Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

MANAJEMEN KRISIS

Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners


Departemen Keperawatan Jiwa
di Ruang 23 Empati RS. Dr. Saiful Anwar Malang

Disusun oleh:
Ratna Dwi Ayuningtyas
201910461011023

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
MANAJEMEN KRISIS

I. Kriteria Fase-fase Gangguan Jiwa


1. Kriteria Fase Krisis
a. Ada ide bunuh diri
b. Aktual sedangkan melakukan ide tersebut atau telah melakukan ide tersebut maksimal
3 hari sebelumnya
c. Tidak ada respon dalam komunikasi, pasien tidak mampu menjawab atau tidak sadar
d. Tidak tersedia atau tidak mampu berinteraksi
e. Mencoba untuk melakukan ADL secara mandiri
f. Gangguan tidur berat atau pasien tidak sadar
g. Menolak pengobatan
h. Tidak mampu mengikuti pengarahan terhadap aktivitas yang terjadwal
2. Kriteria Fase Akut
a. Resiko besar, pasien memiliki ide tersebut tetapi belum melakukannya atau pasien
dengan resiko perilaku kekerasan tingkat 3-4 dan tidak mampu mengendalikannya,
tetapi juga belum melakukan tindakan kekerasan
b. Ada respon komunikasi, tetapi tidak sesuai
c. Bersedia interaksi sosial hanya dengan satu orang
d. Perlu bantuan dalam melakukan ADL
e. Tidak dapat tidur dan kadang perlu intervensi keperawatan atau farmakologi
f. Respon pasien dalam pengobatan berpartisipasi dengan intervensi lebih dari 1 orang
tenkes
g. Mengikuti jadwal tetapi rentang waktu sesuai lebih lama dari yang diharapkan dan
lebih 1 kali pengarahan dan motivasi
3. Kriteria Fase Maintenence
a. Risiko kecil, bila pasien memiliki ide mencederai diri atau orang lain tetapi tidak ingin
melakukan setelah tahu konsekuensinya, atau menunjukkan perilaku tingkat 1-2 atau
dengan perilaku kekerasan 3-4 tetapi dapat mengendalikannya
b. Ada respon komunikasi tetapi tidak lancar
c. Bersedia interaksi dengan lebih dari 1 orang
d. Dalam melakukan ADL mandiri tetapi perlu pengawasan untuk memastikan kegiatan
yang dilakukan

1
e. Dapat tidur tetapi perlu intervensi keperawatan
f. Berpartisipasi dengan intervensi 1 orang tenaga kesehatan atau keluarganya
g. Mengikuti jadwal dan rentang waktu yang diharapkan, tetapi dengan lebih 1 kali
pengarahan dan motivasi
4. Kriteria Fase Promotion
a. Tidak ada ide atau keinginan untuk mencederai diri atau orang lain
b. Komunikasi ada respon, sesuai, dan lancar
c. Bersedia interalasi atau terlibat dengan sebuah kelompok besar
d. ADL mampu mandiri dan tidak membahayakan pasien
e. Tidur dengan tenang
f. Respon terhadap pengobatan oral atau injeksi aktif berpartisifasi dengan 1 kata
pengarahan
g. Mengikuti jadwal dan rentang waktu sesuai yang diharapkan
II. Implementasi Keperawatan Sesuai dengan Fase Gangguan Jiwa
1. Pengkajian
1) Apakah pasien mempunyai ide untuk bunuh diri atau pulang paksa karena
keinginan diri sendiri yang kuat, bukan resiko perilaku kekerasan? Ya/Tidak (jika
Ya, termasuk dalam kategori krisis)
2) Apakah ada ide/keinginan untuk mencederai diri sendiri, orang lain atau
lingkungan?
a. Tidak ada (0)
b. Risiko kecil
 Pasien memiliki ide tersebut tapi masih bisa
mengendalikan
 Menunjukkan halusinasi tingkat 1-2 (16)
 Menunjukan perilaku kekerasan tingkat 3-4
c. Resiko besar
 Pasien memiliki ide (34) tidak mampu mengendalikan,
Tapi belum melakukan
 Halusinasi tingkat 3-4
d. Aktual: sedang melakukan ide tersebut maksimal 3 hari sebelumnya (50)

3) Bagaimana respon klien terhadap komunikasi


a. Ada respon sesuai dan lancar (0)

2
b. Ada respon sesuai tetapi tidak lancar (14)
c. Ada respon tetapi tidak sesuai (26)
d. Tidak ada respon, pasien tidak mampu menjawab atau tidak sadar (40)
4) Bagaimana interaksi sosial pasien
a. Bersedia interaksi atau terlibat dalam satu kelompok besar (0)
b. Bersedia interaksi dengan lebih dari 1 orang (5)
c. Bersedia interaksi hanya dengan 1 orang (10)
d. Tidak bersedia interaksi atau tidak mampu (15)
5) Bagaimana tidur atau istirahat pasien
a. Tenang (0)
b. Dapat tidur tapi perlu intervensi keperawatan (3)
c. Tidak dapat tidur, perlu intervensi keperawatan atau farmakologi (7)
d. Gangguan tidur berat atau pasien tidak sadar (10)
6) Bagaimana respon pasien terhadap pangobatan atau injeksi?
a. Aktif berpartisifasi dengan hanya mengikuti 1x pengarahan (0)
b. Berpartisipasi dengan intervensi 1 orang tenkes atau keluarga (3)
c. Berpartisipasi dengan intervensi lebih dari 1 orang tenkes atau keluarga (7)
d. Menolak pengobatan (10)
7) Bagaimana respon pasien dengan aktivitas yang terjadwal?
a. Mengikuti jadwal dan rentang waktu sesuai dengan yang diharapkan (0)
b. Mengikuti jadwal dan rentang waktu sesuai yang diharapkan tetapi lebih dari
1x pengarahan dan motivasi (3)
c. Mengikuti jadwal, tapi rentang waktu lebih lama dari yang diharapkan, dan
dengan lebih dari 1x pengarahan dan motivasi (7)
d. Tidak mampu mengikuti pengarahan (10)

