah. Pasien mungkin memiliki
kesulitan dalam mengunyah makanan padat dan permulaan menelan. Ketika meminum
cairan, pasien mungkin kesulitan dalam menampung cairan dalam rongga mulut sebelum
menelan. Sebagai akibatnya, cairan tumpah terlalu cepat kedalam faring yang belum siap,
seringkali menyebabkan aspirasi.
Tidak mampu menampung makanan di bagian depan mulut karena tidak rapatnya
pengatupan bibir
Tidak dapat mengumpulkan bolus atau residu di bagian dasar mulut karena
berkurangnya pergerakan atau koordinasi lidah
Tidak dapat menampung bolus karena berkurangnya pembentukan oleh lidah dan
koordinasinya
Tidak mampu mengatupkan gigi untuk mengurangi pergerakan mandibula
Bahan makanan jatuh ke sulcus anterior atau terkumpul pada sulcus anterior karena
berkurangnya tonus otot bibir.
Posisi penampungan abnormal atau material jatuh ke dasar mulut karena dorongan lidah
atau pengurangan pengendalian lidah
Penundaan onset oral untuk menelan oleh karena apraxia menelan atau berkurangnya
sensibilitas mulut
19
Pencarian gerakan atau ketidakmampuan untuk mengatur gerakan lidah karena apraxia
untuk menelan
Lidah bergerak ke depan untuk mulai menelan karena lidah kaku.
Sisa-sisa makanan pada lidah karena berkurangnya gerakan dan kekuatan lidah
Gangguan kontraksi (peristalsis) lidah karena diskoordinasi lidah
Kontak lidah-palatum yang tidak sempurna karena berkurangnya pengangkatan lidah
Tidak mampu meremas material karena berkurangnya pergerakan lidah ke atas
Melekatnya makanan pada palatum durum karena berkurangnya elevasi dan kekuatan
lidah
Bergulirnya lidah berulang pada Parkinson disease
Bolus tak terkendali atau mengalirnya cairan secara prematur atau melekat pada faring
karena berkurangnya kontrol lidah atau penutupan linguavelar
Piecemeal deglutition
Waktu transit oral tertunda
Fase Faringeal
Jika pembersihan faringeal terganggu cukup parah, pasien mungkin tidak akan mampu
menelan makanan dan minuman yang cukup untuk mempertahankan hidup. Pada orang
tanpa dysphasia, sejumlah kecil makanan biasanya tertahan pada valleculae atau sinus
pyriform setelah menelan. Dalam kasus kelemahan atau kurangnya koordinasi dari otot-
otot faringeal, atau pembukaan yang buruk dari sphincter esofageal atas, pasien mungkin
menahan sejumlah besar makanan pada faring dan mengalami aspirasi aliran berlebih
setelah menelan.
20
Sisa makanan pada vallecular karena berkurangnya pergerakan posterior dari dasar
lidah
Perlengketan pada depresi di dinding faring karena jaringan parut atau lipatan faringeal
Sisa makanan pada puncak jalan napas karena berkurangnya elevasi laring
Penetrasi dan aspirasi laringeal karena berkurangnya penutupan jalan napas
Aspirasi pada saat menelan karena berkurangnya penutupan laring
Stasis atau residu pada sinus pyriformis karena berkurangnya tekanan laringeal anterior
Fase Esophageal
Aspirasi
Aspirasi adalah masuknya makanan atu cairan melalui pita suara. Seseorang yang
mengalami aspirasi beresiko tinggi terkena pneumonia. Beberapa faktor yang
mempengaruhi efek dari aspirasi adalah banyaknya, kedalaman, keadaan fisik benda yang
teraspirasi, dan mekanisme pembersihan paru. Mekanisme pembersihanpasu antara lain
kerja silia dan reflek batuk. Aspirasi normalnya memicu refleks batuk yang kuat. Jika ada
gangguan sensosris, aspirasi dapat terjadi tanpa gejala.
21
3.5.PATOGENESIS
Obstruksi lumen esofagus atau orofaring akibat lesi intrinsik pada dinding, kompresi
ekstrinsik atau benda asing dalam lumen.
