Laporan Resmi Praktikum Mikropalentologi
Laporan Resmi Praktikum Mikropalentologi
PENDAHULUAN
Paleontologi berasal dari kata, Paleo yang berarti masa lampau/kuno dan
onthos yang berarti kehidupan kehidupan. Paleontologi adalah merupakan suatu
ilmu yang mempelajari sisa-sisa makhluk hidup purba, baik dari fosil-fosilnya
maupun jejak-jejak kehidupan yang telah mengalami proses pembatuan.
Sedangkan fosil adalah sisa-sisa dari kehidupan masa lampau ataupun segala
sesuatu yang menunjukkan kehidupan yang telah membatu dan yang paling muda
berumur pleistosen. Pada umumnya fosil ini terjadi pada lingkungan sedimen
Fosil adalah sisa-sisa dari kehidupan masa lampau atau segala sesuatu
yang menunjukkan kehidupan yang telah membantu dan yang paling muda
berumur plistosein. Pada umumnya fosil ini terjadi di lingkungan sedimen, dalam
hal ini didalam batuan beku sama sekali tidak dijumpai fosil. Secara garis besar,
Paleontologi di bagi menjadi 2, yaitu :
1. Foraminifera
Foraminifera sangat penting dalam geologi karena memiliki bagian yang keras
dengan ciri masiing-masing foram, antara lain :
a. Planktonik (mengambang), ciri-ciri :
-. Susunan kamar trochospiral
-. Bentuk test bulat
-. Komposisi test Hyaline
b. Benthonik (di dasar laut), ciri-ciri :
-. Susunan kamar planispiral
-. Bentuk test pipih
-. Komposisi test adalah aglutine dan aranaceous
2. Morfologi Foraminifera
Bentuk luar foraminifera, jika diamati dibawah mikroskop dapat
menunjukkan beberapa kenampakan yang bermacam-macam dari cangkang
foraminifera, meliputi :
-. Dinding, lapisan terluar dari cangkang foraminifera yang berfungsi
melindungi bagian dalam tubuhnya. Dapat terbuat dari zat-zat organik yang
dihasilkan sendiri atau dari material asing yang diambil dari sekelilingnya.
-. Kamar, bagian dalam foraminifera dimana protoplasma berada.
-. Protoculum, kamar utama pada cangkang foraminifera.
-. Septa, sekat-sekat yang memisahkan antar kamar.
-. Suture, suatu bidang yang memisahkan antar 2 kamar yang berdekatan..
C D A
B
D
A B
Keterangan : A : Proloculus D
B : Kamar D C
C : Aperture B
D : Suture
E : Umbilicus
A B
1.3 Metode
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam laporan praktikum ini,
penulis menggunakan metode sebagai berikut :
a. Metode Studi Pustaka
Metode studi kepustakaan dilakukan untuk menunjang metode wawancara dan
observasi yang telah dilakukan. Pengumpulan informasi yang dibutuhkan
dilakukan dengan mencari referensi – referensi yang berhubungan dengan
penelitian yang dilakukan, referensi dapat diperoleh dari buku – buku atau internet
Metode penelitian secara garis besar dapat dibagi menjadu dua, yaitu :
1. Pekerjaan lapangan, yaitu pengambilan data singkapan batuan dan
pengambilan sampe untuk di teliti lebih lanjut.
2. Pekerjaan Laboratorium, yaitu proses pengamatan fosil menggunakan
mikroskop dan pemerian nama mikrofosil serta penentuan umur dan
lingkungan pengendapan
II. 1 Mikropaleontologi
Mikropalenteologi cabang ilmu palenteologi yang khusus membahas
semua sisa-sisaorganisme yang biasa disebut mikro fosil.yang dibahas antara lain
adalah mikrofosil,klasifikasi, morfologi, ekologi dan mengenai kepentingannya
terhadap stratigrafi.
Pengertian Mikrofosil Menurut Jones (1936) Setiap fosil ( biasanya kecil )
untuk mempelajari sifat-sifat dan strukturnya dilakukan di bawah mikroskop.
Umumnya fosil ukurannya lebih dari 5 mm namun ada yang berukuran sampai 19
mm seperti genus fusulina yang memiliki cangkang- cangkang yang dimiliki
organisme, embrio dari fosil - fosil makro serta bagian-bagian tubuh dari fosil
makro yang mengamainya menggunakan mikroskop sertasayatan tipis dari fosil-
fosil, sifat fosil mikro dari golongan foraminifera kenyataannyaforaminifera
mempunyai fungsi/berguna untuk mempelajarinya.
