BERBASIS MULTIMEDIA
“ Analisis Kebutuhan Multimedia Untuk Ibu dan Anak Berkebutuhan Khusus”
KELAS 3 A
Program Studi
Profesi Bidan
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
2019
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum.Wr.Wb.
Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmatnya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu tanpa
ada halangan sedikitpun.
Tujuan kami membuat makalah ini adalah sebagai tambahan referensi bagi para mahasiswa
yang membutuhkan ilmu tambahan tentang “Analisis Kebutuhan Multimedia Untuk Ibu dan Anak
Berkebutuhan Khusus”. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen pembimbing yang
telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa penulisan tugas makalah ini masih jauh dari kata sempurna maka
dari itu kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen pembimbing dan para mahasiswa
lainnya.Karena kesalahan adalah milik semua orang dan kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang
Maha Esa.
Semoga makalah ini dapat berguna dan membantu proses pembelajaran terima kasih.
Wassalamualaikum.Wr.Wb
16 Agustus 2019
Penulis
1
DAFTAR ISI
Contents
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................................ 1
DAFTAR ISI .......................................................................................................................................................... 2
BAB I...................................................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................................................................. 3
1.1. Latar Belakang........................................................................................................................................ 3
1.2. Rumusan Masalah................................................................................................................................... 3
1.3. Tujuan ..................................................................................................................................................... 3
BAB II .................................................................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN..................................................................................................................................................... 4
2.1. Promosi Kesehatan ..................................................................................................................................... 4
2.2. Media Promosi Kesehatan .......................................................................................................................... 5
2.3. Anak berkebutuhan Khusus ........................................................................................................................ 7
2.4. Media Promosi Kesehatan Anak Berkebutuhan Khusus ............................................................................ 8
2.5. Karakteristik Anak Berkubutuhan Khusus, Kebutuhan Pendidikan dan Media Pembelajarannya .......... 10
2.5.1. Tunanetra ...................................................................................................................................... 10
2.5.2. Tunarungu..................................................................................................................................... 14
2.5.3. Tunagrahita ................................................................................................................................... 18
2.5.4. Tunadaksa ..................................................................................................................................... 21
2.5.5. Tunalaras ...................................................................................................................................... 23
2.5.6. Autis ............................................................................................................................................. 25
2.5.7. Anak Berbakat .............................................................................................................................. 27
BAB III ................................................................................................................................................................. 29
PENUTUP ............................................................................................................................................................ 29
3.1. Kesimpulan ........................................................................................................................................... 29
3.2. Saran ..................................................................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................................... 30
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Promosi kesehatan merupakan upaya yang bersifat promotif (peningkatan), sebagai
perpaduan dari upaya preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), dan rehabilitatif
(pemulihan) dalam rangkaian upaya kesehatan yang komprehensif (Kholiq, 2012). Promosi
kesehatan adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan pada perilaku, agar
perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan (Notoatmojo, 2007). Media promosi kesehatan pada
anak berkebutuhan khusus akan membutuhkan penanganan yang khusus. Agar pesan dari
promosi kesehatan sesuai dengan tingkat penerimaan sasaran, sehingga sasaran mau dan
mampu untuk mengubah perilaku sesuai dengan pesan yang disampaikan.
Ruang lingkup media pembelajaran segregatif atau inklusif sebaiknya mencakup semua
jenis media pembelajaran untuk semua peserta didik termasuk didalamnya anak berkebutuhan
khusus, seperti; tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, tunawicara,
tunaganda, HIV/AIDS, gifeted, talented, kesulitan belajar, lamban belajar, autis, korban
penyalahgunaan narkoba, indigo, dan lain sebagainya (Mais 2016).
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa media yang dibutuhkan anak berkebutuhan khusus?