Berdasarkan hasil skoring, kategorinya adalah:


a. Krisis (kategori IV) skor lebih dari 120
b. Akut (kategori III) skor 60-120
c. Maintenance (kategori II) skor 31-59
d. Promotion (kategori I) skor 0-30

3
TABEL OBSERVASI SKORING FASE MANAJEMEN KRISIS

Tanggal
NO KETERANGAN
1 2 3 4 5 6

Apakah ada ide untuk bunuh diri atau pulang


1 paksa karena keinginan sendiri yang kuat,
bukan karena perintah halusinasi
Apakan ada ide untuk mencederai diri atau
2
orang lain

3 Bagaimana respon terhadap komunikasi

4 Bagaimana interaksi sosial pasien

5 Bagaimana tidur atau istirahat pasien

Bagaimana respon terhadap pengobatan oral


6
dan injeksi

7 Bagaimana aktifitas pasien yang terjadwal

Total skor

4
2. Implementasi Keperawatan Sesuai Fase Gangguan Jiwa
1) Fase Krisis, fokus:
a. Intervensi: stabilisasi untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi pasien
dan oarang lain
b. Implementasi
 Terapi lingkungan (isolasi lingkungan)
 Psikoterapi intervensi fasilitatif, tetapi perilaku (relaksasi, meditasi).
Psikoreligus
 Kolaborasi: terapi somatik psikofarmaka
2) Fase Akut, fokus:
a. Intervensi: menghilangkan gejala dan mekanisme koping maladaptif pasien
b. Implementasi:
 Terapi psikofarmaka
 Bantuan ADL
 Terapi lingkungan
 Psikoterapi: terapi oforatif
 Terapi keluarga (fase awal, sesuai dengan keterlibatannya)
3) Fase Meitenance
a. Intervensi: memberikan dukungan terhadap koping adaptif pasien, sehingga
tingga fungsional klien meningkat
b. Implementasi:
 Kolaborasi: terapi somatik psikofarma
 Tindakan psikoterapeutik
 Bantuan ADL
 Lingkungan terapeutik
 Psikoterapi: terapi perilaku (reward-punishment), terapi kognitif,
psikoreligi
 TAK, terapi keluarga lanjutan, terapi fisik
4) Fase Promotion
a. Intervensi: tercapainya kualitas hidup normal
b. Implementasi:
 Psikoterapeutik
 Lingkungan terapeutik
 Psikoterapi: terapi perilaku, kognitif, psikoreligi

5
 TAK, terapi keluarga lanjutan

I. Definisi
Krisis adalah : Reaksi berlebihan terhadap situasi yang mengancam saat kemampuan
menyelesaikan masalah yang dimiliki klien dan respon kopingnya tidak adekuat untuk
mempertahankan keseimbangan psikologis (Isaacs Aan,279:2005). Menurut Maramis (1994)
krisis adalah suatu keadaan yang mendadak yang menimbulkan stress baik pada individu atau
kelompok. Krisis adalah Suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba dalam kehidupan
seseorang yang mengganggu keseimbangan selama mekanisme koping individu tersebut tidak dapat
memecahkan masalah.
Suatu konflik atau ganggaun internal yang diakibatkan oleh suatu keadaan yang dapat menimbulkan
stress dan dirasakan sebagai ancaman bagi individu (Stuart Sundeen,1991). Manajemen krisis atau intervensi
krisis adalah metode pemberian bantuan terhadap mereka yang tertimpa krisis, dimana masalah yang
membutuhkan penanganan yang cepat dapat segera diselesaikan dan keseimbangan psikis dapat dipulihkan.
Selama krisis, individu kesulitan dalam melakukan sesuatu, koping yang biasa digunakan tidak efektif lagi dan
terjadi peningkatan kecemasan.

II.Jenis krisis
1. Krisis maturasi / krisis perkembangan
Dipicu oleh stressor normal dalam proses perkembangan. Terjadi pada masa transisi proses
pertumbuhan dan perkembangan. Setiap tahap perkembangan tergantung pada tahap sebelumnya, setiap
tahap perkembangan merupakan tahap krisis bila tidak difasilitasi untuk dapat menyelesaikan tugas
perkembangan Misal : Masuk sekolah, pubertas, menikah, meninggalkan rumah,menjadi orang tua,
pensiun dll.
2. Krisis situasional
Merupakan respon terhadap peristiwa traumatic yang tiba-tiba dan tidak dapat dihindari yang
mempunyai pengaruh besar terhadap peran dan identitas seseorang. Cenderung mengikuti proses
kehilangan, seperti kehilangan pekerjaan, putus sekolah, putus cinta, penyakit terminal,
kehamilan/kelahiran yang tidak diinginkan. Respon yang biasa mucul terhadap kehilangan adalah
depresi. Kesulitan dalam beradaptasi dengan krisis situasional ini berhubungan dengan kondisi dimana
seseorang sedang berjuang menyelesaikan krisis perkembangan.
3. Krisis social
Krisis yang terjadi di luar kemampuan individu. Adanya situasi yang diakibatkan kehilangan multiple dan
perubahan lingkungan yang luas Contoh : terorisme, kebakaran, gempa bumi, banjir, perang.

6
Krisis kesehatan jiwa dapat berupa mendesak atau darurat
Mendesak Darurat
Definisi Onset akut dari perilaku tidak Onset akut dari kondisi yang
menimbulkan resiko berbahaya menjadi nyata dengan
segera, namun jika dibiarkan dapat kemungkinan secara langsung
berakibat buruk hingga menjadi dan signifikan terjadi kejadian
kegawatan kesehatan jiwa atau yang berbahaya bagi diri
menyebabkan seseorang menjadi sulit sendiri dan orang lain
untuk dikendalikan dan tidak mampu
melakukan apapun tanpa bantuan
Respon Membutuhkan perhatian namun Membutuhkan tindakan
bukan merupakan kegawatan yang segera
mengancam nyawa
Contoh Ingin bunuh diri, intoksikasi, perilaku Bunuh diri yang akan segera
sikap yang aneh, agitasi akut, respon pasca terjadi, intoksikasi obat-
trauma atau serangan obatan, perilaku yang kejam
atau mengancam orang lain
Tindakan Melakukan pengkajian fisik dan status Melakukan pengkajian dan
tenaga mental, serta menentukan tindakan intervensi
kesehatan yang tepat
(Sheila, 2008).

