MANAJEMEN KRISIS
Disusun oleh:
Ratna Dwi Ayuningtyas
201910461011023
1
e. Dapat tidur tetapi perlu intervensi keperawatan
f. Berpartisipasi dengan intervensi 1 orang tenaga kesehatan atau keluarganya
g. Mengikuti jadwal dan rentang waktu yang diharapkan, tetapi dengan lebih 1 kali
pengarahan dan motivasi
4. Kriteria Fase Promotion
a. Tidak ada ide atau keinginan untuk mencederai diri atau orang lain
b. Komunikasi ada respon, sesuai, dan lancar
c. Bersedia interalasi atau terlibat dengan sebuah kelompok besar
d. ADL mampu mandiri dan tidak membahayakan pasien
e. Tidur dengan tenang
f. Respon terhadap pengobatan oral atau injeksi aktif berpartisifasi dengan 1 kata
pengarahan
g. Mengikuti jadwal dan rentang waktu sesuai yang diharapkan
II. Implementasi Keperawatan Sesuai dengan Fase Gangguan Jiwa
1. Pengkajian
1) Apakah pasien mempunyai ide untuk bunuh diri atau pulang paksa karena
keinginan diri sendiri yang kuat, bukan resiko perilaku kekerasan? Ya/Tidak (jika
Ya, termasuk dalam kategori krisis)
2) Apakah ada ide/keinginan untuk mencederai diri sendiri, orang lain atau
lingkungan?
a. Tidak ada (0)
b. Risiko kecil
Pasien memiliki ide tersebut tapi masih bisa
mengendalikan
Menunjukkan halusinasi tingkat 1-2 (16)
Menunjukan perilaku kekerasan tingkat 3-4
c. Resiko besar
Pasien memiliki ide (34) tidak mampu mengendalikan,
Tapi belum melakukan
Halusinasi tingkat 3-4
d. Aktual: sedang melakukan ide tersebut maksimal 3 hari sebelumnya (50)
2
b. Ada respon sesuai tetapi tidak lancar (14)
c. Ada respon tetapi tidak sesuai (26)
d. Tidak ada respon, pasien tidak mampu menjawab atau tidak sadar (40)
4) Bagaimana interaksi sosial pasien
a. Bersedia interaksi atau terlibat dalam satu kelompok besar (0)
b. Bersedia interaksi dengan lebih dari 1 orang (5)
c. Bersedia interaksi hanya dengan 1 orang (10)
d. Tidak bersedia interaksi atau tidak mampu (15)
5) Bagaimana tidur atau istirahat pasien
a. Tenang (0)
b. Dapat tidur tapi perlu intervensi keperawatan (3)
c. Tidak dapat tidur, perlu intervensi keperawatan atau farmakologi (7)
d. Gangguan tidur berat atau pasien tidak sadar (10)
6) Bagaimana respon pasien terhadap pangobatan atau injeksi?
a. Aktif berpartisifasi dengan hanya mengikuti 1x pengarahan (0)
b. Berpartisipasi dengan intervensi 1 orang tenkes atau keluarga (3)
c. Berpartisipasi dengan intervensi lebih dari 1 orang tenkes atau keluarga (7)
d. Menolak pengobatan (10)
7) Bagaimana respon pasien dengan aktivitas yang terjadwal?
a. Mengikuti jadwal dan rentang waktu sesuai dengan yang diharapkan (0)
b. Mengikuti jadwal dan rentang waktu sesuai yang diharapkan tetapi lebih dari
1x pengarahan dan motivasi (3)
c. Mengikuti jadwal, tapi rentang waktu lebih lama dari yang diharapkan, dan
dengan lebih dari 1x pengarahan dan motivasi (7)
d. Tidak mampu mengikuti pengarahan (10)
3
TABEL OBSERVASI SKORING FASE MANAJEMEN KRISIS
Tanggal
NO KETERANGAN
1 2 3 4 5 6
Total skor
4
2. Implementasi Keperawatan Sesuai Fase Gangguan Jiwa
1) Fase Krisis, fokus:
a. Intervensi: stabilisasi untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi pasien
dan oarang lain
b. Implementasi
Terapi lingkungan (isolasi lingkungan)
Psikoterapi intervensi fasilitatif, tetapi perilaku (relaksasi, meditasi).
