Anda di halaman 1dari 32

REFERAT

DISFAGIA

Disusun oleh :
Siti Nurdianti
1102014253

Pembimbing :
Letkol CKM dr. Moh. Andi Fatkhurokhman, Sp THT-KL
Kol (Purn) dr. Tri Damijatno, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK BAG. ILMU TELINGA, HIDUNG, DAN


TENGGOROK RUMAH SAKIT TK. II MOH. RIDWAN MEUREKSA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA
PERIODE 07 OKTOBER 2019 – 09 NOVEMBER 2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................. 2
BAB I ......................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 3
BAB II ....................................................................................................................................... 5
ANATOMI DAN FISIOLOGI ................................................................................................ 5
2.1. ANATOMI ..................................................................................................................... 5
2.2. FISIOLOGI MENELAN ............................................................................................ 11
BAB III.................................................................................................................................... 17
DISFAGIA .............................................................................................................................. 17
3.1. DEFINISI ................................................................................................................. 17
3.2. EPIDEMIOLOGI .................................................................................................... 17
3.3. ETIOLOGI .............................................................................................................. 18
3.4. PATOFISIOLOGI .................................................................................................. 19
3.5. PATOGENESIS ...................................................................................................... 22
3.6. TANDA DAN GEJALA .......................................................................................... 22
3.7. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN FISIK ........................................................ 24
3.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG ........................................................................... 26
3.9. DIAGNOSIS BANDING ........................................................................................ 27
3.10. KOMPLIKASI ..................................................................................................... 27
3.11. PENATALAKSANAAN ..................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 32

2
BAB I

PENDAHULUAN

Disfagia berasal dari kata Yunani yang berarti gangguan makan. Disfagia biasanya
mengacu pada kesulitan dalam makan sebagai akibat dari gangguan dalam proses menelan.
Disfagia dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan seseorang karena risiko aspirasi
pneumonia, malnutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, dan obstruksi jalan napas. Sejumlah
etiologi telah dikaitkan dengan disfagia pada populasi dengan kondisi neurologis dan non-
neurologic.
Gangguan yang dapat menyebabkan disfagia dapat mempengaruhi proses menelan
pada fase oral, faring, atau esofagus. Anamnesis secara menyeluruh dan pemeriksaan fisik
dengan teliti sangat penting dalam diagnosis dan pengobatan disfagia. Pemeriksaan fisik harus
mencakup pemeriksaan leher, mulut, orofaring, dan laring. Pemeriksaan neurologis juga harus
dilakukan. Pemeriksaan endoskopi serat optik pada proses menelan mungkin diperlukan.
Gangguan menelan mulut dan faring biasanya memerlukan rehabilitasi, termasuk modifikasi
diet dan pelatihan teknik dan manuver menelan. Pembedahan jarang diindikasikan untuk pasien
dengan gangguan menelan. Pada pasien dengan gangguan berat, makanan sulit melewati
rongga mulut dan faring secara keseluruhan dan pemberian nutrisi enteral mungkin diperlukan.
Pilihan meliputi gastrostomy endoskopi perkutan dan kateterisasi intermiten oroesophageal.
Pemeriksaan endoskopi serat optik mungkin diperlukan. Gangguan menelan oral dan
faringeal biasanya mampu untuk rehabilitasi, termasuk modifikasi diet dan pelatihan tehnik
dan manuver menelan. Pembedahan jarang diindikasikan untuk pasien dengan gangguan
menelan. Pada pasien dengan gangguan yang parah, memintas rongga mulut dan faring
didalam keseluruhannya dan memberikan nutrisi enteral mungkin diperlukan. Piliha yang
tersedia antara lain percutaneous endoscopic gastrostomy dan kateterisasi
oroesophageal intermiten
Disfagia telah dilaporkan dalam beberapa jenis gangguan, dan dapat digolongkan
sebagai neurologis dan non neurologis. Gangguan menelan neurologis ditemui lebih sering
pada unit rehabilitasi medis daripada spesialisasi kedokteran lainnya. Stroke adalah penyebab
utama dari disfagia neurologis. Sekitar 51-73% pasien dengan stroke mengalami disfagia, yang
merupakan faktor resiko bermakna berkembangnya pneumonia, hal ini dapat juga menunda
pemulihan fungsional pasien. Oleh karenanya, deteksi dini dan pengobatan disfagia pada
pasien yang telah mengalami stroke adalah sangat penting.

3
4
BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI

2.1. ANATOMI
1. Anatomi faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan (osefagus), panjangnya ± 12 cm. Letaknya setinggi vertebra
servikalis IV ke bawah setinggi tulang rawan krikoidea. Faring di bentuk oleh
jaringan yang kuat dan jaringan otot melingkar, kantung fibromuskuler yang
bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Di
dalam faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak
mengandung limfosit untuk mempertahankan tubuh terhadap infeksi, menyaring
dan mematikan bakteri / mikroorganisme yang masuk melalui jalan pencernaan dan
pernafasan. Faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan
berhubungan dengan rongga mulut melalui isthmus faucium, sedangkan dengan
laring di bawah berhubungan melalui aditus pharyngeus, dan ke bawah
berhubungan esofagus. Faring berlanjut ke oseofagus untuk pencernaan makanan.
Faring terdiri atas :