III. Tipe krisis yang lain (Townsend, 2006)


1. Dispisitional crises, merupakan respon akut terhadap stressor eksternal
2. Crises of anticipated life transition , suatu transisi siklus kehidupan yang normal
yang diantisipasi secara berlebihan oleh individu saat merasa kehilangan
kendali.
3. Crises resulting from traumatic stress, krisis yang dipicu oleh stressor eksterna l
yang tidak diharapkan sehingga individu merasa menyerah karena kurangnya
atau bahkan tidak mempunyai control diri.

7
4. Developmental crises, krisis yang terjadi sebagai respon terhadap situasi yang
mencetuskan emosi yang berhubungan dengan konflik kehidupan yang tidak
dapat dipecahkan
5. Crises reflecting psychopathology, misalnya neurosis, schizophrenia, borderline
personality
6. Psychiatric emergency, krisis yang secara umum telah mengalami kerusakan
yang parah terhadap fungsi kehidupan. Misalnya acute suicide, overdosis,
psikosis akut, marah yang tidak terkontrol, intoksikasi alcohol, reaksi
terhadap obat-obatan halusinogenik.

IV. Gejala umum


1. Gejala fisik
 Keluhan somatic : Sakit kepala, keluhan gastrointestinal, rasa sakit
 Gangguan nafsu makan : Peningkatan atau penurunan berat badan yang
signifikan
 Gangguan tidur : Insomnia, mimpi buruk
 Gelisah, sering menangis, iritabilitas
2. Gejala kognitif
 Konfusi sulit berkonsentrasi
 Pikiran yang kejar mengejar
 Ketidakmampuan mengambil keputusan
3. Gejala perilaku
 Disorganisasi
 Impulsif ledakan kemarahan
 Sulit menjalankan tanggung jawab peran yang biasa
 Menarik diri dari interaksi sosial
4. Gejala emosional
 Ansietas, marah, merasa bersalah
 Sedih, depresi
 Paranoid, curiga
 Putus asa, tidak berdaya

V. Kegawatdaruratan Psikiatri

8
Merupakan perilaku yang memerlukan intervensi terapeutik segera, antara lain:
1. Kondisi gaduh gelisah
2. Perilaku kekerasan
3. Riwayat bunuh diri
4. Delirium
5. Insomnia
6. Sindrom Neuroleptik Malignancy
7. Gejala Extrapiramidal akibat obat

VI. Pertimbangan umum tentang krisis :


1. Krisis terjadi pada semua individu pada satu saat atau saat yang lain
2. Krisis tidak selalu bersifat patologis; krisis dapat menjadi stimulus pertumbuhan dan
pembelajaran
3. Krisis sangat terbatas dalam hal waktu dan biasanya teratasi dengan satu atau lain cara
dalam periode yang singkat (4-6 minggu).
 Penyelesaian krisis dapat dikatakan berhasil bila fungsi kembali pulih atau
ditingkatkan melalui pembelajaran baru.
 Penyelesaian krisis dinyatakan gagal bila fungsi tidak kembali pulih ke tingkat
sebelum krisis, dan individu mengalami penurunan tingkat fungsi
4. Persepsi individu terhadap masalah yang dihadapi dapat menetukan krisis. Setiap individu
memiliki respon yang UNIK terhadap masalah yang dialaminya
5. Faktor penyeimbang merupakan hal yang penting dalam memprediksi hasil dari respon
individu terhadap krisis. Beberapa faktor telah diidentifikasi sebagai predictor hasil yang
baik (Aguilera,1998)
1) Persepsi terhadap kejadian pencetus
 Kejadian apa yang mengubah kehidupan individu
 Kapan itu terjadi dan apa arti kejadian itu
 Apa individu memandang secara realistis
 Apa pengaruhnya terhadap masa depan
 Bagaimana perasaan individu sekarang
 Apa pengaruhnya terhadap orang lain
2) Dukungan situasional
 Adakah individu lain, keluarga, masyarakat yang mau menolong

9
 Dengan siapa individu tinggal
 Siapa yang mau mengerti individu tersebut
 Siapa yang dipercaya individu tersebut
3) Mekanisme koping yang ada
 Apa yang biasa dilakukan individu dalam menghadapi masalah
 Duduk sejenak atau merenung
 Apakah menangis dianggap memperingan masalah
 Apakah dihadapi dengan marah dengan memukul sesuatu
 Apakah pergi membicarakan dengan orang lain
 Apakah sudah berusaha untuk menyelesaikan masalah dan bagaimana hasilnya

VI. Perkembangan Krisis


1. Periode prakrisis : individu memiliki keseimbangan emosional
2. Periode krisis : individu memiliki pengalaman subjektif berupa kekecewaan, gagal
melakukan mekanisme koping yang biasa, dan mengalami berbagai gejala
3. Periode pascakrisis : resolusi krisis
1) Fase I : Dampak emosional, dengan ; panic, ketakutan
2) Fase II : Pemberani (heroic), respon ; bersifat pembela, solidaritas tinggi
3) Fase III : Bulan madu (honeymoon) ; menjalin kebersamaan ( 1 minggu sampai
dengan beberapa bulan
4) Fase IV : Kekecewaan ; kecewa, marah, frustasi, cemburu, bermusuhan
5) Fase V : Rekonstruksi dan reorganisasi ; menerima, bangkit kembali

