Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI II

PENETAPAN KADAR TABLET ASETOSAL DENGAN


METODE ASIDI-ALKALIMETRI

DISUSUN OLEH :
GOLONGAN I
KELOMPOK 2

KOMANG DIRGA MEGA BUANA (1708551003)


DWI MEGA PERMATAHATI (1708551004)
PUTU RIKA JESIKA PUTRI (1708551005)
LUH PRATIWI DIVA YANTI (1708551006)
PUTU VELLINA DAMAYANTI (1708551007)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
PERCOBAAN I
PENETAPAN KADAR TABLET ASETOSAL DENGAN METODE ASIDI
ALKALIMETERI
1. TUJUAN
1.1 Mampu memahami metode titrasi asidi-alkalimetri
1.2 Mampu melakukan pembakuan NaOH dengan asam oksalat
1.3 Mampu melakukan pembakuan H₂ SO₄ dengan Na₂ CO₃
1.4 Mampu menetapkan kadar tablet asetosal dengan metode asidi-alkalimetri
1.5 Mampu melakukan validasi metode yang digunakan
1.6 Mampu melakukan Quality control terhadap tablet asetosal

2. LANDASAN TEORI
Metode asidi-alkalimetri merupakan suatu metode titrasi volumetri yang
didasarkan pada sifat senyawa yang akan dititrasi. Alkalimetri merupakan suatu
metode titrasi untuk menentukan konsentrasi senyawa asam dengan menggunakan
basa yang telah diketahui konsentrasinya. Prinsip dari alkalimetri yaitu adanya
reaksi netralisasi antara senyawa asam yang akan diukur konsentrasinya dengan
basa yang sudah diketahui konsentrasinya. Penentuan titik akhir yaitu dengan
menggunakan indikator yang ditambahkan ke larutan sampel (Hansen et al.,
2012). Alkalimetri tidak langsung melibatkan reaksi asam dengan basa berlebih,
basa berlebih yang tidak bereaksi selanjutnya dititrasi dengan asam (Alam et al.,
2011).

Gambar 1.1. Struktur Kimia Asetosal (Depkes RI, 1995).


Asam asetilsalisilat memiliki rumus molekul C9H8O4 dan memiliki berat
molekul 180,16 gram/mol. Asam asetilsalisilat memiliki pemerian hablur, putih,

1
umumnya seperti jarum atau lempengan tersusun, atau serbuk hablur putih, tidak
berbau atau berbau lemah, stabil di udara kering, di dalam udara lembab secara
bertahap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam asetat. Asam asetilsalisilat
sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, larut dalam kloroform, dan dalam
eter, serta agak sukar larut dalam eter mutlak (Kemenkes RI, 2014). Penetapan
kadar tablet asetosal dapat dilakukan dengan cara ditimbang 20 tablet asetosal
kemudian digerus hingga menjadi serbuk halus. Ditimbang saksama sejumlah
serbuk tablet setara dengan 500 mg asam asetilsalisilat. Ditambahkan 30 mL
larutan natrium hidroksida 0,5 N, dididihkan hati-hati selama 10 menit. Dititrasi
dengan asam sulfat 0,5 N menggunakan indikator larutan merah fenol P.
Dilakukan penetapan blangko. 1 mL natrium hidroksida 0,5 N setara dengan
45,04 mg C9H8O4 (Depkes RI, 1979).
Bahan baku asam asetilsalisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan
tidak lebih dari 100,5% C9H8O4, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pada sediaan tablet asetosal mengandung asam asetilsalisilat tidak kurang dari
90% dan tidak lebih dari 110% dari jumlah yang tertera pada etiket (tablet
berukuran lebih besar dari 81 mg tidak mengandung pemanis atau pengaroma
lain). Tablet salut enterik memenuhi syarat tablet lepas tunak asam asetil salisilat
(Kemenkes RI, 2014).

3. PERSIAPAN ALAT
Dalam praktikum kali ini alat-alat yang akan digunakan dalam praktikum
yang perlu disiapkan antara lain: timbangan analitik untuk yang digunakan
menimbang berbagai bahan yang digunakan, pipet tetes, gelas beaker yang
digunakan berukuran 50 mL dan 1000 mL, labu ukur berukuran 25 mL; 1000 mL
dan 500 mL, batang pengaduk, sendok tanduk, kertas perkamen, statif dan buret
berukuran 25 mL, pipet ukur 10 mL dan 25 mL, termometer, alat penangas air,
serta labu erlenmeyer berukuran 25 mL.

4. PERSIAPAN BAHAN
4.1 Natrium Hidroksida 0,5N

2
Dalam pembuatan NaOH 0,5 N yang perlu disiapkan adalah padatan NaOH
dan aquadest. Dalam praktikum ini diperlukan NaOH 0,5 N sebanyak 500 mL.
Maka massa NaOH yang dibutuhkan adalah
Diketahui:
 BMNaOH : 40 gram
mol

 Normalitas : 0,5 N
 Volume : 500 mL
NaOH Na+ + OH- (ek = 1)

Maka :
N
N =Mxn ↔ M = ek

0,5 gr ek L
M  = 0,5 mol⁄L
1 gr ek mol
M = 0,5 M

 Massa NaOH
massa 1000
M  
Mr V
M x Mr x V
massa 
1000
0,5M x 40 gr mol x 500 mL
massa 
1000
massa  10 gram
4.2 Asam Oksalat 0,5 N
Untuk membuat Asam Oksalat 0,5 N dibutuhkan serbuk asam oksalat dan
aqudest. Dalam praktikum ini diperlukan Asam Oksalat 0,5 N sebanyak 50 mL.
Maka massa Asam Oksalat yang dibutuhkan adalah
Diketahui:
 BMasam oksalat : 126,07 gram
mol