1.3.Tujuan
1. Untuk mengetahui media yang dibutuhkan anak berkebutuhan khusus.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Promosi Kesehatan
Berdasarkan Piagam Ottawa (Ottawa Charter, 1986) sebagai hasil rumusan Konferensi
Internasional Promosi Kesehatan Di Ottawa-Canada, menyatakan bahwa Promosi Kesehatan
adalah upaya yang dilakukan terhadap masyarakat sehingga mereka mau dan mampu untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri. Batasan promosi kesehatan ini
mencakup 2 dimensi yaitu kemauan dan kemampuan. Sehingga tujuan dari Promosi Kesehatan
itu sendiri adalah memampukan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan
mereka dan menciptakan suatu keadaan, yakni perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi
kesehatan. Dengan demikian penggunaan istilah Promosi Kesehatan di Indonesia tersebut
dipicu oleh perkembangan dunia Internasional. Nama unit Health Education di WHO baik di
Hoodquarter, Geneva maupun di SEARO India, juga sudah berubah menjadi unit Health
Promotion. Nama organisasi profesi Internasional juga mengalami perubahan menjadi
International Union For Health Promotion and Education (IUHPE). Istilah Promosi Kesehatan
tersebut juga ternyata sesuai dengan perkembangan pembangunan kesehatan di Indonesia
sendiri yang mengacu pada paradigma sehat. Salah satu tonggak promosi kesehatan ialah
Deklarasi Jakarta, yang lahir dari Konferensi Internasional Promosi Kesehatan ke IV
(Susilowati 2016).
a. Promosi kesehatan adalah investasi utama yang memberikan dampak pada determinan
kesehatan, dan juga memberikan kesehatan terbesar pada masyarakat.
b.Promosi kesehatan memberikan hasil positif yang berbeda dibandingkan upaya lain dalam
meningkatkan kesetaraan bagi masyarakat dalam kesehatan.
c. Promosi kesehatan perlu disosialisasikan dan harus menjadi tanggung jawab lintas sektor.
Deklarasi juga merumuskan prioritas-prioritas promosi kesehatan di abad 21 yaitu:
meningkatkan tanggung jawab dalam kesehatan, meningkatkan investasi untuk pembangunan
kesehatan, meningkatkan kemampuan masyarakat dan pemberdayaan individu serta
menjamin infrastruktur promosi kesehatan (Susilowati 2016).
4
2.2.Media Promosi Kesehatan
1.Definisi Media
Dalam Promosi Kesehatan Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk
menampilkan pesan informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator sehingga sasaran
dapat meningkat pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya ke arah
positif terhadap kesehatan. Penyuluhan adalah proses penyebarluasan informasi tentang ilmu
pengetahuan, teknologi maupun seni. Sehingga media penyuluhan memiliki beberapa
pengertian, sebagai berikut :
a. Media penyuluhan adalah semua sarana dan alat yang digunakan dalam proses
penyampaian pesan.
b. Media penyuluhan adalah wahana untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima
yang dapat merangsang pikiran, perasaan dan perhatian/minat.
c. Media penyuluhan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan
informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator sehingga sasaran dapat meningkat
pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya kearah positif
terhadap kesehatan.
Media promosi kesehatan yang baik adalah media yang mampu memberikan informasi atau
pesan-pesan kesehatan yang sesuai dengan tingkat penerimaan sasaran, sehingga sasaran mau
dan mampu untuk mengubah perilaku sesuai dengan pesan yang disampaikan. Untuk itu , saat
membuat pengembangan pesan, anda perlu menggunakan prinsip dan tahapan berikut ini :
6
a. Pesan adalah terjemahan dari tujuan komunikasi ke dalam ungkapan kata yang sesuai
untuk sasaran.
b. Pengembangan pesan memerlukan kemampuan ilmu komunikasi dan seni.
c. Menentukan posisi pesan (positioning), yaitu strategi komunikasi untuk memasuki
jendela otak konsumen agar produk/perilaku yang diperkenalkan mempunyai arti
tertentu. Contoh Posisi Pesan : 1) Posyandu Menjaga Anak Sehat Tetap Sehat 2)
Pokoknya Pake Garam Beryodium agar anak Pintar 3) Gaya Hidup Sehat Bikin Kamu
Tampil Beda 4) Dengan PIN Anak Indonesia Bebas Polio
d. Buatlah konsep pesan yang jelas, spesifik, positif, menarik perhatian, berorientasi pada
tindakan dan cocok dengan sasaran. STRUKTUR PESAN sebaiknya menggunakan
RUMUS AIDCAA 1) ATTENTION (perhatian) 2) INTEREST (minat) 3) DESIRE
(kebutuhan/keinginan) 4) CONVICTION (rasa percaya) 5) ACTION (tindakan) 6)
APPROACH (pendekatan)
1) Command attention, kembangkan satu ide atau pesan yang menarik perhatian dan
mudah diingat.