Penyebab meliputi :
Kelainan neuromuskular yang mengganggu koordinasi aliran makanan dan cairan yang
normal dari esofagus ke lambung.
Penyebab meliputi:
Kecelakaan serebro-vaskular
Penyakit motor neuron
Sklerosis multipel
Miastenia gravis
Polimiositis, dermatomiositis, Skleroderma
Miopati tirotoksik
22
Perubahan pola makan
Pneumonia berulang
Perubahan suara (wet voice)
Regusgitasi Nasal
2. Disfagia Esophageal
Sensasi makanan tersangkut di tenggorokan atau dada
Regurgitasi Oral atau faringeal
Perubahan pola makan
Pneumonia rekuren
Keluhan lain : mual, muntah, rasa panas di dada, hematemesis, melena, odinofagia
( rasa nyeri saat menelan ), hipersalivasi.
Kesulitan dalam membersihkan faring posterior, sering disertai dengan regurgitasi
nasal dan aspirasi pulmoner, hampir selalu berkaitan dengan kelainan
neuromuskular orofaring. Pada kasus-kasus demikian, makanan padat dan cair
keduanya dapat mencetuskan gejala-gejala.
Disfagi untuk makanan padat dan cair pada penderita yang dapat membersihkan
faring posterior mengarah pada kelainan esofagus seperti spasme esofagus difus,
akalasia atau skleroderma. Disfagi khas bersifat intermiten dan tidak progresif.
Disfagi yang progresif lambat, pada awalnya terbatas untuk makanan padat, pada
penderita dengan riwayat refluks gastro-esofagus sebelumnya, mengarah pada
striktur peptik.
Disfagi yang cepat progresif, terutama pada penderita tua, khas untuk lesi
obstruktif ganas.
Nyeri dada disertai dengan disfagi mempunyai nilai diagnostik terbatas dan terjadi
baik pada spasme esofagus maupun pada tiap lesi obstruktif.
23
3.7.DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN FISIK
Fluoroskopi Manometri
ANAMNESIS
1. Identitas pasien
2. Keluhan Utama
- Setiap makan muntah
- Apakah muntah sebelum makanan atau sesudah makan? Setelah makan 1-2
jam?
- Bagaimana bentuk muntahnya? Muntah seperti apa yang sudah dimakan
- Sudah berapa lama muntah terjadi ?
- Apakah hilang timbul atau terus menerus muntahnya?
- Hal apakah yang dapat memperberat dan memperingan muntah?
- Apakah saat anda muntah terasa asam/ pahit atau tidak ada rasa?
24
- Apakah anda merasa saat makan ada yang mengganjal/ sesuatu nyangkut
ditenggorokan?
- Apakah ada gangguan saat menelan?
- Jika : Iya, apakah lebih mudah menelan makanan padat atau makanan cair?
Makanan cair lebih susah ditelan daripada makanan padat?
- Jika : Tidak. Bagaimana posisi anda saat makan, apakah berbaring atau duduk?
3. Keluhan Tambahan
- Apakah nafsu makanan anda menurun?
- Apakah disertai penurunanan berat badan ?
- Apakah disertai nyeri dada? Menjalar atau tidak? Jika iya : menjalarnya dari
mana sampai mana ?
- Saat kapan dan aktivitas apa yang dapat memperberat dan memperingan nyeri
dada?
- Apakah disertai batuk? Batuknya berdahak/berdarah/kering? Batuk terjadi pada
malam/pagi/ siang
4. Riwayat Penyakit Dahulu : Pernah mengalami seperti ini sebelumnya?
5. Riwayat Penyakit Keluarga : Apakah keluarga mengalami hal yang sama? Siapa?
Sejak kapan?
6. Riwayat Psikososial :
- Bagaimana lingkungan tempat tinggal/lingkungan kerja?
- Apakah anda mengkonsumsi makanan yang diolah dirumah atau beli diluar
rumah?
- Bagaimana pola makan anda? Jenis makanan apa saja yang anda konsumsi?
- Apakah anda mengkonsumsi makanan berlemak?
- Apakah anda mengkonsumsi minum alkohol?
- Apakah sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu dalam jangka panjang
(kortikosteroid)? obat apa?