2. Anatomi esofagus

5
Esofagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung,
panjangnya sekitar 9 sampai dengan 25 cm dengan diameter sekitar 2,54 cm, mulai
dari faring sampai pintu masuk kardiak di bawah lambung. Esofagus berawal pada
area laringofaring, melewati diafragma dan diatus esofagus. Esofagus terletak
dibelakang trakea dan didepan tulang punggung setelah melalui toraks menembus
diafragma masuk ke dalam abdomen menyambung dengan lambung.
Lapisan terdiri dari 4 lapis yaitu mucosa, submucosa, otot (longitudinal dan
sirkuler), dan jaringan ikat renggang. Makanan atau bolus berjalan dalam oesofagus
karena gerakan peristaltik, yang berlangsung hanya beberapa detik saja.
Fungsi esofagus adalah menggerakkan makanan dari faring ke lambung melalui
gerak peristaltis. Mukosa esofagus memproduksi sejumlah besar mucus untuk
melumasi dan melindungi esofagus tetapi esofagus tidak memproduksi enzim
pencernaan.

3. Anatomi laring
Larynx (laring) atau tenggorokan merupakan salah satu saluran pernafasan
(tractus respiratorius). Laring membentang dr laryngoesophageal junction dan
menghubungkanfaring (pharynx) dg trachea. Laring terletak setinggi Vertebrae
Cervical IV – VI.

Cartilago Larynx

6
Laring dibentuk oleh beberapa cartilage, antara lain :

Cartilago epiglottica
Cartilago elastic berbentuk daun terletak di posterior dari radix linguae. Berhubungan dengan
corpus ossis hyoidea di anterior nya dan cartilage thyroidea di posterior nya. Sisi epiglottis
berhubungan dg cartilage arytenoidea mll plica aryepiglottica. Sedangkan di superiornya
bebas dan membrane mucosa nya melipat ke depan dan berlanjut meliputi permukaan
posterior lidah sebagai plica glossoepiglottica mediana et lateralis. Dimana diantaranya
terdapat cekungan yang disebut dengan valecullae

Cartilago thyroidea
Terdiri atas 2 lamina cartylago hyaline yg bertemu di linea mediana anterior mjd sebuah
tonjolan sudut V yang disebut dg Adam’s apple/ commum adamum/ prominentia piriformis
(jakun). Pinggir posterior tiap lamina menjorok ke atas membentuk cornu superior dan ke
bawah membentuk cornu inferior. Pd permukaan luar lamina terdapat line oblique sbg tempat
melekatnya m. sternothyroideus, m. thyrohyoideeus, dan m. constrictor pharyngis inferior.

Cartilago cricoidea
Merupakan cartilage yang berbentuk cincin utuh dan terletak di bawah dari cartilago
thyroidea. Cartilage ini mempunyai arcus anterior yang sempit dan lamina posterior yang
lebar. Pada bagian lateral nya ada facies articularis sirkular yang akan bersendi dengan cornu
inferior cartilage thyroidea. Sedangkan di bagian atasnya terdapat facies articularis yang akan
bersendi dengan basis cartilage arytenoidea.

Cartilago arytenoidea

7
Merupakan cartilage kecil berbentuk pyramid yang terletak di belakang dari larynx pada
pinggir atas lamina cartilage cricoidea. Masing-masing cartilago memiliki apex di bagian atas
dan basis di bagian bawahnya. Dimana bagian apex nya ini akan menyangga dair cartilage
corniculata, sedangkan pada bagian basis nya bersendi dengan cartilage cricoidea. Pada
basisnya terdapat 2 tonjolan yaitu proc. Vocalis yang menonjol horizontal ke depan
merupakan perlekatan dari lig. Vocale, dan proc. Muscularis yang menonjol ke lateral dan
merupakan perlekatan dari m. crycoarytenoideus lateralis et posterior.
Cartilago cuneiformis (Wrisbergi)
Merupakan cartilage kecil berbentuk batang yang terdapat di dalam 1 plica aryepiglottica
yang berfungsi untuk menyokong plica tersebut.

Cartilago corniculata (Santorini)


2 buah nodulus kecil yang bersendi dengan apex cartilaginis arytenoidea dan merupakan
tempat lekat plica aryepiglottica sehingga menyebabkan pinggir atas plica aryepiglottica
dextra et sinistra agak meninggi.

Aditus Laryngis
Merupakan pintu masuk larynx yang menghadap ke dorsocranial dan menghadap ke
laryngopharynx. Aditus laryngis memiliki syntopi :
- Ventral : pinggir atas epiglottis
- Lateral : plica aryepiglottica.
- Dorsocaudal : membrane mucosa antar cartilage arytenoidea.

8
Cavitas Laryngis
Cavitas laryngis terbentang dari aditus laryngis hingga ke pinggir bawah cartilage cricoidea
dan di bagi menjadi 3 bagian :
1. Bagian atas (vestibulum laryngis)
Terbentang dari aditus laryngis hingga ke plica vestibularis. Rima vestibularis adalah
celah di antara plica vestibularis. Sedangkan, lig. Vestibulare terletak dalam plica
vestibularis
2. Bagian tengah (Recessus laryngeus)
Terbentang dari plica vestibularis hingga setinggi plica vocalis yang berisi lig. Vocalis.
Rima glottidis adalah celah di antara plico vocalis. Diantara plica vestibularis dan plica
vocalis ini terdapat recessus kecil yaitu sinus laryngis dan ventriculus laryngis.
3. Bagian bawah. (Fossa infraglottidis)

