Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PAI & BP

IMAN KEPADA QADHA DAN QADAR

D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
KELOMPOK 1
• ALIYAS SAPUTRA
• FEBY SETIA NINGSIH
• FITRI YANTI
• IMATHUL RISKI AMALIA
• PUJA PRATIWI
• WAHYUDI SULAIMAN
• YANTO

SMK KARYA SEMBAWA


TAHUN PELAJARAN 2019/2020
IMAN KEPADA QADHA DAN QADAR
• Makna Iman Kepada Qadha dan Qadar
Takdir Allah Swt. Seperti yang sudah dipaparkan dalam hukum naqli maupun hukum aqli
yang terbentang di alam semesta, berjalan secara adil dan teratur. Takdir Allah Swt. Disebut pula
sunnatullah. Takdir itu, ada yang baik da ada pula yang buruk, manusia tinggal memilih jalan
hidup mana hendak ia usahakan. Jika yang dipilih jalan kebaikan,yang didapat adalah takdir
baik, begitu juga sebaliknya.
Melalui pemahaman ini, takdir Allah Swt. Berjalan menurut hukum sunnatullah. Ikhtiar
manusia secara sungguh-sungguh, Sangat dibutuhkan karena terdapat kolerasi positif antara
kadar ikhtiar dengan keberhasilan dan kesuksesan. Oleh karena itu, niscaya jalan kesuksesan
dapat diraih. Jadi, manusia memiliki kesempatan memilih antara dua pilihan; pilihan yang
membawa akibat baik atau yang membawa akibat buruk seperti yang tercantum dalam Q.S Al-
Balad/90: 8-10.

• Pengertian Iman Kepada Qadha Dan Qadar


Rukun iman yang keenam adalah pada qadha dan qadar . Beriman pada qadha dan dadar
berarti beriman pada takdir Allah swt., yaitu meyakini bahwa adanya ketetapan Allah swt . yang
berlaku atas makhluknya, baik ketentuan yang telah, sedang, maupun yang akan terjadi.
Qadha menurut bahasa bearti ”menetukan atau memutuskan”, sedangkan menurut istilah
artinya “ segala ketentuan Allah swt . sejak zaman azali.” Adapun pengertian menurut Qadar
menurut bahasa adalah “ memberi kadar, aturan, atau ketentuan”, sedangkan menurut istilah
bearti “ketetapan Allah swt. Terhadap seluruh makhluknya tentang segala sesuatunya.
Firman Allah Swt;
Berdasarkan firman Allah swt. Tersebut, segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini
termasuk pada diri manusia sendiri, baik mdan buruk, susah dan senang, dan segala gerak- gerik
hidup kita semuanya tidak terlepas dari takdir Allah Swt.