2) Clarify the message, buat pesan mudah, sederhana dan jelas.
3) Create trust, pesan harus dapat dipercaya.
4) Communicate a benefit, komunikasikan keuntungan melakukan tindakan.
5) Consistency, pesan harus konsisten yang artinya sampaikan satu pesan utama di media
apa saja secara berulang kali baik TV, radio, poster, stiker
6) Cater to the heart and head, pesan harus bisa menyentuh akal dan rasa. Menyentuh
nilai-nilai emosi dan kebutuhan nyata.
7) Call to action, pesan harus mendorong sasaran untuk bertindak Trik-trik media untuk
menarik
7
1986, dalam Hadis, 2006).
Heward (2003) mendefinisikan ABK sebagai anak dengan karakteristik khusus
yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidak
mampuan mental, emosi , atau fisik. Definisi tentang anak berkebutuhan khusus juga
diberikan oleh Suran dan Rizzo (dalam Semiawan dan Mangunson,2010) ABK adalah
anak yang secara signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang penting dari fungsi
kemanusiaannya. Mereka yang secara fisik, psikologis, kognitif, atau sosial terlambat
dalam mencapai tujuan-tujuan atau kebutuhan dan potensinya secara maksimal,
meliputi mereka yang tuli, buta, gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental,
gangguan emosional, juga anak-anak berbakat dengan inteligensi tinggi termasuk
kedalam kategori anak berkebutuhan khusus karena memerlukan penanganan dari
tenaga profesional terlatih. Mangunsong (2009), menyebutkan penyimpangan yang
menyebabkan ABK berbeda terletak pada perbedaan ciri mental, kemampuan sensori,
fisik dan neuromoskuler, perilaku sosial dan emoional, kemampuan berkomunikasi,
maupun kombinasi dua atau tiga dari hal-hal tersebut.
Berdasarkan beberapa definisi yang telah diberikan oleh para tokoh di atas,
ABK dapat didefinisikan sebagai individu yang memiliki karakteristik fisik, intelektual,
maupun emosional, di atas atau di bawah rata-rata inividu pada umumnya.
Menurut Mais (2016),bentuk atau tampilan media pembelajarannya sendiri dapat berupa:
Bentuk dan tampilan media pembelajaran sedapat mungkin dari yang nyata sampai yang
abstrak, sebagai contoh:
8
1. Benda asli
2. Model (benda tiruan)
3. Benda tiga dimensi
4. Foto
5. Gambar
6. Skema (sketsa)
7. Tulisan
8. Suara dan lain-lain
Perencanaan
1. Kriteria Umum
a. Segi edukatif
Segi edukatif berarti bahwa media pembelajaran harus sesuai dengan kurikulum yang
berlaku, yang harus mengacu kepada kompetensi yang diharapkan, materi, metode
pembelajaran dan sesuai dengan jenis, jenjang dan satuan pendidikan serta tingkat
perkembangan anak (Mais 2016).
b. Segi teknis
Segi teknis meliputi kebenaran media (validity), ketepatan ukuran media, ketelitian media,
keamanan dan kemudahan penggunaan, keawetan dan ketahanan serta kejelasan panduan
(Mais 2016).
c. Segi estetika
Segi estetika menyangkut bentuk dan warna. Bentuk dan warna yang menarik dan estetik
(indah) akan dapat menjadi daya tarik bagi peserta didik (Mais 2016).
d. Efektivitas dan efisiensi
Media pembelajaran yang efektif dan efisien adalah apabila penggunaan media
pembelajaran tersebut dapat menghemat waktu, tenaga dan tepat mencapai sasaran atau
tujuan (Mais 2016).
