BAB I
PENDAHULUAN
1
Universitas Esa Unggul
2
Universitas Esa Unggul
3
Universitas Esa Unggul
4
Universitas Esa Unggul
masih sulit berkembang meskipun sudah ada payung hukum yang jelas
(Taukhit, 2015).
Banyak faktor yang menyebabkan masih rendahnya minat perawat
untuk membuka praktik keperawatan mandiri. Identifikasi yang dilakukan
Nursalam (2014), menyebutkan bahwa pengalaman melakukan praktik
keperawatan, kepemimpinan, percaya diri dan determinasi, pemahaman
tentang regulasi yang mengatur praktik keperawatan mandiri, kualifikasi
pendidikan, sumber daya keuangan, motivasi dalam mengembangkan jenis
serta sifat praktik keperawatan professional merupakan penyebab rendahnya
minat perawat membuka praktik mandiri.
Informasi lain berdasarkan hasil penelusuran dan wawancara secara
langsung terhadap Wakil Ketua Bidang Pelayanan DPD PPNI Kota
Administrasi Jakarta Barat pada bulan Oktober tahun 2019, untuk
penyelenggaraan praktik mandiri perawatan di Wilayah Kota administrasi
Jakarta Barat belum ada baik secara individu ataupun kelompok.
Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi motivasi perawat dalam melaksanakan praktik
keperawatan mandiri di Wilayah Kota Administrasi Jakarta Barat.
5
Universitas Esa Unggul
6
Universitas Esa Unggul
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
Universitas Esa Unggul
8
Universitas Esa Unggul
5) Memberi cara dan contoh kepada klien bagaimana cara yang baik dan
tepat dalam menyelesaikan masalah.
6) Menguatkan kehidupan klien dalam keluarganya terkait kesehatannya
dengan pola hidup sehat.
c. Pemeliharaan kesehatan
Tujuan praktik mandiri keperawatan adalah memelihara status
kesehatan klien untuk mengetahui perkembangannya dengan cara
mengidentifikasi gejala penyakit kronis klien sebelum terjadi keparahan.
Membuat klien dan masyarakat tertarik tentang masalah kesehatan
seiring dengan perubahan kehidupan sosial di masyarakat yang lebih
cenderung terhadap hal-hal instan seperti makan junk food dan jarang
berolahraga, kemudian memodifikasi lingkungan karena penyebab
penyakit adalah stres akibat kesibukan kerja karena jarang melakukan
aktivitas fisik.
d. Pemulihan Kesehatan
Tujuan praktik mandiri keperawatan adalah membantu klien dalam
meningkatkan pemulihan kesehatan setelah klien dinyatakan terdiagnosa
penyakit tertentu, agar masalah pada diri klien segera teratasi dan
meminimalkan terjadinya komplikasi.
e. Perawatan pasien menjelang ajal
Praktik mandiri keperawatan mencakup segala aspek termasuk
memberikan sentuhan yang nyaman dalam memberikan perawatan
menjelang ajal. Hal ini dapat dilakukan oleh seorang perawat tidak hanya
di rumah sakit ataupun instansi kesehatan lain tetapi dalam praktik
mandiri juga bisa dilakukan.
9
Universitas Esa Unggul
10
Universitas Esa Unggul
Rekomendasi PPNI
Berkas permohonan ke
Dinkes Kabupaten/ Kota
Pemerintah Daerah
(DINKES)
Visitasi :
Persyaratan lokasi, bangunan,
prasarana, peralatan, obat dan bahan
habis pakai (BHP)
11
Universitas Esa Unggul
12
Universitas Esa Unggul
13
Universitas Esa Unggul
14
Universitas Esa Unggul
15
Universitas Esa Unggul
16
Universitas Esa Unggul
2.2 Motivasi
Motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang berarti dorongan atau
menggerakkan. Motivasi mempersoalkan bagaimana cara mengarahkan
daya dan potensi agar bekerja mencapai tujuan yang ditentukan (Hasibuan,
2006). Motivasi (motivation) adalah keinginan dalam diri seseorang yang
menyebabkan orang tersebut bertindak. Orang biasanya bertindak karena
suatu alasan untuk mencapai suatu tujuan. Jadi, motivasi adalah sebuah
dorongan yang diatur oleh tujuan dan jarang muncul dalam kekosongan.
Kata-kata kebutuhan, keinginan, hasrat, dan dorongan, semuanya serupa
dengan motif, yang merupakan asal dari kata motivasi. (Malthis dan
Jackson, 2009).
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) dalam menghadapi situasi
kerja (situation). Motivasi merupakan kondisi atau energi yang
menggerakkan diri yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan
organisasi (Mangkunegara, 2005). Istilah motivasi, dalam kehidupam
sehari-hari memiliki pengertian yang beragam baik yang berhubungan
dengan perilaku individu maupun perilaku organisasi. Namun apapun
pengertiannya, motivasi merupakan unsur penting dalam diri manusia yang
berperan dalam mewujudkan keberhasilan dalam usaha maupun pekerjaan
manusia. Dasar pelaksanaan motivasi oleh seorang pimpinan adalah
pengetahuan dan perhatian terhadap perilaku manusian yang dipimpinnya
sebagai suatu faktor penentu keberhasilan organisasi.
Menurut Kreitner dan Kinicki (2000), dalam Asmuji, 2013) motivasi
adalah proses psikologis yang meningkatkan dan mengarahkan perilaku
untuk mencapai tujuan. Robbin (2003) dalam Asmuji, 2013) menyatakan
17
Universitas Esa Unggul
18
Universitas Esa Unggul
19
Universitas Esa Unggul
20
Universitas Esa Unggul
21
Universitas Esa Unggul
b. Teori Proses
Teori proses mengenai motivasi berusaha menjawab bagaimana
menguatkan,
mengarahkan, memelihara dan menghentikan perilaku individu.
Teori yang tergolong kedalam teori proses, diantaranya:
1. Teori Penguatan (Reinforcement Theory)
Teori ini dikemukakan B.F.Skinner (dalam Suarli & Bahtiar,
2010). Dia mengungkapkan bahwa perilaku di masa lampau akan
mempengaruhi tindakan di masa depan dalam suatu proses belajar.