• Hubungan antara Takdir, Ikhtiar, Doa, dan Tawakal


• Takdir
Kenapa matahari terbit dari timur, bumi mengintari matahari, ikan berenang di
air,burung terbang diangkasa, sementara manusia adea yang lahir dengan jenis
kelamin laki laki atau perempuan;
Siapa saja yang berikhtiar secara bersungguh-sungguh, akan menuai keberhasilan,
sebaliknya yang malas dan sedikit ikhtiar, berakibat hidupnya dilanda kemalangan
dan diliputi kesengsaraan? Pertanyaan tersebut, semuanya terkait dengan iman kepada
takdir, dan semua contoh-contoh itu adalah tentang ketentuan Allah Swt., dan itulah
yang disebut takdir.
• Ikhtiar
Makna ikhtiar adalah usaha sungguh-sungguh dan maksimal dari semua amal
perbuatan dan aktifitas yang dilakukan, atau kesungguhan hati dan tekad yang kuat
untuk mewujudkan cita dan asa. Tentu saja kesungguhan amal tersebut, tidak terlepas
dari jalan yang sudah dibentangkan Allah Swt., seraya berdoa, agar cita dan harapan
tersebut,dipercepat atau dipermudahkan oleh Allah Swt.
Pahami secara benar pernyataan berikut. Manusia berkewajiban ikhtiar, sedangkan
Allah Swt. Yang menentukan takdir.
• Takdir berjalan menurut hukum”sunnatullah”. Artinya keberhasilan hidup sangan
tergantung sejalan atau tidaknya dengan sunnatullah. Contohnya malas belajar
berakibat bodoh, tidak mau bekerja akan miskin, menyentuh api akan merasakan
panas.
• Kenyataan menjukkan bahwa tidak ada seorang pun yang mengetahui takdirnya.
Jangankan peristiwa masa depan, hari esok terjadi apa, tidak ada yang mampu
mengetahuinya (Q.S.Al-Ahqaf/46:9).
• Siapapun yang berusaha dengan sungguh-sungguh, akan memperoleh
keberhasilan dan mendapatkan cita-cita sesuai tujuan yang diinginkan. Pepatah
arab mengatakan:
Artinya: “Siapapun orangnya yang bersungguh-sungguh, akan memperoleh
keberhasilan”.
Takdit terbagi dua: Pertama, Takdir Mubram, yakni takdir semata mata
ketentuan Allah Swt., seperti mati, kelahiran, dan jenis kelamin. Kedua,
Takdir Mu’allaq, yakni takdir yang tergantung ikhtiar dan potensi yang ada
pada manusia seperti sembuh dengan berobat, sukses dalam belajar, sukses
dalam karier. Yang termasuk Mu’allaq, yaitu tingkat hidup, kecerdasaan,
kebahagiaan dan kesejahteraan (Q.S. Ar-Ra’d/13:11).
Manusia sudah berikhtiar secara sungguh-sungguh, tetapi gagal juga.
Jawabannya, inilah apa yang kita kenal dengan “ rahasia illahi” . kita juga
harus memahami bahwa Allah Swt tidak pernah menyia-nyiakan semua amal
yang sudah diikhtiarkan secara sungguh-sungguh, walaupun gagal (Q.S. An-
Najm/53: 39-42 san At-Taubah/9:105).
• Doa
Disamping ikhtiar lahir, ada pula ikhtiar batin, yaitu doa Firman Allah Swt.:

Artinya: “…Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa, apabila dia berdoa
kepada-ku, …”(Q.S. Al-Baqarah?2:186)
Melalui doa atau usaha batin yang selalu di hubungkan dengan Allah Swt., ikhtiar
dalam mencapai cita-cita dan harapan, menjadi lebih lengkap dan mantap sehingga
pada akhirnya hidupnya dipenuhi dengan keberhasilan yang berkah dan
berkecukupan yang berkah.
• Tawakal
Menjalani hidup yang benar, harus berurutan dimulai dengan mengimani takdir,
ikhtiar dengan sungguh-sungguh berdoa, tawakal, yang maknanya adalah “
menyerahkan segala urusan dan hasil ikhtiarnya hanya kepada Allah Swt.”
Ketika zaman Rasullulah saw. Terjadi peristiwa:
Suatu hari datang seorang sahabat ke kediaman Rasulullah saw. Dengan
mengendarai unta, sesampainyadi depan rumah beliau, (ada peristiwa ganjil),
sehingga beliau berkata: “kenapa unta anda tidak diikat?” ia menjawab: Tidak Wahai
Rasulullah, karena saya sudah bertawakal.” Kemdian Rasulullah saw. Berkata:
“ikatlah dulu unta anda, baru bertawakal !”
Berdasarkan peristiwa tersebut, dapat disimpulkan bahwa bertawakal itu baru boleh
dilakukan setelah berikhtiar secara sungguh¬-sungguh. Terkai dengan hasil ikhtiar,
kita serahkan sepenuhnya hanya kepada Allah swt. Karena bisa saja setiap keinginan,
cita, dan harapan kita tidak cocok menurut pandangan serta renungkan, tentu banyak
hikmah yang didapat dari setiap kegagalan (Q.S Al-Baqarah/ 2: 216