2. Kriteria Khusus
Kriteria khusus adalah kriteria yang dituangkan dalam bentuk spesifikasi media yang
biasanya meliputi bentuk, ukuran, bahan, dan warna dari media pembelajaran tersebut yang
disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik (Mais 2016).
9
Secara umum langkah-langkah dalam merencanakan pembuatan media untuk anak
berkebutuhan khusus baik di sekolah luar biasa atau khusus maupun sekolah inklusif
adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi karakteristik dan kebutuhan siswa.
2. Perumusan tujuan pembelajaran (instructional objective).
3. Perumusan butir-butir materi yang terperinci.
4. Mengembangkan alat pengukur keberhasilan.
5. Menuliskan media.
6. Merumuskan instrumen dan tes serta revisi (Budianto, dkk: 2009).
Menurut Mais (2016), tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan
atau tidak berfungsinya indera penglihatan. Tunanetra memiliki keterbatasan dalam penglihatan
antara lain:
a. Tidak dapat melihat gerakan tangan pada jarak kurang dari 1 meter.
b. Ketajaman penglihatan 20/200 kaki yaitu ketajaman yang mampu melihat suatu benda
pada jarak 20 kaki.
c. Bidang penglihatannya tidak lebih luas dari 20o (Heward & Orlansky, 1988: 296).
Menurut Mais (2016), tunanetra berdasarkan kemampuan daya penglihatan antara lain:
a. Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki hambatan
dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program
pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang menggunakan fungsi
penglihatan.
b. Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang kehilangan sebagian daya
penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan
biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.
c. Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.
Dari karakteristik tunanetra tersebut di atas, tunanetra memiliki beberapa keterbatasan antara
lain:
10
2. Keterbatasan dalam berinteraksi dengan lingkungan khususnya lingkungan yang
baru.
Menurut Mais (2016), alat atau media yang dibutuhkan oleh anak tunanetra antara lain:
Alat pendidikan khusus anak tunanetra antara lain pada gambar berikut ini:
a. Reglet plastik kecil dan pena b. Reglet stainless kecil dan pena
11
h. Papan baca dan tulis Braille (Braille text)
g. Kertas Braille
Alat pendidikan untuk alat bantu auditif antara lain pada gambar berikut ini:
Reader
12
3. Alat Peraga Taktual
Alat peraga taktual yaitu alat peraga yang dapat diamati melalui perabaan seperti pada gambar-
gambar berikut ini:
a. Benda asli : makanan, minuman, binatang peliharaan (kucing, ayam, ikan hias), tubuh anak itu
sendiri, tumbuhan/tanaman, alat elektronik, kaset, dan sebagainya.
a. Torso anatomi tubuh manusia Alat Peraga KESPRO
b. Snellen chart
a. Ishihara test
4. Alat atau media yang dubutuhkan oleh anak tunanetra antara lain:
13
1. Alat Bantu Visual Non Optik
a. Kertas bergaris tebal
c. Metal writting guide kit
2. Alat Peraga
a. Gambar-gambar yang diperbesar.
b. Benda asli; makanan, minuman, binatang peliharaan (kucing, ayam, ikan hias, dsb),
anggota tubuh anak itu sendiri, tumbuhan (tanaman), elektronik, kaset.
c. Benda asli yang diawetkan; binatang liar (buas) atau yang sulit di dapatkan.
d. Benda asli yang dikeringkan (herbarium, insektarium).