Gerald Caplan (1964), pelopor dalam bidang intervensi krisis, mengidentifikasi empat fase
krisis yang dapat diprediksi:
a. Ancaman awal atau peristiwa pemicu
Orang dihadapkan dengan masalah atau konflik, dalam upayanya menurunkan tingkat
kecemasan (ketakutan) akan menggunakan berbagai mekanisme pertahanan, seperti
kompensasi (menggunakan upaya ekstra), rasionalisasi (penalaran), dan penolakan. Bagi
beberapa orang dengan mekanisme koping yang kuat, masalahnya mungkin dapat
diatasi, ancamannya menghilang, dan tidak ada krisis.
b. Escalation
Jika masalah berlanjut dan respons defensif yang biasa gagal, kecemasan terus
meningkat ke tingkat yang serius, menyebabkan ketidaknyamanan yang ekstrem.
10
Kemampuan memecahkan masalah tertahan atau menjadi tidak berhasil. Orang
tersebut menjadi kacau dan sulit berpikir, sulit tidur, dan berfungsi. Upaya trial and error
dimulai untuk memecahkan masalah dan mengembalikan keseimbangan emosional.
Kurangnya keberhasilan dalam menemukan strategi koping yang tepat menyebabkan
rasa tidak berdaya.
c. Krisis
Individu memperluas pencarian sumber daya yang bermanfaat dalam upaya untuk
meringankan ketidaknyamanan psikologis, menarik semua sumber daya yang tersedia.
Ketika semua upaya gagal, kecemasan meningkat ke tingkat yang parah dan kemudian
panik, dan orang tersebut memobilisasi perilaku bantuan otomatis (melarikan diri atau
berkelahi). Pada titik ini, beberapa orang mungkin mencari bantuan dari para
profesional untuk kemungkinan jawaban dan resolusi. Beberapa bentuk resolusi dapat
dibuat, seperti mendefinisikan kembali masalah, menyerangnya dari sudut pandang
baru, dan mencoba lagi untuk menemukan solusi. Jika metode baru berhasil, krisis akan
menyelesaikan dan orang tersebut akan kembali ke tingkat fungsional yang mungkin
sama, lebih tinggi, atau lebih rendah dari sebelumnya.
d. Disorganisasi Kepribadian
Jika masalah tidak terselesaikan pada fase kedua atau ketiga dan keterampilan koping
baru tidak efektif, kecemasan mungkin meliputi individu dan menyebabkan kepanikan
atau keputusasaan, ciri khas fase ini. Disorganisasi yang serius, kebingungan, depresi,
kemungkinan pemikiran psikotik, atau kekerasan terhadap diri sendiri atau orang lain
mungkin ada, dan pada titik inilah dukungan eksternal menjadi perlu (Swan &
Hamilton, 2017).

VII. Konsep krisis


1. Krisis terjadi pada semua individu, tidak selalu patologis
2. Krisis dipicu oleh peristiwa yang spesifik
3. Krisis bersifat personal
4. Krisis bersifat akut, tidak kronis, waktu singkat ( 4-6 minggu )
5. Krisis berpotensi terhadap perkembangan psikologis atau bahkan akan membaik

VIII. Faktor yang berpengaruh


1. Pengalaman problem solving sebelumnya
2. Persepsi individu terhadap suatu masalah

11
3. Adanya bantuan atau bahkan hambatan dari orang lain
4. Jumlah dan tipe krisis sebelumnya
5. Waktu terakhir mengalami krisis
6. Kelompok beresiko
7. Sense of mastery
8. Resilence; factor perlindungan berupa perilaku yang berkontribusi terhadap
keberhasilan koping dengan stress lain. Faktor perlind ungan antara lain
kompetensi social, ketrampilan memecahkan masalah, otonomi, berorientasi
pada tujuan, ide belajar, dukungan keluarga, dukungan social. Resilient
(individu yang tabah/ulet ) mempunyai harga diri tinggi, berdaya
guna,mempunyai keterampilan memecahkan masalah, mempunyai kepuasan
dalam hubungan interpersonal.
IX. Faktor resiko
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko krisis kesehatan mental antara lain:
a. Kehadiran penyakit bersamaan, cedera, gizi buruk, sakit kronis, kurang tidur
b. Kehadiran peristiwa kehidupan yang penuh tekanan.
c. Sikap negatif tentang kemampuan untuk mengatasi masalah/tekanan.
d. Kurangnya kesadaran emosional.
e. Kurangnya dukungan sosial.
f. Pandangan pesimistis.
g. Sejarah keterampilan koping yang buruk.
h. Tantangan perkembangan atau fisik.
i. Sejarah penyalahgunaan zat.
j. Penyakit mental atau kondisi medis lain (National Alliance on Mental Illness/NAMI,
2016).
X. Proses Terjadinya Krisis
Stressor

Keseimbangan terganggu

Faktor-faktor penyeimbang:
 Persepsi
 Situasi
 Mekanisme koping

12
Berhasil Gagal

Krisis Krisis
Terselesaikan

XI. Penatalaksanaan Krisis


1. Bantuan
Untuk individu yang mengalami krisis, bantuan meliputi konseling melalui
telepon, hotlines, dan konseling krisis singkat (1-6 sesi).
Untuk kelompok atau komunitas yang mengalami krisis, tim bantuan krisis terdiri
dari tim interdisipliner yang memiliki rencana yang terorganisir untuk membantu
segmen populasi yang terkena. Konseling stress akibat krisis untuk kelompok
profesional seperti petugas Rumah Sakit, polisi dan pemadam kebakaran yang terlibat
dalam situasi krisis.
2. Peran perawat
Perawat memberikan layanan langsung pada orang-orang yang mengalami krisis dan bertindak
sebagai anggota tim intervensi krisis (ANA, 1994).
1) Perawat di lingkungan rumah sakit akut dan kronik membantu individu dan keluarga berespons
terhadap krisis penyakit yang serius, hospitalisasi, dan kematian.
2) Perawat di lingkungan masyarakat (mis., kantor, klinik rumah, sekolah, kantor) memberikan bantuan
pada individu dan keluarga yang mengalami krisis situasional dan perkembangan
3) Perawat yang bekerja dengan sekelompok klien tertentu harus mengantisipasi situasi dimana krisis
dapat terjadi.
4) Keperawatan ibu dan anak.
Perawat harus mengantisipasi krisis seperti kelahiran bayi prematur atau lahir mati, keguguran dan
lahir abnormal.
5) Keperawatan pediatrik.
Perawat harus mengantisipasi krisis seperti awitan penyakit serius, penyakit kronis atau melemahkan,
cedera traumatik, atau anak menjelang ajal.
6) Keperawatan medikal-bedah.
Perawat harus mengantisipasi krisis seperti diagnosis penyakit serius, penyakit yang melemahkan,
hospitalisasi karena penyakit yang melemahkan, hospitalisasi karena penyakit akut atau kronis,
kehilangan bagian atau fungsi tubuh, kematian dan menjelang ajal