• Tanda-tanda Penghayatan Beriman Kepada Qadha dan Qadar dalam Perilaku Sehari-
hari
Berikut di antara tanda-tanda penghayatan beriman kepada qadha dan qadar dalam perilaku
sehari-hari:
• Memberi keyakinan kepada manusia bahwasanya segala sesuatu yang terjadi di alam ini
tidak lepas dari sunnatullah, baik yang tertulis dalam ayat-ayat Al-Qur’an (Qauliyah)
maupun yang terhampar di alam semesta yang disebut ayat-ayat Allah swt. Dan dijamin
mutlak kebenarannya.
Adapun perbedaannya adalah sebagai berikut.
• Ayat-ayat kauniyah dapat diukur, contoh air dipanaskan 100oC akan mendidih tetapi
ayat qauliyah sungguh pun akan terjadi kepastiannya tetapi tidak diketahui kapan
waktunya, misalnya kematian.
• Untuk mengetahui ayat-ayat kauniyah manusia dapat melakukan serangkaian
percobaan (empirik) sedangkan ayat qauliyah alat penelitiannya memakai keimanan
kepada Allah SWT.
• Menambah keyakinan manusia untuk senantiasa beriktiar atau berusaha lebih giat lagi
dalam mengejar cita-citanya.
• Meningkatkan keyakinan manusia supaya berdoa lebih fokus pada sasaran yang
diharapkan dengan izin Allah SWT.
• Memberikan keyakinan pada manusia untuk senantiasa bertawakal kepada Allah SWT.
Atas segala iktiarnya sehingga apabila gagal tidak mudah berputus asa. Sejalan dengan
itu bila berhasil selalu bersyukur kepadanya (Q.S At-Taubah/9:51)
• Menyadarkan manusia bahwa dalam kehidupannya dibatasi oleh aturan-aturan Allah
SWT yang tujuannya adalah untuk kebaikan manusia itu sendiri.

• Perilaku Yang Mencerminkan Iman Kepada Qadha dan Qadar


• Adanya sikap yakin terhadap sunnatullah.

• Senantiasa berusaha dengan sungguh sungguh baik usaha lahir maupun batin.
• Menyempurnakan usaha dengan sikap tawakal kepada Allah SWT.
• Jauh dari sikap sombong dan putus asa.

• Hikmah Beriman Kepada Qadha dan Qadar


• Bertawakal kepada Allah SWT.
• Memperoleh ketenangan jiwa dan kedamaian hati
• Menumbuhkan sikap gigih dan ulet
• Tertanamnya sikap husnuzon kepada Allah SWT
• Tidak sombong dan membanggakan diri
• Tidak merasa sedih dan kesal.

IKHTISAR
• Qadha menurut bahasa artinya menentukan atau memutuskan sedangkan menruut istilah
artinya ketentuan Allah SWT. Sejak zaman azali. Qadar menurut bahasa adalah memberi
kadar, aturan atau ketentuan. Secara istilah adalah ketetapan Allah SWT terhadap seluruh
makhluk tentang segala sesuatunya.
• Takdir terbagi dua : pertama, takdir mubram yakni takdir semata mata ketentuan Allah
SWT seperti mati, kelahiran, dan jenis kelamin. Kedua, takdir mu’allaq yakni takdir yang
tergantung ikhtiar manusia dan potensi yang ada pada manusia seperti sembuh dengan
berobat dan lain sebagainya.
• Perilaku beriman pada qadha dan qadar dapat ditunjukkan seperti sikap yakin terhadap
adanya sunnatulah, senantiasa berusa dengan penuh kesungguhan dan menyempurnakan
segala ikhtiarnya dengan bertawakal hanya kepada Allah Swt., jauh dari sikap sombong
dan putus asa.
• Hikmah beriman pasa qadha dan qadar adalah selalu bertawakal setelah berikhtiar dan
berdoa, memperoleh ketenangan jiwa, ulet dan gigih ketika berusaha, selalu
berhusnuzzan kepasa Allah Swt., tidak sombong bila berhasil, tidak putus asa bila gagal.


MAKALAH PAI & BP
MAWARIS

D
I
S
U
S
U
N
OLEH
KELOMPOK 2:
• DESTI PUTRI PRATIWI
• PUJI ALQOMAH
• RATNA SARI
• VENY NUR KUSMIATI
• AGUNG MADIANSYAH
• AHLUL SODERI
• SETO SURYONO