 Volume : 50 mL
 Normalitas : 0,5 N

3
H2C2O4 2 H+ + C2O42- (ek = 2)
N =Mxn
N
M = ek

0,5 gr ek L
 Molaritas  = 0,25 mol⁄L
2 gr ek mol
M = 0,25 M

 Massa Asam Oksalat


massa 1000
M  
Mr V
M x Mr x V
massa 
1000
0,25 M x 126,07 gr mol x 50 mL
massa 
1000
massa  1,576 gram
4.3 Natrim Karbonat 0,5 N
Untuk pembuatan Na2CO3 0,5 N dibutuhkan serbuk Na2CO3 dan aquadest.
Dalam praktikum ini diperlukan Na2CO3 0,5N sebanyak 50 mL. Maka massa
Na2CO3yang dibutuhkan adalah
Diketahui:
 BMNa2CO3 : 106 gram
mol

 Volume : 50 mL
 Normalitas : 0,5 N
Na2CO3 2 Na+ + CO32- (ek = 2)
N
N=Mxn ↔ M =
ek

0,5 gr ek L
 M  = 0,25 mol⁄L
2 gr ek mol
M = 0,25 M
 Massa Na2CO3
massa 1000
M  
Mr V

4
M x Mr x V
massa 
1000
0,25 M x 106 gr mol x 50 mL
massa 
1000
massa  1,325 gram

4.4 Asam Sulfat 0,5 N


Untuk pembuatan H2SO4 0,5 N bahan yang diperlukan adalah asam sulfat
98% dan aquadest. Dalam praktikum ini diperlukan NaOH H2SO4 0,5 N sebanyak
500 mL. Maka volume H2SO4 yang dibutuhkan adalah :
Diketahui :

 Normalitas H2SO4 = 0,5N


 Volume = 100 mL
 BM = 98 g/mol
 BJ = 1,84 g/mL

Volume H2SO4 dipipet....?

H2SO4 ⇄ 2H+ + SO42- (ek= 2 grek/mol)

H2SO4 ⇄ 2H+ + SO42- (ek= 2 grek/mol)

𝑁 0,5
M = = = 0,25M
𝐸𝑘 2

𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 1000
M = x
𝐵𝑚 𝑉

𝑔𝑟𝑎𝑚 1000 𝑚𝑙
0,25M = x
98 𝑔/𝑚𝑜𝑙 500 𝑚𝑙

Massa = 12,25 gram

H2SO4 yang tersedia 98% b/b sehingga :

98 gram
98% b/b =
100 gram

5
98 gram 12,25 gram
=
100 gram x gram

12,25 gram x 100 gram


x =
98 gram

x = 12,5 gram

massa 12,5 gram


Volume yang diambil = = = 6,8 mL
BJ 1,84 g/mL

Jadi, volume H2SO4 yang harus dipipet adalah 6,8 mL.

4.5 Indikator Fenolftalein (PP)


Dalam pembuatan larutan PP bahan yang dibutuhkan adalah serbuk
fenolftalein dan etanol 95%. Pada farmakope edisi IV pembuatan indikator
fenolftalein dinyatakan sebagai 1 gram fenolftalein dalam 100 mL etanol P
(konsentrasi 1% g/mL). Dalam praktikum diperlukan indikator PP sebanyak 10
ml.
Diketahui :
 Kadar: 1% b/v
 Volume : 10 mL
Massa pp yang dibutukan untuk membuat larutan sebanyak 10 mL
1 gram X
=
100ml 10ml
1 g x 10 ml
X 
100 ml
X = 0,1 gram = 100 mg

4.6 Indikator Metil Merah


Pembuatan Metil Merah Hijau membutuhkan serbuk Metil Merah dan
etanol P. Pada farmakope edisi V pembuatan indikator Metil Merah dinyatakan
sebagai 100 mg Metil Merah dalam 100 mL etanol P. Dalam praktikum
dibutuhkan Indikator Metil Merah sebanyak 10 ml, maka massa yang dibutuhkan
adalah

6
Diketahui :
 Volume : 10 mL
Massa Indikator Metil Merah yang dibutukan untuk membuat larutan
sebanyak 10 mL
100 mg X
=
100ml 10ml
1 00 mg x 10 ml
X 
100 ml
X = 10 mg
4.7 Indikator Metil Fenol
Dalam pembuatan Metil Fenol adalah serbuk Metil Fenol dan etanol P.
indikator Metil Fenol yaitu melarutkan 100 mg Metil Fenol dalam 100 mL etanol
P dan saring jika perlu (Kemenkes RI, 2014) hal 1723. Dalam praktikum
dibutuhkan Indikator Metil Fenol sebanyak 10 ml, maka massa yang dibutuhkan
adalah
Diketahui :
 Volume : 10 mL
Massa Indikator Metil Fenol yang dibutukan untuk membuat larutan
sebanyak 10 mL?
100 mg X
=
100 mL 10 mL
1 00 mg x 10 ml
X 
100 ml
X = 10 mg

5. PROSEDUR KERJA
5.1 Standarisasi Larutan NaOH 0,5 N
Dipasang buret pada statif hingga posisi tegak lurus. Dimasukkan larutan
NaOH ke buret. Dipipet 10 mL larutan asam oksalat dimasukkan ke labu
Erlenmeyer dan ditambahkan tiga tetes indikator fenolftalein. Titrasi dihentikan
saat tercapai titik akhir titrasi yaitu terbentuknya warna merah muda stabil pada