Psikoreligus
Kolaborasi: terapi somatik psikofarmaka
2) Fase Akut, fokus:
a. Intervensi: menghilangkan gejala dan mekanisme koping maladaptif pasien
b. Implementasi:
Terapi psikofarmaka
Bantuan ADL
Terapi lingkungan
Psikoterapi: terapi oforatif
Terapi keluarga (fase awal, sesuai dengan keterlibatannya)
3) Fase Meitenance
a. Intervensi: memberikan dukungan terhadap koping adaptif pasien, sehingga
tingga fungsional klien meningkat
b. Implementasi:
Kolaborasi: terapi somatik psikofarma
Tindakan psikoterapeutik
Bantuan ADL
Lingkungan terapeutik
Psikoterapi: terapi perilaku (reward-punishment), terapi kognitif,
psikoreligi
TAK, terapi keluarga lanjutan, terapi fisik
4) Fase Promotion
a. Intervensi: tercapainya kualitas hidup normal
b. Implementasi:
Psikoterapeutik
Lingkungan terapeutik
Psikoterapi: terapi perilaku, kognitif, psikoreligi
5
TAK, terapi keluarga lanjutan
I. Definisi
Krisis adalah : Reaksi berlebihan terhadap situasi yang mengancam saat kemampuan
menyelesaikan masalah yang dimiliki klien dan respon kopingnya tidak adekuat untuk
mempertahankan keseimbangan psikologis (Isaacs Aan,279:2005). Menurut Maramis (1994)
krisis adalah suatu keadaan yang mendadak yang menimbulkan stress baik pada individu atau
kelompok. Krisis adalah Suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba dalam kehidupan
seseorang yang mengganggu keseimbangan selama mekanisme koping individu tersebut tidak dapat
memecahkan masalah.
Suatu konflik atau ganggaun internal yang diakibatkan oleh suatu keadaan yang dapat menimbulkan
stress dan dirasakan sebagai ancaman bagi individu (Stuart Sundeen,1991). Manajemen krisis atau intervensi
krisis adalah metode pemberian bantuan terhadap mereka yang tertimpa krisis, dimana masalah yang
membutuhkan penanganan yang cepat dapat segera diselesaikan dan keseimbangan psikis dapat dipulihkan.
Selama krisis, individu kesulitan dalam melakukan sesuatu, koping yang biasa digunakan tidak efektif lagi dan
terjadi peningkatan kecemasan.
II.Jenis krisis
1. Krisis maturasi / krisis perkembangan
Dipicu oleh stressor normal dalam proses perkembangan. Terjadi pada masa transisi proses
pertumbuhan dan perkembangan. Setiap tahap perkembangan tergantung pada tahap sebelumnya, setiap
tahap perkembangan merupakan tahap krisis bila tidak difasilitasi untuk dapat menyelesaikan tugas
perkembangan Misal : Masuk sekolah, pubertas, menikah, meninggalkan rumah,menjadi orang tua,
pensiun dll.
2. Krisis situasional
Merupakan respon terhadap peristiwa traumatic yang tiba-tiba dan tidak dapat dihindari yang
mempunyai pengaruh besar terhadap peran dan identitas seseorang. Cenderung mengikuti proses
kehilangan, seperti kehilangan pekerjaan, putus sekolah, putus cinta, penyakit terminal,
kehamilan/kelahiran yang tidak diinginkan. Respon yang biasa mucul terhadap kehilangan adalah
depresi. Kesulitan dalam beradaptasi dengan krisis situasional ini berhubungan dengan kondisi dimana
seseorang sedang berjuang menyelesaikan krisis perkembangan.
3. Krisis social
Krisis yang terjadi di luar kemampuan individu. Adanya situasi yang diakibatkan kehilangan multiple dan
perubahan lingkungan yang luas Contoh : terorisme, kebakaran, gempa bumi, banjir, perang.