13
7) Keperawatan gerontologi.
Perawat harus mengantisipasi krisis seperti kehilangan kumulatif, penyakit yang melemahkan,
ketergantungan, dan penempatan di rumah perawatan.
8) Keperawatan darurat.
Perawat harus mengantisispasi krisis seperti trauma fisik, penyakit akut, krisis perkosaan, dan
kematian.
9) Keperawatan psikiatri.
Perawat harus mengantisipasi krisis seperti hospitalisasi akibat penyakit jiwa, stressor kehidupan
karena sakit jiwa yang serius, dan bunuh diri.
10) Perawat bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lain untuk membantu individu mengatasi
situasi krisis

XII. Prinsip Intervensi Krisis


1. Tujuan intervensi krisis adalah resolusi, berfokus pada pemberian dukungan terhadap
individu sehingga individu mencapai tingkat fungsi seperti sebelum krisis, atau bahkan
pada tingkat fungsi yang lebih tinggi. Selain itu juga untuk membantu individu
memecahkan masalah dan mendapatkan kembali keseimbangan emosionalnya.
2. Penekanan intervensi adalah memperkuat dan mendukung aspek-aspek kesehatan dari
fungsi individu
3. Dalam intervensi krisis, pendekatan pemecahan masalah secara sistematis dengan
pendekatan proses keperawatan
4. Kerangka kerja Hierarki Maslow tentang kebutuhan dasar manusia menentukan
prioritas intervensi seperti sumber daya fisik untuk bertahan hidup (makanan, rumah
singgah, keselamatan), sumber daya social untuk mendapatkan kembali rasa memiliki (
dukungan keluarga, jaringan kerja social, dukungan komunitas), sumber daya
psikologis untuk mendapatkan kembali harga diri (penguatan positif, pencapaian
tujuan)
5. Petugas intervensi krisis berfungsi membentuk hubungan dan mengkomunikasikan
harapan dan optimisme, melaksanakan peran aktif dan mengarahkan, memberikan
anjuran alternative, membantu memilih alternative dan bekerja sama dengan
professional lain untuk mendapatkan layanan dan sumber daya yang diperlukan klien.

XIII. Peran intervener adalah membantu individu dalam :


1. Menganalisa situasi yang penuh stress

14
2. Mengungkapkan perasaan tanpa penilaian
3. Mencari cara untuk beradaptasi dengan stress dan kecemasan
4. Memecahkan masalah dan mengidentifikasi strategi dan tindakan
5. Mencari dukungan ( keluarga, teman, komunitas )
6. Menghindari stress yang akan datang dengan anticipatory guidance
Intervensi dilakukan dengan pendekatan proses perawatan yaitu melalui
pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan.

XIV. Tinjauan Proses Keperawatan Intervensi Krisis


1. Pengkajian
a. Faktor Predisposisi
 Keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan masalahnya pada fase-fase
tumbuh kembang akan memengaruhi kemampuan individu dalam
menghadapi stres yang terjadi di hidupnya. Setiap fase, individu mengalami
krisis yang lazim disebut krisis maturasi.
 Krisis maturasi terjadi dalam satu periode transisi yang dapat mempengaruhi
keseimbangan psikologi, seperti pada masa pubertas, masa perkawinan, dll.
 Krisis maturasi memerlukan perubahan peran yang dipengaruhi oleh contoh
peran yang memadai, sumber interpersonal, tingkat penerima orang lain
terhadap peran baru
b. Faktor presipitasi
 Mengidentifikasi faktor pencetus termasuk kebutuhan yang terancam
 Mengidentifikasi persepsi klien terhadap kejadian
- Persepsi terhadap kejadian menimbulkan krisis, termasuk pokok pikiran
dan ingatan yang berkaitan dengan kejadian tersebut
- Makna kejadian terhadap individu
- Pengaruh kejadian terhadap masa depan
 Mengidentifikasi sifat dari kekuatan sistem pendukung (keluarga, sahabat,
dan orang penting bagi klien)
- Dengan siapa klien tinggal
- Apakah punya tempat mengeluh
- Apakah punya keterampilan untuk mengganti fungsi yang hilang

15
 Mengidentifikasi kekuatan dan mekanisme koping yang lalu, termasuk
strategi koping yang berhasil dan yang tidak berhasil
c. Perasaan
 Perasaan tidak berdaya, kebingungan, depresi, menarik diri, keinginan
merusak diri sendiri dan orang lain
 Perasaan diasingkan oleh lingkungannya
 Kadang-kadang menunjukkan gejala somatik
Analisis
 Analisis persepsi unik klien terhadap krisis dan kejadian
pencetusnya.
 Analisis keadekuatan faktor penyeimbang dan tingkat dukungan
pribadi, social dan lingkungan klien.
 Analisis sejauh mana orang lain terpengaruh oleh krisis, seperti
keluarga klien, jaringan kerja sosial, dan masyarakat.