2.5.2. Tunarungu
Secara fisik anak tunarungu tidak berbeda dengan anak dengar pada umumnya. Orang akan
mengetahui bahwa anak penyandang ketunarunguan pada saat berbicara tanpa suara atau dengan
suara yang kurang atau tidak jelas artikulasinya atau bahkan tidak berbicara sama sekali, mereka
hanya berisyarat. Ketunarunguan yang berdampak kepada kemiskinan bahasa dan hambatan dalam
berkomunikasi, dianggap menyulitkan orang lain termasuk dalam layanan pendidikannya. Hal ini dapat
dibuktikan terutama di Indonesia, hingga kini layanan pendidikan bagi anak tunarungu sebagian
besar bersifat segregatif, yaitu pelayanan pendidikan bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus yang
terpisah dari satuan pendidikan pada umumnya. Wujud dari pendidikan segregatif ini adalah yang
lazim dikenal Sekolah Khusus (SKh) atau Sekolah Luar Biasa (SLB) (Mais 2016).
Sistem segregatif ini baik, jika hanya untuk kepentingan pembelajaran, namun jika sampai
kepada layanan pendidikan, segregatif tentu saja akan merugikan anak. Mereka akan kehilangan
haknya untuk belajar, bersosialisasi dan berkomunikasi dengan teman sebayanya yang mendengar.
Sistem pendidikan segregatif (SKh) sangat tidak membantu perkembangan sosialitas peserta didik.
Sehingga tetap sulit bagi anak khusus, khususnya anak tunarungu yang sudah tamat dari SKh untuk
dapat diterima sebagai anggota masyarakat. Hal ini merupakan akibat dari adanya penyederhanaan
strategi pembelajaran yang tidak memperhitungkan bahwa pergaulan antar peserta didik dalam
komunitasnya merupakan bentuk proses pembelajaran natural yang seharusnya tidak boleh diabaikan
(Mais 2016).
14
Berdasarkan tingkat kerusakan atau kehilangan kemampuan mendengar percakapan (bicara)
orang digolongkan dalam 5 kelompok, yaitu:
a. Sangat ringan: 27 – 40 dB
b. Ringan: 41 – 55 dB
c. Sedang: 56 – 70 dB
d. Berat: 71 – 90 dB
e. Ekstrim: 91 dB ke atas tuli
Karakteristik Ketunarunguan
1. Kemampuan verbal (verbal IQ) anak tunarungu lebih rendah dibandingkan kemampuan verbal anak
mendengar.
2. Namun kemampuan IQ anak tunarungu sama dengan anak mendengar.
3. Daya ingat jangka pendek anak tunarungu lebih rendah daripada anak mendengar terutama
pada informasi yang bersifat suksesif atau berurutan.
4. Namun pada informasi serempak antara anak tunarungu dan anak mendengar tidak ada
perbedaan.
5. Daya ingat jangka panjang hampir tidak ada perbedaan, walaupun prestasi akhir biasanya tetap
lebih rendah.
Sarana Pendidikan
Kebutuhan minimal alat kebutuhan khusus di Sekolah Luar Biasa untuk anak-anak
tunarungu antara lain:
15
a.Audiometer
Yaitu alat penelitian yang dapat mengukur segala aspek dari pendengaran seseorang. Dengan
audiometer dapat dibuat sebuah audigram yang dapat memberitahukan angka dari sisa
pendengaran anak (Mais 2016).
Dengan mempergunakan alat bantu dengar (hearing aid) perorangan dan alat bantu
dengan (group hearing aid) kelompok, anak-anak tunarungu diberikan latihan
mendengar. Latihan-latihan tersebut dapat diberikan secara individual atau secara kelompok
(Mais 2016).
c. Cermin
Untuk memberikan contoh-contoh ucapan dengan artikulasi yang baik diperlukan sebuah
cermin. Dengan bantuan cermin kita dapat menyadarkan anak terhadap posisi bicara yang kurang
tepat. Dengan bantuan cermin kita dapat mengucapkan beberapa contoh konsonan, vokal dan
kata-kata atau kalimat dengan baik (Mais 2016).
16
2. Alat Bantu Wicara (Speech Trainer)
Speech trainer ialah sebuah alat elektronik terdiri dari amplifaecr,headphone dan
microphone.Gunanya untuk memberikan latihan bicara individual. Bagi yang masih
mempunyai sisa pendengaran cukup banyak akan sangat membantu pembentukan ucapannya.