- Otot-Otot Intrinsik Laryng


Otot yang perlekatan di bagian laryng. Otot ini memiliki peranan untuk mengubah panjang
dan ketegangan plica vocalis dalam produksi suara dan mengubah ukuran rima glottidis untuk
masuknya udara ke paru. Otot-otot yang termasuk dan innervasinya yakni adalah :
1. M. Cricothyroideus (R.externus n. laryngeus superior)
2. M. Cricoarytenoidea posterior (Safety Muscle) (R.Posterior n. laryngeus inferior)
3. M. Cricoarytenoidea lateral (R. anterior n. laryngeus inferior)
4. M. Arytenoidea transversus (R. Posterior n. Laryngeus inferior)
5. M. M. arytenoidea obliquus (R. anterior n. laryngeus inferior)
6. M. Thyroarytenoidea (R. anterior n. laryngeus inferior)

9
Adapun fungsinya :
1. Mengatur Rima Glottidis
a. Membuka : m.cricoarytenoidea posterior
b. Menutup : m. cricoarytenoidea lateral, m. arytenoidea transversa, m. cricothyroidea, dan
m. thyroarytenoidea
2. Mengatur ketegangan lig.vocale
a. Menegangkan : m.cricothyroidea
b. Mengendorkan : m. thyroarytenoidea
3. Mengatur aditus laryngeus
a. Membuka : m. thyroepiglotticus
b. Menutup : m. aryepiglotticus dan m. arytenoideus obliquus

- Otot-Otot Ekstrinsik Laryng


Merupakan otot-otot di sekitar laryng yang mempunyai salah satu perlekatan pada laryng atau
os.hyoideus. Berfungsi untuk menggerakkan laryng secara keseluruhan. Otot ekstrinsik
laryng terbagi atas :
a. Otot-otot Depressor :
- m. omohyoideus
- m. sternohyoideus
- m. sternothyroideus
b. Otot-otot Elevator :
- m. mylohyoideus
- m. stylohyoideus
- m. thyrohyoideus
- m. stylopharyngeus
- m. palatopharyngeus
- m. constrictor pharyngeus medius
- m. constrictor pharyngeus inferior

10
Vaskularisasi Larynx

Suplai arteri berasal dari R. laryngeus superior a. thyroidea superior. Dan bagian bawah
divaskularisasi oleh R. laryngeys inferior a. thyroidea inferior. Sedangkan aliran limfenya
bermuara ke nodi lymphoidei cervicales profundi.

2.2. FISIOLOGI MENELAN

Selama proses menelan, otot-otot diaktifkan secara berurutan dan secara teratur dipicu
dengan dorongan kortikal atau input sensoris perifer. Begitu proses menelan dimulai, jalur
aktivasi otot beruntun tidak berubah dari otot-otot perioral menuju kebawah. Jaringan saraf,
yang bertanggung jawab untuk menelan otomatis ini, disebut dengan pola generator pusat.
Batang otak, termasuk nucleus tractus solitarius dan nucleus ambiguus dengan formatio
retikularis berhubungan dengan kumpulan motoneuron kranial, diduga sebagai pola generator
pusat.
Dalam proses menelan akan terjadi hal hal berikut :
1. Pembentukan bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik
2. Upaya sfingter mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan
3. Mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi
4. Mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring
5. Kerjasama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus makanan ke
arah lambung
6. Usaha membersihkan kembali esofagus

11
Tiga Fase Menelan
Deglutition adalah tindakan menelan, dimana bolus makanan atau cairan dialirkan dari
mulut menuju faring dan esofagus ke dalam lambung. Deglutition normal adalah suatu proses
halus terkoordinasi yang melibatkan suatu rangkaian rumit kontraksi neuromuskuler valunter
dan involunter dan dan dibagi menjadi bagian yang berbeda.

Gambar 3 fase menelan :

1. Fase Oral
Fase oral terjadi secara sadar. Fase persiapan oral merujuk kepada pemrosesan bolus
sehingga dimungkinkan untuk ditelan, dan fase propulsif oral berarti pendorongan makanan
dari rongga mulut ke dalam orofaring. Prosesnya dimulai dengan kontraksi lidah dan otot-otot
rangka mastikasi. Otot bekerja dengan cara yang berkoordinasi untuk mencampur bolus
makanan dengan saliva dan membentuk bolus makanan kemudian mendorong bolus makanan
dari rongga mulut di bagian anterior ke dalam orofaring, dimana reflek menelan involunter
dimulai. Bolus ini bergerak dari rongga mulut melalui dorsum lidah, terletak di tengah lidah
akibat kontraksi otot intrinsik lidah.

12
Cerebellum mengendalikan output untuk nuklei motoris nervus kranialis V
(trigeminal), VII (facial), dan XII (hypoglossal).

Dengan menelan suatu cairan, keseluruhan urutannya akan selesai dalam 1 detik. Untuk
menelan makanan padat, suatu penundaaan selama 5-10 detik mungkin terjadi ketika bolus
berkumpul di orofaring.

Kontraksi m.levator veli palatini

Rongga pada lekukan dorsum lidah diperluas,


Palatum mole dan bagian atas dinding posterior faring terangkat

Bolus terdorong ke posterior,


Pentupan nasofaring

Kontraksi m.palatoglosus sehingga isthmus faucium tertutup,


Kontraksi m.palatofaring sehingga bolus tidak berbalik ke rongga mulut

2. Fase Faringeal
Fase faringeal terjadi pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus makanan dari faring
ke esofagus. Aspirasi paling sering terjadi pada fase ini.

