Anda di halaman 1dari 23

Tugas MK : Etika dan Hukum Kesehatan

Dosen : Prof. Farida Patintingi, SH, M.Hum

Masalah Moral, Etika Dan


Penyelesaian Masalah Hukum Dalam
menjalankan profesi keperawatan

Oleh:

ANDI SULFIKAR R0121821001

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Keperawatan berpandangan bahwa manusia dan kemanusiaan


merupakan titik sentral setiap upaya pembangunan dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Bertolak dari pandangan ini maka disusunlah paradigma keperawatan
yang terdiri atas empat konsep dasar yang meliputi yaitu manusia,
lingkungan, kesehatan, dan keperawatan (Dalami, Rochima, & Suryani,
2015)
Selanjutnya Keperawatan seperti yang tercantum dalam UU
Keperawatan No 38 tahun 2014 adalah suatu kegiatan pemberian
asuhan kepada individu, kelompok atau masyarakat baik dalam
keadaan sakit maupun sehat. Sedangkan Asuhan Keperawatan adalah
rangkaian interaksi perawat dengan klien dan lingkungannya untuk
mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian klien dalam
merawat klien (Dalami, Rochima, & Suryani, 2015)
Terlepas dari semua itu profesi perawat saat ini masih banyak
diminati oleh masyarakat sebagai tenaga kesehatan profesional yang
berkompeten dibidangnya. Perawat merupakan posisi yang vital selain
dokter dalam dunia pelayanan kesehatan sehingga membutuhkan
pengetahuan, rasa tanggung jawab yang tinggi serta ketrampilan teknis
dengan berpedoman pada filsafat moral yang diyakini yaitu etika profesi
karena dalam menjalankan profesinya, perawat dituntut untuk
memahami dan menerapkan kode etik keperawatan yang mengatur
hubungannya dengan dirinya sendiri, rekan kerja, klien maupun
masyarakat pada umumnya (Indar, 2014).
Masyarakat menganggap tugas ini sangat mulia sehingga perawat
tidak bisa dilepaskan dari kode etik keperawatan dimanapun dia bekerja
seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Keperawatan No. 38
tahun 2014 pasal 2 tentang praktik keperawatan yang menjadi landasan
para perawat dalam melakukan praktik keperawatan. Asas yang harus
diterapkan dalam praktik keperawatan yaitu perikemanusiaan, nilai
ilmiah, etika dan profesionalitas, manfaat keadilan, perlindungan dan
kesehatan serta keselamatan klien (Indar, 2014).
Dalam penerapan praktik keperawatan, perawat dihadapkan pada
suatu situasi untuk mengidentifikasi sejauh mana kebutuhan dasar
seseorang tidak terpenuhi dan berbagai upaya untuk membantu klien
dalam memenuhi kebutuhan dasar yang dikenal dengan proses
interaksi perawat-klien. Pada proses ini tidak menutup kemungkinan
banyak menimbulkan konflik antara kebutuhan klien dengan harapan
perawat dan falsafah keperawatannya. Munculnya kasus-kasus hukum
dalam bidang kesehatan merupakan indikasi bahwa kesadaran hukum
masyarakat semakin meningkat (Indar, 2014).
Semakin sadar masyarakat akan aturan hukum, maka akan semakin
tahu akan hak dan kewajibannya serta semakin luas pula suara-suara
yang menuntut agar hukum memainkan perannya dibidang kesehatan
(Triwono, 2012). Artinya adalah perawat harus mampu menghormati
nilai-nilai yang diyakini klien dan mampu menghargai hak klien sebagai
ndividu yang bermartabat dan unik. Karena pada kondisi tertentu Etika,
moral dan etiket menjadi sulit dibedakan sehingga seorang perawat
harus mampu memahami dan mengaplikasikan dengan baik dalam
pelayanan terhadap masyarakat pada umumnya.
Sebuah Kasus pelanggaran etik yang pernah terjadi di salah satu
Rumah Sakit di Negara bagian Amerika serikat sana yaitu Mount Sinai
Hospital USA, perawat lalai dalam melakukan tugasnya “keterlambatan
mendeteksi adanya kondisi apneu pada bayi”. Akibatnya, bayi
menderita kekurangan oksigen dalam waktu yang cukup lama sehingga
suplai oksigen ke otak menjadi berkurang dan kemudian menyebabkan
terjadinya cedera otak permanen dan cerebral palsy pada bayi tersebut
(Triwono, 2012). Selain itu, kasus contoh kasus pada pasien khususnya
yang dirawat di ruang instalasi gawat darurat yang telah dilakukan
penelitian sebelumnya dengan judul penelitian Dilema Etik dalam
merawat pasien terlantar yang menjelang ajal di IGD yang menyatakan
bahwa perawat IGD memiliki beban kerja yang lebih tinggi
dibandingkan dengan perawat yang bekerja diruangan lain yang