2. Diagnosis Keperawatan
Tentukan diagnosa keperawatan spesifik u ntuk klien, keluarga,
masyarakat, atau gabungan dari itu, namun tidak terbatas pa da yang
berikut ini :
 Gangguan citra tubuh
 Ketegangan peran pemberi asuhan
 Koping komunitas tidak efektif
 Koping individu tidak efektif
 Penyangkalan tidak efektif
 Koping keluarga : potensi untuk pertumbuhan
 Disfungsi berduka
 Respon pasca trauma
 Ketidakberdayaan
 Sindrom trauma perkosaan
 Perubahan kinerja peran
 Distres spiritual
 Resiko kekerasan pada diri sendiri /orang lain

16
3. Perencanaan dan Identifikasi Hasil
1) Bantu klien, keluarga, masyarakat, atau gabungan dari itu, dalam
menetapkan tujuan jangka pendek yang realistis untuk pemulihan
seperti sebelum krisis.
2) Tentukan kriteria hasil yang diinginkan untuk klien, kelu arga,
masyarakat, atau gabungan dari itu. Individu yang mengalami krisis
akan :
 Mengungkapkan secara verbal arti dari situasi krisis
 Mendiskusikan pilihan-pilihan yang ada untuk mengatasinya
 Mengidentifikasi sumber daya yang ada yang dapat memberikan
bantuan
 Memilih strategi koping dalam menghadapi krisis
 Mengimplementasikan tindakan yang diperlukan untuk
mengatasi krisis.
 Menjaga keselamatan bil a situasi memburuk

4. Implementasi
1) Bentuk hubungan dengan mendengarkan secara aktif dan menggunakan
respon empati.
2) Anjurkan klien untuk mendiskusikan situasi krisis dengan jelas, dan
bantu kien mengutarakan pikiran dan perasaannya.
3) Dukung kelebihan klien dan penggunaan tindakan koping.
4) Gunakan pendekatan pemecahan masalah.
5) Lakukan intervensi untuk mencegah rencana menyakiti diri sendiri
atau bunuh diri.
 Kenali tanda -tanda bahaya akan adanya kekerasan terhadap diri
sendiri (mis ;klien secara langsung mengat akan akan melakukan
bunuh diri, menyatakan secara tidak langsung bahwa ia merasa
kalau orang lain akan lebih baik jika ia tidak ada, atau adanya
tanda -tanda depresi)
 Lakukan pengkajian tentang kemungkinan bunuh diri
 Singkirkan semua benda yang membahayakan dari tempat atau
sekitar klien.

17
 Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan jiwa untuk
menentukan apakah hospitalisasi perlu dilakukan atau tidak.

Implementasi untuk klien yang marah atau melakukan kekerasan


1) Lakukan intervensi dini untuk mencegah klien melakukan kekerasan
terhadap orang lain.
 Kenali tanda-tanda verbal adanya peningkatan rasa marah (mis;
berteriak,berbicara cepat, menuntut perhatian, pernyataan -
pernyataan agresif)
 Kenali tanda -tanda non verbal adanya peningkatan rasa marah
(mis;rahang dikencangkan, postur tubuh menegang, tangan
dikepalkan, berjalan mondar-mandir).
2) Lakukan beberapa tindakan untuk mengurangi kemarahan klien.
 Jawab pertanyaan dan tuntutan klien dengan informasi faktual dan
sikap yang mendukung serta meyakinkan.
 Berikan respon terhadap ansietas, marah dan frustasi yang
dirasakannya. Sebagai contoh : Perawat dapat mengatakan
”Tampaknya Anda merasa frustasi karena tidak dapat pulang ke
rumah sesuai keinginan Anda.”
 Biarkan klien mengeluarkan kemarahannya secara verbal, tunj ukan
bahwa perawat menerima kemarahan ya ng diperlihatkannya.
 Jangan membela atau membenarkan perilaku anda sendiri ataupun
perilaku orang lain. (mis., anggota tim pengobatan, kebijakan
Rumah Sakit).
 Pantau bahasa tubuh anda sendiri, gunakan postur yang ril eks
dengan kedua tangan bergantung santai disamping tubuh. Berikan
kontrol pada klien terhadap situasi masalah dengan menawarkan
solusi alternatif untuk menyelesaikan masalah.
3) Berespons terhadap perilaku klien
 Lindungi diri anda sendi ri dengan berdiri diantara klien dan pintu
keluar sehingga memungkinkan anda mudah untuk melarikan diri
 Lindungi orang lain dengan menginstruksikan m ereka
untuk meninggalkan tempat

18
 Ikuti protokol lembaga, gunakan kode khusus untuk menghadapi
kekerasan jika ada.
4) Gunakan prinsip-prinsip penatalaksanaan kode kekerasan bila
diperlukan (mis.,bila klien mengancam akan melukai, klien yang lain
atau anggota staf atau jika klien melempar barang -barang atau merusak
perabotan).
 Pastikan untuk dilakukannya unjuk kekuatan (minimal li ma staf).
 Tugaskan satu anggota tim sebagai ketua, yang akan berinteraksi
dengan klien dan arahkan respons tim.
 Ketua tim berdiri di depan, sedangkan yang lain berdiri di
belakangnya dalam dua atau tiga barisan.
 Bila diperlukan restrain fisik, ketua tim ak an memutuskan siapa
yang akan memegang kaki dan tangan, dan siapa yang akan
memegang kepala (agar tidak digigit).
 Tim bertindak sebagai satu kesatuan dan melakukan penaklukan
yang lanca r dan tenang.
 Lakukan latihan dimana jika teknik -teknik ini dilakukan d apat
memastikan keamanan dan menghindarkan klien dan staf dari
cedera.

5. Evaluasi hasil
Perawat menggunakan kriteria hasil yang spesifik dalam
menentukan efektifitas implementasi keperawatan. Keselamatan klien,
keluarga, dan masyarakat dapat dipertahankan sebagai hasil dari
intervensi yang adekuat terhadap ekspresi perilaku yang tidak terkendali.
Klien mengidentifikasi hubungan antara stresor dengan gejala yang
dialami selama krisis. Klien mengevaluasi solusi yang mungkin dilakukan
untuk mengatasi krisis. klien memilih berbagai pilihan solusi. Klien
kembali ke keadaan sebelum krisis atau memperbaiki situasi atau
perilaku.
Hal yang perlu dievaluasi (Issacs, 2004) :
a. Klien dapat menjalankan fungsinya kembali seperti sebelum terjadi krisis
b. Perilaku maladaptif atau gejala yang ditunjukkan oleh klien berkurang
c. Klien dapat menggunakan mekanisme koping adaptif

