Oleh:
A. Etika
Etika yang dalam berasal inggris ethich adalah istilah yang muncul
dari Aristoteles, berasal dari kata Yunani ethos yang berate adat, budi
pekerti. Dalam filsafat, pengertian etika adalah telaah dan penilaian
kelakuan manusia di tinjau dari kesusilaannya. Kesusilaan yang baik
merupakan ukuran kesusilaan yang disusun bagi diri seseorang atau
merupakan kumpulan keharusan, kumpulan kewajiban yang
dibutuhkan oleh masyarakat atau golongan masyarakat tertentu dari
anggota-anggotanya. Kesusilaan biasanya didasarkan pada hal
tertentu, misalnya pada agama atau kesejahteraan atau kemakmuran
Negara (Indar, 2014).
Etika adalah usaha manusia dalam memakai akal budi dan daya
pikirnya untuk memecahkan masalah hidup atau untuk suatu upaya
agar menjadi baik. Terdapat empat alasan pada saat sekarang ini etika
di perlukan yaitu :
a. Mayoritas semakin pluralistik termaksud dalam hal moralitas.
Norma moral sendiri sering di perdebatkan misalnya dalam bidang
etika seksual, hubungan anak dan orang tua, kewajiban terhadap
Negara, etika santun dalam pergaulan, dan penilaian terhadap
harga nyawa manusia.
b. Dalam masa transformasi masyarakat yang tanpa tanding di bawa
gelombang modernisasi. Dalam transformasi masyarakat yang
tanpa tanding dalam situasi seperti ini etika dapat membantu agar
kita tidak kehilangan orientasi, serta dapat membedakan antara apa
saja yang hakiki dan apa yang berubah. Diharapkan kita telah
sanggup untuk mengambil sikap yang dapat kita
pertanggungjawabkan.
c. Proses perubahan sosial budaya dan moral yang tengah dialami ini,
dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk memancing dalam air
keruh. Mereka menawarkan ideologinya sebagai obat penyelamat.
Etika dapat membantu kita sanggup untuk menghadapi ideologi-
ideologi tersebut dengan kritis dan obyektif untuk membentuk
penilaian sendiri, agar kita todak mudah terpancing. Etika juga
membentu kita agar tidak naïf dan ektrim.
d. Etika juga di perlukan oleh kaum agama, yang satu pihak
menemukan dasar kemantapan mereka dalam iman kepercayaan
mereka, serta ingin sekaligus berpartisipasi tanpa rasa takut, dan
dengan tidak menutup diri dalam semua dimensi kehidupan
masyarakat yang sedang berubah itu.
Etika secara umum dapat di bagi menjadi etika umum dan etika
khusus. Etika umum berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar
bagaimana manusia bertindak secara etis, teori-teori etika dan prinsip-
prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam
bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu
tindakan tercermin kebebasan dan tanggung jawab, hati nurasi, hak
kewajiban, beberapa keutamaan seperti kejujuran, berbuat baik,
keadilan, dan hormat terhadap diri sendiri. Etika umum dapat di
analogikan dengan ilmu pengetahuan yang membahas mengenai
pengertian umum dan teori-teori.
Etika khusus adalah penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam
bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini biasa berwujud
bagaimana seseorang mengambil keputusan dan bertindak dalam
bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang di lakukannya, yang
didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun,
penerapan ini dapat terwujud seseorang menilai pribadinya sendiri dan
orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang di
latarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak
etis. Etika khusus juga disebut etika terapan.
Etika khusus dapat dibagi dua yaitu etika individual dan etika sosial.
Etika individu menyangkut kewajiba dan sikap manusia terhadap dirinya
sendiri. Etika sosial berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola
perilaku manusia sebagai anggota masyarakat. Etika sosial juga
meliputi etika keluarga, etika gender, etika profesi, etika politik, etika
lingkungan (Indar, 2014).