memunculkan bagaimana kepadatan pasien di instalasi gawat darurat
yang diupayakan keselamatannya serta mengancam juga bagian
privasinya sehingga membuat frustasi staff di IGD. Selain dari itu ada
istilah yang bernama End Of Life Care yang dimana dimaksud sebagai
dilema etik pada pemberian perawatan kepada pasien yang menjelang
ajal namun tidak memiliki indentitas dan tidak memiliki keluarga
sehingga menyebabkan seorang perawat yang bekerja di Instalasi
Gawat Darurat tidak fokus dalam memberikan pendampingan kepada
pasien (Ose, 2017)
Sikap profesional dari seorang perawat tidak terlepas dari
kemampuan untuk memahami dan berperilaku etik seperti yang telah
disepakati dalam etik profesi. Sesuatu yang telah menjadi kesepakatan
bersama sudah seharusnya dipatuhi oleh semua anggota profesi. Hal
inilah yang menjadikan etik keperawatan penting untuk diketahui dan
ditaati. Kode etik sekaligus mencegah kesalah-pahaman dan konfik
karena merupakan akar dari prilaku yang dianggap benar menurut
pendapat umum dan berdasarkan pertimbangan kepentingan profesi,
kode etik berisi prinsip-prinsip etik yang dianut oleh profesi tertentu
(Triwono, 2012).
Perawat secara terus menerus menyempurnakan pedoman profesi
keperawatan untuk memenuhi tantangan dalam asuhan keperawatan
yang semakin komplek. Etik dan hukum memiliki tujuan yang sama
yaitu mengatur tata tertib dan tentramnya pergaulan hidup dalam
masyarakat ini merupakan norma–norma, nilai–nilai atau pola tingkah
laku kelompok profesi tertentu dalam memberikan pelayanan jasa
kepada individu, keluarga dan kelompok masyarakat. Moral adalah
standar perilaku personal yang berkembang dari tingkah laku dalam
masyarakat. Moral merujuk pada standar personal terhadap salah atau
benar, juga sebagai standar tingkah laku dan nilai-nilai dimana kita
komitmen harus wajib melaksanakannya sebagai anggota masyarakat.
Nilai-nilai dan keyakinan, keagamaan dan budaya membentuk pikran
dan tindakan moral seseorang (Fitria et all, 2010). Untuk itu penulis
akan membahas tentang model penyelesaian dilemma moral dan etika
serta penyelesaian masalah hukum.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah bagaimana
model penyelesaian masalah/dilema moral dan etika, model
penyelesaian masalah hukum?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Untuk memahami dan menganalisa model penyelesaian
masalah/dilema moral dan etika, serta model penyelesaian masalah
hukum dalam menjalani profesi keperawatan
2. Tujuan khusus
a. Menjelaskan masalah etika, moral dalam keperawatan
b. Menjelaskan kode etik dan peradilan profesi keperawatan
c. Menjelaskan dasar hukum dalam keperawatan
D. Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat memberi referensi pada pembaca
mengenai model penyelesaian dilema moral, etika serta model
penyelesaian masalah hukum dalam keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Etika
Etika yang dalam berasal inggris ethich adalah istilah yang muncul
dari Aristoteles, berasal dari kata Yunani ethos yang berate adat, budi
pekerti. Dalam filsafat, pengertian etika adalah telaah dan penilaian
kelakuan manusia di tinjau dari kesusilaannya. Kesusilaan yang baik
merupakan ukuran kesusilaan yang disusun bagi diri seseorang atau
merupakan kumpulan keharusan, kumpulan kewajiban yang
dibutuhkan oleh masyarakat atau golongan masyarakat tertentu dari
anggota-anggotanya. Kesusilaan biasanya didasarkan pada hal
tertentu, misalnya pada agama atau kesejahteraan atau kemakmuran
Negara (Indar, 2014).
Etika adalah usaha manusia dalam memakai akal budi dan daya
pikirnya untuk memecahkan masalah hidup atau untuk suatu upaya
agar menjadi baik. Terdapat empat alasan pada saat sekarang ini etika
di perlukan yaitu :
a. Mayoritas semakin pluralistik termaksud dalam hal moralitas.
Norma moral sendiri sering di perdebatkan misalnya dalam bidang
etika seksual, hubungan anak dan orang tua, kewajiban terhadap
Negara, etika santun dalam pergaulan, dan penilaian terhadap
harga nyawa manusia.
b. Dalam masa transformasi masyarakat yang tanpa tanding di bawa
gelombang modernisasi. Dalam transformasi masyarakat yang
tanpa tanding dalam situasi seperti ini etika dapat membantu agar
kita tidak kehilangan orientasi, serta dapat membedakan antara apa