7
larutan. Titrasi dilakukan tiga kali, dicatat volume NaOH yang diperlukan hingga
mencapai titik akhir titrasi, dan dihitung normalitas rata-rata larutan NaOH.
5.2 Standarisasi Larutan H2SO4 0,5 N
Ditimbang saksama 1,5 g natrium karbonat anhidrat P yang sebelumnya
telah dikeringkan pada suhu 270°C selama satu jam kemudian dilarutkan dalam
100 mL air. Dititrasi dengan asam sulfat menggunakan indikator larutan merah
metil P. Dipanaskan larutan hingga mendidih, didinginkan, dan dilanjutkan titrasi.
Dipanaskan lagi hingga mendidih dan dititrasi lagi hingga warna merah jambu
pucat tidak hilang dengan pendidihan lagi. Dihitung normalitas larutan. 1 mL
asam sulfat 1 N setara dengan 52,99 mg natrium karbonat anhidrat P (Depkes RI,
1979: 744-745).
5.3 Penetapan Kadar Asam Asetilsalisilat (Asetosal) dalam Tablet
Ditimbang 20 tablet asetosal kemudian digerus hingga menjadi serbuk
halus. Ditimbang saksama sejumlah serbuk tablet setara dengan 500 mg asam
asetilsalisilat. Ditambahkan 30 mL larutan natrium hidroksida 0,5 N, dididihkan
hati-hati selama 10 menit. Dititrasi dengan asam sulfat 0,5 N menggunakan
indikator larutan merah fenol P. Dilakukan penetapan blangko. 1 mL natrium
hidroksida 0,5 N setara dengan 45,04 mg C9H8O4 (Depkes RI, 1979: 44).
5.4 Penetapan Blangko
Dimasukkan larutan asam sulfat 0,5 N ke dalam buret. Dipipet 30 mL
larutan natrium hidroksida kemudian dimasukkan ke labu Erlenmeyer dan
ditambahkan tiga tetes indikator merah fenol P. Titrasi dihentikan saat tercapai
titik akhir titrasi. Dicatat volume larutan asam sulfat yang diperlukan hingga
mencapai titik akhir titrasi dan dihitung normalitas natrium hidroksida.

6. SKEMA KERJA
6.1 Pembakuan NaOH 0,5 N

Disiapkan buret dan statif yang telah terpasang dengan baik lalu
dimasukkan larutan NaOH 0,5 N ke dalam buret

Dilakukan pemipetan 10 mL larutan asam oksalat 0,5 N dimasukkan ke


dalam labu Erlenmeyer dan ditambahkan 3 tetes indikator Fenolftalein
8
Titrasi dengan larutan standar NaOH 0,5 N hingga mencapai titik akhir
titrasi dengan terbentuknya warna merah muda yang stabil pada larutan

Dicatat volume NaOH hingga mencapai titik akhir titrasi. Dihitung


normalitas rata-rata larutan NaOH. Prosedur ini diulangi sebanyak 3 kali

6.2 Pembakuan Asam Sulfat 0,5 N

Ditimbang saksama 1,5 g natrium karbonat anhidrat P yang sebelumnya


telah dikeringkan pada suhu 270°C selama satu jam kemudian dilarutkan
dalam 100 mL air.

Dititrasi dengan asam sulfat menggunakan indikator larutan merah metil


P sebanyak 3 tetes.

Dipanaskan larutan hingga mendidih, didinginkan, dan dilanjutkan


titrasi.

Dipanaskan lagi hingga mendidih dan dititrasi lagi hingga warna merah
jambu pucat tidak hilang dengan pendidihan lagi.

Dihitung normalitas larutan Asam Sulfat. Prosedur ini dilakukan


sebanyak 3 kali normalitas larutan. 1 mL asam sulfat 1 N setara dengan

6.3 Penetapan Blanko 52,99 mg natrium karbonat anhidrat P


Diukur 30 mL larutan natrium hidroksida 0.5 N dan dimasukkan ke
dalam labu erlenmeyer, dididihkan hati-hati selama 10 menit.

9
Dititrasi dengan asam sulfat 0,5 N menggunakan indikator larutan merah
fenol P sebanyak 3 tetes.

Titrasi hingga terjadi perubahan warna dari merah mudah menjadi agak
kuning. Prosedur7.
ini diulangi sebanyak 3 kali.
6.4 Penetapan Kadar Asetosal (Asam Asetil Salisilat) dalam Tablet

Ditimbang 20 tablet asetosal kemudian digerus hingga menjadi serbuk


halus.

Ditimbang seksama sejumlah serbuk tablet setara dengan 500 mg asam


asetil salisilat.

Ditambahkan 30 mL larutan natrium hidroksida 0.5 N, dididihkan hati-


hati selama 10 menit.

Dititrasi dengan asam sulfat 0,5 N menggunakan indikator larutan merah


fenol P sebanyak 3 tetes.

Dititrasi hingga warna larutan berubah dari merah muda menjadi agak
8.
kuning. Prosedur ini diulangi sebanyak 3 kali.

Dititrasi hingga warna larutan berubah dari merah muda menjadi agak
kuning. Prosedur ini diulangi sebanyak 3 kali.