6
Krisis kesehatan jiwa dapat berupa mendesak atau darurat
Mendesak Darurat
Definisi Onset akut dari perilaku tidak Onset akut dari kondisi yang
menimbulkan resiko berbahaya menjadi nyata dengan
segera, namun jika dibiarkan dapat kemungkinan secara langsung
berakibat buruk hingga menjadi dan signifikan terjadi kejadian
kegawatan kesehatan jiwa atau yang berbahaya bagi diri
menyebabkan seseorang menjadi sulit sendiri dan orang lain
untuk dikendalikan dan tidak mampu
melakukan apapun tanpa bantuan
Respon Membutuhkan perhatian namun Membutuhkan tindakan
bukan merupakan kegawatan yang segera
mengancam nyawa
Contoh Ingin bunuh diri, intoksikasi, perilaku Bunuh diri yang akan segera
sikap yang aneh, agitasi akut, respon pasca terjadi, intoksikasi obat-
trauma atau serangan obatan, perilaku yang kejam
atau mengancam orang lain
Tindakan Melakukan pengkajian fisik dan status Melakukan pengkajian dan
tenaga mental, serta menentukan tindakan intervensi
kesehatan yang tepat
(Sheila, 2008).
7
4. Developmental crises, krisis yang terjadi sebagai respon terhadap situasi yang
mencetuskan emosi yang berhubungan dengan konflik kehidupan yang tidak
dapat dipecahkan
5. Crises reflecting psychopathology, misalnya neurosis, schizophrenia, borderline
personality
6. Psychiatric emergency, krisis yang secara umum telah mengalami kerusakan
yang parah terhadap fungsi kehidupan. Misalnya acute suicide, overdosis,
psikosis akut, marah yang tidak terkontrol, intoksikasi alcohol, reaksi
terhadap obat-obatan halusinogenik.
V. Kegawatdaruratan Psikiatri
8
Merupakan perilaku yang memerlukan intervensi terapeutik segera, antara lain:
1. Kondisi gaduh gelisah
2. Perilaku kekerasan
3. Riwayat bunuh diri
4. Delirium
5. Insomnia
6. Sindrom Neuroleptik Malignancy
7. Gejala Extrapiramidal akibat obat
9
Dengan siapa individu tinggal
Siapa yang mau mengerti individu tersebut
Siapa yang dipercaya individu tersebut
3) Mekanisme koping yang ada
Apa yang biasa dilakukan individu dalam menghadapi masalah
Duduk sejenak atau merenung
Apakah menangis dianggap memperingan masalah
Apakah dihadapi dengan marah dengan memukul sesuatu
Apakah pergi membicarakan dengan orang lain
Apakah sudah berusaha untuk menyelesaikan masalah dan bagaimana hasilnya
Gerald Caplan (1964), pelopor dalam bidang intervensi krisis, mengidentifikasi empat fase
krisis yang dapat diprediksi:
a. Ancaman awal atau peristiwa pemicu
Orang dihadapkan dengan masalah atau konflik, dalam upayanya menurunkan tingkat
kecemasan (ketakutan) akan menggunakan berbagai mekanisme pertahanan, seperti
kompensasi (menggunakan upaya ekstra), rasionalisasi (penalaran), dan penolakan. Bagi
beberapa orang dengan mekanisme koping yang kuat, masalahnya mungkin dapat
diatasi, ancamannya menghilang, dan tidak ada krisis.
b. Escalation
Jika masalah berlanjut dan respons defensif yang biasa gagal, kecemasan terus
meningkat ke tingkat yang serius, menyebabkan ketidaknyamanan yang ekstrem.
10
Kemampuan memecahkan masalah tertahan atau menjadi tidak berhasil. Orang
tersebut menjadi kacau dan sulit berpikir, sulit tidur, dan berfungsi. Upaya trial and error
dimulai untuk memecahkan masalah dan mengembalikan keseimbangan emosional.