SMK KARYA SEMBAWA


TAHUN PELAJARAN 2019/2020

8. MARIWIS
A. Hukum Waris dalam Islam
Islam tidak hanya mengatur masalah ibadah kepada Allah Swt., Islam juga mengatur
hubungan manusia dengan sesamanya, di antaranya tentang pewarisan. Keberadaan warisan
menjadi bukti bahwa orang tua harus bertanggung jawab terhadap keluarga dan keturunannya.
Bukan hanya pada segi mental rohaniah, namun juga dari segi materi dan ekonomi juga harus
diperhatikan (Q.S.An-Nisa/4: 9). Berdasarkan ayat ini, orang tua harus merasa khahwatir
terhadap masa depan keluarganya.
Pengertian warisan atau disebut juga dengan mariwis adalah serangkaian kejadian
pengalihan harta benda dari seseorang yang meninggal dunia kepada seseorang yang masih
hidup. Menurut ilmu Fiqih, dikenal dengan sebutan Ilmu Fara’id,yaitu yang membicarakan
tentang pembagian harta warisan dari seorang muslim/muslimah yang meninggal.
Dalam masalah warisan, di satu sisi terjadi perdebatan di antara para ahli Fiqih,
khususnya perbedaan yang diterima ahli waris laki laki dengan perempuan. Namun setelah dikaji
secara mendalam, keadilan menjadi kunci jawaban dalam semua aturan Islam, apalagi laki laki
mempunyai tanggung jawab yang lebih besar di banding perempuan. Firman Allah Swt. Dalam
Q.S. An-Nisa’ /4: 34

Artinya: “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan
sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dank arena mereka (laki-laki)
telah memberikan nafkah dari hartanya …. “(Q.S. An-Nisa’ /4:34).
Sejalan dengan itu, pihak perempuan jika nantinya sudah menikah, suaminya akan
mendapat dua bagian dari keluarganya, sehingga banyak sedikitnya bagian yang diterima
seseorang, tergantung jawabanya terhadap keluarga.

B. Rukun Waris
1. Munawaris, yaitu orang yang meninggal (orang yang mewariskan) da nada harta yang
ditinggalkan. Kematian seseorang terbagi 2(dua): kematian hakiki, yaitu kematian secara
hukum, apabila kematiannya tidak di ketahui secara pasti, seperti orang hilang yang tidak
diketahui rimbanya.
2. Harta waris yaitu harta pribadi ( bukan harta bersama sekalipun suami istri ) peninggalan
dari orang yang meninggal. Dikatakan harta waris. Jikan hanya peninggalan tersebut, sudah
dikurangi hal-hal sebagai berikut :
• Biaya mengurus jenazah mulai meninggalkan sampai saat dikebumikan.
• Pelunasan hutang bila ada (Q.S. An-Nisa’/4;12. Utang ada dua:
• Utang terhadap Allah Swt., contoh : zakat, menunaikan ibadah haji, kafarat,
nazar, dan lain sebagainya.
• Uatang terhadap sesame manusia, contoh : bisa berupa uang, barang atau
bentuk lainnya.
c. Wasiat, yaitu pesan sebelum seseorang meninggalkan (Q.S. An-Nisa’/4: 11)
Adapun syarat-syarat berwasiat, antara lain:
• Tidak boleh lebih dari 1/3 harta milikinya.
• Tidak boleh wasiat kepada salah satu ahli waris saja jika ada ahli waris yang
lain da nada saksi.
• Tidak untuk maksia.
3. maurus atau ahli waris, yaitu satu atau beberapa orang hidup sebagai keluarga yang
ditinggalkan yang berhak mendapat harta waris dari muwari.
• Penyebab terjadinya seseorang dapat menjadi ahli waris ada 4, yaitu :
• Adanya hubungan pertalian darah dengan yang meninggal (nasab),
• Adanya hubungan pernikahan
• Adanya pertalian agama, apabila orang yang meninggal tidak meninggalkan
ahli waris.
• Karena memerdekakan statusnya dari budak menjdai orang yang merdeka.
b. Kelompok-kelompok ahli waris
dari seseorang yang meninggal dunia ada 25 orang, yaitu 15 orang dari pihak laki-
laki dan 10 orang dari pihak perempuan.

Ahli waris dari pihak laki-laki, yaitu :


