Anda di halaman 1dari 10

RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma zanthorrihiza Roxb.

Tujuan
Untuk mengetahui kandungan kimia yang terdapat pada rimpang temulawak.

Teori
A. Pengertian

Tanaman temulawak (Curcuma zanthorrihiza Roxb.) merupakan tanaman asli Indonesia


yang tumbuh liar di hutan-hutan jati di Jawa dan Madura. Tumbuhan semak berumur tahunan,
batang semunya terdiri dari pelepah-pelepah daun yang menyatu, mempunyai umbi batang.
Tinggi tanaman antara 50-200 cm, bunganya berwarna putih kemerah-merahan atau kuning
bertangkai 1,5-3 cm berkelompok 3 sampai 4 buah. Tumbuhan ini tumbuh subur pada tanah
gembur, dan termasuk jenis temu-temuan yang sering berbunga. Panen dapat dilakukan pada
umur 7-12 bulan setelah tanam atau daun telah menguning dan gugur. Sebagai bahan tanaman
untuk bibit digunakan tanaman sehat berumur 12 bulan (Hayani, 2006).

B. Morfologi

Rimpang induk temulawak bentuknya bulat seperti telur, dan berukuran besar, sedangkan
rimpang cabang terdapat pada bagian samping yang bentuknya memanjang. Tiap tanaman
memiliki rimpang cabang antara 3-4 buah. Warna rimpang cabang umumnya lebih muda dari
pada rimpang induk. Warna kulit rimpang sewaktu masih muda maupun tua adalah kuning
kotor, atau coklat kemerahan. Warna daging rimpang adalah kuning atau orange tua, dengan cita
rasa yang pahit, atau coklat kemerahan berbau tajam, serta keharumannya sedang. Rimpang
terbentuk dalam tanah pada kedalaman ±16 cm. Tiap rumpun tanaman temulawak umumnya
memiliki enam buah rimpang tua dan lima buah rimpang muda (Purnomowati,1997).

C. Klasifikasi
Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Familia : Zingiberceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma zanthorrhiza Roxb. (Purnomowati,1997).

D. Kandungan Kimia

Rimpang temulawak mengandung kurkuminoid, mineral minyak atsiri serta minyak lemak.
Tepung merupakan kandungan utama, jumlahnya bervariasi antara 48-54 % tergantung dari
ketinggian tempat tumbuhnya, makin tinggi tempat tumbuhnya makin rendah kadar tepungnya.
Selain tepung, temulawak juga mengandung zat gizi antara lain karbohidrat, protein dan lemak
serta serat kasar mineral seperti kalium ( K ), natrium ( Na), magnesium (Mg ), zat besi (Fe),
mangan (Mn ) dan Kadmium ( Cd). Komponen utama kandungan zat yang terdapat dalam
rimpang temulawak adalah zat kuning yang disebut ” kurkumin” dan juga protein, pati, serta
zat-zat minyak atsiri. Minyak atsiri temulawak mengandung phelandren, kamfer, borneol,
xanthorrizol, tumerol dan sineal. Kandungan kurkumin berkisar antara 1,6 % - 2,22 % dihitung
berdasarkan berat kering. Berkat kandungan dan zat-zat minyak atsiri tadi, diduga penyebab
berkhasiatnya temulawak (Kasiran, 2009)

E. Khasiat atau Penggunaan

Sari rimpang temulawak mempunyai khasiat sebagai obat penguat (tonik) sehingga dapat
digunakan sebagai bahan campuran jamu. Jamu temulawak ini mempunyai beberapa khasiat
yang diantaranya yaitu sebagai penambah nafsu makan, serta banyak digunakan sebagai obat
penambah darah untuk orang yang menderita kekurangan darah atau anemia (Damayanti 2008).
Prosedur Kerja
A. Alat dan Bahan
 Alat
1. Pisau atau cutter 1 per orang
2. Toples 2 tabung
3. Aluminium foil 1 tabung
 Bahan
1. Temulawak 2 gram