Proses ini digambarkan sebagai berikut :
Stimulus →Respons →Konsekuensi →Respon masa depan
2. Teori harapan (Expectanty Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Victor Vroom (dalam Suarli &
Bahtiar, 2010). Vroom menyatakan, cara memilih dan bertindak dari
beberapa alternatif perilaku berdasarkan harapannya, apakah ada
keuntungan yang didapat dari masing-masing perilaku tersebut. Teori
ini mencakup konsep-konsep dasar yaitu :
a) Hasil tingkat pertama yang diperoleh dari perilaku adalah hasil
yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan itu sendiri, misalnya
produktivitas dan mutu pekerjaan. Hasil tingkat kedua adalah
kejadian (berupa penghargaan atau hukuman) yang kemungkinan
Stimulus Respons Konsekuensi Respon masa depan diakibatkan
oleh hasil tingkat pertama, misalnya kenaikan upah, promosi
jabatan dan penghargaan dari tim.
b) Instrumentalitas adalah kadar keyakinan seseorang bahwa hasil
tingkat pertama akan menghasilkan hasil tingkat kedua.
c) Valensi adalah kekuatan keinginan seseorang untuk mencapai hasil
tertentu, baik itu menyangkut hasil tingkat pertama maupun tingkat
kedua.
d) Harapan (expectancy) berkaitan dengan keyakinan seseorang
mengenai kemungkinan suatu perilaku tertentu akan dikuti oleh
hasil tertentu. Nursalam (2011) merumuskan teori motivasi ini
dengan rumus :
Job outcomes : Penghargaan (promosi, kenaikan gaji, dan
pengakuan).
22
Universitas Esa Unggul
23
Universitas Esa Unggul
c. Kebijakan-kebijakan perusahaan
d. Supervisi
e. Hubungan antar manusia
f. Kondisi pekerjaan seperti jam kerja, lingkungan fisik dan sebagainya.
g. Budaya organisasi
3. Faktor dalam pekerjaan
a. Sifat pekerjaan
b. Rancangan tugas/pekerjaan
c. Pemberian pengakuan terhadap prestasi
d. Tingkat/besarnya tanggung jawabyang diberikan
Motivasi sebagai psikologis dalam diri seseorang dipengaruhi oleh
beberapa faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal (Sutrisno,
2011)
Faktor internal adalah faktor motivasi yang berasal dari dalam diri
seseorang. Motivasi internal timbul karena adanya keinginan individu
untuk memiliki prestasi dan tanggungjawab di dalam hidupnya.
Beberapa hal yang termasuk dalam faktor internal adalah:
1. Harga diri dan Prestasi, yaitu motivasi di dalam diri seseorang untuk
mengembangkan kreativitas dan mengerahkan energi untuk mencapai
prestasi yang meningkatkan harga dirinya.
2. Kebutuhan, setiap individu memiliki kebutuhan di dalam hidupnya
sehingga orang tersebut menjadi termotivasi untuk melakukan sesuatu
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
3. Harapan, yaitu sesuatu yang ingin dicapai seseorang di masa
mendatang yang mempengaruhi sikap dan perasaan subjektif orang
tersebut.
4. Tanggungjawab, yaitu motivasi di dalam diri seseorang agar bekerja
dengan baik dan hati-hati untuk menghasilkan sesuatu yang
berkualitas.
5. Kepuasan kerja, yaitu motivasi dalam diri seseorang karena dapat
melakukan suatu pekerjaan tertentu.
Faktor eksternal adalah faktor motivasi yang berasal dari luar diri
seseorang. Motivasi eksternal timbul karena adanya peran dari luar,
misalnya organisai, yang turut menentukan perilaku seseorang dalam
kehidupannya. Beberapa hal yang termasuk dalam faktor eksternal
adalah:
1. Jenis dan sifat pekerjaan, yaitu dorongan di dalam diri seseorang
untuk bekerja pada jenis dan sifat pekerjaan tertentu. Kondisi ini juga
dipengaruhi oleh besar imbalan yang didapatkan pada pekerjaan
tersebut.
2. Kelompok kerja, yaitu organisasi dimana seseorang bekerja untuk
mendapatkan penghasilan bagi kebutuhan hidupnya.
3. Kondisi kerja, yaitu keadaan dimana seseorang bekerja sesuai dengan
harapannya (kondusif) sehingga dapat bekerja dengan baik.
24
Universitas Esa Unggul
25
Universitas Esa Unggul
Universitas Esa Unggul
- Usia
- Jenis Kelamin
- Lama Kerja
- Status pekerjaan
Suarli & Bahtiar, (2010); Sutrisno (2011); Nursalam, (2012); PPNI, (2014)
= variable yang diteliti
26
Universitas Esa Unggul
2.4 Hipotesis
Hipotesis adalah sebuah pernyataan tentang sesuatu yang diduga atau
hubungan yang diharapkan antara dua variabel atau lebih yang dapat diuji
secara empiris (Notoatmodjo, 2015). Hipotesis pada umumnya dinyatakan
dalam bentuk hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (Ha). H0 diartikan
sebagai tidak adanya pengaruh/ hubungan atau ada perbedaan antar variabel
yang diteliti, sedangkan Ha diartikan dengan adanya pengaruh. Sesuai
dengan tujuan penelitian maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan
sebagai berikut:
2.4.1 Ada pengaruh antara motivasi intrinsik (harga diri, prestasi, kepuasan kerja,
kebutuhan, harapan) dengan motivasi perawat dalam melaksanakan praktik
keperawatan mandir.
2.4.2 Ada pengaruh antara motivasi ektrinsik (jenis dan sifat pekerjaan, kelompok
kerja, kondisi kerja, hubungan interpesonal) dengan motivasi perawat dalam
melaksanakan praktik keperawatan mandiri.
2.4.3 Ada pengaruh antara confounding (usia, jenis kelamin, lama kerja, status
pekerjaan) dengan motivasi perawat dalam melaksanakan praktik
keperawatan mandiri
27
Universitas Esa Unggul
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
28
Universitas Esa Unggul
Skema 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
Motivasi intrinsik
- Harga diri Motivasi Praktik
- Prestasi Keperawatan
- Kepuasan Kerja
Mandiri
- Kebutuhan
- Harapan
Motivasi Ekstrinsik
- Jenis dan sifat pekerjaan Variabel Confounding
- Kelompok Kerja - Usia
- Kondisi kerja - Jenis Kelamin
- Hubungan interpersonal - Lama Kerja
- Status pekerjaan
29
Universitas Esa Unggul
3.5.2 Sampel
Sampel merupakan representasi dari populasi. Pada suatu penelitian
terutama penelitian klinis, perhitungan besar sampel memainkan peran
penting untuk menjamin akurasi dan integritas hasil penelitian (Chow, Shao,
Wang, & Lokhnygina, 2017). Sampel merupakan perwakilan populasi
dengan karakteristik yang diukur dan hasil ukur dari karakteristik nantinya
digunakan untuk menduga karakteristik populasi (Sabri & Hastono, 2014).