• Anak laki-laki
• Cucu laki-laki dari anak laki-laki
• Bapak
• Kakek dari bapak
• Saudara laki-laki sekandung
• Saudara laki-laki sebapak
• Saudara laki-laki seibu
• Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung
• Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak
• Paman yang sekandung dengan bapak
• Paman yang sebapak dengan bapak
• Anak laki-laki paman yang sekandung dengan bapak
• Anak laki-laki paman yang sebapak dengan bapak
• Suami
• Laki-laki yang memerdekakan jika dia statusnya sebagai budak
Jika ahli waris dari pihak laki-laki, semuanya ada, maka yang mendapat warisan 3
orang saja, yakni:
• Anak
• Bapak
• Suami
Selanjutnya ahli waris dari pihak perempuan, yaitu:
• Anak perempuan
• Cucu perempuan (anak perempuan dari anak laki-laki)
• Ibu
• Nenek dari bapak
• Nenek dari ibu
• Saudara perempuan sekandung
• Saudara perempuan sebapak
• Saudara perempuan seibu
• Istri
• Perempuan yang memerdekakan kalau dia statusnya sebagai budak
Selanjutnya, jika ahli waris dari pihak perempuan, semuanya ada, maka yang
mendaptkan warisan 5 orang, yakni:
• Istri
• Anak perempuan
• Ibu
• Cucu perempuan dari anak laki-laki
• Saudara perempuan sekandung
Begitu juga, bila ahli waris baik laki-laki maupun perempuan ada semua, maka
hanya 5 orang saja yang mendapat bagian:
• Suami/istri
• Ibu
• Bapak
• Anak laki-laki
• Anak perempuan
Perhatikan Firman Allah swt. (Q.S. An-Nisa’/ 4: 7), berikut ini:
Artinya: “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan
kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua
orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagia yang telah
diterapkan.” (Q.S. An-Nisa’/4: 7)

C. Furudul Muqaddarah
pengertian furudul muqaddarah adalah bagian-bagian yang diterima ahli waris.
Bagian inidikelompokan menjadi 2 bagian, yaitu zawil furud dan asabah.
• Zawil furud: ahli waris yang mendapat bagian dari harta peninggalan menurut
ketentuan yang telah diterapkan pada Al-Qur’an/Hadits, yaitu sebagai berikut.
• Yang mendapat 1/2:
• Anak perempuan tunggal (Q.S. An-Nisa’/4: 11)
• Cucu perempuan tunggal dari anak laki.
• Saudra perempuan tunggal sekandung bila tidak ada anak
• Saudara perempuan tunggal sebapak bila tidak ada anak
• Suami bila tidak ada anak (Q.S. An-Nisa’/4: 12).
• Yang mendapat 1/4:
• Suami bila ada anak/cucu
• Istri bila tidak ada anak/cucu
• Yang mendapat 1/8
• Istri bila ada anak/cucu
• Yang mendapat 1/3
• Ibu bila tidak ada anak/cucu/saudara (Q.S An-Nisa’/4: 11).
• Dua orang saudara/lebih, baik laki-laki/perempuan yang seibu (Q.S An-
Nisa /4:12). Jika tidak ada anak atau bapak
• Yang mendapat 2/3
• Dua orang anak perempuan/lebih bila tidak ada anak/cucu laki-laki (Q.S.
An-Nisa’/4: 11).
• Dua orang cucu perempuan/lebih bila tidak ada anak/cucu laki-laki
• Dua orang saudara perempuan/lebih sekandung bila tidak ada anak atau
saudara laki-laki (Q.S. An-Nisa’/4: 176).
• Dua orang saudara perempuan/lebih sebapak bila tidak ada anak atau
saudara laki-laki (Q.S. An-Nisa’/4: 176).
• Yang mendapat 1/6
• Ibu bila ada anak/cucu/saudara(Q.S. An- Nisa / 4:11).
• Bapak bila ada anak laki- laki/cucu.
• Nenek bila tidak ada ibu (hadits).
• Cucu perempuan bila bersama anak perempuan tunggal.
• Kakek bila tidak ada bapak.
• Seorang saudara yang seibu, baik laki laki maupun perempuan (Q.S. An-
Nisa’/4:12) bila tidak ada anak/cucu/bapak.
• Saudara perempuan seorang/lebih sebapak bila bersama seorang saudara
perempuan sekandung.
2. ‘Asabah: ahli waris yang ketentuannya mendapat sisa atau menghabiskan
harta waris. ‘Asabah dibagi menjadi 3, yaitu sebagai berikut.
a) ‘Asabah binafsih: ahli waris yang menjadi ‘asabah dengan sendirinya.
Mereka itu adalah:
• Anak laki-laki
• Cucu laki-laki dari anak laki-laki
• Bapak
• Kakek dari bapak
• Saudara laki-laki sekandung
• Saudara laki-laki sebapak
• Anak saudara laki-laki sekandung
• Anak saudara laki-laki sebapak
• Paman yang sekandung dengan bapak
• Paman yang sebapak dengan bapak
• Anak laki-laki paman yang sekandung dengan bapak
• Anak laki-laki paman yang sebapak dengan bapak
b) ‘Asabah bil gair: ahli warisyang menjadi ‘asabah karena sebab orang lain
(ditarik oleh saudara laki-lakinya). Mereka itu adalah:
• Anak perempuan jika di tarik saudaranya yang laki-laki
• Cucu perempuan jika ditarik saudaranya yang laki-laki
• Saudara perempuan sekandung jika ditarik saudaranya laki-laki
• Saudara perempuan yang sebapak jika ditarik saudaranya yang
laki-laki (Q.S. An-Nisa’/4:11).
c) ‘asabah ma’al gair : ahli waris yang menjadi itu ‘asabah bila bersama ahli
waris wanita lain. Mereka itu adalah :
• Saudarah perempuan sekandung seorang/lebih bila bersama anak
perempuan/cucu perempuan seorang/lebih.
• Saudara perempuan sebapak seorang/lebih bila bersama anak
perempuan/cucu perempuan seorang/lebih.
c. Penyebab terjadinya hal-hal yang mengugurkan ahli waris
Pada dasarnya ahli waris di atas semuanya dapat memperoleh harta waris
dari orang yang meninggal, tetapi dikarenakan sebab tertentu ahli waris diatas
dapatr gugur, penyebabnya ada 2 hal, yaitu sbb:
1) Faktor luar diri dari waris yang bersangkutan, yaitu adanya hijab dan muhjub
Semua ahli waris yang berjumlah 25 ahli waris, hanya ibu, bapak,
suami/istri, anak laki-laki dan perempuan saja yang sudah pasti mendapatkan
bagian waris, sedangkan ahli waris lainnya belum pasti.
Halangan untuk tidak mendapat warisan disebut “hijab”, orang disebut
“Mahjub”. Ada halangan yang bersifat mengurangi, seperti suami bila tidak
ada anak mendapatkan 1/2, teatapi jika ada, hanya mendapat 1/4.
2) Faktor dalam diri ahli waris yang bersangkutan, yaitu :
a. karena statusnya sebagai budak.
b. membunuh muwaris, sebda rusullah saw.