Foraminifera adalah organisme bersel tunggal (protista) yang mempunyai
cangkangatau test (istilah untuk cangkang internal). Foraminifera diketemukan
melimpah sebagai fosil,setidaknya dalam kurun waktu 540 juta tahun. Cangkang
foraminifera umumnya terdiri darikamar-kamar yang tersusun sambung
menyambung selama masa pertumbuhannya. Bahkan ada yang berbentuk paling
sederhana, yaitu berupa tabung yang terbuka atau berbentuk boladengan satu
lubang. Cangkang foraminifera tersusun dari bahan organik, butiran pasir
atau partikel-partikel lain yang terekat menyatu oleh semen, atau kristal CaCO3
(kalsit atauaragonit) tergantung dari spesiesnya.
Foraminifera yang telah dewasa mempunyai ukuran berkisar dari 100
mikrometer sampai 20 sentimeter. Penelitian tentang fosil foraminifera
mempunyai beberapa penerapan yang terus berkembang sejalan dengan
perkembangan mikropaleontologi dan geologi.
Dari dua bagian itu digunakan pada ilmu perminyakan dimana dari kedua fosil itu
identik dengan hdrokarbon yang terdapat pada trap (jebakan). Dalam geologi
struktur dimana dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya sesar, kekar serta
lipatan.Foraminifera juga bermanfaat dalam biostratigrafi, paleoekologi,
paleobiogeografi, dan eksplorasi minyak dan gas bumi.
1. Biostratigrafi
Foraminifera memberikan data umur relatif batuan sedimen laut. Ada
beberapa alasan bahwa fosil foraminifera adalah mikrofosil yang sangat berharga
khususnya untuk menentukan umur relatif lapisan-lapisan batuan sedimen laut.
Data penelitian menunjukkan foraminifera ada di bumi sejak jaman Kambrium,
lebih dari 500 juta tahun yang lalu.Foraminifera mengalami perkembangan secara
terus-menerus, dengan demikian spesies yang berbeda diketemukan pada waktu
(umur) yang berbedabeda. Foraminifera mempunyai populasi yang melimpah dan
penyebaran horizontal yang luas, sehingga diketemukan disemua lingkungan laut.
Alasan terakhir, karena ukuran fosil foraminifera yang kecil dan pengumpulan
atau cara mendapatkannya relatif mudah meskipun dari sumur minyak yang
dalam.
2. Paleoekologi dan Paleobiogeografi
Foraminifera memberikan data tentang lingkungan masa lampau (skala
Geologi).Karena spesies foraminifera yang berbeda diketemukan di lingkungan
yang berbeda pula,seorang ahli paleontologi dapat menggunakan
fosil foraminifera untuk menentukanlingkungan masa lampau tempat foraminifera
tersebut hidup. Data foraminifera telah dimanfaatkan untuk memetakan posisi
daerah tropik di masa lampau, menentukan letak garis pantai masa lampau, dan
1. Sampling
Sampling adalah proses pengambilan sampel dari lapangan. Jika untuk fosil
mikro maka yang diambil adalah contoh batuan. Batuan yang diambil haruslah
batuan yang masih dalam keadan insitu, yaitu batuan yang masih ditempatnya.
Fosil-fosil mikro yang terdapat dalam batuan, mempunyai bahan pembentuk
cangkang dan morfologi yang berbeda, namun demikian hampir seluruh
mikrofosil mempunyai satu sifat fisik yang sama, yaitu ukurannya yang sangat
kecil dan kadang sangat mudah hancur (getas). Sifat fisik yang demikan
menyebabkan adanya perlakuan khusus yang diperlukan dalam pengambilan
sampel. Sangat diperlukan ketelitian serta perhatian yang seksama dalam
pengambilan sampel, memisahkannya dari material lain, lalu menyimpannya di
tempat yang aman/terlindung dari kerusakan secara kimiawi dan fisik.
Spot Sampling adalah dengan interval tertentu, merupakan metoda terbaik untuk
penampang yang tebal dengan jenis litologi yang seragam, seperti pada lapisan
serpih tebal,
batu gamping dan batulanau. Pada metoda ini dapat ditambahkan dengan “channel
sample”
(parut sampel) sepanjang + 30 cm pada setiap interval 1,5 meter.
Channel Sampling (sampel paritan)
Channel Sampling dapat dilakukan pada penampang lintasan yang pendek (3-5 m)
pada suatu litologi yang seragam. Atau pada perselingan batuan yang cepat,
channel sample dilakukan pada setiap perubahan unit litologi. Spot Sampling juga
dilakukan pada lapisan serpih yang tipis atau sisipan lempung pada batupasir atau
batu gamping, juga pada serpih dengan lensa tipis batugamping.