10
7. HASIL DAN PERHITUNGAN
7.1. Hasil Percobaan
7.1.1. Standarisasi NaOH 0,5 N
Titrasi Larutan Asam Oksalat 0,1 N 10 mL dengan Larutan NaOH 0,5 N
Indikator: Fenolftalein (PP) 0,1%
Volume Pengamatan Kesimpulan
NaOH (mL)

10 mL Warna Merah Muda Telah Mencapai Titik Akhir Titrasi

10 mL Warna Merah Muda Telah Mencapai Titik Akhir Titrasi

9,9 mL Warna Merah Muda Telah Mencapai Titik Akhir Titrasi

7.1.2. Standarisasi H2SO4 0,5 N


Titrasi Larutan H2SO4 0,5 N dengan Larutan Na2CO3 0,5 N
Indikator : PP 0,1%
Volume Pengamatan Kesimpulan
H2SO4 (mL)

30 mL Terbentuk larutan Telah Mencapai Titik Akhir Titrasi


tak berwarna

29,7 mL Terbentuk larutan Telah Mencapai Titik Akhir Titrasi


tak berwarna

29,9 mL Terbentuk larutan Telah Mencapai Titik Akhir Titrasi


tak berwarna

7.1.3. Penetapan Larutan Blanko


Titrasi Larutan NaOH 0,5017 N 30 mL dengan Larutan H2SO4 0,499 N
Indikator : PP 0,1%

11
Volume Pengamatan Kesimpulan
H2SO4 (mL)

29,8 mL Terbentuk larutan Telah Mencapai Titik Akhir Titrasi


tak berwarna

30 mL Terbentuk larutan Telah Mencapai Titik Akhir Titrasi


tak berwarna

30 mL Terbentuk larutan Telah Mencapai Titik Akhir Titrasi


tak berwarna

7.1.4. Penetapan Kadar Tablet Asetosal


Titrasi Larutan NaOH 0,5017 N berlebih dengan serbuk setara 500 mg Asam
Asetil Salisilat dengan Larutan H2SO4 0,499 N
Indikator : PP 0,1%
Volume Pengamatan Kesimpulan
H2SO4 (mL)

19 mL Warna jingga Telah Mencapai Titik Akhir Titrasi


menjadi kuning
pucat

19,1 mL Warna jingga Telah Mencapai Titik Akhir Titrasi


menjadi kuning
pucat

18,9 mL Warna jingga Telah Mencapai Titik Akhir Titrasi


menjadi kuning
pucat

12
7.2. Perhitungan Hasil
7.2.1. Standarisasi NaOH
Diketahui: Normalitas Asam Oksalat = 0,5 N
Volume Asam Oksalat = 10 mL
Volume NaOH I = 10 mL
Volume NaOH II = 10 mL
Volume NaOH III = 9,9 mL
Ditanya: Normalitas NaOH rata-rata?
Jawab:
N 0,5
M C2H2O4 . 2 H2O = = = 0,25 M
ek 2
mol C2H2O4 . 2 H2O = M x V C2H2O4 . 2 H2O
= 0,25 M x 10 mL
= 2,5 mmol
C2H2O4 . 2 H2O + 2 NaOH Na2C2O4 + 4 H2O
Awal : 2,5 5
Reaksi : 2,5 5 2,5 10
Sisa : - - 2,5 10

 Mol NaOH yang bereaksi : 5 mmol


Penentuan Normalitas NaOH Rata-rata:
a. Titrasi I
Volume NaOH = 10 mL
mmol NaOH 5 mmol
M NaOH = = =0,5 M
V (mL)NaOH 10 mL
N NaOH = M x Ek
= 0,5 M x 1 grek/mol = 0,5 N
Jadi, normalitas NaOH pada titrasi I adalah 0,5 N
b. Titrasi II
Volume NaOH = 10 mL

13
mmol NaOH 5 mmol
M NaOH = = =0,5 M
V (mL)NaOH 10 mL
N NaOH = M x Ek
= 5 M x 1 grek/mol = 0,5 N
Jadi, normalitas NaOH pada titrasi II adalah 0,5 N
c. Titrasi III
Volume NaOH = 9,9 mL
mmol NaOH 5 mmol
M NaOH = = =0,505 M
V (mL)NaOH 9,9 mL
N NaOH = M x Ek
= 0,505 M x 1 grek/mol = 0,505 N
Jadi, normalitas NaOH pada titrasi III adalah 0,505 N
d. Normalitas rata-rata NaOH
0,5 N + 0,5 N + 0,505 N
= 0,5017 N
3
Jadi, Normalitas rata-rata NaOH adalah 0,5017 N

Standar Deviasi (SD)


Normalitas rata-rata
Titrasi Normalitas NaOH (x) (x-x̅)2
NaOH (x̅)
I 0,5 2,89 x 10-6
II 0,5 0,5017 2,89 x 10-6
III 0,505 1,089 x 10-6
Ʃ (x-x̅)2 6,869 x 10-6

∑ (x-x̅)2 6,869 x 10−6


SD =√ =√ = 1,8532 x 10-3
n-1 3-1

SD
RSD = x 100%

1,8532 x 10-6
= x100%
0,5017
= 0,000369 %

14
7.2.2. Standarisasi H2SO4
Diketahui: Normalitas Na2CO3 = 0,5 N
Volume Na2CO3 = 50 mL
Volume H2SO4 I = 30 mL
Volume H2SO4 II = 29,7 mL
Volume H2SO4 III = 29,9 mL
Ditanya: Normalitas H2SO4 rata-rata ?
Jawab:
N 0,5
M Na2CO3 = = = 0,25 M
ek 2
mol Na2CO3 = M x V Na2CO3
= 0,25 M x 50 mL
= 12,5 mmol
Na2CO3 + H2SO4 → Na2SO4 + H2CO3
Awal : 12,5 12,5
Reaksi : 12,5 12,5 12,5 12,5
Sisa : - - 12,5 12,5
 Mol H2SO4 yang bereaksi : 12,5 mmol
Penentuan Normalitas H2SO4 Rata-rata:

a. Titrasi I
Volume H2SO4 = 30 mL
mmol H2SO4 12,5 mmol
M H2SO4 = = =0,416 M
V (mL)H2SO4 30 mL
N H2SO4 = M x Ek
= 0,41 M x 2 grek/mol = 0,8333 N
Jadi, normalitas H2SO4 pada titrasi I adalah 0,8333 N
b. Titrasi II
Volume H2SO4 = 29,7 mL
mmol H2SO4 12,5 mmol
M H2SO4 = = =0,42087 M
V (mL)H2SO4 29,7 mL