Bagi yang sisa pendengarannya sedikit akan membantu dalam pembentukan suara dan irama
3. Alat Peraga
a. Kartu kalimat
c. Kartu kata
17
2.5.3. Tunagrahita
1. Meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Sub- average), yaitu IQ 84 ke bawah
berdasarkan tes.
2. Muncul sebelum usia 16 tahun.
3. Menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif.
Menurut Mais (2016), sedangkan pengertian tunagrahita menurut Japan League for Mentally
Retarded sebagai berikut:
18
5. Pembelajaran dilakukan dengan mempertimbangkan aspek psikologis dalam hal
menyikapi usia kronologis dan aspek kognitif dalam menyikapi hal usia mental.
6. Pembelajaran tidak menitikberatkan pada aspek akademis melainkan pada kemampuan
kemandirian dalam mengurus dan merawat diri, berinteraksi dengan lingkungan dan
keterampilan sebagai modal untuk mencari penghidupannya kelak.
Alat atau media yang dubutuhkan oleh anak tunagrahita antara lain:
19
3. Latihan Bina Diri
20
4. Alat Pengajaran Bahasa
1.
a. Alphabet Loweincase a. Pias Kata
a. Pias Kalimat
b. Alphabet Fibre Box
2.5.4. Tunadaksa
Tunadakasa berasal dari kata “ tuna “ yang berarti rugi (kurang) dan “daksa“ berarti tubuh.
Dalam banyak literitur cacat tubuh atau kerusakan tubuh tidak terlepas dari pembahasan tentang
kesehatan sehingga sering dijumpai judul “Physical and Health Impairments“ kerusakan atau
gangguan fisik dan kesehatan. Hal ini disebabkan karena seringkali terdapat gangguan kesehatan.
Sebagai contoh, otak adalah pusat kontrol seluruh tubuh manusia. Apabila ada sesuatu yang salah
pada otak (luka atau infeksi), dapat mengakibatkan sesuatu pada fisik atau tubuh, pada emosi atau
terhadap fungsi-fungsi mental, luka yang terjadi pada bagian otak baik sebelum, pada saat, maupun
sesudah kelahiran, menyebabkan retardasi dari mental (tunagrahita). Pada dasarnya kelainan pada
anak tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu (1) kelainan pada sistem
serebral (Cerebral System), dan (2) kelainan pada sistem otot dan rangka (Musculus Skeletal
System) (Mais 2016).
Ditinjau dari aspek psikologis, anak tunadaksa cenderung merasa malu, rendah diri dan
sensitif, memisahkan diri dari lingkungan. Disamping karakteristik tersebut terdapat
beberapa problema penyerta bagi anak tunadaksa antara lain:
1. Kelainan perkembangan (intelektual)
2. Ganguan pendengaran
3. Gangguan penglihatan
4. Gangguan taktik dan kinestetik
5. Gangguan pesepsi
6. Gangguan emosi
Anak tunadaksa pada dasarnya sama dengan anak-anak normal lainnya. Kesamaan tersebut
dapat dilihat dari fisik dan psiko-sosial. Dari segi fisik, mereka dapat makan, minum, dan
kebutuhan yang tidak dapat ditunda dalam beberapa menit yaitu bernafas. Sedangkan dari aspek
psiko-sosial, mereka memerlukan rasa aman dalam beraktivitas, perlu afiliasi, butuh kasih sayang
dari orang lain, diterima dan perlu pendidikan (Mais 2016).
Optimalisasi pendidikan bagi tunadaksa harus mengacu pada:
1. Rehabilitasi medis (terapis) yang bersifat promotif, preventif dan kuratif.
2. Rehabilitasi sosial yang berorientasi pada pembangunan mental dan pemberian motivasi untuk
menyikapi kondisi yang dihadapi dan implikasinya dalam kehidupan.
3. Melakukan bimbingan dan konseling terhadap bakat, minat dan kemampuan yang dimiliki anak
tunadaksa.