saja yang hakiki dan apa yang berubah. Diharapkan kita telah
sanggup untuk mengambil sikap yang dapat kita
pertanggungjawabkan.
c. Proses perubahan sosial budaya dan moral yang tengah dialami ini,
dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk memancing dalam air
keruh. Mereka menawarkan ideologinya sebagai obat penyelamat.
Etika dapat membantu kita sanggup untuk menghadapi ideologi-
ideologi tersebut dengan kritis dan obyektif untuk membentuk
penilaian sendiri, agar kita todak mudah terpancing. Etika juga
membentu kita agar tidak naïf dan ektrim.
d. Etika juga di perlukan oleh kaum agama, yang satu pihak
menemukan dasar kemantapan mereka dalam iman kepercayaan
mereka, serta ingin sekaligus berpartisipasi tanpa rasa takut, dan
dengan tidak menutup diri dalam semua dimensi kehidupan
masyarakat yang sedang berubah itu.
Etika secara umum dapat di bagi menjadi etika umum dan etika
khusus. Etika umum berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar
bagaimana manusia bertindak secara etis, teori-teori etika dan prinsip-
prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam
bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu
tindakan tercermin kebebasan dan tanggung jawab, hati nurasi, hak
kewajiban, beberapa keutamaan seperti kejujuran, berbuat baik,
keadilan, dan hormat terhadap diri sendiri. Etika umum dapat di
analogikan dengan ilmu pengetahuan yang membahas mengenai
pengertian umum dan teori-teori.
Etika khusus adalah penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam
bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini biasa berwujud
bagaimana seseorang mengambil keputusan dan bertindak dalam
bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang di lakukannya, yang
didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun,
penerapan ini dapat terwujud seseorang menilai pribadinya sendiri dan
orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang di
latarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak
etis. Etika khusus juga disebut etika terapan.
Etika khusus dapat dibagi dua yaitu etika individual dan etika sosial.
Etika individu menyangkut kewajiba dan sikap manusia terhadap dirinya
sendiri. Etika sosial berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola
perilaku manusia sebagai anggota masyarakat. Etika sosial juga
meliputi etika keluarga, etika gender, etika profesi, etika politik, etika
lingkungan (Indar, 2014).
Dari sistematika di atas Banning membagi etika di atas etika
individual dan etika sosial, sedang Langeveld membedakan etika atas
etika deskriptif dan etikan normatif (Indar, 2017).
a. Etika deskriptif
Etika deskriptif membahas mengenai fakta apa adanya yaitu
mengenai nilai dan pola perilaku manusia sebagai suatu fakta
dengan situasi dan realitas konkrit yang membudaya. Jadi etika
deskriptif berbicara tentang sikap dalam menghadapi hidup ini,
tentang kondisi-kondisi yang memungkinkan bertindak secara etis
(Indar, 2017).
b. Etika normatif
Berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku yang
seharusnya dimilki manusia, atau apa yang seharusnya di jalani
manusia, dan apa yang diambil untuk mencapai apa yang bernilai
dalam hidup ini. Etika normatif berbicara mengenai norma-norma
yang menuntun tingkah laku manusia, serta memberi penilaian dan
himbauan kepada manusia untuk bertindak sebagaimana
seharusnya berdasarkan norma-norma. Ia menghimbau manusia
untuk bertindak yang baik dan menghindari yang jelek (Indar,
2017).
Berdasarkan sistematika etika terlihat bahwa etika keperawatan
termasuk etika kesehatan yang merupakan bagian dari etika profesi,
sedangkan etika profesi termasuk dalam rumpun etika etika sosial
(Indar, 2014).
Menurut (Indar, 2014) Titik sentral etika adalah penilai terhadap hal-
hal yang di setujui dan yang tidak di setujui. Daya cakup terhadap titik
sentral itu antara lain :
1. Apa yang benar dan apa yang salah
2. Apa yang merupakan kebaikan dan apa yang merupakan
keburukan
3. Apa yang merupakan kebajikan ada apa yang merupakan
kejahatan.
4. Apa yang dikehendaki dan apa yang di tolak.
Dalam keadaan normal, apa yang benar merupakan kebaikan,
kebajikan dan dikehendaki. Sedangkan apa yang salah merupakan
keburukan, kejahatan dan di tolak. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa etika paling sedikit mengarah pada analisis psikologis atau