15
N H2SO4 = M x Ek
= 0,42 M x 2 grek/mol = 0,84175 N
Jadi, normalitas H2SO4 pada titrasi I adalah 0,84175 N
c. Titrasi III
Volume H2SO4 = 29,9 mL
mmol H2SO4 12,5 mmol
M H2SO4 = = =0,41806 M
V (mL)H2SO4 29,9 mL
N H2SO4 = M x Ek
= 0,42 M x 2 grek/mol = 0,83612 N
Jadi, normalitas H2SO4 pada titrasi I adalah 0,83612 N
d. Normalitas rata-rata H2SO4
0,8333 N + 0,84175 N + 0,83612 N
= 0,8371 N
3
Jadi, Normalitas rata-rata H2SO4 adalah 0,8371 N

Standar Deviasi (SD)


Normalitas rata-rata
Titrasi Normalitas H2SO4 (x) (x-x̅)2
H2SO4 (x̅)
I 0,8333 0,00001444
II 0,84175 0,8371 0.0000216255
III 0,83612 0.0000301181
Ʃ (x-x̅)2 0.0000661836

∑ (x-x̅)2 0.0000661836
SD =√ =√ = 0,005753
n-1 3-1

SD
RSD = x 100%

0,005753
= x100%
0,8371

= 0,6871%

16
7.2.3. Penetapan Larutan Blangko
Diketahui: Normalitas NaOH = 0,5017 N
Normalitas H2SO4 = 0,8371 N
Volume NaOH = 30 mL
Ditanya: Volume titrasi rata-rata pada penetapan blangko ?
Jawab:
a. Volume Titrasi Blangko I = 29,8 mL
b. Volume Titrasi Blangko II = 30 mL
c. Volume Titrasi Blangko III = 30 mL
d. Volume rata-rata Titrasi Blangko
29,8 mL + 30 mL + 30 mL
= 29,93 mL
3
Jadi, Volume rata-rata titrasi blangko adalah 29,93 mL

Standar Deviasi (SD)


Volume rata-rata
Titrasi Volume H2SO4 (x) (x-x̅)2
H2SO4 (x̅)
I 29,8 0,0169
II 30 29,93 0,049
III 30 0,049
Ʃ (x-x̅)2 0,0267

∑ (x-x̅)2 0,0267
SD =√ =√ = 0,1155
n-1 3-1

SD
RSD = x 100%

0,1155
= x100%
29,93
= 0,3 %

17
7.2.4. Penetapan Kadar Asetosal dalam Tablet
Diketahui:
- N NaOH = 0,5017 N
- N H2SO4 = 0,8371 N
- V Titrasi Blangko = 29,93 mL
- V NaOH total = 30 mL
- Vol. H2SO4 titrasi I = 19 mL
- Vol. H2SO4 titrasi II = 19,1 mL
- Vol. H2SO4 titrasi III = 18,9 mg
- Bobot rata-rata 20 tablet I = 4488 mg
- Bobot rata-rata 20 tablet II = 4475 mg
- Bobot rata-rata 20 tablet III = 4490 mg
- Bobot serbuk sampel I = 1402,5 mg
- Bobot serbuk sampel II = 1398,4 mg
- Bobot serbuk sampel III = 1403,125 mg
- Kadar asetosal dalam etiket = 80 mg
Ditanya: Kadar Asam asetil salisilat dalam satu tablet?
Jawab:

 Perhitungan Volume NaOH yang Bereaksi dengan Asetosal.


V H2SO4 untuk tiap titrasi = V NaOH yang bereaksi dengan H2SO4,
maka :
V NaOH yang bereaksi sebenarnya :
V titrasi blangko – V NaOH yang bereaksi dengan H2SO4
Berdasarkan hal tersebut, volume NaOH yang bereaksi dengan asetosal
pada titrasi penetapan kadar:
a. Titrasi I
Vol NaOH yang bereaksi dengan asetosal = 29,93 mL – 19 ml
= 10,93 mL
b. Titrasi II
Vol NaOH yang bereaksi dengan asetosal = 29,93 mL – 19,1 mL

18
= 10,83 mL
c. Titrasi III
Vol NaOH yang bereaksi dengan asetosal = 29,93 mL – 18,9 mL
= 11,03 mL
 Perhitungan Bobot Asetosal yang Terukur pada masing-masing Titrasi.
Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi III, disebutkan bahwa untuk
setiap 1 mL NaOH 0,5 N yang bereaksi dengan asetosal, setara dengan
45,04 mg aspirin, sehingga untuk menghitung bobot asetosal pada
masing-masing titrasi dapat digunakan perbandingan sebagai berikut :
N diperoleh
Massa Asetosal = × V NaOH x 45,04 mg
N pustaka

Bobot asetosal terukur dalam masing-masing titrasi :


a. Titrasi I
0,5017 N 10,93 mL
Bobot aspirin terukur = × 𝑥45,04 𝑚𝑔
0,5 N 1 mL
= 493,961 mg
b. Titrasi II
0,5017 N 10,83 mL
Bobot aspirin terukur = × 𝑥45,04 𝑚𝑔
0,5 N 1 mL
= 489,442 mg
c. Titrasi III
0,5017 N 11,03 mL
Bobot aspirin terukur = × 𝑥45,04 𝑚𝑔
0,5 N 1 mL
= 498,480 mg

 Perhitungan Bobot Asetosal yang Terukur dalam 1 Tablet.