Faring dan laring bergerak ke atas oleh kontraksi m.stilofaring, m.salfongofaring,


m.tiroihioid, dan m.palatofaring.

Aditus laring tertutup oleh epiglotis,


Kontraksi m.ariepiglotika dan m.aritenoid obliqus,
Plika ariepiglotika, plika ventrikularis, dan plika vokalis tertutup

Penghentian udara ke laring karena reflex yang menghambat pernapasan

13
Bolus makanan tidak masuk ke dalam saluran napas,
Bolus makanan ke arah esofagus karena valekula dan sinus piriformis dalam keadaan lurus

Fase faringeal pada proses menelan adalah involunter dan kesemuanya adalah reflek,
jadi tidak ada aktivitas faringeal yang terjadi sampai reflek menelan dipicu. Reflek ini
melibatkan traktus sensoris dan motoris dari nervus kranialis IX (glossofaringeal) dan X
(vagus).

3. Fase Esophageal
Fase esophageal adalah fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke lambung.
Pada fase esophageal, bolus didorong kebawah oleh gerakan peristaltik. Sphincter esophageal
bawah relaksasi pada saat mulai menelan, relaksasi ini terjadi sampai bolus makanan mecapai
lambung.

Rangsangan bolus makanan pada akhir fase faringal, Gerak bolus makanan di esofagus
bagian atas yang dipengaruhi kontraksi m.konstriktor faring inferior pada akhir fase faringal.

Relaksasi m.krikofaring,
Introitus esofagus terbuka,
Bolus makanan masuk ke dalam esofagus

Bolus makanan didorong ke distal oleh gerakan peristaltik esofagus

Pada akhri kase esofagal, sfingter esofagus akan terbuka ketika dimulainya peristaltik
esofagus servikal untuk mendorong bolus makanan ke distal. Setelah makanan lewat, sfingter
akan menutup

Medulla mengendalikan reflek menelan involunter ini, meskipun menelan volunter


mungkin dimulai oleh korteks serebri.

14
Suatu interval selama 8-20 detik mungkin diperlukan untuk kontraksi dalam
menodorong bolus ke dalam lambung.

15
Gambar patofisiologi proses menelan :

16
BAB III

DISFAGIA

3.1. DEFINISI
Dysphagia didefinisikan sebagai kesulitan makan. Dysphagia adalah perkataan
yang berasal dari bahasa Yunani dys yang berarti kesulitan atau gangguan, dan phagia
berarti makan. Disfagia berhubungan dengan kesulitan makan akibat gangguan dalam
proses menelan. Kesulitan menelan dapat terjadi pada semua kelompok usia, akibat dari
kelainan kongenital, kerusakan struktur, dan/atau kondisi medis tertentu. Penderita disfagia
mengeluh sulit menelan atau makanan terasa tidak turun ke lambung. Disfagia harus
dibedakan dengan odinofagia (sakit waktu menelan). Disfagia dapat disebabkan oleh
gangguan pada masing-masing fase menelan yaitu pada fase orofaringeal dan fase
esofageal.
Keluhan disfagia pada fase orofaringeal berupa keluhan adanya regurgitasi ke
hidung, terbatuk waktu berusaha menelan atau sulit untuk mulai menelan. Sedangkan
disfagia fase esofageal, pasien mampu menelan tetapi terasa bahwa yang ditelan terasa tetap
mengganjal atau tidak mau turun serta sering disertai nyeri retrosternal. Disfagia yang pada
awalnya terutama terjadi pada waktu menelan makanan padat dan secara progresif
kemudian terjadi pula pada makanan cair, diperkirakan bahwa penyebabnya adalah
kelainan mekanik atau struktural. Sedangkan bila gabungan makanan padat dan cair
diperkirakan penyebabnya adalah gangguan neuro muskular. Bila keluhan bersifat
progresif bertambah berat, sangat dicurigai adanya proses keganasan.

3.2.EPIDEMIOLOGI

Disfagia telah dilaporkan dalam beberapa jenis gangguan, dan dapat


digolongkan sebagai neurologis dan non neurologis. meskipun disfagia
mencakupbanyak variabel, juga sangat berpengaruh terhadap hasil pengobatan.
Gangguan menelan neurologis ditemui lebih sering pada unit rehabilitasi medis
daripada spesialisasi kedokteran lainnya. Stroke adalah penyebab utama dari disfagia
neurologis. Sekitar 51-73% pasien dengan stroke mengalami disfagia, yang merupakan
faktor resiko bermakna berkembangnya pneumonia; hal ini dapat juga menunda
pemulihan fungsional pasien.

17
Pneumonia terjadi pada sekitar 34% dari seluruh kematian terkait stroke dan
merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak pada bulan pertama setelah mengalami
stroke, meskipun tidak seluruh kasuspneumonia berkaitan dengan aspirasi makanan.
Oleh karenanya, deteksi dini dan pengobatan disfagia pada pasien yang telah
mengalami strokes adalah sangat penting.