- Apakah anda merasa stress terhadap pekerjaan/aktivitas anda sehari-hari?
- Apakah anda mengkonsumsi bahan-bahan korosif?
- Apakah sebelumnya anda melakukan operasi pada bagian esophagus?
7. Riwayat Pengobatan : Apakah pernah diobati sebelumnya?Obat jenis apa?
Bagaimana hasilnya?
8. Riwayat Alergi : Apakah anda memiliki riwayat alergi pada serbuk tumbuhan, debu,
dan lain-lain?
25
PEMERIKSAAN FISIK
- Pada Pemeriksaan fisik, periksa mekanisme motoris oral dan laryngeal.
Pemeriksaan nervus V dan VII-XII penting dalam menentukan bukti fisik dari
disfagia orofaringeal.
- Pengamatan langsung penutupan bibir, rahang, mengunyah, pergerakan dan
kekuatan lidah, elevasi palatal dan laryngeal, salivasi, dan sensitifitas oral.
- Perabaan daerah leher
- Periksa kesadaran dan status kognitif pasien karena dapat mempengaruhi keamanan
menelan dan kemampuan kompensasinya.
- Dysphonia dan dysarthria adalah tanda disfungsi motoris struktur-struktur yang
terlibat pada menelan.Periksa mukosa dan gigi geligi mulut
- Periksa reflek muntah.
- Periksa fungsi pernapasan
- Tahap terakhir adalah pengamatan langsung aktivitas menelan. Setelah menelan,
amati pasien selama 1 menit atau lebih jika ada batuk tertunda
- Periksa pembesaran jantung, elongasi aorta
Gambar Ro. :
26
Akalasia Sriktur esofagus
Gambar CT scan :
3.9.DIAGNOSIS BANDING
3.10. KOMPLIKASI
27
Disfagia menyebabkan penurunan pemasukan kkal- atau makanan yang
mengandung protein sehingga harus diperhatikan apakah pasien mengalami
kekurangan kalori protein (KKP).
Penderita disfagia akan mengalami kesulitan menelan makanan sehingga suplai
nutrisi yang dibutuhkan tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan
cairan berkurang. Dampak lanjut akan mengalami defisiensi zat gizi dan tubuh
mengalami gangguan metabolisme.
3.11. PENATALAKSANAAN
28
pemberian makanan, seperti suatu selang makanan (NGT), yang memotong bagian
menelan yang tidak mampu bekerja normal
Modifikasi diet
Merupakan komponen kunci dalam program pengobatan umum disfagia. Suatu diet
makanan yang berupa bubur direkomendasikan pada pasien dengan kesulitan pada
fase oral, atau bagi mereka yang memiliki retensi faringeal untuk mengunyah
makanan padat.
Jka fungsi menelan sudah membaik, diet dapat diubah menjadi makanan lunak atau
semi-padat sampai konsistensi normal.
Suplai Nutrisi
Efek disfagia pada status gizi pasien adalah buruk. Disfagia dapat menyebabkan
malnutrisi
Banyak produk komersial yang tersedia untuk memberikan bantuan nutrisi. Bahan-
bahan pengental, minuman yang diperkuat, bubur instan yang diperkuat, suplemen
cair oral. Jika asupan nutrisi oral tidak adekuat, pikirkan pemberian parenteral.
Hidrasi
29
Pembedahan
o Pembedahan gastrostomy
o Cricofaringeal myotomy
Injeksi botulinum toxin kedalam PES telah diperkenalkan sebagai ganti dari
CPM.
30
BAB IV
KESIMPULAN
31
DAFTAR PUSTAKA
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima Jilid I. 2009. Interna Publishing: Jakarta
Guyton, A.C and Hall, J.E. 2007. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia, PA,
USA: Elsavier Saunders
Hayes C. Peter, dkk. Segi Praktis Gastroenterologi dan Hepatologi. 1988. Binarupa Aksara :
Jakarta.
Mary Courtney Moore. Buku Pedoman Terapi Diet dan Nutrisi Edisi II.
Paulsen, F danWaschke, J. 2013. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia Jilid I edisi 23. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Soepardi, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi 7.
2012. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
William F. Ganong. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. 2001. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta
32