Anda di halaman 1dari 44

FISIOLOGI PASCA PANEN

18:19
18:19
18:19
18:19
Faktor Mutu dibedakan berdasarkan:

1. Sifat Fisik
- Kadar air - Tekstur
- Ukuran - Warna
- Berat - Adanya benda asing
- Bentuk
2. Sifat Kimia
- Komposisi kimia
- Ketengikan, indeks asam lemak bebas
- Aroma dan bau
3. Sifat Biologis
- Perkecambahan
- Jumlah, tipe kerusakan krn serangga
- Jumlah, tipe kerusakan krn jamur
- Jumlah bakteri/jasad renik
18:19
18:19
18:19
18:20
18:20
18:20
18:20
18:20
18:20
18:20
18:20
Umbi-umbian

18:20
Umbian adalah bahan pangan sangat penting untuk manusia dan hewan,
setelah bijian.
. Ubikayu atau ketela pohon, ubijalar atau ketela rambat, dan kentang adalah
umbian utama sumber pangan dan telah menjadi makanan pokok sejak
awal peradaban manusia.

Umur simpan umbian relatif pendek tetapi masih lebih


tahan disimpan dalam suhu lingkungan dibandingkan
dengan buahan dan sayuran.
Untuk penyimpanan jangka pendek hingga menunggu produk terjual, umbian
dapat disimpan dalam suhu ruang asalkan tidak terkena sinar matahari
alngsung, atau ditempatkan pada tempat yang lembab. Umbian akan lebih
tahan lama bila ditimbun dalam tanah dengan sistem drainase yang baik, dapat
bertahan hingga lebih dari satu bulan.

Untuk penyimpanan jangka panjang seperti penyetokan bahan baku


dalam industri, umbian biasanya dirajang dan dikeringkan lebih dulu,
baru disimpan dalam kemasan.
Bila telah dikeringkan dalam bentuk irisan, umbian juga dapat ditumbuk
menjadi tepung, lalu disimpan dalam kemasan, tetapi penyimpanan
dalam bentuk tepung dapat meningkatkan resiko serangan hama
gudang. Cara lain adalah melalui pengolahan untuk diambil patinya dan
dikeringkan, lalu disimpan dalam kemasan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penanganan pascapanen
umbian adalah sebagai berikut:

Umur tanaman saat panen


Musim saat panen (hujan atau kemarau)
•Cara panen
•Cara pengangkutan
•Cara pengeringan

Umbian yang penting di Indonesia adalah ubikayu dan


ubijalar. Ubikayu dan ubijalar biasanya dikonsumsi secara
segar oleh masyarakat sebagai sumber karbohidrat
pengganti beras, tetapi dalam jumlah yang kecil. Sebagian
besar ubikayu diolah menjadi tepung tapioka untuk industri
pangan, juga diolah menjadi gaplek untuk industri pakan
ternak, bahkan ekspor. Ubijalar biasanya diolah menjadi
tepung untuk industri pangan.
Ubikayu, jika dibiarkan pada batang tanamannnya
dan tetap berada dalam tanah, dapat bertahan
berbulan-bulan dengan mutu yang tetap baik.

ketika umbi sudah dipanen, akan terjadi


penurunan mutu setelah 2 sampai 3 hari dipanen.
Setelah itu akan terjadi penurunan mutu yang
cukup cepat sehingga nilainya akan banyak
berkurang baik untuk konsumsi langsung maupun
untuk aplikasi industri
Tiga jenis bijian utama – PADI, JAGUNG, DAN GANDUM –
berasal dari tanaman jenis rerumputan yang menghasilkan biji atau
kernel.
Kadar air ketiga jenis bijian ini ketika dipanen bervariasi, yaitu antara
18 – 38%  agar dapat disimpan dengan aman kadar air harus
diturunkan menjadi 13 – 14% tergantung pada kondisi dan lama
penyimpanan.
pengeringan langsung setelah panen adalah suatu kebutuhan
mendesak.
Beberapa sifat fisik dari bijian turut menentukan karakteristik
pengeringan, termasuk laju pengeringan. Secara umum laju
pengeringan semakin tinggi bila bulk density semakin rendah, panas
spesifik semakin rendah, porositas emakin tinggi, dan luas
permukaan spesifik semaikn tinggi.
Tingkat susut bijian juga dipengaruhi oleh faktor fisik, biologik, dan fisiologik dari
bijian itu sendiri. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat susut bijian
antara lain:
1. Faktor fisik, misalnya terjadi ketika:

a) Panen, di mana kemungkinan terjadi ceceran bijian terutama jika panen


dilakukan tanpa bantuan peralatan atau mesin yang tepat.
b) Perontokan, disebabkan oleh adanya bijian yang tidak dapat dirontokan
sehingga ikut terbuang bersama tangkai/malai tanaman
c) Pengeringan, disebabkan oleh pengeringan yang tidak sempurna atau tidak
merata sehingga banyak kerusakan atau yang tidak tergiling dengan baik
saat penggilingan
d) Pengangkutan dan penyimpanan, disebabkan oleh adanya produk yang
tercecer akibat penggunaan kemasan yang tidak baik
2. Faktor biologik, misalnya serangga dan hama, yang
dapat menyerang produk selama berada pada
tanamannya atau selama dalam penyimpanan. Hama
tikus misalnya, selain memakan produk, juga
mencemari produk dengan kotoran dan kencing
mereka.