Kwalitas Sampel
- Pasti
Apabila sampel tersebut terkemas dengan baik dalam suatu kemasan kedap air
(plastik) yang diatasnya tertulis dengan tinta tahan air, segala keterangan penting
tentang sampel tersebut seperti nomor sampel, lokasi (kedalaman), jenis batuan,
waktu pengambilan dan sebagainya maka hasil analisa sampel tersebut akan pasti
manfaatnya.
c. Jenis-jenis Sampel
Secara garis besar, jenis sampel apat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
Sampel permukaan (surface sample)
Sampel permukaan adalah sample yang diambil pada permukaan tanah. Lokasi
dan posisi stratigrafinya dapat diplot dalam peta. Sampel yang baik adalah yang
diketahui posisi stratigrafinya terhadap singkapan yang lain, namun terkadang
pada pengambilan sampel yang acak baru diketahui sesudah dilakukan analisa
umur. Sampel permukaan sebaiknya diambil dengan penggalian sedalam > 30 cm
atau dicari yang masih relatif segar (tidak lapuk).
Sampel bawah permukaan (sub surface sample)
Sampel bawah permukaan adalah sampel yang diambil dari suatu pengeboran.
Dari cara pengambilannya, sampel bawah permukaan ini dapat dipisahkan
menjadi 4 bagian, yaitu :
1. inti bor (core): seluruh bagian lapisan pada kedalaman tertentu diambil secara
utuh.
2. sampel hancuran (ditch-cutting): lapisan pada kedalaman tertentu dihancurkan
dan dipompa ke luar dan kemudian ditampung.
b. Proses Pengayakan
Dasar proses pengayakan adalah bahwa fosil-fosil dan butiran lain hasil
penguraian terbagi menjadi berbagai kelompok berdasarkan ukuran butirnya
masing-masing yang ditentukan oleh besar lubang. Namun, perlu diperhatikan
bahwa tidak semua butiran mempunyai bentuk bulat, tetapi ada juga yang panjang
yang hanya bisa lolos dalam kedudukan vertikal. Oleh karena itu, pengayakan
harus digoyang sehingga dengan demikian berarti bahwa yang dimaksudkan
dengan besar butir adalah diameter yang kecil / terkecil Pengayakan dapat
dilakukan dengan cara basah dan cara kering :
Cara kering
Keringkan seluruh contoh batuan yang telah terurai
Masukkan kedalam ayakan paling atas dari unit ayakan yang telah tersusun baik
sesuai dengan keperluan
Mesin kocok dijalankan selama + 10 menit
Contoh batuan yang tertinggal di tiap-tiap ayakan ditimbang dan dimasukkan
dalam botol/plastik contoh batuan
Cara basah
Cara ini pada prinsipnya sama dengan cara kering, tetapi pada umumnya
menggunakan ayakan yang kecil. Pengayakan dilakukan dalam air sehingga
contoh batuan yang diperoleh masih harus dikeringkan terlebih dahulu.
c . Proses Pemisahan Fosil
Fosil-fosil dipisahkan dari butiran lainnya dengan menggunakan jarum. Untuk
menjagaagar fosil yang telah dipisahkan tidak hilang, maka fosil perlu disimpan di
tempat yang aman. Setelah selesai pemisahan fosil, penelitian terhadap masing-
masing fosil dilakukan. Alat dan bahan yang digunakan.
Preparasi adalah proses pemisahan fosil dari batuan dan material pengotor
lainnya. Proses ini pada umumnya bertujuan untuk memisahkan mikrofosil yang
terdapat dalam batuan dari material-material lempung (matrik) yang
menyelimutinya. Untuk setiap jenis mikrofosil, mempunyai teknik preparasi
tersendiri. Polusi, terkontaminasi dan kesalahan dalam prosedur maupun
kekeliruan pada pemberian label, harus tetap menjadi perhatian agar mendapatkan
hasil optimum. Beberapa contoh teknik preparasi untuk foraminifera & ostracoda,
nannoplankton dan pollen dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :
a. Foraminifera kecil & Ostracoda
Untuk mengambil foraminifra kecil dan Ostracoda, maka perlu dilakukan
preparasi dengan metoda residu. Metoda ini biasanya dipergunakan pada batuan
sedimen klastik halus- sedang, seperti lempung, serpih, lanau, batupasir
gampingan dan sebagainya.
Caranya adalah sebagai berikut, yaitu:
Ambil ± 100 – 300 gram sedimen kering.
Apabila sedimen tersebut keras-agak keras, maka harus dipecah secara perlahan
dengan menumbuknya mempergunakan lalu besi/porselen.
setelah agak halus, maka sedimen tersebut dimasukkan ke dalam mangkok dan
dilarutkan dengan H2O2 (10 – 15%) secukupnya untuk memisahkan mikrofosil
dalam batuan tersebut dari matriks (lempung) yang melingkupinya.
Biarkan selama ± 2-5 jam hingga tidak ada lagi reaksi yang terjadi.
Setelah tidak terjadi reaksi, kemudian seluruh residu tersebut dicuci dengan air
yang deras diatas saringan yang berukuran dari atas ke bawah adalah 30-80-100
mesh.
Residu yang tertinggal pada saringan 80 & 100 mesh, diambil dan kemudian
dikeringkan didalam oven (± 600 C).