sosiologis untuk menjelaskan perihal tolak ukur penilaian yang
dipergunakan. Sekaligus merekomendir sikap tindak atau perilaku
(Indar, 2014).
Sikap tunduk dan perilaku tenaga keperawatan juga berkaitan
dengan sikap etis yang mengadung arti (1) ajaran tentang baik buruk
yang di terima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak,
budi pekerti, susila (2) kondisi mental yang membuat orang tetap
berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin dan sebagainya, isi hati
atau kedua perasaan sebagaimana terungkap dalam perbuatan (3)
ajaran kesusilaan yang dapat di tarik dari suatu cerita (Indar, 2014).
B. Moral
Dalam dimensi dan perpektif yang lebih luas etika sama dengan
“filsafat moral”. Sebagai filsafat moral, etika juga bermakna studi atau
disiplin ilmu mengenai keputusan diterima atau tidaknya suatu perilaku
atau tindakan, apakah suatu perilaku atau tindakan itu benar atau salah,
baik atau buruk. Dari hakikat konseptual, philoshopy berasal dari
bahasa Yunani yaitu philia yang berarti cinta atau persahabatan dan
shopia yang berarti kebijaksanaan. Jadi secara etimologi filsafat
(philoshopy) berarti cinta dan kebijaksanaan (Indar, 2014).
Moral berasal dari bahasa latin Mores berarti kesusilaan, tabiat
atau kelakuaan. Dengan demikian moral dapat di katakan sebagai
ajaran kesusilaan (Indar, 2017).
Moral adalah nilai di dalam diri manusia yang mewarnai
perilakunya, yang di dukung oleh masyarakat. Moralitas adalah sistem
nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia.
Sistem nilai terkandung di dalam ajaran berbentuk petuah-petuah,
nasehat, wejangan, peraturan, perintah dan semacamnya yang di
wariskan secara turun temurun melalui agama tau kebudayaan tentang
bagaimana manusia harus hidup secara baik agar ia benar benar
menjadi manusia yang baik. Moralitas adalah tradisi kepercayaan,
dalam agama atau kebudayaan tentang perilaku yang baik dan buruk
(Indar, 2017).
Menurut Thiroux moralitas menyatakan bagaimana manusia
memperlakukan manusia atau makhluk lain untuk tujuan kesejahteran
dan perkembangan bersama, serta meningkatkna kreatifitas untuk
menegakan kebenaran dan kebaikan bersama. Dari batasan ini
ternyata bahwa dalam menetapkan nilai baik atau buruk secara moral,
penilaian itu harus di bebaskan dari kepentingan pribadi (self interest)
si penilai, serta harus ada kepentingan bersama di dalamnya (Indar,
2017).
Beauchamp menyebutkan beberapa tindakan yang tergolong
sebagai moralitas umum yakni :
1. Berkata benar (truth telling)
2. Penghormatan terhadap privasi orang lain (respect the privacy
of others)
3. Jaminan kerahasiaan informasi (protect confidential
information)
4. Permintaan persetujuan setiap tindakan pada orang lain
(obtain consent before invading another person’s body).
5. Dedikasi terhadap teman sejawat (be loyal to friend who return
the loyalty)
6. Dilarang membunuh (do not kill)
7. Jangan menyakiti (do not cause pain)
8. Jangan melakukan kekerasaan (do not cause offence)
9. Jang not an memandang rendah orang lain (do not
incapacitate)
10. Jangan menghambur-hamburkan harta benda (do not deprive
of goods).
11. Perlindungan dan mempertahankan hak-hak orang lain
(protect and defent the rights of others).
12. Tidak menimbulkan kerugian orang lain (prevent harm from
occurring to others).
13. Cegah kondisi yang merugikan orang lain (remove condition
that will cause harm to others).
14. Menolong orang lain yang tidak mampu (help person with
disabilities).
15. Menyelamatkan orang dari bahaya.
C. Etika Keperawatan
Perawat (nurse) berasal dari bahasa Latin yaitu kata nutrix yang
berate merawat atau memelihara. Kata ini pertama kali di gunakan
oleh Ellis dan Hartley (1984) ketika mereka menjelaskan pengertian
dasar perawat yaitu seseorang berperan dalam merawat atau
memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit,
cedera dan proses penuaan. Pengertian ini sudah tentu jauh
berbeda dengan fungsi dan peran perawat saat ini. Internasional
Council of Nurses (ICN) sebagai organisasi perawat sedunia
merumuskan pengertian perawat dari defenisi yang di kemukakan
oleh Virginia Hendersen dengan melihat sisi unik dari perawat yang