Artinya : " Dari abi hurairah r.a. rasullah saw bersabda: pembunuh tidak
dapat warisan dario keluarga yang dibunuhnya." ( H.R. Ibnu Majah )
c. Berbeda aga,ma dengan muwaris, bersabda rasullah saw.

Artinya : Dari usamah bin zaid r.a. sesungguhnya nabi saw. bersabda
"Orang islam tidak mewarisi orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi orang
islam." ( H.R. Bukhari )

C. Hikmah Adanya Hukum Waris


1. Menghindari perselisilahan yang mungkin terjadi antar sesama ahli waris.
2. menjalin persaudarahan berdasarkan hak dan kewajiban yang seimbang.
3. menghindari keserakahan terhdapa ahli waris lainnya.
4. menghilangkan pilih kasihy dari orang tua.
5. melindungi hak anak yang masih kecil atau dalam keadaan lemah.

D. Perhitungan Membagi Waris


Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum menghitung pembagian waris, yaitu sebagi berikut.
1. perhatikan sususan ahli waris, apakah ada yang terhalang ( tidak menerima warisan ).
2. bedakan ahli waris zawil furud dan asabah,m apabila ada ahli waris asabah lebih dari
satu kelo9mpok, maka ahli waris yang lebih jauh keberadaanya dari yang
meninggalkan menjadi ahli waris zawil furud>
contoh :
1. Asabah
Cara membagi waris di mana ahli warisnya terdapat asabah, misalnya:
Bapak Ahmad wafat, ahli warisnya satu orang istri, ibu, bapak, 1 orang anak laki-laki, 2 orang
anak perempuan, dan 3 orang saudara laki-laki. Harta yang ditinggalkan Rp12.400.000
sebelum meninggal memiliki utang sebanyak Rp200.100.000. Berapa bagian masing-masing?
Jawab:
Harta peninggalan
Kewajiban yang dikeluarkan:
1. Utang Rp 200.000
2. Wasiat Rp 100.000