Kurangnya keberhasilan dalam menemukan strategi koping yang tepat menyebabkan
rasa tidak berdaya.
c. Krisis
Individu memperluas pencarian sumber daya yang bermanfaat dalam upaya untuk
meringankan ketidaknyamanan psikologis, menarik semua sumber daya yang tersedia.
Ketika semua upaya gagal, kecemasan meningkat ke tingkat yang parah dan kemudian
panik, dan orang tersebut memobilisasi perilaku bantuan otomatis (melarikan diri atau
berkelahi). Pada titik ini, beberapa orang mungkin mencari bantuan dari para
profesional untuk kemungkinan jawaban dan resolusi. Beberapa bentuk resolusi dapat
dibuat, seperti mendefinisikan kembali masalah, menyerangnya dari sudut pandang
baru, dan mencoba lagi untuk menemukan solusi. Jika metode baru berhasil, krisis akan
menyelesaikan dan orang tersebut akan kembali ke tingkat fungsional yang mungkin
sama, lebih tinggi, atau lebih rendah dari sebelumnya.
d. Disorganisasi Kepribadian
Jika masalah tidak terselesaikan pada fase kedua atau ketiga dan keterampilan koping
baru tidak efektif, kecemasan mungkin meliputi individu dan menyebabkan kepanikan
atau keputusasaan, ciri khas fase ini. Disorganisasi yang serius, kebingungan, depresi,
kemungkinan pemikiran psikotik, atau kekerasan terhadap diri sendiri atau orang lain
mungkin ada, dan pada titik inilah dukungan eksternal menjadi perlu (Swan &
Hamilton, 2017).
11
3. Adanya bantuan atau bahkan hambatan dari orang lain
4. Jumlah dan tipe krisis sebelumnya
5. Waktu terakhir mengalami krisis
6. Kelompok beresiko
7. Sense of mastery
8. Resilence; factor perlindungan berupa perilaku yang berkontribusi terhadap
keberhasilan koping dengan stress lain. Faktor perlind ungan antara lain
kompetensi social, ketrampilan memecahkan masalah, otonomi, berorientasi
pada tujuan, ide belajar, dukungan keluarga, dukungan social. Resilient
(individu yang tabah/ulet ) mempunyai harga diri tinggi, berdaya
guna,mempunyai keterampilan memecahkan masalah, mempunyai kepuasan
dalam hubungan interpersonal.
IX. Faktor resiko
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko krisis kesehatan mental antara lain:
a. Kehadiran penyakit bersamaan, cedera, gizi buruk, sakit kronis, kurang tidur
b. Kehadiran peristiwa kehidupan yang penuh tekanan.
c. Sikap negatif tentang kemampuan untuk mengatasi masalah/tekanan.
d. Kurangnya kesadaran emosional.
e. Kurangnya dukungan sosial.
f. Pandangan pesimistis.
g. Sejarah keterampilan koping yang buruk.
h. Tantangan perkembangan atau fisik.
i. Sejarah penyalahgunaan zat.
j. Penyakit mental atau kondisi medis lain (National Alliance on Mental Illness/NAMI,
2016).
X. Proses Terjadinya Krisis
Stressor
Keseimbangan terganggu
Faktor-faktor penyeimbang:
Persepsi
Situasi
Mekanisme koping
12
Berhasil Gagal
Krisis Krisis
Terselesaikan
13
7) Keperawatan gerontologi.
Perawat harus mengantisipasi krisis seperti kehilangan kumulatif, penyakit yang melemahkan,
ketergantungan, dan penempatan di rumah perawatan.
8) Keperawatan darurat.
Perawat harus mengantisispasi krisis seperti trauma fisik, penyakit akut, krisis perkosaan, dan
kematian.
9) Keperawatan psikiatri.
Perawat harus mengantisipasi krisis seperti hospitalisasi akibat penyakit jiwa, stressor kehidupan
karena sakit jiwa yang serius, dan bunuh diri.