melakukan pengkajian pada individu sehat maupun sakit dimana
segala aktifitas yang dilakukan berguna untuk kesehatan ataupun
pemulihan kesehatan berdasarkan pengetahuan yang di miliki
(Indar, 2017).
Dalam menjalankan tugas profesional berupa pemberian
pelayanan kesehatan perawat harus mendengarkan hati nuraninya
terutama dalam menyeleksi dan menentukan mana yang baik dan
mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah untuk
dilakukan atau tidak dilakukan. Dalam konteks seperti inilah,
penerapan etika teoritis dengan perilaku dan kondisi praktis dan
aktual dari perawat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan,
tanpa disertai dengan niat suntuk mencari keuntungan semata-mata.
Dengan kata lain perawat menerapkan nilai-nilai dan atau norma-
norma moral dasar dalam menjalankan tugas profesionalnya yakni
memberikan pelayanan kesehatan (Indar, 2017).
Perawat dalam memberikan pelayanan senantiasa berlandaskan
pada etika keperawatan. Landasan etika dimaksudkan pedoman
tentang baik buruknya suatu tindakan yang berhubungan dengan
praktik keperawatan. Terdapat beberapa alasan mengapa
lansdasan etik di perlukan oleh perawat antara lain :
1. Transisi sifat pelayanan sdari vokasional menjadi profesional
yakni suatu pergeseran orientasi pelayanan keperawatan dari
pelayanan yang didasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi
keperawatan (Indar, 2017).
2. Transisi fokus keperawatan dari peran kuratif ke peran preventif
dan promotif, yaitu terjadi pergeseran fokus asuhan keperawatan
dari peran kuratif didominasi oleh dokter menjadi promotif dan
preventif yang mandiri tanpa mengabaikan peran kuratif dan
rehabilitatif (Indar, 2017).
3. Transisi fragmentasi keperawatan dari spesialisasi pelayanan
keperawatan ke bidang pelayanan keperawatan medikal bedah,
keperawatan anak, keperawatan meternitas, keperawatan jiwa,
keperawatan komunitas, keperawatan gerontik (Indar, 2017).
D. Peradilan profesi Keperawatan
Dalam menjelaskan tugas profesi kemungkinan terjadinya
penyimpangan terhadap pengalaman profesi. Untuk hal ini maka
diperlukan suatu lembaga yang bertugas menyelesaikan setiap
masalah yang berkaitan dengan pengalaman profesi. Peradilan profesi
kesehatan masih merupakan kajian baru di Indonesia, dimana berbagai
aspek yang menyangkut sistem, persiapan maupun pelaksanaannya
masih dalam pengembangan. Peradilan profesi diperlukan untuk
mendukung praktik profesional yang berkualitas dan memberikan
perlindungan bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan yang benar dan aman. Untuk menyelenggarakan suatu
peradilan profesi kesehatan, diperlukan suatu badan khusus atau
badan pertimbangan profesi (Indar, 2014).
Majelsi Kehormatan Etika Profesi (MKEP) sesungguhnya menjadi
menjadikan Undang-Undang No.18 Tahun 2002 tentang sistem
Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan IPTEK sebagai
landasan hukum dalam melakukan pemeriksaan dan memberikan
sanksi etik dan disiplin profesi kepada anggotanya yang di nilai telah
melanggar etik atau standar profesinya. Pasal 25 ayat (3) Undang-
Undang Sistem Penelitian, Pengembangan dan Penerapan IPTEK
No.19 Tahun 2002 menegaskan setiap organisasi profesi wajib
membentuk dewan kehormatan kode etik sesuai dengan ketentuan
pasal 12 ayat (2) menyatakan untuk menjamin tanggung jawab dan
akuntabilitas profesionalisme, organisasi profesi wajib menentukan
standar, persyaratan dan sertifikasi keahlian serta kode etik profesi
(Indar, 2014).
MKEP secara hukum bukanlah suatu badan peradilan akan tetapi
memilki sifat memeriksa dan memberi sanks sebagaimana suatu badan
peradilan. Karena itu dalam menjalankan tugasnya, MKEP tetapi harus
memenuhi kaidah-kaidah proseduran yang tidak bertentangan dengan
hak asasi manusia. MKEP haruslah merupakan badan yang
independen dan impartial (tidak memihak), proses pemeriksaan
haruslah fair dan terbuka (bagi masyarakat profesinya yang
bersangkutan), dilaksanakan dalam waktu yang wajar, dan mematuhi
asas praduga tak bersalah (Indar, 2014).
Pasal 24 ayat (1) jucto pasal 29 Undang-Undang No.36 tahun
2009 tentang kesehatan berkaitan dengan kewajiban dan perlindungan
tenaga kesehatan. Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Kesehatan No.