Setelah kering, residu tersebut dikemas dalam plastik residu dan diberi label
sesuai dengan nomor sampel yang dipreparasi.
Sampel siap dideterminasi.
Alat dan bahan yang digunakan untuk preparasi foraminifera kecil dan ostracoda:
c. Nannoplankton
Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop optik. Dapat dilakukan dengan dua
metode preparasi, yaitu:
Quick smear-slide/metode poles
Smear slide/metode suspense
d. Polen
B. Penyajian Mikrofosil
Dalam penyajian mikrofosil ada beberapa tahap yang harus dilakukan, yaitu:
Observasi
Observasi adalah pengamatan morfologi rincian mikrofosil dengan menggunakan
miroskop. Setelah sampel batuan selesai direparasi, hasilnya yang berupa residu
ataupun berbentuk sayatan pada gelas objek diamati di bawah mikroskop.
Mikroskop yang dipergunakan tergantung pada jenis preparasi dan analisis yang
dilakukan. Secara umum terdapat tiga jenis mikroskop yang dipergunakan, yaitu
mikroskop binokuler, mikroskop polarisasi dan mikroskop scanning-elektron
(SEM).
Determinasi
Determinasi merupakan tahap akhir dari pekerjaan mikropaleontologis di
laboratorium, tetapi juga merupakan tahap awal dari pekerjaan penting
selanjutnya, yaitu sintesis. Tujuan determinasi adalah menentukan nama genus
dan spesies mikrofosil yang diamati, dengan mengobservasi semua sifat fisik dan
kenampakan optik mikrofosil tersebut.
Deskripsi
Berdasarkan observasi yang dilakukan pada mikrofosil, baik sifat fisik maupun
kenampakan optiknya dapat direkam dalam suatu deskripsi terinci yang bila perlu
dilengkapi dengan gambar ilustrasi ataupun fotografi. Deskripsi sangat penting
karena merupakan dasar untuk mengambil keputusan tentang penamaan
mikrofosil yang bersangkutan.
Ilustrasi
Pada tahap ilustrasi, gambar dan ilustrasi yang baik harus dapat menjelaskan
berbagai sifat khas tertentu dari mikrofosil itu. Juga, setiap gambar ilustrasi harus
selalu dilengkapi dengan skala ataupun ukuran perbesarannya.
II.2 Foraminifera
Gambar 2.3 : Bentuk umum dari foraminifera ( Amstrong dan Brasier, 2005 )
a. Dinding
Merupakan lapiran terluar dari cangkang, dapat tersusun dari zat – zat organic
maupun material asing. Dinding cangkang foraminifera berdasarkan pada resen
fauna adalah :
Dinding Chitin / tektin : bentuk dinding paling primitip. Berupa zat
organic menyerupai zat tanduk, fleksibel dan transparan, berwarna kuning
dan tidak berpori. Contoh golongan Miliolidae.
Dinding Aglutin / Arenaceous : dinding yang tersusun oleh mineral asing.
Jika penyusunnya hanya butir – butir pasir disebut Arenaceous. Jika
banyak material seperti mika dsb,. Disebut Aglutin.
Dinding Silikaan : dinding ini jarang ditemukan , bias dari organism itu
sendiri atau mineral sekunder.
Dinding Gampingan : terdiri dari 4 tipe dinding, yaitu :
1. Dinding Porselen : tidak berpori, berwarna opak dan putih. Contoh :
Quinquwloculina.
Susunan Kamar
Berdasarkan jumlah kamar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
Monothalamus, hanya terdiri dari satu kamar
Polythalamus, tersusun oleh jumlah kamar yang banyak.
Monothalamus :
Berdasarkan bentuknya di bagi menjadi beberapa :
- Bulat
- Botol
- Tabung
- Kombinasi botol dan tabung
- Planispiral dsb.
Polythalamus
Cangkang foraminifera disusun oleh lebih dari 1 kamar. Terdapat 3
jenis kamar susunan kamar, yaitu :
1. Uniserial, berupa satu baris susunan kamar yang seragam, contoh:
Nodosaria, dan Siphonogenerina.
2. Biserial, berupa dua baris susunan kamar yang berselang-seling, contoh:
Bolivina dan Textularia.
3. Triserial, berupa tiga baris susunan kamar yang berselang-seling, contoh:
Uvigerina dan Bulimina.
Berdasarkan keseragaman susunan kamar dikelompokkan menjadi:
1. Uniformed test: jika disusun oleh satu jenis susunan kamar, misal
uniserial saja atau biserial saja.
2. Biformed test: jika disusun oleh dua macam susunan kamar yang berbeda,
misal diawalnya triserial kemudian menjadi biserial. Contoh:
Heterostomella.
3. Triformed test: terdiri dari tiga susunan kamar yang berbeda. Contoh:
Valvulina.
c. Aperture
lobang utama pada cangkang yang biasanya terdapat pada bagian kamar
terakhir. Aperture berfungsi untuk keluarnya protoplasma dan memasukkan
makanan. Tidak semua foraminifera mempunyai aperture terutama foraminifera
besar.