10) Perawat bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lain untuk membantu individu mengatasi
situasi krisis
14
2. Mengungkapkan perasaan tanpa penilaian
3. Mencari cara untuk beradaptasi dengan stress dan kecemasan
4. Memecahkan masalah dan mengidentifikasi strategi dan tindakan
5. Mencari dukungan ( keluarga, teman, komunitas )
6. Menghindari stress yang akan datang dengan anticipatory guidance
Intervensi dilakukan dengan pendekatan proses perawatan yaitu melalui
pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan.
15
Mengidentifikasi kekuatan dan mekanisme koping yang lalu, termasuk
strategi koping yang berhasil dan yang tidak berhasil
c. Perasaan
Perasaan tidak berdaya, kebingungan, depresi, menarik diri, keinginan
merusak diri sendiri dan orang lain
Perasaan diasingkan oleh lingkungannya
Kadang-kadang menunjukkan gejala somatik
Analisis
Analisis persepsi unik klien terhadap krisis dan kejadian
pencetusnya.
Analisis keadekuatan faktor penyeimbang dan tingkat dukungan
pribadi, social dan lingkungan klien.
Analisis sejauh mana orang lain terpengaruh oleh krisis, seperti
keluarga klien, jaringan kerja sosial, dan masyarakat.
2. Diagnosis Keperawatan
Tentukan diagnosa keperawatan spesifik u ntuk klien, keluarga,
masyarakat, atau gabungan dari itu, namun tidak terbatas pa da yang
berikut ini :
Gangguan citra tubuh
Ketegangan peran pemberi asuhan
Koping komunitas tidak efektif
Koping individu tidak efektif
Penyangkalan tidak efektif
Koping keluarga : potensi untuk pertumbuhan
Disfungsi berduka
Respon pasca trauma
Ketidakberdayaan
Sindrom trauma perkosaan
Perubahan kinerja peran
Distres spiritual
Resiko kekerasan pada diri sendiri /orang lain
16
3. Perencanaan dan Identifikasi Hasil
1) Bantu klien, keluarga, masyarakat, atau gabungan dari itu, dalam
menetapkan tujuan jangka pendek yang realistis untuk pemulihan
seperti sebelum krisis.
2) Tentukan kriteria hasil yang diinginkan untuk klien, kelu arga,
masyarakat, atau gabungan dari itu. Individu yang mengalami krisis
akan :
Mengungkapkan secara verbal arti dari situasi krisis
Mendiskusikan pilihan-pilihan yang ada untuk mengatasinya
Mengidentifikasi sumber daya yang ada yang dapat memberikan
bantuan
Memilih strategi koping dalam menghadapi krisis
Mengimplementasikan tindakan yang diperlukan untuk
mengatasi krisis.
Menjaga keselamatan bil a situasi memburuk
4. Implementasi
1) Bentuk hubungan dengan mendengarkan secara aktif dan menggunakan
respon empati.
2) Anjurkan klien untuk mendiskusikan situasi krisis dengan jelas, dan
bantu kien mengutarakan pikiran dan perasaannya.
3) Dukung kelebihan klien dan penggunaan tindakan koping.
4) Gunakan pendekatan pemecahan masalah.
5) Lakukan intervensi untuk mencegah rencana menyakiti diri sendiri
atau bunuh diri.
Kenali tanda -tanda bahaya akan adanya kekerasan terhadap diri
sendiri (mis ;klien secara langsung mengat akan akan melakukan
bunuh diri, menyatakan secara tidak langsung bahwa ia merasa
kalau orang lain akan lebih baik jika ia tidak ada, atau adanya
tanda -tanda depresi)
Lakukan pengkajian tentang kemungkinan bunuh diri
Singkirkan semua benda yang membahayakan dari tempat atau
sekitar klien.
17
Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan jiwa untuk
menentukan apakah hospitalisasi perlu dilakukan atau tidak.
18
Ikuti protokol lembaga, gunakan kode khusus untuk menghadapi
kekerasan jika ada.
4) Gunakan prinsip-prinsip penatalaksanaan kode kekerasan bila
diperlukan (mis.,bila klien mengancam akan melukai, klien yang lain
atau anggota staf atau jika klien melempar barang -barang atau merusak
perabotan).