Dari sistematika di atas Banning membagi etika di atas etika
individual dan etika sosial, sedang Langeveld membedakan etika atas
etika deskriptif dan etikan normatif (Indar, 2017).
a. Etika deskriptif
Etika deskriptif membahas mengenai fakta apa adanya yaitu
mengenai nilai dan pola perilaku manusia sebagai suatu fakta
dengan situasi dan realitas konkrit yang membudaya. Jadi etika
deskriptif berbicara tentang sikap dalam menghadapi hidup ini,
tentang kondisi-kondisi yang memungkinkan bertindak secara etis
(Indar, 2017).
b. Etika normatif
Berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku yang
seharusnya dimilki manusia, atau apa yang seharusnya di jalani
manusia, dan apa yang diambil untuk mencapai apa yang bernilai
dalam hidup ini. Etika normatif berbicara mengenai norma-norma
yang menuntun tingkah laku manusia, serta memberi penilaian dan
himbauan kepada manusia untuk bertindak sebagaimana
seharusnya berdasarkan norma-norma. Ia menghimbau manusia
untuk bertindak yang baik dan menghindari yang jelek (Indar,
2017).
Berdasarkan sistematika etika terlihat bahwa etika keperawatan
termasuk etika kesehatan yang merupakan bagian dari etika profesi,
sedangkan etika profesi termasuk dalam rumpun etika etika sosial
(Indar, 2014).
Menurut (Indar, 2014) Titik sentral etika adalah penilai terhadap hal-
hal yang di setujui dan yang tidak di setujui. Daya cakup terhadap titik
sentral itu antara lain :
1. Apa yang benar dan apa yang salah
2. Apa yang merupakan kebaikan dan apa yang merupakan
keburukan
3. Apa yang merupakan kebajikan ada apa yang merupakan
kejahatan.
4. Apa yang dikehendaki dan apa yang di tolak.
Dalam keadaan normal, apa yang benar merupakan kebaikan,
kebajikan dan dikehendaki. Sedangkan apa yang salah merupakan
keburukan, kejahatan dan di tolak. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa etika paling sedikit mengarah pada analisis psikologis atau
sosiologis untuk menjelaskan perihal tolak ukur penilaian yang
dipergunakan. Sekaligus merekomendir sikap tindak atau perilaku
(Indar, 2014).
Sikap tunduk dan perilaku tenaga keperawatan juga berkaitan
dengan sikap etis yang mengadung arti (1) ajaran tentang baik buruk
yang di terima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak,
budi pekerti, susila (2) kondisi mental yang membuat orang tetap
berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin dan sebagainya, isi hati
atau kedua perasaan sebagaimana terungkap dalam perbuatan (3)
ajaran kesusilaan yang dapat di tarik dari suatu cerita (Indar, 2014).
B. Moral
Dalam dimensi dan perpektif yang lebih luas etika sama dengan
“filsafat moral”. Sebagai filsafat moral, etika juga bermakna studi atau
disiplin ilmu mengenai keputusan diterima atau tidaknya suatu perilaku
atau tindakan, apakah suatu perilaku atau tindakan itu benar atau salah,
baik atau buruk. Dari hakikat konseptual, philoshopy berasal dari
bahasa Yunani yaitu philia yang berarti cinta atau persahabatan dan
shopia yang berarti kebijaksanaan. Jadi secara etimologi filsafat
(philoshopy) berarti cinta dan kebijaksanaan (Indar, 2014).
Moral berasal dari bahasa latin Mores berarti kesusilaan, tabiat
atau kelakuaan. Dengan demikian moral dapat di katakan sebagai
ajaran kesusilaan (Indar, 2017).
Moral adalah nilai di dalam diri manusia yang mewarnai
perilakunya, yang di dukung oleh masyarakat. Moralitas adalah sistem
nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia.
Sistem nilai terkandung di dalam ajaran berbentuk petuah-petuah,
nasehat, wejangan, peraturan, perintah dan semacamnya yang di
wariskan secara turun temurun melalui agama tau kebudayaan tentang
bagaimana manusia harus hidup secara baik agar ia benar benar
menjadi manusia yang baik. Moralitas adalah tradisi kepercayaan,
dalam agama atau kebudayaan tentang perilaku yang baik dan buruk
(Indar, 2017).