Bentuk Aperture
1. Bulat sederhana, terletak diujung kamar terakhir. Contoh: Lagena,
Bathysiphon, dan Cornuspira.
2. Memancar (radiate), berupa lobang bulat dengan kanal-kanal yang
memancar dari pusat lobang. Contoh: Nodosaria, Dentalina, Saracenaria,
dan Planularia.
3. Phialine, berupa lobang bulat dengan bibir dan leher. Contoh: Uvigerina,
Amphicoryna dan Marginulina.
4. Crescentic, berbentuk tapal kuda atau busur panah. Contoh: Nodosarella,
Pleurostomella, dan Turrilina.
5. Virguline/bulimine, Berbentuk seperti koma (,) yang melengkung.
Contoh: Virgulina, Bulimina, dan Cassidulina.
Posisi Aperture
1. Aperture terminal, yaitu aperture yang terletak pada ujung kamar yang
terakhir. Contoh: Cornuspira, Nodosaria, Uvigerina.
2. Aperture on apertural face, yaitu aperture yang terdapat pada bagian
kamar yang terakhir. Contoh: Cribohantkenina, Dendritina.
3. Aperture peripheral, yaitu aperture yang memanjang pada bagian tepi
(peri-peri). Contoh: Cibicides.
4. Aperture umbilical, aperture yang terletak pada umbilikus (sumbu
perputaran). Sebagian besar plangtonik memiliki aperture ini.
Sifat Aperture
1. Aperture Primer : aperture utama, biasanya terdapat di kamar terakhir.
2. Aperture Sekunder : aperture lain yang dijumpai juga di kamar terakhir
3. Aperture Asesori : aperture yang merupakan hiasan saja, terletak di luar
kamar terakhir.
B. Bentuk
Bentuk test adalah bentuk keseluruhan dari cangkang foraminifera,
sedangkan bentuk kamar merupakan bentuk masing-masing kamar pembentuk
test. Penghitungan kamar foraminifera dimulai dari bagian dalam dan pada again
terkecil dimana biasanya mendekati aperturenya. Dibedakan menjadi dua yaitu
bentuk kamar dan bentuk test. Bentuk kamar dapat globular, rhomboid menyudut,
atau kerucut menyudut. Bentuk test dapat membulat atau ellips.
C. Suture
Suture adalah garis yang terlihat pada dinding luar test dan merupakan
perpotongan antara septa dan dinding kamar. Macam-macam bentuk suture
adalah:
- Tertekan (melekuk), rata atau muncul dipermukaan test.
- Lurus, melekuk lemah, sedang dan kuat.
- Suture yang mempunyai hiasan.
Dalam penentuan genus foraminifera, suture sangat berguna. Suture dapat tertekan
atau tidak. Pendeskripsian meliputi pandangan dorsal maupun vetral.
1. Aperture Primer
a. Interiomarginal Umbilical : aperture yang terdapat pada bagian
umbilical atau pusat putaran
b. Interiomarginal Umbilical Extra Umbilical : aperture yang memanjang
dari umbilical dampai peri – peri ( tepi )
c. Interiomarginal Ekuatorial : aperture yang terletak di daerah ekuator ,
biasanya pad aputaran yang planispiral. Biasanya terlihat
padapandangan samping.
2. Aperture Sekunder
Merupakan lubang yang lain dari aperture primer dan lebih kecil, atau
lobang tambahan dari aperture primer.
F. Komposisi Test
Kebanyakan dari foraminifera plangtonik mempunyai dinding tess
gamping hyaline.
G. Hiasan
Hiasan adalah aneka struktur mikro yang menghiasi bentuk fisik cangkang
foraminifera. Hiasan ini merupakan cerminan dari upaya mikroorganisme ini
dalam beradaptasi terhadap lingkungannya. Berdasarkan letaknya hiasan dapat
dibagi menjadi:
1. Pada Suture, antara lain;
Suture bridge : bentuk suture menyerupai jembatan
Suture limbate : bentuk suture yang tebal
Hiasan sangat penting karena sangat khas pada genus tertentu. Misal Spine khas
pada Hantkenina, Keel pada Globorotalia.
A. Famili Globigerinidae
Trochoid, aperture umbilikal, pada kamar terakhir cenderung
planispiral, test tersusun zat gampingan, permukaan test kasar berstruktur
cancellate, sebagian besar memiliki duri-duri halus, aperture biasanya besar.
Muncul sejak Kapur Awal sampai sekarang. Genus yang masuk dalam famili ini
adalah: Globigerina, Globigerinoides, Globigerinatella, Globigerinella,
Globogerinelloides, Hastigerina, Hastigerinella, Orbulina, Pulleniatina,
Sphaeroidinella, Candeina, dan Candorbulina.