19
d. Klien mempunyai sistem pendukung untuk membantu koping terhadap krisis yang
akan datang (Issacs, 2004)

20
6. Pohon Masalah

Resiko mencederai
diri sendiri dan orang
lain Efek

Perilaku
Kekerasan
Gangguan Resiko Perilaku
Proses Pikir Kekerasan

Core Problem
Kekacauan
neuro
transmitter

Stimulus internal

Stimulus
eksternal
Isolasi
sosial

Harga diri
rendah

Koping individu
tidak efektif

Faktor predisposisi: Faktor presipitasi:

 Keberhasilan 1. Mengidentifikasi faktor pencetus


seseorang dalam termasuk kebutuhan yang terancam
Causa
menyelesaikan 2. Persepsi klien terhadap kejadian
masalahnya 3. Sifat dari kekuatan sistem
pendukung
4. Mengidentifikasi kekuatan dan
mekanisme koping yang lalu

21
7. Strategi Manajemen Krisis
Strategi Pelaksanaan Manajemen Krisis
No. Pasien Keluarga
1. Bina hubungan saling percaya Bina hubungan saling percaya
 Mengucapkan salam  Mengucapkan salam
 Memperkenalkan diri  Memperkenalkan diri
 Menanyakan nama pasien  Menanyakan nama keluarga pasien
 Menjelaskan tujuan pertemuan  Menjelaskan tujuan pertemuan
 Melakukan kontrak waktu,  Melakukan kontrak waktu, tempat, tujuan,
tempat, tujuan, dan orang dan orang
2. Pasien mendapatkan rasa aman dan Menjelaskan masalah yang dirasakan keluarga
nyaman dalam merawat pasien
 Menjelaskan alasan pasien berada  Menjelaskan alasan pasien di ruang isolasi
diruangan isolasi  Menjelaskan pentingnya keluarga untuk
 Menjelaskan kepada pasien alasan selalu berada disamping pasien untuk
difiksasi mendampingi jika pasien perlu bantuan
 Menjelaskan kepada pasien syarat- dan membutuhkannya
syarat kepada pasien jika diksasi  Jelaskan kepada keluarga untuk memiliki
dilepas empati yang tinggi terhadap anggota
keluarganya
3. Mendapatkan terapi yang adekuat Menjelaskan kepada keluarga dalam pemberian
 Menjelaskan 8 benar (benar obat, terapi obat
benar pasien, benar dosis, benar  Menjelaskan 8 benar (benar obat, benar
rute, benar waktu, benar pasien, benar dosis, benar rute, benar
dokumentasi, informasi, respon) waktu, benar dokumentasi, informasi,
 Menjelaskan manfaat dan efek respon)
samping obat  Menjelaskan manfaat dan efek samping
obat
4. Klien dapat memenuhi kebutuhan ADL Klien dapat memenuhi kebutuhan ADL
 Identifikasi kebutuhan yang  Identifikasi kebutuhan yang belum
belum terpenuhi terpenuhi

22
 Membantu pasien memenuhi  Membantu pasien memenuhi
kebutuhannya kebutuhannya
5. Menjelaskan peran serta keluarga dan dukungan
keluarga terhadap kondisi klien

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


HARI KE-1 KLIEN

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien tampak gelisah, mata melotot, berbicara dengan suara tinggi, tangan mengepal, dan
klien terfiksasi diatas tempat tidur
2. Diagnosa Keperawatan
Manajemen Krisis
3. Tujuan Keperawatan
 Pasien dapat membina hubungan saling percaya
 Pasien dapat tercipta rasa aman dan nyaman
 Pasien mendapatkan terapi yang adekuat
 Pasien dapat memenuhi kebutuhan ADL
4. Tindakan Keperawatan
 Menyapa pasien dengan baik dan ramah
 Memperkenalkan diri kepada pasien
 Menanyakan perasaan pasien hari ini
 Menjelaskan tujuan pertemuan kepada pasien
 Melakukan kontrak waktu dan tempat
 Menjelaskan alasan pasien di tempatkan diruang isolasi
 Menjelaskan alasan pasien di fiksasi
 Menjelaskan kapan ikatan akan dilepaskan
 Menjelaskan pemberian obat dengan cara 7 B (pasien, nama, dosis, tempat, waktu,
edukasi, dokumentasi)
 Menjelaskan kegiatan ADL yang belum terpenuhi

23
B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum mbak/mas, perkenalkan nama saya Anisa Rizky Aulia. Nama
Panggilan saya Anisa. Saya mahasiswa praktek dari UMM”.
“Mbak/mas namanya siapa?, nama panggilan siapa mbak/mas?
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan mbak/mas hari ini?
“Apa mbak/mas masih ingat kenapa mbak/mas diikat ini?
c. Kontrak
 Topik : “Bagaimana kalau hari ini kita berbincang-bincang tentang alasan
mengapa mbak/mas diikat diatas tempat tidur, dan kapan
ikatannya akan dilepas.
 Waktu : “Bagaimana kalau waktunya 15 menit mbak/mas”
 Tempat : “Bagaimana kalau kita berbincang-bincang dikamar mbak/mas
ini saja?, “Apakah mbak/mas bersedia?
2. Fase Kerja
“Sekarang kita berbincang-bincang sebentar ya mbak/mas. tujuan saya disini bukan untuk
mengganggu mbak/mas, tapi untuk membantu mbak/mas. mbak/mas boleh bercerita
apa saja ke saya.
“Mbak/mas aman dengan saya disini, mbak/mas bisa bercerita dengan saya jika
mbak/mas berkenan saya akan mendengarkan curahan hati mbak/mas.
“Mbak/mas tau gak, kenapa mbak/mas diikat?
“iya mbak/mas sementara ini harus diikat karena kamaren mbak/mas ngamuk-ngamuk
dan gelisah,. Nanti kalau mbak/mas sudah tenang, tidak ngamuk-ngamuk, tidak gelisah,
ikatannya ini akan dilepaskan”.”
“Mbak/mas udah makan belum?”
“Mbak/mas harus makan teratur biar bisa cepet pulang”,
“nanti kalau ikatannya sudah boleh dilepas, mbak/mas harus segera mandi, ganti bajunya
ya”
“mbak/mas harus nurut sama perawat, kalau waktunya makan harus makan, waktunya
minum obat harus minum obat. Biar cepet sembuh dan talinya bisa segera dilepaskan.