Menurut Thiroux moralitas menyatakan bagaimana manusia
memperlakukan manusia atau makhluk lain untuk tujuan kesejahteran
dan perkembangan bersama, serta meningkatkna kreatifitas untuk
menegakan kebenaran dan kebaikan bersama. Dari batasan ini
ternyata bahwa dalam menetapkan nilai baik atau buruk secara moral,
penilaian itu harus di bebaskan dari kepentingan pribadi (self interest)
si penilai, serta harus ada kepentingan bersama di dalamnya (Indar,
2017).
Beauchamp menyebutkan beberapa tindakan yang tergolong
sebagai moralitas umum yakni :
1. Berkata benar (truth telling)
2. Penghormatan terhadap privasi orang lain (respect the privacy
of others)
3. Jaminan kerahasiaan informasi (protect confidential
information)
4. Permintaan persetujuan setiap tindakan pada orang lain
(obtain consent before invading another person’s body).
5. Dedikasi terhadap teman sejawat (be loyal to friend who return
the loyalty)
6. Dilarang membunuh (do not kill)
7. Jangan menyakiti (do not cause pain)
8. Jangan melakukan kekerasaan (do not cause offence)
9. Jang not an memandang rendah orang lain (do not
incapacitate)
10. Jangan menghambur-hamburkan harta benda (do not deprive
of goods).
11. Perlindungan dan mempertahankan hak-hak orang lain
(protect and defent the rights of others).
12. Tidak menimbulkan kerugian orang lain (prevent harm from
occurring to others).
13. Cegah kondisi yang merugikan orang lain (remove condition
that will cause harm to others).
14. Menolong orang lain yang tidak mampu (help person with
disabilities).
15. Menyelamatkan orang dari bahaya.
C. Etika Keperawatan
Perawat (nurse) berasal dari bahasa Latin yaitu kata nutrix yang
berate merawat atau memelihara. Kata ini pertama kali di gunakan
oleh Ellis dan Hartley (1984) ketika mereka menjelaskan pengertian
dasar perawat yaitu seseorang berperan dalam merawat atau
memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit,
cedera dan proses penuaan. Pengertian ini sudah tentu jauh
berbeda dengan fungsi dan peran perawat saat ini. Internasional
Council of Nurses (ICN) sebagai organisasi perawat sedunia
merumuskan pengertian perawat dari defenisi yang di kemukakan
oleh Virginia Hendersen dengan melihat sisi unik dari perawat yang
melakukan pengkajian pada individu sehat maupun sakit dimana
segala aktifitas yang dilakukan berguna untuk kesehatan ataupun
pemulihan kesehatan berdasarkan pengetahuan yang di miliki
(Indar, 2017).
Dalam menjalankan tugas profesional berupa pemberian
pelayanan kesehatan perawat harus mendengarkan hati nuraninya
terutama dalam menyeleksi dan menentukan mana yang baik dan
mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah untuk
dilakukan atau tidak dilakukan. Dalam konteks seperti inilah,
penerapan etika teoritis dengan perilaku dan kondisi praktis dan
aktual dari perawat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan,
tanpa disertai dengan niat suntuk mencari keuntungan semata-mata.
Dengan kata lain perawat menerapkan nilai-nilai dan atau norma-
norma moral dasar dalam menjalankan tugas profesionalnya yakni
memberikan pelayanan kesehatan (Indar, 2017).
Perawat dalam memberikan pelayanan senantiasa berlandaskan
pada etika keperawatan. Landasan etika dimaksudkan pedoman
tentang baik buruknya suatu tindakan yang berhubungan dengan
praktik keperawatan. Terdapat beberapa alasan mengapa
lansdasan etik di perlukan oleh perawat antara lain :
1. Transisi sifat pelayanan sdari vokasional menjadi profesional
yakni suatu pergeseran orientasi pelayanan keperawatan dari
pelayanan yang didasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi
keperawatan (Indar, 2017).
2. Transisi fokus keperawatan dari peran kuratif ke peran preventif
dan promotif, yaitu terjadi pergeseran fokus asuhan keperawatan
dari peran kuratif didominasi oleh dokter menjadi promotif dan
preventif yang mandiri tanpa mengabaikan peran kuratif dan
rehabilitatif (Indar, 2017).