Alat atau Media Pembelajaran
Alat atau media pembelajaran yang dubutuhkan oleh anak tunadaksa antara lain:
a. Reflex hammer ゅpalu untuk mengukur a. Postur evaluation set (mengukur
22
2.5.5. Tunalaras
Anak tunalaras, yang dimaksud disini adalah anak yang mengalami hambatan atau
kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosial, bertingkah laku menyimpang dari
norma-norma yang berlaku dan dalam kehidupan sehari-hari sering disebut anak nakal sehingga
dapat meresahkan (mengganggu) lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Jenis Gangguan atau Hambatan
1. Gangguan Emosi
Anak tunalaras yang mengalami hambatan atau gangguan emosi terwujud dalam tiga jenis
perbuatan, yaitu: senang-sedih, lambat cepat marah, dan releks-tertekan. Secara umum emosinya
menunjukkan sedih, cepattersinggung atau marah, rasa tertekandan merasa cemas. Gangguan
atau hambatan terutama tertuju pada keadaan dalam dirinya. Macam-macam gejala hambatan
emosi, yaitu:
a. Gentar, yaitu suatu reaksi terhadap suatu ancaman yang tidak disadari, misalnya ketakutan yang
kurang jelas obyeknya.
b. Takut, yaitu rekasi kurang senang terhadap macam benda, mahluk, keadaan atau waktu tertentu.
Pada umumnya anak merasa takut terhadap hantu, monyet, tengkorak, dan sebagainya.
c. Gugup nervous, yaitu rasa cemas yang tampak dalam perbuatan-perbuatan aneh. Gerakan pada
mulut seperti meyedot jari, gigit jari dan menjulurkan lidah. Gerakan aneh sekitar hidung, seperti
mencukil hidung, mengusap-usap atau menghisutkan hidung. Gerakan sekitar jari seperti mencukil
d. kuku, melilit-lilit tangan atau mengepalkan jari. Gerakan sekitar rambut seperti, mengusap-usap
rambut, mencabuti atau mencakar rambut. Demikian pula gerakan-gerakan seperti menggosok-
menggosok, mengedip-ngedip mata dan mengrinyitkan muka, dan sebagainya.
e. Sikap iri hati yang selalu merasa kurang senang apabila orang lain memperoleh keuntungan dan
kebahagiaan.
f. Perusak, yaitu memperlakukan bedan-benda di sekitarnya menjadi hancur dan tidak berfungsi.
g. Malu, yaitu sikap yang kurang matang dalam menghadapi tuntunan kehidupan. Mereka kurang
berang menghadapi kenyataan pergaulan.
h. Rendah diri, yaitu sering minder yang mengakibatkan tindakannya melanggar hukum karena
perasaan tertekan.
i. Gangguan Sosial
j. Gangguan atau merasa kurang senang menghadapi pergaulan. Mereka tidak dapat menyesuaikan
diri dengan tuntutan hidup bergaul. Gejala-gejala perbuatan itu adalah seperti sikap bermusuhan,
agresip, bercakap kasar, menyakiti hati orang lain, keras kepala, menentang menghina orang lain,
berkelahi, merusak milik orang lain dan sebagainya. Perbuatan mereka terutama sangat
mengganggu ketenteraman dan kebahagiaan orang lain.
23
k. Beberapa data tentang anak tunalaras dengan gangguan sosial antara lain adalah:
l. Mereka datang dari keluarga pecah (broken home) atau yang sering kena marah karena kurang
diterima oleh keluarganya.
m. Biasa dari kelas sosial rendah berdasarkan kelas-kelas sosial.
n. Anak yang mengalami konflik kebudayaan yaitu, perbedaan
o. pandangan hidup antara kehidupan sekolah dan kebiasaan
p. pada keluarga.
q. Anak berkecerdasan rendah atau yang kurang dapat mengikuti kemajuan pelajaran sekolah.
r. Pengaruh dari kawan sekelompok yang tingkah lakunya tercela dalam masyarakat.
s. Dari keluarga miskin.
t. Dari keluarga yang kurang harmonis sehingga hubungan kasih sayang dan batin umumnya
bersifat perkara.