3.3.ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi :
1. Disfagia mekanik
Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen esophagus. Penyebab
utama disfagia mekanik adalah sumbatan lumen esophagus oleh Massa tumor dan
benda asing. Penyebab lain adalah akibar peradangan mukosa esophagus, striktur
lumen esophagus, serta akibat penekanan lumen esophagus dari luar, misalnya
pembesaran kelenjar timus, kelenjar tiroid, kelenjar getah bening di mediastinum,
pembesaran jantung, dan elongasi aorta
2. Disfagia motorik
Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuscular yang
berperan dalam proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan
saraf otak n. V, n. VII, n. IX, n. X dan n. XII, kelumpuhan otot faring dan lidah
serta gangguan peristaltic esophagus dapat menyebabkan disfagia. Penyebab utama
dari disfagia motorik adalah akalasia, spasme difus esophagus, kelumpuhan otot
faring dan skleroderma esophagus
3. Disfagia oleh gangguan emosi atau tekanan jiwa yang berat
Keluhan disfagia dapat juga timbul bila terdapat gangguan emosi atau tekanan
jiwa yang berat. Kelainan ini dikenal sebagai globushisterikus .

Berdasarkan fase letaknya :


1. Fase orofaringeal:
Disfagia orofaringeal adalah kesulitan mengosongkan bahan dari orofaring ke
dalam kerongkongan, hal ini diakibatkan oleh fungsi abnormal dari proksimal ke
kerongkongan. Pasien mengeluh kesulitan memulai menelan, regurgitasi nasal, dan
aspirasi trakea diikuti oleh batuk. Misalnya penyakit serebrovaskular, miastenia

18
gravis, kelainan muskular, tumor, divertikulum Zenker, gangguan motilitas/sfingter
esofagus atas.
2. Fase esofageal:
Disfagia esophagus adalah kesulitan transportasi makanan ke kerongkongan. Hal
ini diakibatkan oleh gangguan motilitas baik atau obstruksi mekanis. Misalnya oleh
karena nflamasi, striktur esofagus, tumor, ring/web, penekanan dari luar esofagus,
akalasia, spasme esofagus difus, skleroderma.

3.4.PATOFISIOLOGI

Fase Oral

Gangguan pada fase Oral mempengaruhi persiapan dalam mulut dan fase pendorongan
oral biasanya disebabkan oleh gangguan pengendalian lidah. Pasien mungkin memiliki
kesulitan dalam mengunyah makanan padat dan permulaan menelan. Ketika meminum
cairan, pasien mungkin kesulitan dalam menampung cairan dalam rongga mulut sebelum
menelan. Sebagai akibatnya, cairan tumpah terlalu cepat kedalam faring yang belum siap,
seringkali menyebabkan aspirasi.

Logemann's Manua for the Videofluorographic Study of Swallowing mencantumkan


tanda dan gejala gangguan menelan fase oral sebagai berikut :

 Tidak mampu menampung makanan di bagian depan mulut karena tidak rapatnya
pengatupan bibir
 Tidak dapat mengumpulkan bolus atau residu di bagian dasar mulut karena
berkurangnya pergerakan atau koordinasi lidah
 Tidak dapat menampung bolus karena berkurangnya pembentukan oleh lidah dan
koordinasinya
 Tidak mampu mengatupkan gigi untuk mengurangi pergerakan mandibula
 Bahan makanan jatuh ke sulcus anterior atau terkumpul pada sulcus anterior karena
berkurangnya tonus otot bibir.
 Posisi penampungan abnormal atau material jatuh ke dasar mulut karena dorongan lidah
atau pengurangan pengendalian lidah
 Penundaan onset oral untuk menelan oleh karena apraxia menelan atau berkurangnya
sensibilitas mulut

19
 Pencarian gerakan atau ketidakmampuan untuk mengatur gerakan lidah karena apraxia
untuk menelan
 Lidah bergerak ke depan untuk mulai menelan karena lidah kaku.
 Sisa-sisa makanan pada lidah karena berkurangnya gerakan dan kekuatan lidah
 Gangguan kontraksi (peristalsis) lidah karena diskoordinasi lidah
 Kontak lidah-palatum yang tidak sempurna karena berkurangnya pengangkatan lidah
 Tidak mampu meremas material karena berkurangnya pergerakan lidah ke atas
 Melekatnya makanan pada palatum durum karena berkurangnya elevasi dan kekuatan
lidah
 Bergulirnya lidah berulang pada Parkinson disease
 Bolus tak terkendali atau mengalirnya cairan secara prematur atau melekat pada faring
karena berkurangnya kontrol lidah atau penutupan linguavelar
 Piecemeal deglutition
 Waktu transit oral tertunda

Fase Faringeal

Jika pembersihan faringeal terganggu cukup parah, pasien mungkin tidak akan mampu
menelan makanan dan minuman yang cukup untuk mempertahankan hidup. Pada orang
tanpa dysphasia, sejumlah kecil makanan biasanya tertahan pada valleculae atau sinus
pyriform setelah menelan. Dalam kasus kelemahan atau kurangnya koordinasi dari otot-
otot faringeal, atau pembukaan yang buruk dari sphincter esofageal atas, pasien mungkin
menahan sejumlah besar makanan pada faring dan mengalami aspirasi aliran berlebih
setelah menelan.