B. Cara Kerja
 Pembuatan rimpang temulawak.
1. Cuci temulawak sampai bersih dengan tidak meninggalkan kotoran seperti tanah.
2. Setelah kering iris temulawak secara titip-tipis
3. Keringkan temulawak dibawah sinar matahari sampai benar benar kering
4. Setelah kering masukkan di dalam toples.
5. Hitung rendeman
 Standarisasi susut pengeringan
1. Timbang cawan kosong
2. Timbang 1 gram simplisia rimpang temulawak dan masukkan kedalam cawan
3. Timbang cawan + simplisia
4. Dioven selama 2X 30 menit dengan suhu 105 oc.
5. Dihitung susut pengeringan
 Standarisasi kadar abu total
1. Timbang krus kosong
2. Timbang 1 gram simplisia temulawak dan masukkan ke dalam krus
3. Timbang krus + simplisia
4. Dipijarkan menggunakan alat tanur selama 3 - 5 jam dengan suhu 700 0c.
5. Dihitung kadar abu total.
 Reaksi warna
1. Ambil sedikit simplisia dan ditambah dengan reaksi reaksi kimia
Hasil
Rimpang temulawak
Berat awal 2 kg atau 2000 gram
Berat akhir 435 gram
Rendeman 21,95 %

Susut pengeringan
15,55 %

Hasil kadar abu total


5,51 %

Hasil reaksi warna


+ H2SO4  kuning jingga
+ HCl  jingga
+ KOH  merah
+ NaOH  merah
+ NH4OH  jingga
+ KI  kuning
+ FeCl3  kehitaman
Organoleptis
Warna = kuning kehitaman
Bentuk = kasar
Rasa = kepahitan
Bau= bau khas temulawak atau
Khas rempah-rempah

Perhitungan

1. Rendeman
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
% rendeman = 𝑥 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑤𝑎𝑙

439 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 2000 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 100% = 21,95 %

2. Susut pengeringan
𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑣𝑒𝑛
Susut pengeringan = 𝑥 100%
𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔
20,035 𝑔𝑟𝑎𝑚−19,970 𝑔𝑟𝑎𝑚
=20,035 𝑔𝑟𝑎𝑚 −19,617 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥100%

=15,55 %
3. Kadar abu
𝑘𝑟𝑢𝑠 𝑏𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑘𝑟𝑢𝑠 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑣𝑒𝑛
Kadar abu = 𝑥 100%
𝑘𝑟𝑢𝑠 𝑏𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑘𝑟𝑢𝑠 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔
41,670 𝑔𝑟𝑎𝑚−41,644 𝑔𝑟𝑎𝑚
=41,670 𝑥100%
𝑔𝑟𝑎𝑚 −41,198 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 5,51 %
Pembahasan

Pada praktikum kali ini yaitu praktikum farmakognosi II tentang pembuataan sedian
rimpang temulawak. Tujuan dari praktikum ini untuk mengetahui cara pembuatan rimpang
temulawak dan manfaat dari rimpang temulawak bagi kita dalam kehidupan sehari-hari.

Tanaman temulawak (Curcuma zanthorrihiza Roxb.) merupakan tanaman asli Indonesia


yang tumbuh liar di hutan-hutan jati di Jawa dan Madura. Tumbuhan semak berumur tahunan,
batang semunya terdiri dari pelepah-pelepah daun yang menyatu, mempunyai umbi batang.
Tinggi tanaman antara 50-200 cm, bunganya berwarna putih kemerah-merahan atau kuning
bertangkai 1,5-3 cm berkelompok 3 sampai 4 buah. Tumbuhan ini tumbuh subur pada tanah
gembur, dan termasuk jenis temu-temuan yang sering berbunga. Panen dapat dilakukan pada
umur 7-12 bulan setelah tanam atau daun telah menguning dan gugur. Sebagai bahan tanaman
untuk bibit digunakan tanaman sehat berumur 12 bulan (Hayani, 2006).