3. Faktor fisiologik, hanya terjadi pada bijian dengan


kadar air tinggi. Dengan demikian bila bijian telah
dikeringkan hingga kadar air 13 – 14% kemungkinan
tidak akan mengalami kerusakan akibat aktifitas
fisiologis selama dalam penyimpanan.
• Daftar Pustaka

• Anonim. 1984/1985. Studi Industri Peralatan Pengolahan Hasil Perkebunan.
• Anonim, 1984. Tea Processing, manual no. 2 AP4-IPB, JICA.
• Anonim, 1984. Final Report. Studi Kelayakan Industri Alat/Mesin
Pengolahan Teh dan Kopi FTP-UGM, Yogyakarta.
• Anonim. 1995. Rice post-harvest technology. The Food Agency. Ministry of
Agriculture, Forestry and Fisheries. Japan.
• Anonim. 2000. Modul Teknologi Pengolahan Kopra, rempah-rempah.
• Balai Penyelidikan Perkebunan Besar Bogor. 1963. Pedoman Pengolahan
Karet.
• Biro Pusat Statistik. 1998. Survei Pertanian, Alat-alat Pertanian menurut
Propinsi dan Kabupaten di Indonesia. BPS Indonesia. Jakarta.
• Biro Pusat Statistik. 2000. Survei Pertanian, Alat-alat Pertanian menurut
Propinsi dan Kabupaten di Indonesia. BPS Indonesia. Jakarta.
• BRI dan LMAA-IPB. 2001. Industri Review Karet, Kopi, Kelapa Sawit.
• Brooker, D.B., F.W. Bakker-Arkemma and C.W. Hall. 1992. Drying and
Storage of Grains and Oilseeds. The AVI Pub. Co., Westport, CT, USA.
• Dirjen Perkebunan Deptan dengan Fakultas Teknologi Pertanian UGM.
1980. Pedoman pemungutan dan pengolahan hasil-hasil perkebunan.

18:20
Dirjen Tanaman Pangan dan Hortikultura. 1999. Data Penggilingan Padi
Tahun 1993-1997. Departemen Pertanian. Jakarta.
Finney, E.E. Jr. Editor. 1981. Handbook of Transportation and Marketing in
Agriculture. CRC Press Inc., Boca Raton, F1.
Kader, A.A. 1995. Postharvest Technology of Horticultural
Crops. Agriculture and Natural Resources Publications, University of
California, Berkeley.
Kanlayanarat S. and Acedo Jr. A.L. 2001. Postharvest Handling System of
Agricultural Products. A Training Manual. Division of Postharvest
Technology, School of Bioresources and Technology, KMUTT, Bangkok,
Thailand.
Pantastico, E. B. Editor, 1975. Postharvest Physiology, Handling and
Utilization of Tropical and Subtropical Fruits and Vegetables. The AVI Pub.
Co. Inc., Westport, Conn.
Purwadaria, H.K. 1989a. Teknologi Penanganan Pasca Panen
Kedelai. Deptan-FAO, INS/088/007.
Purwadaria, H.K. 1989b. Teknologi Penanganan Pasca Panen Kacang
Tanah. Deptan-FAO, INS/088/007.

18:20
Purwadaria, H.K. 1987. Teknologi Penanganan Pasca Panen
Jagung. Depta-FAO, INS/088/007.
Soelistiadji, K., A. Ahmad, H.K. Purwadaria and Soedjatmiko. 1991. The
impacts of soybean moisture content, drum speed and concave distance
on the soybean quality and machine capacity of the TH6-VS Oryza
thresher. Proc. the 14th
ASEAN Seminar on Grain Postharvest Technology, Manila, Philippines,
5-8 November 1991.
Suharsono. 2002. Penanganan Pasca Panen Padi di Desa Tegalsawah
Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat. Fateta
IPB. Bogor.
Shewfelt, R.L. and S.E. Prussia. 1993. Postharvest Handling, A System
Approach. Academic Press, Inc., New York, N.Y., USA.
TIN-FATETA. 1985. Pengolahan Tembakau.
Yusnal O. 1993. Agroteknologi Tebu.

18:20

Anda mungkin juga menyukai