Alat atau Media Pembelajaran
masalah)
24
2.5.1. Berkesulitan dan Lamban Belajar
Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas, diantaranya: (1) learning
disorder; (2) learning disfunction; (3) underachiever; (4) slower learner, dan (5) learning
diasbilities. Di bawah ini akan diuraikan dari masing-masing pengertian tersebut. Learning
Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu
karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan
belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat
oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya
lebih rendah dari potensi yang dimilikinya.
Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan
sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut
gerakan lemah-gemulai.
Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa
tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan
adanya subnormalitas mental, gangguan alat pria, atau gangguan psikologis lainnya.
Contoh: siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok
menjadi atlet bola voli, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola voli, maka dia tidak
dapat menguasai permainan voli dengan baik.
Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi
intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah.
Contoh: siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan
tergolong sangat unggul (IQ= 130–140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau
malah sangat rendah.
Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar,
sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang
memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
2.5.6. Autis
Autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadipada anak yang mengalami kondisi
menutup diri. Gangguan ini mengakibatkan anak mengalami keterbatasan dari segi komunikasi,
interaksi sosial, dan perilaku “Sumber dari Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Austistik”.
(American Psychiatic Association 2000).
25
Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang bersifat pervasive
(inco) yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan gangguan interaksi
sosial (Mardiyatmi, 2000).
26
2. Media untuk Anak Autis
a. Media pembelajaran di bidang akademik
Reading Tracker
Marland (1972 dalam Gallagher, l985) menyatakan bahwa anak-anak berbakat ialah mereka yang
diidentifikasi oleh ahli sebagai anak yang mempunyai potensi dan prestasi unggul. Sifat
multidimensional keberbakatan dikemukakan oleh Renzuli (1979) melalui teorinya yang disebut
“Three Dimensional Model” atau Three-Ring Conception tentang keberbakatan. Menurut
Renzulli keberbakatan mencakup tiga dimensi yang saling berkaitan, yaitu kecakapan diatas
rata-rata, kreativitas dan komitment pada tugas.
27
Alat atau media pembelajaran untuk anak berbakat adalah :
1. Alat assesmen
a. Test intelegensi WISC-R
b. Test intelegensi Stanford Binet
c. Cognitive Ability Test
d. Differential Aptitude Test
2. Sarana sebagai sumber belajar
a. Buku-buku perpustakaan
b.Internet/ICT (komputer)
c. CD, VCD, DVD, OHP
d.Kaset Rekaman
e. Slide Proyektor, LCD
e. Laboratorium
28
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan
atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik itu melalui media cetak,
elektronik dan media luar luar ruang, sehingga sasaran dapat meningkat pengetahuannya yang
akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya ke arah positif terhadap kesehatannya. Namun,
pada anak berkebutuhan khusus media yang digunakan berbeda beda sesuai dengan
karakteristik anak berkebutuhan khusus.
Ruang lingkup media pembelajaran segregatif atau inklusif sebaiknya mencakup semua
jenis media pembelajaran untuk semua peserta didik termasuk didalamnya anak berkebutuhan
khusus, seperti; tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, tunawicara,
tunaganda, HIV/AIDS, gifeted, talented, kesulitan belajar, lamban belajar, autis, korban
penyalahgunaan narkoba, indigo, dan lain sebagainya (Mais 2016).
Menurut Mais (2016),bentuk atau tampilan media pembelajarannya sendiri dapat berupa:
3.2.Saran
1. Petugas pelayanan kesehatan diharapkan dapat memberikan promosi kesehatan sesuai
dengan karakteristik anak dengan berkebutuhan khusus.
2. Sebagai tenaga kesehatan khususnya seorang bidan, kita harus bisa berpartisipasi untuk
turun secara langsung dan melihat bagaimana keadaan anak yang berkebutuhan khusus
dan harus belajar untuk memberikan pelayanan dan memfasilitasi anak- anak yang
berkebutuhan khusus.
29
DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar S. 2010. Meyakinkan Validitas Data Melalui Triangulasi pada. Penelitian KualitatifHallan
dan Kauffman 1986
30
31