3. Biaya pengurusan jenazah Rp 2.100.000 +

Jumlah: Rp 2.400.000

Harta Warisan: Rp 10.00.000

Ahli waris
1. Istri : 1/8
2. Ibu : 1/6
3. Bapak : 1/6
4. Anak laki-laki : Asabah
5. Anak perempuan : Asabah
6. Saudara laki-laki : Mahjub
KPK : 24
Istri 1/8 = 3/24 * Rp10.000.000 = Rp1.250.000
Bapak 1/6 = 4/24 * Rp10.000.000 = Rp1.666.666
Ibu 1/6 = 4/24 * Rp10.000.000 = Rp1.666.666 +
Jumlah Rp4.583.332
1 anak laki-laki (2 bagian) + 2 anak perempuan (2 bagian) = 4 bagian.
Bagian anak-anak = Rp10.000.000 - Rp4.583.332
= Rp5.416.668
1 anak laki-laki = 2/4 * Rp5.416.668 = Rp2.708.334
1 anak perempuan = 1/4 * Rp5.416.668 = Rp1.354.167

2. Al-'Aul
Cara membagi waris yang tidak terdapat asabah, yaitu setelah KPK semua ahli waris
disamakan kemudian ditambahkan, ternyata hasilnya lebih banyak dari satu bilangan, artinya
jumlah pembilangan lebih besar dari penyebut. Agar bilangan menjadi genap, penyebutnya
ditambahkan agar sama dengan pembilanag.
Contoh:
Ibu Hj. Siti Sarah meninggal, ahli warisnya suami dan 4 saudara perempuan. Harta waris
Rp49.000.000. Berapa bagian masing-masing ahli waris tersebut/
Jawab:
suami = 1/2
4 saudara perempuan = 2/3
KPK =6
suami + 4 saudara perempuan = 1/2 + 2/3 = 3/6 + 4/6 = di 'aul 7/7
suami = 1/2 = 3/6 = 3/7 * Rp49.000.000
= Rp21.000.000
4 saudar perempuan = 2/3 = 4/6 = 4/7 * Rp49.000.000
= Rp28.000.000
1 saudara perempuan = Rp28.000.000 : 4 = Rp7.000.000

3. Ar-Radd
Cara membagi waris yang tidak terdapat asabah, yaitu setelah KPK semua ahli waris
disamakan kemudian ditambahkan, ternyata ada sisa harta. Sisa harta tersebut dikembalikan
kepada ahli waris asli (yang bertalian darah) selain suami atau istri.
Contoh:
Tuan Haris meninggal, ahli warisnya terdiri dari ibu, istri dan 1 anak perempuan. Harta waris
sebesar Rp19.000.000. Berapa bagian masing-masing ahli waris tersebut?
Jawab:
Ibu = 1/6
Istri = 1/8
1 anak perempuan = 1/2
KPK = 24
Ibu = 1/6 * 24 = 4
Istri = 1/8 * 24 = 3
1 anak perempuan = 1/2 * 24 = 12
Jumlah 19
karena ada istri sedangkan istri tidak mendapatkan bagian radd, maka sebelum sisa warisan
dibagikan, hak untuk istri dibagikan lebih dahulu yaitu: 3/24 * Rp19.000.000 = Rp2.375.000.
Sisa warisan adalah Rp16.625.000. ibu 1 anak perempuan = 4 + 12 = 16. Bagian masing-masing
adalah
1 anak perempuan = 12/16 * Rp16.625.000 = Rp12.468.750
Ibu = 4/16 * Rp16.625.000 = Rp4.156.250

4. Gharawain
Pembagian waris yang terdiri dari bapak, ibu, suami atau istri, di mana bagian ibu diambil dari
bagian suami atau istri.
Contoh:
Ibu Zainab wafat, ahli warisnya terdiri dari bapak, ibu dan suami. Harta waris Rp12.000.000.
Berapa bagian masing-masing ahli waris tersebut?
jawab:
Suami = 1/2
Ibu = 1/3
Bapak = 'Asabah
Suami = 1/2 * Rp12.000.000 = Rp6.000.000
Ibu = 1/3 * (Rp12.000.00 - Rp6.000.00) = Rp2.000.000
Bapak = Rp12.000.000 - (6.000.000 + Rp2.000.000) = Rp4.000.0000

Anda mungkin juga menyukai