Besar sample pada penelitian ini menggunakan Purposive Sampling,
yaitu suatu teknik penetapan sample dengan cara memilih sample diantara
populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, sehingga sample tersebut
dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya. Pada
penelitian ini besar sample yang digunakan menggunakan rumus Slovin.
30
Universitas Esa Unggul
Keterangan:
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
e = nilai kritis (batas ketelitian), batas toleransi kesalahan (ditetapkan 5%
dengan tingkat kepercayaan 95%)
Sehingga, perhitungan sampel sebagai berikut:
1536
n=
1 + (1536 X 0,052)
1536
n=
1 + (1536 X 0,0025)
1536
n=
1 + (3,84)
1536
n=
4,84
n = 317,3 (dibulatkan menjadi 317)
Berdasarkan perhitungan diperoleh jumlah sampel seluruhnya yaitu
317 responden. Tahap berikutnya peneliti melakukan random sampling
(probabilitas). Agar responden penelitian mendapat peluang yang sama
membaginya dengan stratified sampling yaitu populasi pertama dibagi
menjadi dua atau strata, seperti halnya pembagian sempel kuota, tujuanya
adalah untuk meningkatkan keterwakilan (Polit & Beck 2018).
Tabel 3.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Komisariat
Proporsi dari Jumlah
No Nama Komisariat Jumlah
Komisariat Sampel
1 PKC Kalideres 7 7/1536 x 317 1
2 RS Puri Mandiri Kedoya 8 8/1536 x 317 2
3 RS Royal Taruma 34 34/1536 x 317 7
4 RS Graha Kedoya 37 37/1536 x 317 8
5 RSPI-Puri Indah 136 136/1536 x 317 28
6 PKM Kebon Jeruk 5 5/1536 x 317 1
7 RS Cinta Kasih Tzu Chi 43 43/1536 x 317 9
8 RS Hermina Daan Mogot 53 53/1536 x 317 11
RS Jantung dan Pembuluh
9 313 313/1536 x 317 65
Darah Harapan Kita
10 RS Sumber Waras 30 30/1536 x 317 6
11 RSU Kembangan 7 7/1536 x 317 1
12 PKM Kecamatan Tambora 7 7/1536 x 317 1
31
Universitas Esa Unggul
32
Universitas Esa Unggul
Alat Ukur
Definisi Skala
No Variabel dan Hasil Ukur
Operasional Ukur
Cara Ukur
Variabel Independen
Motivasi Intrinsik
1. Harga diri Pandangan Menggunakan Jumlah skor Ordinal
keseluruhan dari Kuesioner B jawaban di
individu tentang terdiri dari 5 kategorikan :
dirinya sendiri item 1= baik, jika ≥
pertanyaan 14.2 (mean)
positif (1-5) 2= kurang, jika <
dengan skala 14.2 (mean)
linkert yaitu
Sangat Setuju
(SS) = 5
Kurang Setuju
(KS) = 4
Setuju (S) = 3
Tidak Setuju
(TS) = 2
Sangat Tidak
Setuju (STS)
=1
2. Prestasi Hasil Usaha yang Menggunakan Jumlah skor Ordinal
telah dikerjakan Kuesioner B jawaban di
terdiri dari 5 kategorikan :
item 1= baik, jika ≥
pertanyaan 14.54 (mean)
positif (6-10) 2= kurang, jika <
dengan skala 14.54 (mean)
linkert yaitu
Sangat Setuju
33
Universitas Esa Unggul
Alat Ukur
Definisi Skala
No Variabel dan Hasil Ukur
Operasional Ukur
Cara Ukur
(SS) = 5
Kurang Setuju
(KS) = 4
Setuju (S) = 3
Tidak Setuju
(TS) = 2
Sangat Tidak
Setuju (STS)
=1
3. Kepuasan Tingkat kesenangan Menggunakan Jumlah skor Ordinal
Kerja yang dirasakan Kuesioner B jawaban di
seorang individu terdiri dari 5 kategorikan :
bahwa mereka item 1= baik, jika ≥
mendapat imbalan pertanyaan 13.74 (mean)
yang setimpal atas positif (11-15) 2= kurang, jika <
peranan atau dengan skala 13.74 (mean)
pekerjaannya linkert yaitu
Sangat Setuju
(SS) = 5
Kurang Setuju
(KS) = 4
Setuju (S) = 3
Tidak Setuju
(TS) = 2
Sangat Tidak
Setuju (STS)
=1
4. Kebutuhan segala sesuatu yang Menggunakan Jumlah skor Ordinal
dibutuhkan manusia Kuesioner B jawaban di
untuk terdiri dari 5 kategorikan :
mempertahankan
item 1= baik, jika ≥
hidup serta untuk
memperoleh pertanyaan 13.45 (mean)
kesejahteraan dan positif (36-40) 2= kurang, jika <
kenyamanan mahluk dengan skala 13.45 (mean)
hidup dalam linkert yaitu
aktivitas- Sangat Setuju
aktivitasnya dan (SS) = 5
menjadi dasar
34
Universitas Esa Unggul
Alat Ukur
Definisi Skala
No Variabel dan Hasil Ukur
Operasional Ukur
Cara Ukur
(alasan) berusaha. Kurang Setuju
(KS) = 4
Setuju (S) = 3
Tidak Setuju
(TS) = 2
Sangat Tidak
Setuju (STS)
=1
5. Harapan bentuk dasar dari Menggunakan Jumlah skor Ordinal
kepercayaan akan Kuesioner B jawaban di
sesuatu yang terdiri dari 5 kategorikan :
diinginkan akan
item 1= baik, jika ≥
didapatkan atau
suatu kejadian akan pertanyaan 13.26 (mean)
bebuah kebaikan di positif (41-45) 2= kurang, jika <
waktu yang akan dengan skala 13.26 (mean)
datang linkert yaitu
Sangat Setuju
(SS) = 5
Kurang Setuju
(KS) = 4
Setuju (S) = 3
Tidak Setuju
(TS) = 2
Sangat Tidak
Setuju (STS)
=1
Motivasi Ekstrinsik
6. Jenis dan Menggunakan Jumlah skor Ordinal
sifat Kuesioner B jawaban di
pekerjaan terdiri dari 5 kategorikan :
item 1= baik, jika ≥
pertanyaan 15.13 (mean)
positif (16-20) 2= kurang, jika <
dengan skala 15.13 (mean)
linkert yaitu
Sangat Setuju
(SS) = 5
Kurang Setuju
35
Universitas Esa Unggul
Alat Ukur
Definisi Skala
No Variabel dan Hasil Ukur
Operasional Ukur
Cara Ukur
(KS) = 4
Setuju (S) = 3
Tidak Setuju
(TS) = 2
Sangat Tidak