Rimpang temulawak memiliki banyak manfaat, baik secara tradisional maupun modern,
yaitu sebagai penambah nafsu makan, penyembuh penyakit maag, obat sariawan,
memperbanyak Air Susu Ibu (ASI), mengobati gangguan saat nifas dan menstruasi,
membersihkan wajah dari bakteri penyebab jerawat, memperbaiki fungsi pencernaan,
memeihara fungsi hati, mengurangi nyeri sendi dan tulang, menurunkan lemak darah, sebagai
antioksidan untuk memelihara kesehatan, dan membantu penggumpalan darah. Selain itu,
temulawak juga memiliki manfaat 11 sebagai antihepatitis, antikarsinogenik, antimikroba,
antioksidan, antihiperlipidemia, antiviral, antiinflamasi, dan detoksifikasi. Diketahui juga efek
diuretikum ke ginjal, yaitu efek mempercepat pembentukan urin.

Rimpang temulawak mengandung protein, pati, zat warna kuning kurkuminoid (yang terdiri
dari dua komponen yaitu kurkumin dan kurkuminoid), serta minyak atsiri. Pati merupakan
komponen terbesar dalam temulawak, sekitar 29-34%. Pati ini adalah jenis yang mudah dicerna
sehingga baik untuk makanan bayi atau makanan orang yang baru sembuh dari sakit (Hernani,
2005). Kandungan zat pada Temulawak yaitu minyak atsiri yang bemuatan felandren dan
turmerol, terdapat juga kurkumin dan pati dengan dosis 0,5 gram sampai 1 gram sangat baik
untuk antipasmodika dan obat kolagoga (Kartasapoetra, 2001).
Standarisasi adalah serangkaian parameter, prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya
merupakan unsur-unsur terkait paradigma mutu kefarmasian, mutu dalam arti memenuhi syarat
standar (kimia, biologi, dan farmasi), termasuk jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk
kefarmasian umumnya. Pengertian standardisasi juga berarti proses menjamin bahwa produk
akhir obat (obat, ekstrak atau simplisia) mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan
ditetapkan (dirancang dalam formula) terlebih dahulu. Tujuan dari standarisasi agar diperoleh
bentuk bahan baku atau produk kefarmasian yang bermutu, aman serta bermanfaat. Syarat yang
harus dipenuhi dalam standarisasi simplisia antara lain kemurnian simplisia, tidak mengandung
pestisida berbahaya, logam berat, dan senyawabtoksik dan beberapa persyaratan lain dalam
Farmakope Indonesia.

Standarisasi dibagi menjadi 2 yaitu standarisari spesifik dan standarisasi non spesifik

1. Standarisasi spesifik
Segala aspek kandungan kimia kualitatif dan aspek kuantitatif kadar senyawa kimia yang
bertanggungjawab langsung terhadap aktivitas farmakologis tertentu. Parameternya meliputi
uji organoleptis, senyawa terlarut dalam pelarut tertentu.
2. Standarisari non spesifik
Segala aspek yang tidak terkait dengan aktivitas farmakologis secara langsung namun
mempengaruhi aspek keamanan dan stabilitas ekstrak dan sediaan yang dihasilkan.
Parameternya meliputi uji susut pengeringan,uji kadar abu total dan lain lain