Untuk menghitung bobot asetosal dalam 1 tablet pada masing-masing
titrasi, dapat digunakan perbandingan sebagai berikut :
bobot aspirin terukur bobot asetosal dalam 1 tablet
=
bobot serbuk titrasi bobot rata-rata 20 tablet
Bobot asetosal dalam 1 tablet pada masing-masing titrasi :

19
a. Titrasi I
493,961 mg
Bobot aspirin dalam 1 tablet = ×224,4 mg
1402,5 mg
= 79,0337 mg
Bobot aspirin 1 tablet
Kadar aspirin dalam 1 tablet = ×100%
Bobot rata-rata tablet
79,0337 mg
= ×100%
224,4 mg
= 35,22 % b/b
Bobot aspirin 1 tablet
Persentase Recovery (1) = ×100%
Kadar aspirin pada label
79,0337 mg
= ×100%
80 mg
= 98,792 %
b. Titrasi II
489,442 mg
Bobot aspirin dalam 1 tablet = ×223,75 mg
1398,4 mg
= 78,3128 mg
Bobot aspirin 1 tablet
Kadar aspirin dalam 1 tablet = ×100%
Bobot rata-rata tablet

78,3128 mg
= ×100%
223,75 mg
= 35 % b/b
Bobot aspirin 1 tablet
Persentase Recovery (2) = ×100%
Kadar aspirin pada label
78,3128 mg
= ×100%
80 mg
= 97,891 %
c. Titrasi III
498,480 mg
Bobot aspirin dalam 1 tablet = ×224,5 mg
1403,125 mg
= 79,757 mg

20
Bobot aspirin 1 tablet
Kadar aspirin dalam 1 tablet = ×100%
Bobot rata-rata tablet
79,757 mg
= ×100%
224,5 mg
= 35,526 % b/b
Bobot aspirin 1 tablet
Persentase Recovery (3) = ×100%
Kadar aspirin pada label
79,757 mg
= ×100%
80 mg
= 99,696 %
Standar Deviasi (SD)
Kadar rata-rata
Titrasi Kadar Asetosal (%b/b) (x-x̅)2
Asetosal (%b/b) (x̅)
I 35,22 0,000841
II 35 35,249 0,062001
III 35,526 0,051529
Ʃ (x-x̅)2 0,114371

∑ (x-x̅)2 0,114371
SD =√ =√ = 0,23913
n-1 3-1

SD
RSD = x 100%

0,23913
= x100%
35,249
= 0,678 %

- Validasi Akurasi Penetapan Kadar Asetosal :


recovery1+recovery 2+ recovery3
% recovery rata-rata aspirin=
3
(98,792 + 97,891 + 99,696)%
=
3
= 98,793 %

21
8. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini, dilakukan penetapan kadar asam asetil salisilat dalam
sediaan tablet Aspilet dengan metode titrasi balik. Penetapan kadar asam asetil
salisilat ini bertujuan untuk menentukan kadar asam asetil salisilat di dalam suatu
sampel, yaitu pada tablet Aspilet. Penetapan kadar asam asetil salisilat ini
dilakukan dengan metode titrasi balik karena asam asetil salisilat merupakan
bentuk senyawa yang sulit untuk dititrasi langsung sehingga perlu terlebih dahulu
dibentuk senyawa yang mudah dititrasi (Widiarto, 2009). Asam asetil salisilat
merupakan senyawa golongan asam lemah yang jika dititrasi langsung dengan
basa kuat akan mengakibatkan terjadinya lonjakan pH hal ini akan menyebabkan
kesulitan dalam penentuan titik akhir titrasi, dengan menggunakan metode titrasi
balik, akan menyebabkan titik akhir titrasi lebih mudah untuk diamati karena
merupakan reaksi antara asam kuat dan basa kuat. Kesetaraan reaksi tersebut akan
menghasilkan pH 7, sehingga indikator phenolphthalein dapat digunakan
(Widiarto, 2009).
Sampel yang digunakan adalah tablet Aspilet yang mengandung 80 mg
asam asetil salisilat yang memiliki nama lain asetosal (Depkes RI, 1995). Asetosal
merupakan asam lemah dengan pKa 3,5 (Moffat et al, 2005). Dalam pengujian ini
digunakan dua jenis titran dalam penetapan kadarnya, titran pertama untuk titrasi
asam asetil salisilat dan titran kedua digunakan untuk menitrasi kelebihan titran
pertama yang telah bereaksi dengan asam asetil salisilat. Dalam praktikum ini,
titran pertama adalah larutan NaOH 0,5 N dan titran kedua adalah larutan H2SO4
0,5 N. Larutan NaOH dan Larutan H2SO4 merupakan larutan baku sekunder
sehingga diperlukan standarisasi terhadap larutan tersebut untuk memastikan
kadar dalam larutan tersebut. Standarisasi NaOH dilakukan penambahan 3 tetes
indikator phenolphthalein, kemudian dititrasi dengan NaOH hingga mencapai
warna merah muda yang stabil. Indikator phenolphthalein pada suasana basa akan
bereaksi membentuk warna merah mudah yang stabil, karena indikator
phenolphthalein memiliki trayek pH antara 8,4 sampai 10,4 dan akan mengalami
penataan ulang yang mana proton akan dipindahkan dari gugus fenol PP sehingga
akan terjadi peningkatan pH larutan (Gandjar dan Rohman, 2007). Metode yang