Setuju (STS)
=1
7. Kelompok Sekumpulan orang, Menggunakan Jumlah skor Ordinal
Kerja terdiri atas 2 anggota Kuesioner B jawaban di
atau lebih yang terdiri dari 5 kategorikan :
mempunyai tujuan
item 1= baik, jika ≥
kepentingan,
bekerjasama, saling pertanyaan 13.66 (mean)
berhubungan, positif (21-25) 2= kurang, jika <
memiliki rasa ikut, dengan skala 13.66 (mean)
bertanggung jawab, linkert yaitu
saling tergantung Sangat Setuju
satu dengan lainnya. (SS) = 5
Kurang Setuju
(KS) = 4
Setuju (S) = 3
Tidak Setuju
(TS) = 2
Sangat Tidak
Setuju (STS)
=1
8. Kondisi Serangkaian kondisi Menggunakan Jumlah skor Ordinal
kerja atau keadaan Kuesioner B jawaban di
lingkungan kerja terdiri dari 5 kategorikan :
dari suatu
item 1= baik, jika ≥
perusahaan yang
menjadi tempat pertanyaan 14.29 (mean)
bekerja dari para negatif (26-30) 2= kurang, jika <
karyawan yang dengan skala 14.29 (mean)
bekerja didalam linkert yaitu
lingkungan tersebut Sangat Setuju
(SS) = 1
Kurang Setuju
(KS) = 2
Setuju (S) = 3
36
Universitas Esa Unggul
Alat Ukur
Definisi Skala
No Variabel dan Hasil Ukur
Operasional Ukur
Cara Ukur
Tidak Setuju
(TS) = 4
Sangat Tidak
Setuju (STS)
=5
9. Hubungan Hubungan yang Menggunakan Jumlah skor Ordinal
interperso terdiri dari dua orang Kuesioner B jawaban di
nal atau lebih yang terdiri dari 5 kategorikan :
saling tergantung
item 1= baik, jika ≥
satu sama lain dan
menggunakan pola pertanyaan 14.04 (mean)
interaksi yang positif (31-35) 2= kurang, jika <
konsisten. dengan skala 14.04 (mean)
linkert yaitu
Sangat Setuju
(SS) = 5
Kurang Setuju
(KS) = 4
Setuju (S) = 3
Tidak Setuju
(TS) = 2
Sangat Tidak
Setuju (STS)
=1
Variabel Independen
10. Motivasi Dorongan yang Menggunakan Jumlah skor Ordinal
perawat berasal dari internal Kuesioner C jawaban di
dan eksternal diri terdiri dari 10 kategorikan :
perawat yang item 1= baik, jika ≥
menimbulkan pertanyaan 30.36 (mean)
keinginan untuk positif (1-10) 2= kurang, jika <
melaksanakan dengan skala 30.36 (mean)
praktik keperawatan linkert yaitu
mandiri Sangat Setuju
(SS) = 5
Kurang Setuju
(KS) = 4
Setuju (S) = 3
Tidak Setuju
37
Universitas Esa Unggul
Alat Ukur
Definisi Skala
No Variabel dan Hasil Ukur
Operasional Ukur
Cara Ukur
(TS) = 2
Sangat Tidak
Setuju (STS)
=1
Variabel Confounding
11. Usia Masa kehidupan Menggunakan Usia dalam tahun Ordinal
Seseorang yang Kuesioner A pada rentang:
dihitung sejak dengan item 1= remaja akhir
tanggal kelahiran pertanyaan (<26 th).
hingga ulang tahun pada poin 4 2=dewasa awal
terakhir saat (26-35 th).
pengambilan data 3=dewasa akhir
dilakukan (>35 th)
12. Jenis Karakteristik seksual Menggunakan 1= laki-laki Nomina
kelamin responden secara Kuesioner A 2= perempuan l
biologis yang dengan item
menjadi identitas pertanyaan
sejak lahir pada poin 2
13. Lama Waktu lamanya Menggunakan Dalam tahun pada Interval
kerja responden bekerja di Kuesioner A rentang:
suatu fasilitas dengan item 1= <2 tahun
pelayanan kesehatan pertanyaan 2= 2-5 tahun
pada poin 7 3= >5 tahun
38
Universitas Esa Unggul
39
Universitas Esa Unggul
40
Universitas Esa Unggul
41
Universitas Esa Unggul
1. Analisa Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik
dari masing-masing variabel yang diteliti. Analisis univariat dilakukan
berdasarkan jenis data yang dimiliki dari variabel yang diuji. Variabel
dengan data kategorik, dianalisis menggunakan frekuensi dan persentase
data, sedangkan variabel dengan data numerik dianalisis dengan nilai
mean atau median, standar deviasi, nilai minimum dan nilai maksimum,
42
Universitas Esa Unggul
2. Analisa Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antar
variabel yang diteliti (Dharma, 2015). Analisis bivariat dilakukan untuk
membuktikan hipotesis yang dikemukakan peneliti. Sebelum dilakukan
uji korelasi maka terlebih dahulu dilakukan uji normalitas. Uji normalitas
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Kolmogorov-Smirnov
dikarenakan jumlah sampel dalam penelitian ini lebih dari 50 sampel
(Pamungkas, 2016). Apabila hasi; uji diperoleh nilai p > 0,05 maka data
dikatakan berdistribusi normal. Apabila data yang didalam penelitian ini
berdistribusi normal maka data tersebut tergolong data parametrik maka
uji bivariat yang dapat digunakan adalah korelasi pearson. Uji korelasi
43
Universitas Esa Unggul
44
Universitas Esa Unggul
45
Universitas Esa Unggul
BAB IV
HASIL PENELITIAN
46
Universitas Esa Unggul
c. Masa Kerja
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Masa Kerja
Perawat Jakarta Barat Desember 2019 (n = 317)
Masa Kerja Frekuensi %
< 2 tahun 14 4.4
2-5 tahun 243 76.7
> 5 tahun 60 18.9
Jumlah 317 100.0
Tabel 4.3 diperoleh gambaran masa kerja responden di Jakarta Barat, 14
responden (4.4%) masa kerja kurang dari 2 tahun, 243 responden
(76.7%) masa kerja antara 2-5 tahun dan 60 responden (18.9%) masa
kerja lebih dari 5 tahun.