B. Famili Globorotalidae
Trochoid rendah, bentuk test ellips bikonvek – planokonvek, dengan
bentuk kamar beberapa bulat sebagian rhomboid. Aperture umbilical ekstra
umbilikal ( dari umbilikal sampai peri – peri ), berbentuk busur. Test tersusun zat
gampingan, permukaan test halus, sebagian besar memiliki duri-duri halus.
Jumlah kamar akhir (pandangan ventral) lebih dari 4. Muncul sejak Kapur Awal
sampai sekarang. Genus yang masuk dalam famili ini adalah: Globorotalia dan
Globotruncana.
C. Famili Hantkeninidae
1. Genus Hantkenina Cushman, 1927
Test planispiral dengan putaran tertutup, secara umum involute, dinding
gampingan, hiasan berupa tanduk pada setiap kamar.
Golongan ini hidup di dasar laut mulai dari tepi sampai kedalaman lebih
dari 4000 m, cangkang nya terditi dari polythalamus Test dan monothalamus Test.
Sedangkan komposisi penyusun cangkangnya terdiri dari aglutin dan arenaceous,
umumnya foraminifera jenis ini peka terhadap perubahan lingkungan, karena itu
golongna ini sering dipakai sebagai indikator untuk menentukan lingkungan
pengendapan.
Dari setiap zona – zona tersebut biasanya dihuni oleh species – species yang
tertentu, karena itulah golongan ini baik untuk penentuan lingkungan
pengendapan. Beberapa petunjuk yang dapat dipergunakan:
Monothalamus
Tersusun oleh satu kamar, dapat dibedakan atas berikut :
- Bulat : Saccamina
- Botol : Lagena
- Tabung : Bathysiphon
Polythalamus
Cangkang foraminifera disusun oleh lebih dari 1 kamar. Terdapat 3
jenis kamar susunan kamar, yaitu :
4. Uniserial, berupa satu baris susunan kamar yang seragam, contoh:
Nodosaria, dan Siphonogenerina.
5. Biserial, berupa dua baris susunan kamar yang berselang-seling, contoh:
Bolivina dan Textularia.
6. Triserial, berupa tiga baris susunan kamar yang berselang-seling, contoh:
Uvigerina dan Bulimina.
Berdasarkan keseragaman susunan kamar dikelompokkan menjadi:
4. Uniformed test: jika disusun oleh satu jenis susunan kamar, misal
uniserial saja atau biserial saja.
5. Biformed test: jika disusun oleh dua macam susunan kamar yang berbeda,
misal diawalnya triserial kemudian menjadi biserial. Contoh:
Heterostomella.
6. Triformed test: terdiri dari tiga susunan kamar yang berbeda. Contoh:
Valvulina.
Susunan kamar uniserial dapat berkembang kedalam bentuk test :
Planispiral : terputarpada satu bidang, semua kamar terlihat, pandangan
dan jumlah kamar ventral dan dorsal sama. Contoh : Elphidium,
Amphistegina, dsb
C. Komposisi Test
Kebanyakan foraminifera benthonic mempunyai dinding test gamping
hyaline, porselen dan arenacous.
D. Aperture
Aperture Phialine.
Aperture Crescentik.
Aperture Ectosolenia.
Aperture Entosolenia.
Aperture
Contoh : Dendritin.
Biasanya merupakan lubang yang berbentuk busur, ceruk ataupun persegi kadang-
kadang dilengkapi dengan bibir (lip), gigi-gigi atau ditutupi dengan selaput tipism
(bulla).
E. Hiasan
Hiasan sangat penting karena sangat khas pada genus tertentu. Misal
bridged suture khas pada Ephildium, Retral Procrsses pada Amphistegina.
Beberapa jenis sayatan tipis yang mungkin terdapat dalam observasi foraminifera
besar dapat dilihat pada gambar berikut.
Keterangan :
Dari jenis-jenis sayatan ini pengamatan mengenai struktur bagian dalam dari
kamar-kamar foraminifera besar dapat dilakukan di bawah mikroskop binokuler
dengan sinar transmisi.
A. Kamar
Jumlah kamar dari foraminifera besar sangat banyak dan terputar, serta
tumbuh secara bergradasi. Jenis kamar dapat dibedakan atas kamar embrional,
ekuatorial dan lateral. Pengenalan yang baik terhdap jenis kamar sangat
membantu dalam taksonomi
Gambar 2.21 : Jenis – jenis dan posisi kamar dalam foraminifera besar.
1. Kamar Embrional
Merupakan kamar yang tumbuh pertama kali atau dikenal sebagai
proloculus. Pada umumnya proloculus dijjumpai di bagian tengah,
namun beberapa genus terdapat di bagian tepi seperti Miogypsina. Kamar
embrional dpat dibedakan menjadi dua, yaitu : protoconch dan deutroconh.