Untuk standarisasi spesifik rimpang temulawak kami mengamati secara organoleptis dengan
hasil pada tabel dengan warna kuning kehitaman, bentuk nya serat kasar, bau seperti khas
rempah-rempah dan rasa agak kepahitan. Untuk reaksi warna jika ditambah H2SO4 maka akan
terbentuk endapan atau warna kuning jingga, hal ini dikarenakan adanya senyawa alkaloid. Jika
ditambah HCl maka akan terbentuk warna jingga. Jika ditambahkan KOH akan mneghasilkan
warna merah karena adanya senyawa kuinon. Jika ditambahkan NaOH akan menghasilkan warna
merah karena senyawa flavonoid dan terpenoid. Jika ditambahkan NH4OH akan menghasilkan
warna jingga karena ada senyawa alkaloid dan kuinon. Jika ditambahkan KI akan menghasilkan
warna kuning. Dan jika ditambahkan FeCl3 akan menghasilkan warna kehitaman karena adanya
senyawa fenolik.
Untuk standarisari nonspesifik dilakukan uji rendeman dengan tujuan berapa berat akhir
rimpang dengan perbandingan berat akhir / berat awal, pada tabel hasil didapatkan % rendeman
sebesar 21,95 % dan termasuk rendang kadar normal. Untuk uji susut pengeringan
menggunakan alat oven, tujuan dari uji ini yaitu untuk melihat kadar zat didalam rimpang yang
hilang atau yang amsih ada didalam setelah di oven. Pada tabel hasil didapatkan hasil susut
pengeringan 15,55 % hal ini terlalu tinggi sedikit karena rentang kadar normal susut pengeringan
untuk rimpang temulawak menurut Farmakope Herbal Indonesi tidak lebih dari 13 %. Untuk uji
kadar abu total menggunakan alat tanur dengan suhu 7000 c. Tujuan dari uji kadar abu ialah
melihat gambaran mineral atau abu ( senyawa non organik) yang tinggal setelah pembakan zat
organik. Pada tabel hasil diatas didapatkan kadar abu total 5,51 %. Kadar rentang normal
menurut Farmakope Herbal Indonesia tidaak lebih dari 4,8 % .

Penutup
A. Kesimpulan
1. Tanaman temulawak (Curcuma zanthorrihiza Roxb.) merupakan tanaman asli
Indonesia yang tumbuh liar di hutan-hutan jati di Jawa dan Madura.
2. Rimpang temulawak memiliki banyak manfaat, baik secara tradisional maupun
modern, yaitu sebagai penambah nafsu makan, penyembuh penyakit maag, obat
sariawan, memperbanyak Air Susu Ibu (ASI) dan lain-lain
3. Standarisari spesifik
a. Warna kuning kehitaman
b. Bentuk kasar
c. Bau khas rempah-rempah
d. Rasa agak kepahitan
4. Standarisasi nonspesifik
a. Rendeman 21,95 %
b. Susut pengeringan 15,55 %
c. Kadar abu total 5,51 %

B. Saran
1. Sebaiknya pada pengerjaan standarisasi spesifik harus dikerjakan dengan baik dan
hati-hati
2. Sebaiknya alat dan bahan dipersiapkan terlebih dahulu

Daftar Pustaka
Damayanti R. (2008). Uji efek sediaan serbuk instan rimpang temulawak

(Curcumaxanthorrhiza) sebagai tonikum terhadap mencit jantan. Surakarta: Universitas


Muhammadiyah Surakarta.

Hernani, Raharjo M. 2005. Tanaman Berkhasiat Antioksidan.Jakarta: Penebar Swadaya.

Hayani, E. 2006. Analisis Kandungan Kimia Rimpang Temulawak. Temu Teknis Nasional

Tenaga Fungsional Pertanian. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.

Kartasapoetra, Marsetyo, Med. 2010. Ilmu Gizi (Korelasi Gizi, Kesehatan dan Produktivitas

Kerja). Rineka Cipta. Jakarta.

Kasiran. 2009. Peningkatan Kandungan Minyak Atsiri Temulawak sebagai Bahan Baku Obat.

Menteri Kesehatan RI. 2009. Farmakope Herbal Indonesi Edisi I. Jakarta : Menkes RI.

Purnomowati, S. dan Yoganingrum, A. 1997. Tinjauan Literatur:Temulawak (Curcuma

xanthorrhiza Roxb.). Jakarta: LIPI.

Anda mungkin juga menyukai