d. Status Pekerjaan
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan
Perawat Jakarta Barat Desember 2019 (n = 317)
Status Pekerjaan Frekuensi %
Pegawai Kontrak 274 86.4
Pegawai Tetap 18 5.7
Pegawai Negeri Sipil 25 7.9
Jumlah 317 100.0
Tabel 4.4 diperoleh gambaran status pekerjaan responden di Jakarta
Barat, 274 responden (86.4%) merupakan pegawai kontrak, 18
responden (5.7%) merupakan pegawai tetap, dan 25 responden (7.9%)
merupakan pegawai negeri sipil (PNS).
e. Faktor Motivasi
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Motivasi
Perawat Jakarta Barat Desember 2019 (n = 317)
Faktor Motivasi Frekuensi %
Motivasi Intrinsik
Harga diri
Baik 233 73.5
Kurang 84 26.5
Prestasi
Baik 249 78.5
Kurang 68 21.5
Kepuasan
Baik 179 56.5
Kurang 138 43.5
47
Universitas Esa Unggul
Motivasi Ekstrinsik
Jenis dan sifat pekerjaan
Baik 177 55.8
Kurang 140 44.2
Kelompok kerja
Baik 219 69.1
Kurang 98 30.9
Kondisi kerja
Baik 205 64.7
Kurang 112 35.3
Hubungan interpersonal
Baik 228 71.9
Kurang 89 28.1
Jumlah 317 100.0
Tabel 4.5 diperoleh gambaran tentang faktor motivasi perawat dalam
melaksanakan praktik mandiri keperawatan. Faktor motivasi dibagi
menjadi dua kategori yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi
intrinsik terdiri dari lima subvariabel yaitu harga diri baik sebanyak 233
responden (73.5%), prestasi baik 249 (78.5%), kepuasan baik 179
(56.5%), kebutuhan baik 220 (69.4%), dan harapan dipersepsikan baik
sebanyak 193 (60.9%). Pada Motivasi ekstrinsik dibagi menjadi empat
subvariabel yaitu jenis dan sifat pekerjaan dipersepsikan baik sebanyak
177 (55.8%), kelompok kerja baik 219 (69.1%), kondisi pekerjaan baik
205 (64.7%), dan hubungan interpersonal baik sebanyak 228 (71.9%)
f. Motivasi Perawat
Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Motivasi
Perawat Jakarta Barat Desember 2019 (n = 317)
Motivasi Frekuensi %
Tinggi 216 68.1
Rendah 91 28.7
Jumlah 317 100.0
48
Universitas Esa Unggul
Motivasi
Faktor Motivasi Tinggi Rendah ∑n ∑% pvalue
n % n %
Motivasi Intrinsik
Harga diri
Baik 152 80.4 37 19.6 189 100
0.001
Kurang 84 65.6 44 34.4 128 100
Prestasi
Baik 185 81.1 43 18.9 228 100
0.02
Kurang 36 40.5 53 59.5 89 100
Kepuasan
Baik 118 62.4 71 37.6 189 100
0.11
Kurang 40 31.2 88 68.8 128 100
Kebutuhan
Baik 146 89.0 18 11.0 164 100
0.02
Kurang 75 49.0 78 51.0 153 100
Harapan
Baik 197 77.9 56 22.1 253 100
0.035
Kurang 34 53.1 30 46.9 64 100
Motivasi Ekstrinsik
Jenis & sifat
pekerjaan
Baik 163 85.3 28 14.7 191 100
0.01
Kurang 76 60.3 50 39.7 126 100
Kelompok kerja
Baik 158 77.1 47 22.9 205 100
0.001
Kurang 49 43.7 63 56.3 112 100
49
Universitas Esa Unggul
Motivasi
Faktor Motivasi Tinggi Rendah ∑n ∑% pvalue
n % n %
Kondisi kerja
Baik 144 79.6 37 20.4 181 100
0.035
Kurang 56 41.2 80 58.8 136 100
Hubungan
interpersonal
Baik 138 74.6 47 25.4 185 100
0.001
Kurang 60 45.5 72 54.5 132 100
Jumlah 317 100
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 189 responden yang
memiliki faktor harga diri baik terdapat 152 responden (80.4%) yang memiliki
motivasi tinggi dan 37 responden (19.6%) memiliki motivasi rendah. Sedangkan
responden yang memiliki faktor harga diri kurang dari 128 responden terdapat 84
responden (65.6%) memiliki motivasi tinggi dan 44 responden (34.4%) memiliki
motivasi rendah. Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan chi-square
menunjukkan hasil p value = 0.001 (p-value < 0.05) yang berarti bahwa ada
hubungan signifikan antara faktor harga diri dengan motivasi.
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 228 responden yang
memiliki faktor prestasi baik terdapat 185 responden (81.1%) yang memiliki
motivasi tinggi dan 43 responden (18.9%) memiliki motivasi rendah. Sedangkan
responden yang memiliki faktor prestasi kurang dari 89 responden terdapat 36
responden (40.5%) memiliki motivasi tinggi dan 53 responden (59.5%) memiliki
motivasi rendah. Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan chi-square
menunjukkan hasil pvalue = 0.02 (p-value < 0.05) yang berarti bahwa ada
hubungan signifikan antara faktor prestasi dengan motivasi.
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 189 responden yang
memiliki faktor kepuasan baik terdapat 118 responden (62.4%) yang memiliki
motivasi tinggi dan 71 responden (37.6%) memiliki motivasi rendah. Sedangkan
responden yang memiliki faktor kepuasan kurang dari 128 responden terdapat 40
responden (31.2%) memiliki motivasi tinggi dan 88 responden (68.8%) memiliki
motivasi rendah. Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan chi-square
menunjukkan hasil pvalue = 0.11 (p-value > 0.05) yang berarti bahwa tidak ada
hubungan antara faktor kepuasan dengan motivasi.