Logemann's Manual for the Videofluorographic Study of Swallowing mencantumkan


tanda dan gejala gangguan menelan fase faringeal sebagai berikut:

 Penundaan menelan faringeal


 Penetrasi Nasal pada saat menelan karena berkurangnya penutupan velofaringeal
 Pseudoepiglottis (setelah total laryngectomy) – lipata mukosa pada dasar lidah
 Osteofit Cervical
 Perlengketan pada dinding faringeal setelah menelan karena pengurangan kontraksi
bilateral faringeal

20
 Sisa makanan pada vallecular karena berkurangnya pergerakan posterior dari dasar
lidah
 Perlengketan pada depresi di dinding faring karena jaringan parut atau lipatan faringeal
 Sisa makanan pada puncak jalan napas karena berkurangnya elevasi laring
 Penetrasi dan aspirasi laringeal karena berkurangnya penutupan jalan napas
 Aspirasi pada saat menelan karena berkurangnya penutupan laring
 Stasis atau residu pada sinus pyriformis karena berkurangnya tekanan laringeal anterior

Fase Esophageal

Gangguan fungsi esophageal dapat menyebabkan retensi makanan dan minuman


di dalam esofagus setelah menelan. Retensi ini dapat disebabkan oleh obstruksi mekanis,
gangguan motilitas, atau gangguan pembukaan Sphincter esophageal bawah.

Logemann's Manual for the Videofluorographic Study of Swallowing mencantumkan


tanda dan gejala gangguan menelan pada fase esophageal sebagai berikut:

 Aliran balik Esophageal-ke-faringeal karena kelainan esophageal


 Tracheoesophageal fistula
 Zenker diverticulum
 Reflux

Aspirasi
Aspirasi adalah masuknya makanan atu cairan melalui pita suara. Seseorang yang
mengalami aspirasi beresiko tinggi terkena pneumonia. Beberapa faktor yang
mempengaruhi efek dari aspirasi adalah banyaknya, kedalaman, keadaan fisik benda yang
teraspirasi, dan mekanisme pembersihan paru. Mekanisme pembersihanpasu antara lain
kerja silia dan reflek batuk. Aspirasi normalnya memicu refleks batuk yang kuat. Jika ada
gangguan sensosris, aspirasi dapat terjadi tanpa gejala.

21
3.5.PATOGENESIS

Obstruksi lumen esofagus atau orofaring akibat lesi intrinsik pada dinding, kompresi
ekstrinsik atau benda asing dalam lumen.

Penyebab meliputi :

 Keganasan (primer atau sekunder)


 Striktur peptik
 Cedera kimiawi (misalnya korosif)
 “Oesophageal web”
 Cincin perbatasan skuamo-kolumnar (cincin Schatzki)
 Divertikulum esofagus
 Infeksi esofagus (misalnya kandidiasis)
 Benda asing
 Vaskular (misalnya atrium kiri raksasa)

Kelainan neuromuskular yang mengganggu koordinasi aliran makanan dan cairan yang
normal dari esofagus ke lambung.
 Penyebab meliputi:
 Kecelakaan serebro-vaskular
 Penyakit motor neuron
 Sklerosis multipel
 Miastenia gravis
 Polimiositis, dermatomiositis, Skleroderma
 Miopati tirotoksik

3.6.TANDA DAN GEJALA

1. Disfagia Oral atau faringeal


 Batuk atau tersedak saat menelan
 Kesulitan pada saat mulai menelan
 Makanan lengket di kerongkongan
 Sialorrhea
 Penurunan berat badan

22
 Perubahan pola makan
 Pneumonia berulang
 Perubahan suara (wet voice)
 Regusgitasi Nasal

2. Disfagia Esophageal
 Sensasi makanan tersangkut di tenggorokan atau dada
 Regurgitasi Oral atau faringeal
 Perubahan pola makan
 Pneumonia rekuren

Keluhan lain : mual, muntah, rasa panas di dada, hematemesis, melena, odinofagia
( rasa nyeri saat menelan ), hipersalivasi.
 Kesulitan dalam membersihkan faring posterior, sering disertai dengan regurgitasi
nasal dan aspirasi pulmoner, hampir selalu berkaitan dengan kelainan
neuromuskular orofaring. Pada kasus-kasus demikian, makanan padat dan cair
keduanya dapat mencetuskan gejala-gejala.
 Disfagi untuk makanan padat dan cair pada penderita yang dapat membersihkan
faring posterior mengarah pada kelainan esofagus seperti spasme esofagus difus,
akalasia atau skleroderma. Disfagi khas bersifat intermiten dan tidak progresif.
 Disfagi yang progresif lambat, pada awalnya terbatas untuk makanan padat, pada
penderita dengan riwayat refluks gastro-esofagus sebelumnya, mengarah pada
striktur peptik.
 Disfagi yang cepat progresif, terutama pada penderita tua, khas untuk lesi
obstruktif ganas.
 Nyeri dada disertai dengan disfagi mempunyai nilai diagnostik terbatas dan terjadi
baik pada spasme esofagus maupun pada tiap lesi obstruktif.

23
3.7.DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN FISIK

Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Terduga fase orofaringeal Terduga fase esofageal

Barium meal Barium meal

Abnormal Normal Abnormal Normal

Endoskopi atas + biopsi Endoskopi atas + biopsi

Fluoroskopi Manometri

ANAMNESIS
1. Identitas pasien
2. Keluhan Utama
- Setiap makan muntah
- Apakah muntah sebelum makanan atau sesudah makan? Setelah makan 1-2
jam?
- Bagaimana bentuk muntahnya? Muntah seperti apa yang sudah dimakan
- Sudah berapa lama muntah terjadi ?
- Apakah hilang timbul atau terus menerus muntahnya?
- Hal apakah yang dapat memperberat dan memperingan muntah?
- Apakah saat anda muntah terasa asam/ pahit atau tidak ada rasa?