Pastikan untuk dilakukannya unjuk kekuatan (minimal li ma staf).
Tugaskan satu anggota tim sebagai ketua, yang akan berinteraksi
dengan klien dan arahkan respons tim.
Ketua tim berdiri di depan, sedangkan yang lain berdiri di
belakangnya dalam dua atau tiga barisan.
Bila diperlukan restrain fisik, ketua tim ak an memutuskan siapa
yang akan memegang kaki dan tangan, dan siapa yang akan
memegang kepala (agar tidak digigit).
Tim bertindak sebagai satu kesatuan dan melakukan penaklukan
yang lanca r dan tenang.
Lakukan latihan dimana jika teknik -teknik ini dilakukan d apat
memastikan keamanan dan menghindarkan klien dan staf dari
cedera.
5. Evaluasi hasil
Perawat menggunakan kriteria hasil yang spesifik dalam
menentukan efektifitas implementasi keperawatan. Keselamatan klien,
keluarga, dan masyarakat dapat dipertahankan sebagai hasil dari
intervensi yang adekuat terhadap ekspresi perilaku yang tidak terkendali.
Klien mengidentifikasi hubungan antara stresor dengan gejala yang
dialami selama krisis. Klien mengevaluasi solusi yang mungkin dilakukan
untuk mengatasi krisis. klien memilih berbagai pilihan solusi. Klien
kembali ke keadaan sebelum krisis atau memperbaiki situasi atau
perilaku.
Hal yang perlu dievaluasi (Issacs, 2004) :
a. Klien dapat menjalankan fungsinya kembali seperti sebelum terjadi krisis
b. Perilaku maladaptif atau gejala yang ditunjukkan oleh klien berkurang
c. Klien dapat menggunakan mekanisme koping adaptif
19
d. Klien mempunyai sistem pendukung untuk membantu koping terhadap krisis yang
akan datang (Issacs, 2004)
20
6. Pohon Masalah
Resiko mencederai
diri sendiri dan orang
lain Efek
Perilaku
Kekerasan
Gangguan Resiko Perilaku
Proses Pikir Kekerasan
Core Problem
Kekacauan
neuro
transmitter
Stimulus internal
Stimulus
eksternal
Isolasi
sosial
Harga diri
rendah
Koping individu
tidak efektif
21
7. Strategi Manajemen Krisis
Strategi Pelaksanaan Manajemen Krisis
No. Pasien Keluarga
1. Bina hubungan saling percaya Bina hubungan saling percaya
Mengucapkan salam Mengucapkan salam
Memperkenalkan diri Memperkenalkan diri
Menanyakan nama pasien Menanyakan nama keluarga pasien
Menjelaskan tujuan pertemuan Menjelaskan tujuan pertemuan
Melakukan kontrak waktu, Melakukan kontrak waktu, tempat, tujuan,
tempat, tujuan, dan orang dan orang
2. Pasien mendapatkan rasa aman dan Menjelaskan masalah yang dirasakan keluarga
nyaman dalam merawat pasien
Menjelaskan alasan pasien berada Menjelaskan alasan pasien di ruang isolasi
diruangan isolasi Menjelaskan pentingnya keluarga untuk
Menjelaskan kepada pasien alasan selalu berada disamping pasien untuk
difiksasi mendampingi jika pasien perlu bantuan
Menjelaskan kepada pasien syarat- dan membutuhkannya
syarat kepada pasien jika diksasi Jelaskan kepada keluarga untuk memiliki
dilepas empati yang tinggi terhadap anggota
keluarganya
3. Mendapatkan terapi yang adekuat Menjelaskan kepada keluarga dalam pemberian
Menjelaskan 8 benar (benar obat, terapi obat
benar pasien, benar dosis, benar Menjelaskan 8 benar (benar obat, benar
rute, benar waktu, benar pasien, benar dosis, benar rute, benar
dokumentasi, informasi, respon) waktu, benar dokumentasi, informasi,
Menjelaskan manfaat dan efek respon)