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 164 responden yang
memiliki faktor kebutuhan baik terdapat 146 responden (89.0%) yang memiliki
motivasi tinggi dan 18 responden (11.0%) memiliki motivasi rendah. Sedangkan
responden yang memiliki faktor kebutuhan kurang dari 153 responden terdapat 75
responden (49.0%) memiliki motivasi tinggi dan 78 responden (51.0%) memiliki
motivasi rendah. Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan chi-square
50
Universitas Esa Unggul
menunjukkan hasil pvalue = 0.02 (p-value < 0.05) yang berarti bahwa ada
hubungan signifikan antara faktor kebutuhan dengan motivasi.
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 253 responden yang
memiliki faktor harapan baik terdapat 197 responden (77.9%) yang memiliki
motivasi tinggi dan 56 responden (22.1%) memiliki motivasi rendah. Sedangkan
responden yang memiliki faktor harapan kurang dari 64 responden terdapat 34
responden (53.1%) memiliki motivasi tinggi dan 30 responden (46.9%) memiliki
motivasi rendah. Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan chi-square
menunjukkan hasil pvalue = 0.035 (p-value < 0.05) yang berarti bahwa ada
hubungan signifikan antara faktor harapan dengan motivasi.
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 191 responden yang
memiliki faktor jenis dan sifat pekerjaan baik terdapat 163 responden (85.3%)
memiliki motivasi tinggi dan 28 responden (14.7%) memiliki motivasi rendah.
Sedangkan responden yang memiliki faktor jenis dan sifat pekerjaan kurang dari
126 responden terdapat 76 responden (60.3%) memiliki motivasi tinggi dan 50
responden (39.7%) memiliki motivasi rendah. Berdasarkan uji statistik dengan
menggunakan chi-square menunjukkan hasil pvalue = 0.01 (p-value < 0.05) yang
berarti bahwa ada hubungan signifikan antara faktor jenis dan sifat pekerjaan
dengan motivasi.
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 205 responden yang
memiliki faktor kelompok kerja baik terdapat 158 responden (77.1%) memiliki
motivasi tinggi dan 47 responden (22.9%) memiliki motivasi rendah. Sedangkan
responden yang memiliki kelompok kerja kurang dari 112 responden terdapat 49
responden (43.7%) memiliki motivasi tinggi dan 63 responden (56.3%) memiliki
motivasi rendah. Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan chi-square
menunjukkan hasil pvalue = 0.001 (p-value < 0.05) yang berarti bahwa ada
hubungan signifikan antara faktor kelompok kerja dengan motivasi.
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 181 responden yang
memiliki faktor kondisi kerja baik terdapat 144 responden (79.6%) memiliki
motivasi tinggi dan 37 responden (20.4%) memiliki motivasi rendah. Sedangkan
responden yang memiliki kondisi kerja kurang dari 136 responden terdapat 56
responden (41.2%) memiliki motivasi tinggi dan 80 responden (58.8%) memiliki
motivasi rendah. Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan chi-square
menunjukkan hasil pvalue = 0.035 (p-value < 0.05) yang berarti bahwa ada
hubungan signifikan antara faktor kondisi kerja dengan motivasi.
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 185 responden yang
memiliki faktor hubungan interpersonal baik terdapat 138 responden (74.6%)
memiliki motivasi tinggi dan 47 responden (25.4%) memiliki motivasi rendah.
Sedangkan responden yang memiliki kondisi kerja kurang dari 132 responden
terdapat 60 responden (45.5%) memiliki motivasi tinggi dan 72 responden
51
Universitas Esa Unggul
52
Universitas Esa Unggul
BAB V
PEMBAHASAN
53
Universitas Esa Unggul
b. Jenis Kelamin
Hasil analisis menunjukkan bahwa perawat di Jakarta Barat
mayoritas perempuan (67.5%). Hal ini semakin menegaskan bahwa
keperawatan identik dengan perofesi yang didominasi perempuan.
Meskipun dari waktu ke waktu proporsi laki-laki yang memilih
keperawatan sebagai profesi/ pekerjaan telah meningkat secara
bertahap, namun persentase perawat laki-laki masih rendah.
Keperawatan merupakan profesi kesehatan dengan disparitas terbesar
antara laki-laki dan perempuan. Fakta menunjukkan tidak ada aturan
yang membatasi jumlah laki-laki untuk menjadi perawat, namun
dominasi perempuan terus terjadi sampai hari ini. Penelitian
Ashkenazi et al., (2017) menyoroti persepsi mahasiswa keperawatan
laki-laki untuk belajar keperawatan dan beberapa hambatan yang
dihadapi. Hasilnya menyebutkan bahwa status publik yang rendah dari
profesi keperawatan dan hambatan yang mencegah laki-laki untuk
berintegrasi secara bebas di lahan praktik saling terkait.
Citra keperawatan berangsur-angsur berubah, namun gambaran
ikonik tradisional keperawatan terus memengaruhi pilihan karier.
Asosiasi keperawatan profesional dan sekolah keperawatan memiliki
peran penting dalam mempromosikan citra positif perawat laki-laki
dan untuk membatasi stereotip keperawatan sebagai profesi feminim.
Laki-laki dalam keperawatan mewakili tenaga kerja yang kuat dan
stabil. Hal ini kadang dibutuhkan pada unit-unit tertentu seperti kamar
bedah, ruang intensif, dan unit gawat darurat. Motivasi laki-laki
memilih karir sebagai perawat harus dipahami untuk meningkatkan
persepsi publik bahwa perawat laki-laki juga dibutuhkan dan pada
akhirnya akan meningkatkan status dimata masyarakat (Ashkenazi et
al., 2017).
Meskipun perempuan mendominasi profesi keperawatan, namun
pada praktik mandiri nampaknya minat perempuan lebih kecil
dibanding laki-laki. Hal ini kemungkinan disebabkan bahwa sifat
perempuan memiliki kecenderungan tidak ingin mencoba tantangan
baru, lebih nyaman dengan kondisi kerja yang sudah ada dan dengan
pendapatan yang diberikan. Dari sisi kebijakan organisasi dan
pemerintah, nampaknya turut memengaruhi pilihan karir bekerja bagi
perempuan. Praktik keperawatan mandiri masih dianggap
membingungkan bagi sebagian perawat. Jenis/ produk praktik yang
akan dilaksanakan masih belum difahami secara komprehensif.