22
digunakan adalah asidimetri yang merupakan bagian dari metode titrimetri,
dimana senyawa yang bersifat basa ditetapkan kadarnya dengan menggunakan
bahan baku asam (Gandjar dan Rohman, 2007). Reaksi yang terjadi antara asam
oksalat dan natrium hidroksida yaitu:
C2 H2 O4 .2H2 O + NaOH → Na2 C2 O5 + 4 H2 O

Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali dengan volume NaOH masing-masing


10 mL, 10,1 mL, 9,9 mL. Didapatkan rata-rata konsentrasi baku dari NaOH yaitu
0,5017 N. Secara perhitungan titik ekuivalen kadar dari natrium hidroksida
sebenarnya adalah 0,5 N akan tetapi hasil standarisasi NaOH memiliki perbedaan
hasil yaitu (0,50187± 1,8532 x 10-3)N, faktor yang dapat mempengaruhi hal
tersebut adalah perbedaan penentuan titik akhir titrasi secara visual yang
menyebabkan perbedaan sejumlah volume yang digunakan akibat adanya sifat
dari NaOH yang higroskopis, sehingga dapat menyerap air di udara yang
menyebabkan perubahan kadar dalam larutan selama pembuatan dan
penyimpanan. Nilai simpangan baku relatif dari standarisasi NaOH 0,000369%,
dilihat dari nilai simpangan baku relatif standarisasi NaOH yang dilakukan tiga
kali pengulangan sudah memenuhi parameter presisi, dimana nilai simpangan
baku relatif tidak lebih dari 2% sehingga metode yang digunakan sudah valid
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Larutan H2SO4 juga dilakukan standardisasi karena H2SO4 merupakan
larutan baku sekunder. Kadar asam dari H2SO4 dapat berubah jika dibiarkan atau
sering digunakan sehingga harus seringkali ditetapkan dan jika kadar lebih dari
95,5% dan kurang dari 94,5% harus dibuang (Kemenkes RI, 2014). Larutan
H2SO4 distandarisasi dengan larutan Na2CO3 0,5 N. Natrium karbonat dijadikan
baku primer karena berat molekulnya yang lebih besar, tidak higroskopis, dan
tidak berubah berat dalam penimbangan udara (Gandjar dan Rohman, 2007).
Titrasi standardisasi H2SO4 dengan Na2CO3 merupakan titrasi asam kuat dengan
garamnya. Indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi titik akhir titrasi
adalah merah metil dengan trayek pH 4,2-6,3 (Basset et al, 1994). Namun, saat
praktikum indikator yang digunakan indikator phenolphthalein dengan trayek pH
8,4-10,4. Dimana pada saat titik akhir titrasi, kelebihan satu tetes (H2SO4) akan

23
menyebabkan larutan bersuasana asam sehingga akan terjadi perubahan warna
dari merah muda menjadi tidak berwarna. Adapun reaksi yang terjadi antara
larutan Na2CO3 dengan H2SO4 adalah :
Na2CO3 + H2SO4 → Na2SO4 + H2CO3
Standardisasi H2SO4 juga dilakukan sebanyak 3 kali. Volume H2SO4 yang
digunakan adalah 30 mL, 29,7 mL, dan 29,9 mL. Dari proses standardisasi,
didapat konsentrasi H2SO4 sebesar 0,8371 N ± 0,005753 dengan nilai standar
deviasi relatif sebesar 0,6871%. Dari nilai standar deviasi relatif tersebut dapat
dikatakan bahwa validasi metode presisi standardisasi H2SO4 sudah valid karena
memiliki nilai RSD dibawah nilai 2% (Kemenkes RI, 2014).
Setelah proses standarisasi terhadap titran selesai dilakukan, maka tahap
selanjutnya adalah penetapan blanko. Titrasi penetapan blanko bertujuan untuk
menetukan jumlah asam yang bereaksi dengan NaOH. Larutan blanko merupakan
larutan yang tidak mengandung analit dan digunakan sebagai pengoreksi untuk
memastikan bahwa tidak ada zat lain yang bereaksi selama proses titrasi selain
dari analit. Pada penetapan blanko, larutan NaOH 0.5017 N dengan penambahan
beberapa tetes indikator phenolphthalein dititrasi dengan larutan H2SO4 0,499 N.
Adanya penambahan indikator phenolphthalein pada larutan natrium hidroksida
menyebabkan campuran berwarna merah muda stabil. Dimana pada saat titik
akhir titrasi, kelebihan satu tetes titran (H2SO4) akan menyebabkan suasana
larutan menjadi asam sehingga, akan terjadi perubahan warna dari merah muda
menjadi tidak berwarna. Adapun reaksi yang terjadi antara larutan NaOH dengan
H2SO4 adalah:
2NaOH + H2SO4 → Na2SO4 + 2H2O

Titrasi penetapan larutan blanko dilakukan sebanyak 3 kali, dimana volume


H2SO4 yang digunakan adalah 29,8 mL, 30 mL, dan 30 mL. Nilai standar deviasi
relative yang diperoleh sebesar 0,3%. Dari nilai standar deviasi relatif tersebut
dapat dikatakan bahwa validasi metode presisi dari penetapan larutan blangko
sudah valid karena memiliki nilai RSD dibawah nilai 2% (Kemenkes RI, 2014).
Penetapan kadar asetosal dalam sediaan tablet menggunakan prinsip titrasi
balik alkalimetri yaitu penambahan NaOH berlebih kemudian campuran

24
dipanaskan dengan tujuan menghidrolisis asetosal menjadi asam salisilat dan
asam asetat yang ternetralisasi dengan NaOH (Wilcox and Wilcox, 1995). Sisa-
sisa NaOH yang tidak bereaksi dengan sampel kemudian dititrasi dengan H2SO4.
NaOH berlebih yang ditambahkan dengan sampel yaitu asetosal akan mengalami
reaksi yang dapat digambarkan sebagai berikut.