36 Tahun 2009 menyatakan terhadap tenaga kesehatan dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan harus memenuhi ketentuan
kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar
prosedur operasional. Sedangkan pasal 29 Undang-Undang
Kesehatan No.36 tahun 2009 menyebutkan tenaga kesehatan yang di
duga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian
tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi (Indar,
2014).
1. Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana
dimasud dalam ayai (1) di tentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga
Kesehatan.
2. Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, dan fungsi dan tata kerja
Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan ditetapkan Keputusan
President.
Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tantang kesehatan
menegaskan peranan perawat senagai salah satu jenis tenaga
kesehatan. Selama menjalankan tugasnya bermitra dengan dokter
kemungkinan melakukan kesalahan atau kelalaian. Jika terjadi hal
yang demikian, maka sudah tentu di perlukan suatu badan yang akan
memeriksa, mengadili, dan memutuskan adanya kesalahan atau
kelalaian yang di lakukan oleh perawat yang bersangkutan (Indar,
2014).
Dalam kaitan inilah untuk mendukung praktik profesional
keperawatan dalam memberikan perlindungan bagi masyarakat dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan
keperawatan yang benar dan aman. Untuk penyelenggaraan peradilan
profesi keperawatan sudah waktunya dibentuk suatu badan yang
berbentuk “Majelis” yang secara khusus menanganai pengaduan
pasien/klien yang merasa dirugikan oleh tenaga keperawatan di dalam
menjalankan tugas profesinya (Indar, 2014).
Untuk memberikan kepastian hukum perlindungan kepada
pasien/klien kepada perawat itu serta jaminan kemitraan dengan
tenaga kesehatan lainnya melalui Undang-Undang Praktik
Keperawatan. Dengan kehadiran Undang-Undang ini akan
memberikan landasan hukum tata cara penyelesaian jika timbul
masalah ketika perawat menjalankan praktiknya baik di pelayanan
kesehatan maupun praktik mandiri di masyarakat. Dari segi hukum
kesehatan, kehadiran undang-undang praktik keperawatan akan dapat
dipergunakan sebagai tolok ukur mengenai ada tidaknya suatu
kesalahan atau kelalaian terutama jika timbul tuntutan malpraktik. Dari
segi management resiko, ia dapat merupakan alat untuk mencegah
timbulnya atau mencegah terulangnya suatu resiko yang merugikan
yang dapat menimbulkan kasis malpraktik (Indar, 2014).
Hal lain yang perlu menjadi fokus perhatian adalah kode etik
keperawatan. Kode etik adalah aturan kesopanan dan atuiran kelakuan
dan sikap antara para anggotanya. Karena itu kode etik dapat
berfungsi melakukan pengawasan terhadap tingkah laku para anggota
profesi dari kode etik tersebut. Untuk melakukan pengawasan harus
ada sanksi bagi pelanggarnya, sedangkan pada kode etik keperawatan
tidak terdapat ketentuan sanksi hukum (Indar, 2014).
Sehubungan dengan penyelesaian perkara medik, Jaksa Agung
RI telah mengeluarkan surat No.B006/A-3/1/1982 dan R-00/A-
3/1/1982 kepada Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan
Negeri seluruh Indonesia yang isinya menekankan bahwa untuk
keseragaman penyelesaian masalah pelanggaran yang dilakukan oleh
para dokter, dokter gigi, ahli farmasi, tenaga medis, serta bidan apabila
terdapat yang menyangkut profesi kedokteran, dengan tetap segera
melaporkannya kepada kami, tidak langsung melakukan penuntutan
kesidang pengadilan, akan tetapi terlebih dahulu penilaian yang
seksama atas perbuatn tertuduh, dengan antara lain mengadakan
konsultasi dengan Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan
setempat, guna mendapatkan tambahan informasi yang berguna bagi
penyelesaian kasus setempat (Indar, 2014).
Disamping SK Jaksa Agung R.I di atas (SKB) terdapat surat
Keputusan Bersama antara Menteri Kesehatan R.I, Menteri
Kehakiman R.I, dan Menteri Jaksa Agung R.I, tahun 1982 yang
memberikan tanggung jawab pemerintah bila terjadi pelanggaran di
bidang kesehatan, dengan mendahulukan pemeriksaan etiknya oleh
organisasi profesi baru diteruskan ke pemeriksaan hukumnya bila
memang ternyata tidak saja melanggar etik tetapi juga melanggar
hukum. Secara skematis penanganan pelanggaran dalam bidang
pelayanan kesehatan sebagai berikut:

PELANGGARAN DALAM BIDANG KEPERAWATN

SKB 1982JA.
MENKEH.MENKES
ETIK

HUKUM
PPNI

PIDANA PERDATA ADMINISTRAS


I

PIDANA GUGATAN LAPORAN

MKEP
TUNTUTAN

PENGADILAN

TEGURAN TERTULIS DIKLAT KEPUTUSAN

MATI/KURUNGAN/
GANTI RUGI PENCABUTAN
PENJARA/DENDA
IZIN PRAKTIK

E. Dasar Hukum Keperawatan


Ellis dan Hartley mengungkapkan bahwa malpraktik merupakan
batasan yang spesifik dari kelalaian (negligence) yang ditujukan kepada
seseorang yang telah terlatih atau berpendidikan yang menunjukan
kinerjanya sesuai bidang tugas dan dan pekerjaanya. Terhadap
malprkatik dalam keperawatan maka malpraktik adalah suatu batasan
yang digunakan untuk menggambarkan kelalaian perawat dalam
melakukan kewajibannya (Indar, 2014).
Ada dua istilah yang sering dikaitkan secara bersamaan dalam
pengertian malpraktik yaitu kelalaian dan malpraktik itu sendiri.
Kelalaian merupakan suatu tindakan dibawah standar yang telah
ditetapkan oleh hukum guna melindungi orang lain yang bertentangan
dengan tindakan-tindakan yang tidak beralasan dan beresiko
melakukan kesalahan (Indar, 2014).
Menurut Hanafiah dan Amir (1999) Kelalaian adalah sikap yang
kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan
sikap hati-hati melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya
melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati tidak akan
melakukannya dalam situasi tersebut (Indar, 2014).
Dari pengertian di atas dapat dikatakn bahwa kelalaian lebih bersifat
ketidaksengajaan, kurang teliti, kurang hati-hati, acuh tak acuh,
sembrono, tidak peduli terhadap kepentingan orang lain, namun akibat
yang ditimbulkan memang bukanlah menjadi tujuannya. Kelalaian
bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, jika kelalaian itu
tidak sampai membawa kerugian atau cidera kepada orang lain dan
orang itu dapat menerimanya. Tetapi jika kelalaian itu mengakibatkan
kerugian materi, mencelakakan bahkan merenggut nyawa orang lain,
maka ini diklasifikasikan sebagai kelalaian berat (culpa lata), serius dan
criminal (Indar, 2014).
Pada prinsipnya malpraktik tidak sama dengan kelalaian. Malpraktik
,pelayanan dan standar pelayanan profesional. Malpraktik adalah
kegagalan seorang profesional (misalnya dokter atau perawat)
melakukan sesuai dengan standar profesi yang berlaku bagi seseorang
yang karena memiliki keterampilan dan pendidikan. Hal ini di pertegas
oleh Ellis dan Hartley bahwa malpraktek suatu batasan yang telah
terlatih secara khusus atau seseorang yang berpendidikan yang
ditampilkan dalam pekerjaanya. Oleh karena itu batasan malpraktek
ditujukan untuk menggambarkan kelalaian oleh perawat dalam
melakukan kewajibannya sebagai tenaga keperawatan. Kelalaian
memang termasuk dalam arti malpraktek tetapi di dalam malpraktek
tidak selalu harus ada unsur kelalaian (Indar, 2014).
Dengan demikian malpraktik lebih luas lingkupnya daripada
kelalaian. Karena selain mencakup arti kelalaian, istilah malpraktek pun
mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan sengaja (criminal
malpractice) dan melanggar undang-undang. Di dalam arti
kesengajaan tersirat ada motifnya (guilty mind) sehingga tuntunan
dapat bersifat perdata atau pidana. Dapat ditarik kesimpulan bahwa
yang dimaksud dengan malpraktik adalah melakukan suatu hal yang
seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan atau
tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan
kewajibannya (negligence) (Indar, 2014).
Untuk malpraktik dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang
dilanggar, yakni criminal malpractice, civil malpractice, administrative
malpractice.
1. Malpraktik hukum pidana (criminal malpractice)
Perbuatan seseorang dapat dimasukan dalam ketegori criminal
malpractice manakala perbuatan tersebut merupakan
kesengajaan, kelalaian, kecerobohan. criminal malpractice yang
bersifat sengaja misalnya melakukan euthanasia (pasal 344
KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis (pasal 299 KUHP).
criminal malpractice yang bersifat ceroboh misalnya melakukan
tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent.
criminal malpractice yang bersifat lalai misalnya kurang hati-hati
mengakibatkan luka, cacat (pasal 360 KUHP), atau meninggalnya
pasien (pasal 359 KUHP), sedangkan ketinggalan klem dalam perut
pasien saat melakukan operasi. Pertanggungjawaban di depan
hukum pada criminal malpractice adalah bersifat individual atau
personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain
atau kepada rumah sakit/ sarana kesehatan. (Indar, 2014).
2. Malpraktik hukum perdata (civil malpractice)
Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil
malpractice apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak
memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati
(ingkar janji). Tindakan tenaga kesehatan dapat dikategori civil
malpractice antara lain :
a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib
dilakukan.
b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan
tetapi terlambat melakukannya
c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannyawajib dilakukan
tetapi tidak sempurna
d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak
seharusnya di lakukan.
Selain bentuk pertanggungjawaban berdasarkan perjanjian
sebagaimana di kemukan diatas, tuntutan malpraktik dalam
dilakukan berdasarkan pasal 1365 KUHP perdata yang
menyatakan “tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa
kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena
salahnya menebitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut”
pasal 1366 KUHP yang berbunyi “setiap orang bertanggungjawab
tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatanya,
tetapi untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau
kurang hati-hati”, maupun pasal 1371 KUHP yaitu penyebab luka
atau cacat anggota badan atau kurang hati-hati”. Pertanggung
jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi
dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of
vicarious liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit/ sarana
kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang
dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga
kesehatan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas
kewajibannya (Indar, 2014).
3. Malpraktik hukum administrasi (administrative malpractice).
Tenaga perawat dikatakan telah melakukan administrative
malpractice manakala tenaga perawat tersebut telah melanggar
hukum administrasi. Ketentuan di bidang kesehatan, misalnya
tentang persyaratan bagi tenaga perawat untuk menjalankan
profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin praktek) batas kewenangan
serta kewajiban tenaga perawat. Apabila aturan tersebut dilanggar
maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan
melanggar hukum administrasi. Pasal 188 ayat (3) UU No. 36
Tahun 2009 tentang kesehatan sebagai berikut “Tenaga kesehatan
dan fasilitas pelayanan kesehatan yang melanggar ketentuan yang
diatur dalam undang-undang kesehatan dapat diambil tindakan
administrasitif berupa :
a. Peringatan secara tertulis.
b. Percabutan izin sementara atau izin tetap.
Pasal 33 ayat (2) UU No.32 Tahun 1996. Tindakan disiplin dapat
berupa :
a. Teguran,
b. Pencabutan izin untuk melakukan upaya kesehatan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Etika adalah penilaian kelakuan manusia ditinjau dari kesusilaannya.
Kesusilaan yang baik merupakan ukuran kesusilaan yang disusun bagi
diri seseorang atau merupakan kumpulan keharusan, kumpulan
kewajiban yang dibutuhkan oleh masyarakat atau golongan masyarakat
tertentu dari anggota-anggotanya (Indar, 2017)
Moral adalah nilai didalam diri manusia yang mewarnai perilakunya,
yang di dukung oleh masyarakat. Moralitas adalah sistem nilai tentang
bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia. Sistem nilai
terkandung di dalam ajaran berbentuk petuah-petuah, nasehat,
wejangan, peraturan, perintah dan semacamnya yang di wariskan
secara turun temurun melalui agama tau kebudayaan tentang
bagaimana manusia harus hidup secara baik agar ia benar benar
menjadi manusia yang baik (Indar, 2017).
Etik profesi pada ilmu keperawatan tertuang dalam kode etik
keperawatan yaitu asas atau moral tertulis dimana sebagai pedoman
atau prinsip perawat dalam berperilaku dan menjalankan tugasnya.
Kode etik ini juga digunakan dalam berinteraksi dengan pasien, sejawat,
maupun petugas kesehatan lain (Dala (Dalami, Rochima, & Suryani,
2015)
Perawat memberi asuhan keperawata kepada klien, keluarga dan
masyarakat; menerima tanggung jawab untuk membuat keadaan
lingkungan baik itu secara fisik, sosial dan spiritual yang memungkinkan
untuk proses penyembuhan dan menekankan kepada pencegahan
penyakit; serta meningkatkan kesehatan dengan penyuluhan
kesehatan. Karena beberapa fenomena yang dibahas pada bab-bab
sebelumya sebagai seorang perawat yang professional wajib
mengetahui fungsi dan perannya sebagai seorang perawat, dan juga
mengenal etika-etika dan konsep hukum yang berlaku dalam
prosfesinya supaya dapat terhindar dari tindakan-tindakan yang
menyalahi etika profesinya yang akan berujung kepada mall-praktik
atau kelalaian yang merugikan klien, perawat itu sendiri dan profesinya.
B. Saran
1. Mahasiswa keperawatan harus dengan detail memahami tentang
kode etik dan prinsip-prinsip atau nilai moral dalam praktik
keperawatan professional, sebagai modal utama dalam melakukan
pembelajaran selanjutnya, karena mengingat nilai-nilai ataupun kode
etik profesi itu dalam memahaminya tidak semudah dengan
membalikkan telapak tangan begitu saja, diperlukan konsentrasi
yang lebih mendalam dan lebih terarah.
2. Perawat merupakan tenaga pelayanan kesehatan yang frekuensi
waktunya untuk berhadapan langsung dengan pasien lebih banyak,
sehingga dalam pelaksanaannya ketika memberikan pelayanan
berupa asuhan keperawatan, perawat harus senantiasa selalu
mengingat kode etik keperawatan dan menerapkan prinsip-prinsip
etik keperawatan, nilai-nilai moral, dan praktik yang bersifat
professional berdasarkan bukti (Evidence Based Practice).
3. Bagi para teman sejawat ataupun seprofesi (perawat), wajib
menerapkan yang namanya perilaku caring. Penerapan prinsip etik
keperawatan tidak terlepas dari prilaku caring dan motivasi seorang
perawat. Semakin baik perilaku caring dan motivasi perawat maka
akan semakin baik penerapan prinsip etik keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien, begitupun
sebaliknya semakin kurang baik perilaku caring anda dan motivasi
perawat juga semakin berkurang
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, E., Rochima, & Suryani. (2015). Etika Keperawatan. TIM.


Fitria et all. (2010). IDEA Nursing Journal. Fakultas Kedokteran Universitas
Syiah Kuala.
Indar. (2014). Dimensi Etika dan Hukum Keperawatan. Makassar:
Masagena Press.
Indar. (2017). ETIKOLEGAL DALAM PELAYANAN KESEHATAN.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ose, I. M. (2017). Dilema Etik Dalam Merawat Pasien Yang menjelang Ajal
di IGD. 145-153.
Triwono, C. (2012). Hukum Keperawatan (Panduan Hukum dan Etika Bagi
Perawat). Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.

Anda mungkin juga menyukai