3. Transisi fragmentasi keperawatan dari spesialisasi pelayanan
keperawatan ke bidang pelayanan keperawatan medikal bedah,
keperawatan anak, keperawatan meternitas, keperawatan jiwa,
keperawatan komunitas, keperawatan gerontik (Indar, 2017).
D. Peradilan profesi Keperawatan
Dalam menjelaskan tugas profesi kemungkinan terjadinya
penyimpangan terhadap pengalaman profesi. Untuk hal ini maka
diperlukan suatu lembaga yang bertugas menyelesaikan setiap
masalah yang berkaitan dengan pengalaman profesi. Peradilan profesi
kesehatan masih merupakan kajian baru di Indonesia, dimana berbagai
aspek yang menyangkut sistem, persiapan maupun pelaksanaannya
masih dalam pengembangan. Peradilan profesi diperlukan untuk
mendukung praktik profesional yang berkualitas dan memberikan
perlindungan bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan yang benar dan aman. Untuk menyelenggarakan suatu
peradilan profesi kesehatan, diperlukan suatu badan khusus atau
badan pertimbangan profesi (Indar, 2014).
Majelsi Kehormatan Etika Profesi (MKEP) sesungguhnya menjadi
menjadikan Undang-Undang No.18 Tahun 2002 tentang sistem
Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan IPTEK sebagai
landasan hukum dalam melakukan pemeriksaan dan memberikan
sanksi etik dan disiplin profesi kepada anggotanya yang di nilai telah
melanggar etik atau standar profesinya. Pasal 25 ayat (3) Undang-
Undang Sistem Penelitian, Pengembangan dan Penerapan IPTEK
No.19 Tahun 2002 menegaskan setiap organisasi profesi wajib
membentuk dewan kehormatan kode etik sesuai dengan ketentuan
pasal 12 ayat (2) menyatakan untuk menjamin tanggung jawab dan
akuntabilitas profesionalisme, organisasi profesi wajib menentukan
standar, persyaratan dan sertifikasi keahlian serta kode etik profesi
(Indar, 2014).
MKEP secara hukum bukanlah suatu badan peradilan akan tetapi
memilki sifat memeriksa dan memberi sanks sebagaimana suatu badan
peradilan. Karena itu dalam menjalankan tugasnya, MKEP tetapi harus
memenuhi kaidah-kaidah proseduran yang tidak bertentangan dengan
hak asasi manusia. MKEP haruslah merupakan badan yang
independen dan impartial (tidak memihak), proses pemeriksaan
haruslah fair dan terbuka (bagi masyarakat profesinya yang
bersangkutan), dilaksanakan dalam waktu yang wajar, dan mematuhi
asas praduga tak bersalah (Indar, 2014).
Pasal 24 ayat (1) jucto pasal 29 Undang-Undang No.36 tahun
2009 tentang kesehatan berkaitan dengan kewajiban dan perlindungan
tenaga kesehatan. Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Kesehatan No.
36 Tahun 2009 menyatakan terhadap tenaga kesehatan dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan harus memenuhi ketentuan
kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar
prosedur operasional. Sedangkan pasal 29 Undang-Undang
Kesehatan No.36 tahun 2009 menyebutkan tenaga kesehatan yang di
duga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian
tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi (Indar,
2014).
1. Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana
dimasud dalam ayai (1) di tentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga
Kesehatan.
2. Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, dan fungsi dan tata kerja
Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan ditetapkan Keputusan
President.
Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tantang kesehatan
menegaskan peranan perawat senagai salah satu jenis tenaga
kesehatan. Selama menjalankan tugasnya bermitra dengan dokter
kemungkinan melakukan kesalahan atau kelalaian. Jika terjadi hal
yang demikian, maka sudah tentu di perlukan suatu badan yang akan
memeriksa, mengadili, dan memutuskan adanya kesalahan atau
kelalaian yang di lakukan oleh perawat yang bersangkutan (Indar,
2014).