Kondisi ini diperburuk dengan ketidaktahuan pengurusan izin
membuka praktik keperawatan mandiri. Sementara laki-laki memiliki
kecenderungan untuk lebih terbuka terhadap tantangan baru.
c. Masa Kerja
54
Universitas Esa Unggul
55
Universitas Esa Unggul
56
Universitas Esa Unggul
57
Universitas Esa Unggul
58
Universitas Esa Unggul
59
Universitas Esa Unggul
9) Hubungan interpersonal
Berdasarkan tabel 4.5 menunjukan bahwa distribusi responden terkait
faktor hubungan interpersonal yaitu yang memiliki hubungan interpersonal
baik sebanyak 228 responden (71.9%) dari total 317 responden, sedangkan
yang memiliki hubungan interpersonal kurang sebanyak 89 responden
(28.1%). Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas responden
memiliki hubungan interpersonal baik. Praktik keperawatan mandiri
membutuhkan interaksi dengan orang lain, mengikuti aturan serta kebijakan
Organisasi Profesi dan Pemerintah. Pada praktik mandiri, tentulah kita akan
memiliki rekan kerja. Rekan kerja yang memiliki kesamaan dalam bersikap
60
Universitas Esa Unggul
f. Motivasi Perawat
Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki
motivasi tinggi untuk melaksanakan praktik mandiri keperawatan (68.1%).
Motivasi merupakan unsur penting yang harus dimiliki oleh perawat karena
memberikan dorongan untuk bekerja sebaik mugkin. Belum optimalnya
motivasi pada perawat untuk melaksanakan praktik keperawatan mandiri
penting untuk mendapatkan perhatian yang serius dari berbagai pihak
khususnya organisasi profesi (PPNI). Motivasi rendah memberikan penekanan
negatif pada diri perawat sehingga menganggap praktik mandiri keperawatan
hanya akan merepotkan dan membentuk rasa tidak percaya diri (Dill,
Erickson, & Diefendorff, 2016).
Motivasi melaksanakan praktik keperawatan mandiri bersifat individual
dan berbeda untuk setiap orang, tergantung pada kebutuhan yang dihadapi.
Motivasi perawat merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan rasa
percaya diri dan membuktikan eksistensi profesi dalam organisasi dan
masyarakat (Taghipour & Dejban, 2013). Adanya dukungan dari organisasi
profesi dan para professional keperawatan akan memberikan dampak positif
pada motivasi kerja perawat khususnya motivasi melaksanakan praktik
mandiri keperawatan. Motivasi perawat secara luas berkontribusi pada
pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan organisasi profesi dan untuk
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan terhadap masyarakat.
61
Universitas Esa Unggul
62
Universitas Esa Unggul
63
Universitas Esa Unggul
yang berarti bahwa ada hubungan signifikan antara faktor kebutuhan dengan
motivasi.
Kompleksitas konsep motivasi menjelaskan berbagai definisi, tetapi
kebanyakan literatur menunjukkan bahwa seseorang memiliki kebutuhan
sehingga tingkat motivasi kerja sangat dipengaruhi oleh seberapa jauh
kebutuhan ini terpenuhi (Al Maqbali, 2015). Abaraham maslow (1943)
mengembangkan teori hierarki kebutuhan dan kebutuhan ini akan memotivasi
seseorang untuk memenuhinya. Dalam pandangan ini, individu termotivasi
untuk memenuhi kebutuhan tingkat yang lebih rendah sebelum bekerja untuk
memenuhi kebutuhan tingkat yang lebih tinggi. Kebutuhan yang telah
terpenuhi tidak lagi memotivasi, sehingga kebutuhan berikutnya menjadi
dominan. Kebutuhan dalam pertimbangan hierarki maslow yaitu kebutuhan
fisiologis, keselamatan, sosial/ memiliki, harga diri, hingga kebutuhan
aktualisasi diri. Masing-masing kebutuhan ini memiliki karakteristik khusus.
Pandangan analitik perilaku berfokus pada bagaimana memenuhi setiap
tingkat kebutuhan dengan tingkat motivasi tertentu (Harrigan & Commons,
2015).
Kebutuhan akan melaksanakan praktik mandiri keperawatan merupakan
bagian dari aktualisasi diri. Melalui praktik mandiri, perawat dapat
mengaktualisasikan semua kemampuan dan potensi yang dimiliki hingga
menjadi seperti yang dicita-citakan oleh diri dan profesinya. Praktik mandiri
merupakan bagian dari kebutuhan profesi yang belum banyak di aplikasikan
sampai saat ini. Disatu sisi, praktik mandiri merupakan bagian dari kebutuhan
untuk membuktikan eksistensi profesi dimata masyarakat dan profesi lain.
Disisi lain, masih sedikit perawat yang mengaplikasikan praktik mandiri
secara nyata sesuai dengan standar yang berlaku.
e. Hubungan Faktor Harapan dengan Motivasi
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 253 responden yang
memiliki faktor harapan baik terdapat 197 responden (77.9%) yang memiliki
motivasi tinggi dan 56 responden (22.1%) memiliki motivasi rendah.
Sedangkan responden yang memiliki faktor harapan kurang dari 64 responden
terdapat 34 responden (53.1%) memiliki motivasi tinggi dan 30 responden
(46.9%) memiliki motivasi rendah. Berdasarkan uji statistik dengan
menggunakan chi-square menunjukkan hasil pvalue = 0.035 (p-value < 0.05)
yang berarti bahwa ada hubungan signifikan antara faktor harapan dengan
motivasi.
Harapan merupakan prediktor mutlak terhadap motivasi. Harapan tidak
dapat dipisahkan oleh motivasi kerja yang seringkali merupakan energy untuk
melakukan aktivitas. Gambaran yang akurat tentang hubungan ini adalah
bahwa harapan akan menimbulkan motivasi kerja yang tinggi. Teori ini
memusatkan ketertarikan pada hubungan yaitu seseorang memiliki
kecenderungan melakukan usaha terbaik (motivasi) pada pekerjaan untuk
64
Universitas Esa Unggul
65
Universitas Esa Unggul
66
Universitas Esa Unggul
dan penciptaan kondisi kerja yang baik akan sangat menentukan keberhasilan
pencapaian tujuan. Sebaliknya apabila kondisi kerja yang tidak baik akan
dapat menurunkan motivasi serta semangat kerja dan akhirnya dapat
menurunkan produktivitas.
i. Hubungan Faktor Hubungan Interpersonal dengan Motivasi
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 185 responden yang
memiliki faktor hubungan interpersonal baik terdapat 138 responden (74.6%)
memiliki motivasi tinggi dan 47 responden (25.4%) memiliki motivasi rendah.