24
- Apakah anda merasa saat makan ada yang mengganjal/ sesuatu nyangkut
ditenggorokan?
- Apakah ada gangguan saat menelan?
- Jika : Iya, apakah lebih mudah menelan makanan padat atau makanan cair?
Makanan cair lebih susah ditelan daripada makanan padat?
- Jika : Tidak. Bagaimana posisi anda saat makan, apakah berbaring atau duduk?
3. Keluhan Tambahan
- Apakah nafsu makanan anda menurun?
- Apakah disertai penurunanan berat badan ?
- Apakah disertai nyeri dada? Menjalar atau tidak? Jika iya : menjalarnya dari
mana sampai mana ?
- Saat kapan dan aktivitas apa yang dapat memperberat dan memperingan nyeri
dada?
- Apakah disertai batuk? Batuknya berdahak/berdarah/kering? Batuk terjadi pada
malam/pagi/ siang
4. Riwayat Penyakit Dahulu : Pernah mengalami seperti ini sebelumnya?
5. Riwayat Penyakit Keluarga : Apakah keluarga mengalami hal yang sama? Siapa?
Sejak kapan?
6. Riwayat Psikososial :
- Bagaimana lingkungan tempat tinggal/lingkungan kerja?
- Apakah anda mengkonsumsi makanan yang diolah dirumah atau beli diluar
rumah?
- Bagaimana pola makan anda? Jenis makanan apa saja yang anda konsumsi?
- Apakah anda mengkonsumsi makanan berlemak?
- Apakah anda mengkonsumsi minum alkohol?
- Apakah sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu dalam jangka panjang
(kortikosteroid)? obat apa?
- Apakah anda merasa stress terhadap pekerjaan/aktivitas anda sehari-hari?
- Apakah anda mengkonsumsi bahan-bahan korosif?
- Apakah sebelumnya anda melakukan operasi pada bagian esophagus?
7. Riwayat Pengobatan : Apakah pernah diobati sebelumnya?Obat jenis apa?
Bagaimana hasilnya?
8. Riwayat Alergi : Apakah anda memiliki riwayat alergi pada serbuk tumbuhan, debu,
dan lain-lain?

25
PEMERIKSAAN FISIK
- Pada Pemeriksaan fisik, periksa mekanisme motoris oral dan laryngeal.
Pemeriksaan nervus V dan VII-XII penting dalam menentukan bukti fisik dari
disfagia orofaringeal.
- Pengamatan langsung penutupan bibir, rahang, mengunyah, pergerakan dan
kekuatan lidah, elevasi palatal dan laryngeal, salivasi, dan sensitifitas oral.
- Perabaan daerah leher
- Periksa kesadaran dan status kognitif pasien karena dapat mempengaruhi keamanan
menelan dan kemampuan kompensasinya.
- Dysphonia dan dysarthria adalah tanda disfungsi motoris struktur-struktur yang
terlibat pada menelan.Periksa mukosa dan gigi geligi mulut
- Periksa reflek muntah.
- Periksa fungsi pernapasan
- Tahap terakhir adalah pengamatan langsung aktivitas menelan. Setelah menelan,
amati pasien selama 1 menit atau lebih jika ada batuk tertunda
- Periksa pembesaran jantung, elongasi aorta

3.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Esofagoskopi ( pemeriksaan endoskopi untuk esofagus ), untuk melihat langsung isi
lumen esogafus dan keadaan mukosanya
- Barium meal (esofagografi)
- Fluoroskopi, untuk melihat kelenturan dinding esofagus, adanya gangguan
peristaltik, penekanan lumen esofagus dari luar, isi lumen esofagus, dan kelainan
mukosa esofagus
- Manometri esofagus untuk menilai fungsi motorik esofagus, dengan mengukur
tekanan dalam lumen esofagus dan tekanan sfingter esofagus sehingga dapat dinilai
gerakan peristaltik secara kualitatif dan kuantitatif
- CT – scan, untuk mengevaluasi bentuk esofagus dan jaringan disekitarnya
- MRI, untuj membantu melihat kelainan di otak yang menyebabkan disfagia motorik

Gambar Ro. :

26
Akalasia Sriktur esofagus
Gambar CT scan :

CT scan of the neck with contrast. A. Coronal image


showing the esophageal diverticulum to the right of
the esophagus and trachea (blue arrow). B. Axial
image showing the diverticulum posterior to the
trachea (blue arrow).

3.9.DIAGNOSIS BANDING

3.10. KOMPLIKASI

27
Disfagia menyebabkan penurunan pemasukan kkal- atau makanan yang
mengandung protein sehingga harus diperhatikan apakah pasien mengalami
kekurangan kalori protein (KKP).
Penderita disfagia akan mengalami kesulitan menelan makanan sehingga suplai
nutrisi yang dibutuhkan tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan
cairan berkurang. Dampak lanjut akan mengalami defisiensi zat gizi dan tubuh
mengalami gangguan metabolisme.