samping obat Menjelaskan manfaat dan efek samping
obat
4. Klien dapat memenuhi kebutuhan ADL Klien dapat memenuhi kebutuhan ADL
Identifikasi kebutuhan yang Identifikasi kebutuhan yang belum
belum terpenuhi terpenuhi
22
Membantu pasien memenuhi Membantu pasien memenuhi
kebutuhannya kebutuhannya
5. Menjelaskan peran serta keluarga dan dukungan
keluarga terhadap kondisi klien
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien tampak gelisah, mata melotot, berbicara dengan suara tinggi, tangan mengepal, dan
klien terfiksasi diatas tempat tidur
2. Diagnosa Keperawatan
Manajemen Krisis
3. Tujuan Keperawatan
Pasien dapat membina hubungan saling percaya
Pasien dapat tercipta rasa aman dan nyaman
Pasien mendapatkan terapi yang adekuat
Pasien dapat memenuhi kebutuhan ADL
4. Tindakan Keperawatan
Menyapa pasien dengan baik dan ramah
Memperkenalkan diri kepada pasien
Menanyakan perasaan pasien hari ini
Menjelaskan tujuan pertemuan kepada pasien
Melakukan kontrak waktu dan tempat
Menjelaskan alasan pasien di tempatkan diruang isolasi
Menjelaskan alasan pasien di fiksasi
Menjelaskan kapan ikatan akan dilepaskan
Menjelaskan pemberian obat dengan cara 7 B (pasien, nama, dosis, tempat, waktu,
edukasi, dokumentasi)
Menjelaskan kegiatan ADL yang belum terpenuhi
23
B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum mbak/mas, perkenalkan nama saya Anisa Rizky Aulia. Nama
Panggilan saya Anisa. Saya mahasiswa praktek dari UMM”.
“Mbak/mas namanya siapa?, nama panggilan siapa mbak/mas?
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan mbak/mas hari ini?
“Apa mbak/mas masih ingat kenapa mbak/mas diikat ini?
c. Kontrak
Topik : “Bagaimana kalau hari ini kita berbincang-bincang tentang alasan
mengapa mbak/mas diikat diatas tempat tidur, dan kapan
ikatannya akan dilepas.
Waktu : “Bagaimana kalau waktunya 15 menit mbak/mas”
Tempat : “Bagaimana kalau kita berbincang-bincang dikamar mbak/mas
ini saja?, “Apakah mbak/mas bersedia?
2. Fase Kerja
“Sekarang kita berbincang-bincang sebentar ya mbak/mas. tujuan saya disini bukan untuk
mengganggu mbak/mas, tapi untuk membantu mbak/mas. mbak/mas boleh bercerita
apa saja ke saya.
“Mbak/mas aman dengan saya disini, mbak/mas bisa bercerita dengan saya jika
mbak/mas berkenan saya akan mendengarkan curahan hati mbak/mas.
“Mbak/mas tau gak, kenapa mbak/mas diikat?
“iya mbak/mas sementara ini harus diikat karena kamaren mbak/mas ngamuk-ngamuk
dan gelisah,. Nanti kalau mbak/mas sudah tenang, tidak ngamuk-ngamuk, tidak gelisah,
ikatannya ini akan dilepaskan”.”
“Mbak/mas udah makan belum?”
“Mbak/mas harus makan teratur biar bisa cepet pulang”,
“nanti kalau ikatannya sudah boleh dilepas, mbak/mas harus segera mandi, ganti bajunya
ya”
“mbak/mas harus nurut sama perawat, kalau waktunya makan harus makan, waktunya
minum obat harus minum obat. Biar cepet sembuh dan talinya bisa segera dilepaskan.
24
“mau gak kalau talinya dilepas, makanya mbak/mas harus nurut dengan perawat.
Insyallah kita disini akan berusaha membantu merawat mbak/mas agar segera cepat
sembuh”.
3. Fase Terminasi
a. Fase Subjektif
“Bagaimana perasaan mbak/mas setelah berbincang-bincang tentang alasan
mbak/mas diikat?