Sedangkan responden yang memiliki kondisi kerja kurang dari 132 responden
terdapat 60 responden (45.5%) memiliki motivasi tinggi dan 72 responden
(54.5%) memiliki motivasi rendah. Berdasarkan uji statistik dengan
menggunakan chi-square menunjukkan hasil pvalue = 0.001 (p-value < 0.05)
yang berarti bahwa ada hubungan signifikan antara faktor kondisi kerja
dengan motivasi. Penelitian lain menunjukkan ada pengaruh signifikan antara
hubungan interpersonal terhadap motivasi kerja (p < 0,05) (Abdullah, 2014).
Aswat (2010) dan Zahara, Sitorus, & Sabri (2011) menyatakan bahwa salah
satu faktor yang memengaruhi motivasi seseorang adalah hubungan
interpersonal.
Relasi interpersonal mencerminkan keinginan untuk memiliki hubungan
yang ramah dan akrab dengan orang lain dalam lingkungan organisasi.
Seseorang yang tinggi dalam dimensi relasi interpersonal cenderung
menyediakan waktu yang cukup untuk mencari interaksi dengan orang lain.
Kebutuhan akan relasi interpersonal yang kuat akan melalakukan aktivitas tim
di mana interdependensi dan kerjasama dengan orang lain adalah yang
terpenting. Tingkat afiliasi yang tinggi memotivasi seseorang untuk bersimpati
dan mengakomodasi kebutuhan lainnya (Smith et al., 2012). Relasi ini akan
memunculkan semangat pada perawat yang hendak melaksanakan praktik
mandiri. Perawat dapat meminta informasi dan bertukar pendapat (sharing)
dengan rekan sejawat lainnya tentang segala aspek yang diperlukan pada
praktik mandiri. Rekan kerja merupakan salah satu faktor yang memengaruhi
motivasi kerja seseorang (Atefi, Abdullah, & Wong, 2014), khususnya ketika
perawat ingin membuka praktik mandiri.
5.2 Perbandingan dengan Penelitian Lain
Penelitian yang mengambil tema tentang motivasi melaksanakan praktik
mandiri keperawatan masih sangat terbatas. Studi literatur mengungkapkan
banyak faktor yang memengaruhi motivasi seseorang, secara garis besar faktor
motivasi dibagi kedalam dua kategori yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik.
Faktor pekerjaan yang memengaruhi motivasi meliputi imbalan berupa gaji,
pengakuan dari lingkungan kerja, kebijakan administrasi, hubungan dengan rekan
kerja, jaminan pekerjaan, dan karaktersitik serta kondisi pekerjaan itu sendiri (al
Maqbali, 2015; Sulistyarini, 2015). Penelitian lain menambahkan bahwa faktor
kepemimpinan, pengembangan karir, dan pengembangan organisasi memiliki
67
Universitas Esa Unggul
korelasi kuat secara parsial dan simultan terhadap motivasi seseorang (p < 0,05)
(Djestawan, 2012)
Penelitian kualitatif yang dilakukan Taukhit (2015) tentang pengalaman
perawat dalam membuka praktik mandiri keperawatan menyimpulkan bahwa
motivasi perawat yang utama mendirikan praktik mandiri adalah untuk menambah
pendapatan finansial. Penelitian lain menyebutkan bahwa praktik mandiri
keperawatan berdasarkan kaidah asuhan keperawatan belum dilaksanakan secara
optimal (Ruswadi & Kusnanto, 2010). Lebih lanjut penelitian ini memberikan
alasan kurangnya pengawasan baik yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan
setempat maupun Organisasi Profesi. Purnama, Hamidah & Syamsu (2014)
menyebutkan bahwa tenaga kesehatan (perawat) diberi kewenangan untuk
membuka praktik mandiri di luar fasilitas pelayanan kesehatan dengan metode
yang sama seperti praktik dokter. Padahal belum ada Kebijakan khusus yang
mengatur tentang tindak praktik mandiri perawat dan praktik tersebut nyata tetap
berjalan di seputaran daerah tersebut.
Penelitian yang dilakukan Mustain (2007) tentang peran organisasi profesi
dalam pengawasan praktik mandirj keperawatan menyimpulkan bahwa masih
lemahnya peran PPNI dalam pengaturan praktik mandiri perawat. Mustain (2007)
merinci faktor masih lemahnya peran organisasi profesi yaitu ditinjau dari
Organisasi Profesi (PPNI), lemahnya perjuanganprofesi dalam sisi birokrasi
pemerintah, hal ini dapat dilihat belum adanya undangundang yang mengatur
tentang realisasi model praktik mandiri keperawatan. Ditinjau dari anggota, masih
rendahnya kesadaran dari anggota profesi perawat, tentang kesadaran hukum
untuk melakukan praktik mandiri keperawatan, hal tampak dengan bentuk praktik
yang dilakukan saat ini adalah praktik sebagai dokter. Perawat belum mau dan
mampu untuk melakukan praktik mandiri keperawatan. Ditinjau dari Masyarakat,
masih mengganggap perawat adalah mampu bertindak sebagai dokter, tempat
mereka meminta pertolongan, dan tidak harus jauh-jauh ketempat praktik dokter.
Mereka beranggapan perawat lebih murah, mudah, hubungan masyarakat lebih
dekat, tidak ada jam praktik/sewaktu-waktu bisa melayani, dan sembuh. Dintinjau
dari Pemerintah, belum ada aturan hukum, yang mengatur tentang praktik mandiri
keperawatan, bentuk dan modelnya, secara mandiri dan berkelompok.
68
Universitas Esa Unggul
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
1. Organisasi Profesi
Perlu adanya dukungan dari organisasi profesi terhadap pelaksanaan praktik
mandiri keperawatan sebagai upaya menjaga dan meningkatkan motivasi
perawat.
2. Pemerhati dan Praktisi Keperawatan
Memberikan tulisan dan referensi sebagai sumber
3. Penelitian Berikut
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk
mengembangkan penelitian selanjutnya terkait praktik mandiri keperawatan
dan kaitannya dengan motivasi dengan menggunakan metode pendekatan
yang berbeda.
69
Universitas Esa Unggul
DAFTAR REFERENSI
70
Universitas Esa Unggul
71
Universitas Esa Unggul
Zahara, Y., Sitorus, R., & Sabri, L. (2011). Faktor-faktor Motivasi Kerja:
Supervisi, Penghasilan, dan Hubungan Interpersonal Mempengaruhi Kinerja
Perawat Pelaksana. JKI, 14(2001), 73–82.
72