24
“mau gak kalau talinya dilepas, makanya mbak/mas harus nurut dengan perawat.
Insyallah kita disini akan berusaha membantu merawat mbak/mas agar segera cepat
sembuh”.
3. Fase Terminasi
a. Fase Subjektif
“Bagaimana perasaan mbak/mas setelah berbincang-bincang tentang alasan
mbak/mas diikat?
“Bagaimana perasaan mbak/mas setelah berkenalan dengan saya?
b. Fase Objektif
“Mbak/mas masih ingat gak tentang apa yang sudah saya sampaikan?
“Coba jelaskan kenapa mbak/mas sekarang diikat?
c. Rencana Tindak Lanjut
“Jadi kita telah berbincang-bincang, harapannya mbak/mas memahami kenapa
mbak/mas sekarang diikat”.
d. Kontrak yang Akan Datang
 Topik : “Bagaimana kalau besok bertemu lagi dengan saya mbak/mas?
 Waktu : Kira-kira jam 09.00 wib
 Tempat : “Bagaimana kalau berbincang-bincangnya dikamar mbak/mas ini
saja?
“Apa mbak/mas bersedia?
“Baik, kalau begitu saya pamit dulu, terima kasih.
“Wassalamualaikum..”.

25
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

HARI KE-1 KELUARGA

A.Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Keluarga tampak tenang, kontak mata baik, menjawab pertanyaan perawat dengan baik
2. Diagnosa Keperawatan
Manajemen krisis
3. Tujuan Keperawatan
- Membina hubungan saling percaya
- Menjelaskan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
- Menjelaskan kepada keluarga dalam pemberian terapi obat
- Pasien dapat memenuhi kebutuhan ADL
4. Tindakan Keperawatan
- Menyapa keluarga dengan baik dan ramah
- Memperkenalkan diri kepada keluarga pasien
- Menanyakan alasan pasien berada diruang isolasi 1
- Menjelaskan cara minum obat dengan 7 benar (benar obat, benar pasien, benar dosis,
benar tempat, dan benar waktu, benar edukasi, benar dokumentasi)
- Menjelaskan manfaat obat dan akibat tidak minum obat
- Menanyakan kebutuhan yang belum terpenuhi
- Membantu pasien memenuhi kebutuhannya
- Menjelaskan peran keluarga dalam merawat pasien

C. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“ Assalamualaikum Bapak/ibu, perkenalkan nama saya Anisa, saya mahasiswa perawat
dari UMM”.
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan hari ini Bapak/ibu?
c. Kontrak

26
 Topik : “Bapak/ibu, bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang
kenapa anaknya diikat, manfaat dan cara minum obat pasien, cara
pemenuhan kebutuhan ADL pasien dan peran bapak/ibu merawat
pasien.

 Waktu : “Bagaimana kalau 10 menit Bapak/ibu?


 Tempat : “Bagaimana kalau tempat nya disini saja ya Bapak/ibu?

2. Fase Kerja
“Bapak/ibu, kenapa pasien di tempatkan di ruang ini karena pasien gelisah, ngamuk-
ngamuk, gerak – gerak, tidak bisa diajak komunikasi dan takutnya ini pasien akan
melukai dirinya sendiri, jadi pasien harus diikat.
“Nah, syarat pasien dilepaskan ikatannya ini, pasien harus dalam keadaan sudah tenang,
tidak gelisah lagi”
“Bapak/ibu, yang harus lakukan untuk merawat pasien yaitu: membantu menyuapin
makan, dan memastikan pasien minum obat.
“Nah, sebelum obat nya diminum, Bapak/ibu lihat dulu nama nya dilebel obat. apakah
benar nama nya. Kemudian ibu juga harus tau kegunaan obat ini apa?.
“Nah, obat ini namanya…………………….......................... Bapak/ibu juga harus tahu
akibatnya pasien kalau tidak minum obat dengan teratur, pasien akan mulai teriak-teriak
dan mengamuk lagi.
“Nah Bapak/ibu, jadi nanti peran ibu sebagai orang tuanya yaitu memastikan kebutuhan
ADLnya pasien terpenuhi dan memastikan minum obat”

3. FaseTerminasi
a. Fase Subjektif
“Bagaimana perasaan Bapak/ibu setelah saya kita berbincang-bincang tentang cara
merawat pasien?
b. Fase Objektif
Bapak/ibu masih ingat gak apa saja yang sudah saya jelaskan tadi?
“Coba bapak/ibu jelaskan lagi?
c. Rencana Tindak Lanjut
“Jadi setelah kita berbincang-bincang ini, saya harapkan Bapak/ibu mampu merawat
pasien dengan baik”
d. Kontrak yang akan datang
27
 Topik : “Bapak/ibu, bagaimana kalau besok kita ngobrol-ngobrol lagi?

 Waktu : “Bagaimana kalau jam 10.00 wib?


 Tempat : “Bagaimana kalau ngobrolnya disini saja Bapak/ibu?
“Baiklah, kalau begitu saya pamit dulu ya Bapak/ibu, terima
kasih.
“Wassalamualaikum...”

28
DAFTAR PUSTAKA

Alimul H, A. Aziz. (2006), Kebutuhan Dasar Manusia, Jakarta : Salemba Medika.


Budi, K. A. (2005). Management Keperawatan Psikososial dan Kader Kesehatan Jiwa:CMHN.Jakarta:
EGC.
Issacs. (2004). Panduan Belajar Keperawatan Jiwa dan Psikiatri Edisi 3. Jakarta: EGC
Lilik.M.A, Imam.Z, Amar.A. (2016) Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa : Yogyakarta :
Indomedika Pustaka
Sheila L.(2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Sunaryo, (2004). Psikologi untuk keperawatan. EGC.

29

Anda mungkin juga menyukai