“Bagaimana perasaan mbak/mas setelah berkenalan dengan saya?
b. Fase Objektif
“Mbak/mas masih ingat gak tentang apa yang sudah saya sampaikan?
“Coba jelaskan kenapa mbak/mas sekarang diikat?
c. Rencana Tindak Lanjut
“Jadi kita telah berbincang-bincang, harapannya mbak/mas memahami kenapa
mbak/mas sekarang diikat”.
d. Kontrak yang Akan Datang
Topik : “Bagaimana kalau besok bertemu lagi dengan saya mbak/mas?
Waktu : Kira-kira jam 09.00 wib
Tempat : “Bagaimana kalau berbincang-bincangnya dikamar mbak/mas ini
saja?
“Apa mbak/mas bersedia?
“Baik, kalau begitu saya pamit dulu, terima kasih.
“Wassalamualaikum..”.
25
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
A.Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Keluarga tampak tenang, kontak mata baik, menjawab pertanyaan perawat dengan baik
2. Diagnosa Keperawatan
Manajemen krisis
3. Tujuan Keperawatan
- Membina hubungan saling percaya
- Menjelaskan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
- Menjelaskan kepada keluarga dalam pemberian terapi obat
- Pasien dapat memenuhi kebutuhan ADL
4. Tindakan Keperawatan
- Menyapa keluarga dengan baik dan ramah
- Memperkenalkan diri kepada keluarga pasien
- Menanyakan alasan pasien berada diruang isolasi 1
- Menjelaskan cara minum obat dengan 7 benar (benar obat, benar pasien, benar dosis,
benar tempat, dan benar waktu, benar edukasi, benar dokumentasi)
- Menjelaskan manfaat obat dan akibat tidak minum obat
- Menanyakan kebutuhan yang belum terpenuhi
- Membantu pasien memenuhi kebutuhannya
- Menjelaskan peran keluarga dalam merawat pasien
26
Topik : “Bapak/ibu, bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang
kenapa anaknya diikat, manfaat dan cara minum obat pasien, cara
pemenuhan kebutuhan ADL pasien dan peran bapak/ibu merawat
pasien.
2. Fase Kerja
“Bapak/ibu, kenapa pasien di tempatkan di ruang ini karena pasien gelisah, ngamuk-
ngamuk, gerak – gerak, tidak bisa diajak komunikasi dan takutnya ini pasien akan
melukai dirinya sendiri, jadi pasien harus diikat.
“Nah, syarat pasien dilepaskan ikatannya ini, pasien harus dalam keadaan sudah tenang,
tidak gelisah lagi”
“Bapak/ibu, yang harus lakukan untuk merawat pasien yaitu: membantu menyuapin
makan, dan memastikan pasien minum obat.
“Nah, sebelum obat nya diminum, Bapak/ibu lihat dulu nama nya dilebel obat. apakah
benar nama nya. Kemudian ibu juga harus tau kegunaan obat ini apa?.
“Nah, obat ini namanya…………………….......................... Bapak/ibu juga harus tahu
akibatnya pasien kalau tidak minum obat dengan teratur, pasien akan mulai teriak-teriak
dan mengamuk lagi.
“Nah Bapak/ibu, jadi nanti peran ibu sebagai orang tuanya yaitu memastikan kebutuhan
ADLnya pasien terpenuhi dan memastikan minum obat”
3. FaseTerminasi
a. Fase Subjektif
“Bagaimana perasaan Bapak/ibu setelah saya kita berbincang-bincang tentang cara
merawat pasien?
b. Fase Objektif
Bapak/ibu masih ingat gak apa saja yang sudah saya jelaskan tadi?
“Coba bapak/ibu jelaskan lagi?
c. Rencana Tindak Lanjut
“Jadi setelah kita berbincang-bincang ini, saya harapkan Bapak/ibu mampu merawat
pasien dengan baik”
d. Kontrak yang akan datang
27
Topik : “Bapak/ibu, bagaimana kalau besok kita ngobrol-ngobrol lagi?
28
DAFTAR PUSTAKA
29