3.11. PENATALAKSANAAN

Terdapat pengobatan yang berbeda untuk berbagai jenis dysphagia. Pertama


dokter dan speech-language pathologists yang menguji dan menangani gangguan
menelan menggunakan berbagai pengujian yang memungkinkan untuk melihat
bergagai fungsi menelan. salah satu pengujian disebut dengan, laryngoscopy serat
optik, yang memungkinkan dokter untuk melihat kedalam tenggorokan. Pemeriksaan
lain, termasuk video fluoroscopy, yang mengambil video rekaman pasien dalam
menelan dan ultrasound, yang menghasikan gambaran organ dalam tubuh, dapat secara
bebas nyeri memperlihakab tahapan-tahapan dalam menelan.
Setelah penyebab disfagia ditemukan, pembedahan atau obat-obatan dapat
diberikan. Jika dengan mengobati penyebab dysphagia tidak membantu, dokter
mungkin akan mengirim pasien kepada ahli patologi hologist yang terlatih dalam
mengatasi dan mengobati masalah gangguan menelan.
Pengobatan dapat melibatkan latihan otot ntuk memperkuat otot-otot facial atau
untuk meninkatkan koordinasi. Untuk lainnya, pengobatan dapat melibatkan pelatihan
menelan dengan cara khusus. Sebagai contoh, beberapa orang harus makan denan posisi
kepala menengok ke salah satu sisi atau melihat lurus ke depan. Meniapkan makanan
sedemikian rupa atau menghindari makanan tertentu dapat menolong orang lain.
Sebagai contoh, mereka yang tidak dapat menelan minuman mungkin memerlukan
pengental khusus untukminumannya. Orang lain mungkin garus menghindari makanan
atau minuman yang panan ataupun dingin.
Untuk beberapa orang, namun demikian, mengkonsumsi makanan dan
minuman lewat mulut sudah tidak mungkin lagi. Mereka harus menggunakan metode
lain untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Biasanya ini memerlukan suatu system

28
pemberian makanan, seperti suatu selang makanan (NGT), yang memotong bagian
menelan yang tidak mampu bekerja normal

 Berbagai pengobatan telah diajukan unutk pengobatan disfagia orofaringeal pada


dewasa. Pendekatan langsung dan tidak langsung disfagia telah digambarkan.
Pendekatan langsung biasnya melibatkan makanan, pendekatan tidak langsung
biasanya tanpa bolus makanan.

 Modifikasi diet

Merupakan komponen kunci dalam program pengobatan umum disfagia. Suatu diet
makanan yang berupa bubur direkomendasikan pada pasien dengan kesulitan pada
fase oral, atau bagi mereka yang memiliki retensi faringeal untuk mengunyah
makanan padat.

Jka fungsi menelan sudah membaik, diet dapat diubah menjadi makanan lunak atau
semi-padat sampai konsistensi normal.

 Suplai Nutrisi

Efek disfagia pada status gizi pasien adalah buruk. Disfagia dapat menyebabkan
malnutrisi

Banyak produk komersial yang tersedia untuk memberikan bantuan nutrisi. Bahan-
bahan pengental, minuman yang diperkuat, bubur instan yang diperkuat, suplemen
cair oral. Jika asupan nutrisi oral tidak adekuat, pikirkan pemberian parenteral.

 Hidrasi

Disfagia dapat menyebabkan dehidrasi. Pemeriksaan berkala keadaan hidrasi


pasien sangat penting dan cairan intravena diberikan jika terapat dehidrasi

29
 Pembedahan

o Pembedahan gastrostomy

Pemasangan secara operasi suatu selang gastrostomy memerlukan


laparotomy dengan anestesi umum ataupun lokal.

o Cricofaringeal myotomy

Cricofaringeal myotomy (CPM) adalah prosedur yang dilakukan unutk


mengurangi tekanan pada sphicter faringoesophageal (PES) dengan
mengincisi komponen otot utama dari PES.

Injeksi botulinum toxin kedalam PES telah diperkenalkan sebagai ganti dari
CPM.

30
BAB IV
KESIMPULAN

Disfagia didefinisikan sebagai kesulitan yang disadarinya dalam mengalirkan makanan


padat atau cair dari mulut melalui esofagus. Penderita mengeluh sulit menelan atau makanan
terasa tidak turun ke lambung. Gangguan pada proses menelan dapat digolongkan tergantung
dari fase menelan yang dipengaruhinya ataupun faktor lain yang mengakibatkan kesulitan
untuk menelan makanan. Penderita harus segera mendapat pertolongan agar nutrisi yang
dipelukan tubuh tetap terpenuhi.

31
DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima Jilid I. 2009. Interna Publishing: Jakarta

Guyton, A.C and Hall, J.E. 2007. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia, PA,
USA: Elsavier Saunders
Hayes C. Peter, dkk. Segi Praktis Gastroenterologi dan Hepatologi. 1988. Binarupa Aksara :
Jakarta.

Lazarus, Cathy. 2006. Management of Dysfagia, Head & Neck Surgery-Otolaryngology.Edisi 4.


Philadelphia.

Mary Courtney Moore. Buku Pedoman Terapi Diet dan Nutrisi Edisi II.

Paulsen, F danWaschke, J. 2013. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia Jilid I edisi 23. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Robbins&Coatran, 2005, Dasar Patologis Penyakit. Edisi 7. Jakarta: EGC.


Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Ed. 6. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
Slamet Suyono, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. 2001. Balai Penerbit
FKUI : Jakarta..

Soepardi, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi 7.
2012. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.

William F. Ganong. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. 2001. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta

32

Anda mungkin juga menyukai