Terkadang diantara kamar embrionik dengan kamar ekuatorial terdapat
nepionik, namun dalam pengamatan suli dikenali.
2. Kamar Ekuatorial
Kamar ini terdapat pada bidang ekuatorial. Jumlah kamar ekuatorial sangat
membantu untuk mengetahui jumlah putaran dari test foraminifera bear.
Jumlah putaran pada beberapa golongan menjadi pembeda diantar genus.
3. Kamar Lateral
Kamar lateral terdapat di atas dan di bawah dari kamar – kamar ekuatorial.
Identifikasi pada kamar ini ad pada tebal – tipisnya dinding kamar ( seta
filament ), selain itu pada beberapa genus sering dijumpai adanya stolon
yang menghubungkan rongga antar kamar. Jumlah kamar terkadang
memberikan pengaruh namn tidak terlalu signifikan.
B. Bentuk Test
Bentuk test adalah identifikasi awal yang dapat dikenali. Bentuk dasar
test dibedakan menjadi beberapa : diskoid, fusiform ( cerutu ), bintang dan
trigonal.
- Discoid
Dicirikan dengan sumbu putaran pendek dan sumbu ekuatorial
panjang. Mudah dikenali dengan bentuk reatof cembung atau
B. Golongan Camerinidae
a. Sub Famili Camerininae
Merupakan kelompok Nummulites, Pellatispira, Operculina,
Operculinoides, dan Assilina. Bentuk test umumnya besar, lenticular, discoidal,
planispiral dan bilateral simetris. Test tersusun oleh zat – zat gampingan.
C. Golongan Miogypsinidae
Kelompok dari Miogypsina dan Miogypsinoides. Bentuk test pipih,
segitiga atau asimetris. Kmar embrionik terletak dipinggir atau dipuncak, dengan
protoconch dan deutroconch yang hamper sama besar. Memiliki pilar – pilar yang
jelas.
E. Golongan Fusulinidae
Golongan ini umumnya punah, muncul pada Paleozoik Atas dan
Mesozoik. Golongan ini dicirkan dengan bentuk putaran yang fusiform.
a. Biozonasi
Terdapat beberapa satuan biostratigarfi seperti :
- Zona Kumpulan ( Assemblage )
Yaitu penentuan biozonasi yang berdasarkan atas sekumpulan beberapa
takson yang muncul bersamaan. Pada penarikan ini tidak memperhatikan
umur dari masiing – masing takson. Kegunaan zona kumpulan ini untuk
penentuan lingkungan pengendapan. Penamaan zona diambil dari satu atau
lebih takson yang menjadi penciri utamanya. Misal : Zona Amphistegina
Lesonii.
- Zona Interval
Yaitu penentuan biozonasi berdasarkan kisaran stratigrafi dari takson – takson
tertentu. Penarikan batas dilakukan dengan meliahat kemunculan awal dan
kemunculan akhir dari suaru atau lebih takson yang ada. Pada batas bawah
ditarik berdasarkankemunculan awal dari suatu takson yang muncul paling
akhir, sedangkan batas atas ditarik berdasarkan kemunculan akhir dari suatu
takson yang paling dahulu punah.
Diskrifsi
a. Dinding : Gamping Hyalin
b. Bentuk test : Tabung
c. Bentuk kamar : Memanjang
d. Susunan kamar : Monothalamus
e. Jumlah kamar :1
f. Pertumbuhan Kamar : Cepat
g. Arah Putran Kamar :-
h. Arperture : bulat Sederhana
i. Hiasan : smooth
j. Lngkungan Pengendapan : Transisi
k. Jenis : Bentonik
TAKSONOMI:
Filum : protozoa
Kelas :sarcodina
Ordo : foraminifera
Family : globogerinidae
Genus :globogerina
Spesies : globogerina bullodes
Deskripsi:
Fosil ini memiliki susunan kamar planispiral,dekstral dengan
bentuk kamar polytalamus bulat,jumlah kamar delapan di lihat dari
pandangn dorsal,memiliki aperture bulat sederhana,phialine,dan hiasan
punctuate,perkembangan kamar fosil ini yaitu gradasi dengan umur
jurasic-resent dan termaksud jenis dari foraminifera plangthonik.
TAKSONOMI :
Filum : protozoa
Kelas : sarcodina
Ordo :foraminifera
Family : globogerinidae
Genus : globogerina
Spesies : globigerina venezuelena
DESKRIPSI:
Fosil ini memiliki bentuk kamar politalamus,bulat dengan susunan
kamar planispiral,dekstral dan jumlah kamar empat di lihat dari pandangan
ventral, fosil ini juga memiliki aperture interior marginal amburacal serta hiasan
punctuate,perkembangan kamarnya cepat,kisaran hidup N.9-N.23.termaksud
dalam foraminifera plangthonik.