Dari reaksi tersebut, asetosal telah bereaksi seluruhnya dengan NaOH sehingga
masih ada NaOH berlebih yang belum mengalami reaksi, yang kemudian dititrasi
dengan H2SO4 sehingga keduanya mengalami reaksi dengan persamaan reaksi
sebagai berikut.
2NaOH + H2SO4 Na2SO4 + H2O

Penentuan titik akhir yang dilakukan saat titrasi, yaitu menggunakan


indikator phenolphthalein. Phenolphthalein mempunyai Pka 9,4 sehingga akan
mengalami perubahan warna antara pH 8,4-10,4 menjadi merah muda. Hal ini
terjadi karena indikator phenolphthalein mengalami penataan ulang yang mana
proton akan dipindahkan dari gugus fenol PP sehingga terjadi peningkatan pH
larutan (Gandjar dan Rohman, 2007). Ketika dilakukan penambahan indikator
phenolphthalein pada campuran larutan sampel dan NaOH berlebih, akan terjadi
perubahan larutan menjadi merah muda dari yang semula bening karena larutan
bersifat basa. Sebelum dititrasi, larutan asetosal dipemanasan secara hati-hati
diatas hotplate hingga mendidih. Pemanasan berfungsi untuk menghidrolisis asam
asetilsalisilat menjadi asam asetat anhidrat dan asam salisilat serta mempercepat
reaksi dengan NaOH. NaOH berfungsi untuk mengubah aspirin menjadi garam
natrium aspirin. Dimana aspirin yang besifat asam lemah menyumbangkan
protonnya yang berasal dari gugus karboksil dan menerima gugus hidroksil yang
berasal dari NaOH, sehingga garam natrium aspirin dapat terbentuk. Asetosal
telah terhidrolisis ditandai dengan terbentuknya garam natrium aspirin. Namun

25
dalam praktikum ini digunakan tablet yang berwarna sehingga larutan berwarna
kuning, dan titik akhir diamati ketika larutan yang awalnya berwarna jingga
setelah dipanaskan kembali menjadi warna kuning.
Tahapan reaksi yang terjadi kemudian menjadi dasar perhitungan dari
kadar asetosal dalam sampel. Volume NaOH yang bereaksi dengan sampel
merupakan selisih antara volume NaOH total yang ditambahkan kedalam sampel
dengan volume H2SO4 yang digunakan untuk titrasi, sehingga diperoleh hasil
untuk titrasi pertama yaitu 19 mL, titrasi kedua sebanyak 19 mL dan titrasi ketiga
sebanyak 18,9 mL. Melalui volume tersebut, dilakukan perhitungan sehingga
didapatkan kadar % b/b dari asetosal dalam sampel I, II dan III secara berurutan
yaitu 35,22 % b/b, 35% b/b, dan 35,526 % b/b dengan rata-rata 35,249 % b/b ±
0,23913. Standar deviasi relatifnya adalah 0,678 % sehingga validasi metode dari
presisi telah valid karena hasil yang didapatkan kurang dari 2%. Perolehan
kembali dari sampel yang terukur yaitu sebesar 98,792 %; 97,891 %; dan 99,969
%; dengan rata-rata 98,793 % Menurut Farmakope Indonesia Edisi III (1979),
kadar asetosal dalam tablet tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110%
sehingga hasil yang diperoleh dalam praktikum ini dianggap telah valid.

9. KESIMPULAN
Menurut Farmakope Indonesia V (2014), sediaan tablet asetosal
mengandung asam asetil salisilat tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari
110% dari jumlah yang tertera pada etiket, berdasarkan hasil praktikum
didapatkan hasil % recovery sebesar 98,793% yang mana telah berada
dalam rentang, sehingga telah memenuhi persyaratan. Parameter validasi
metode dari presisi yaitu nilai RSD (Simpangan Baku Residual). Nilai RSD
yang didapatkan yaitu 0,678% sehingga penetapan kadar asetosal dalam
sediaan tablet telah valid karena memiliki nilai RSD yang kurang dari 2%.

26
DAFTAR PUSTAKA

Alam, Ekhtar, Hussain, and Shaquiquzzaman. 2011. Practical Pharmaceutical


Analytical Chemistry. New Delhi: Rajkamal Electric Prinsip.
Basset, J., R.C. Denney, G.H. Jeffery, J. Mendham. 1994. Buku Ajar Vogel:
Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Gandjar, I.G. and A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Hansen, Steen, Stig Pedersen And Bjergaard Knut Rasmussen. 2012. Introduction
To Pharmaceutical Chemical Analysis. United Kingdom: John Wiley &
Sons Ltd.
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Moffat, A. C., M. D. Osselton, B. Widdop and L. Y. Galichet. 2005. Clarke’s
Analysis of Drugs and Poisons 3rd Edition. London: Pharmaceutical
Press.
Widiarto, S. 2009. Kimia Analitik. Lampung: Umila Press.

Wilcox, C.F. and Wilcox, M.F.. 1995. Experimental Organic Chemistry: A Small
Scale Approach. New Jersey: Prentice Hall Inc.

27

Anda mungkin juga menyukai