TAKSONOMI:
Fillum : Foraminifera
Kelas : Nodosariata
Ordo : Nodosariida
Family : plectofrondiculuriidae
Genus : Plectofrondicularia
Spesies : Plectofrondicularia floridiana
DESKRIPSI:
Fosil ini memiliki bentuk kamar dan bentuktest tabung dengan susunan
kamar monotalamus dan jumlah kamar satu di lihat dari pandangan
samping,memiliki aperture terminal,bentuk sederhana,mempunyai hiasan keel
dengan lingkungan pengedapan laut neuritik atau laut dangkal,serta umurnya
masuk pada meosen-neogen.fosil ini termaksud dalam kelompok foraminifera
benthonic.
Diskrifsi
a. Dinding : Gamping Hyalin
b. Bentuk test : Tabung
c. Bentuk kamar : Memanjang
d. Susunan kamar : Monothalamus
e. Jumlah kamar :1
f. Pertumbuhan Kamar : Cepat
g. Arah Putran Kamar :-
h. Arperture : bulat Sederhana
i. Hiasan : smooth
j. Lngkungan Pengendapan : Transisi
k. Jenis : Bentonik
TAKSONOMI :
Fillum : Protozoa
Kelas : Sarcodina
Ordo : Foraminifera
Family : Heterohelicidae
Genus : Nodogerinae
Spesies : Nodogerina advena
DESKRIPSI :
Fosil ini memiliki bentuk kamar yang bulat,dengan susunan kamar
polytalamus,uniserial,dengan test uniformed memiliki delapan kamar di
lihat dari pandangan samping,dan apeturenya terminal bentuk sederhana
serta hiasa smooth,lingkungan pengendapanya laut dangkal,umurnya
karbon-resent.fosil ini termaksud dalam kelompok foraminifera benthonic.
Diskrifsi vertikal
1. Jenis sayatan : Axial
2. Kamar : Embrionik
3. Bentuk Test : Discoid
4. Jumlah Putaran :-
5. Arah Putaran :-
Diskrifsi Horisontal
1. Jenis sayatan : Ekuatorial
2. Kamar : Ekuatorial
3. Bentuk Test : Discoid
4. Jumlah Putaran : Banyak
5. Arah Putaran : Dextral
Diskrifsi Horisontal
1. Jenis sayatan : Ekuatorial
2. Kamar : Ekuatorial
3. Bentuk Test : Discoid
4. Jumlah Putaran : Banyak
5. Arah Putaran :-
http://www.marinespecies.org/foraminifera/aphia.php?p=search. Diakses
pada tanggal 21 Juni 2015
Pandita. H., 2015, Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi,
Yogyakarta, hal 1-40
Adama, C. G, 1970. A Reconsideration of The East Indian Letter
Clasification of The Tertiary. Br. Mus. Nat. Hist. Bull. (Geo), ln 87 – 137
Blow, W.H., 1969. Late Middle Eocene to Recent Planktonic Foraminifera
Biostratigraph Cont. Planktonic Microfossil, Geneva, 1967, Pro Leiden,
E.J Bull v.1
Cushman, J.A., 1969 Foraminifera Their Clasification and Economic Use,
Cambridge, Massachusets, USA Harvard University Press
Kennett, J.P Srinivasan, M.S 1983, Neogene Planktonic Foraminifera.
Hucthison Ross Publishing Company, h.265
Maha, M., 1995. Biozonasi, Paleobatimetri dan Pemerian Siaternatis
Foraminifera Kecil Sumur TO-04, Sumur TO-08 dan Sumur -95, Daerah
Cepu dan sekitarnya, Cekungan Jawa Timur Utara, Thesis, ITB, Bandung
Phleger, F.B., 1951. Ecology of Foraminifera, Northwest Guff of Mexico,
The Geological Society of America, Memorial 46
Postuma, J.A., 1971. Manual of Planktonic Foraminifera, Amsterdam,
London, New York, Elsevier Publishing Company
Pringgopawiro. H., 1984. DiklatMikropaleontologi Lanjut, Laboratorium
Mikropaleontologi Jur. T. Geologi, ITB, Bandung
Subandrio. A., 1994, Study Paleobathymetry Cekungan Sumatera Utara
Subbcekungan Jambi dan Cekungan Barito, Thesis, ITB, Bandung
http://dokumen.tips/documents/preparasi-mikrofosil.html
http://rizalgunawan06.blogspot.com/2014/02/mikro-dan-makro-fosil.html
https://mwamir.wordpress.com/geologi/laporan-
praktikum/mikropaleontologi/
http://laporanp.blogspot.co.id/2010/02/bab-i-pendahuluan-1_07.html
http://geohaniez.blogspot.co.id/2010/12/mikropaleontologi-dan-
aplikasinya-dalam.html
http://geologistl.blogspot.co.id/2014/01/kegunaan-fosil.html
http://www.kamusq.com/2012/10/foraminifera-adalah-pengertian-
dan.html