Dalam kaitan inilah untuk mendukung praktik profesional
keperawatan dalam memberikan perlindungan bagi masyarakat dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan
keperawatan yang benar dan aman. Untuk penyelenggaraan peradilan
profesi keperawatan sudah waktunya dibentuk suatu badan yang
berbentuk “Majelis” yang secara khusus menanganai pengaduan
pasien/klien yang merasa dirugikan oleh tenaga keperawatan di dalam
menjalankan tugas profesinya (Indar, 2014).
Untuk memberikan kepastian hukum perlindungan kepada
pasien/klien kepada perawat itu serta jaminan kemitraan dengan
tenaga kesehatan lainnya melalui Undang-Undang Praktik
Keperawatan. Dengan kehadiran Undang-Undang ini akan
memberikan landasan hukum tata cara penyelesaian jika timbul
masalah ketika perawat menjalankan praktiknya baik di pelayanan
kesehatan maupun praktik mandiri di masyarakat. Dari segi hukum
kesehatan, kehadiran undang-undang praktik keperawatan akan dapat
dipergunakan sebagai tolok ukur mengenai ada tidaknya suatu
kesalahan atau kelalaian terutama jika timbul tuntutan malpraktik. Dari
segi management resiko, ia dapat merupakan alat untuk mencegah
timbulnya atau mencegah terulangnya suatu resiko yang merugikan
yang dapat menimbulkan kasis malpraktik (Indar, 2014).
Hal lain yang perlu menjadi fokus perhatian adalah kode etik
keperawatan. Kode etik adalah aturan kesopanan dan atuiran kelakuan
dan sikap antara para anggotanya. Karena itu kode etik dapat
berfungsi melakukan pengawasan terhadap tingkah laku para anggota
profesi dari kode etik tersebut. Untuk melakukan pengawasan harus
ada sanksi bagi pelanggarnya, sedangkan pada kode etik keperawatan
tidak terdapat ketentuan sanksi hukum (Indar, 2014).
Sehubungan dengan penyelesaian perkara medik, Jaksa Agung
RI telah mengeluarkan surat No.B006/A-3/1/1982 dan R-00/A-
3/1/1982 kepada Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan
Negeri seluruh Indonesia yang isinya menekankan bahwa untuk
keseragaman penyelesaian masalah pelanggaran yang dilakukan oleh
para dokter, dokter gigi, ahli farmasi, tenaga medis, serta bidan apabila
terdapat yang menyangkut profesi kedokteran, dengan tetap segera
melaporkannya kepada kami, tidak langsung melakukan penuntutan
kesidang pengadilan, akan tetapi terlebih dahulu penilaian yang
seksama atas perbuatn tertuduh, dengan antara lain mengadakan
konsultasi dengan Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan
setempat, guna mendapatkan tambahan informasi yang berguna bagi
penyelesaian kasus setempat (Indar, 2014).
Disamping SK Jaksa Agung R.I di atas (SKB) terdapat surat
Keputusan Bersama antara Menteri Kesehatan R.I, Menteri
Kehakiman R.I, dan Menteri Jaksa Agung R.I, tahun 1982 yang
memberikan tanggung jawab pemerintah bila terjadi pelanggaran di
bidang kesehatan, dengan mendahulukan pemeriksaan etiknya oleh
organisasi profesi baru diteruskan ke pemeriksaan hukumnya bila
memang ternyata tidak saja melanggar etik tetapi juga melanggar
hukum. Secara skematis penanganan pelanggaran dalam bidang
pelayanan kesehatan sebagai berikut:
SKB 1982JA.
MENKEH.MENKES
ETIK
HUKUM
PPNI
MKEP
TUNTUTAN
PENGADILAN
MATI/KURUNGAN/
GANTI RUGI PENCABUTAN
PENJARA/DENDA
IZIN PRAKTIK
A. Kesimpulan
Etika adalah penilaian kelakuan manusia ditinjau dari kesusilaannya.
Kesusilaan yang baik merupakan ukuran kesusilaan yang disusun bagi
diri seseorang atau merupakan kumpulan keharusan, kumpulan
kewajiban yang dibutuhkan oleh masyarakat atau golongan masyarakat
tertentu dari anggota-anggotanya (Indar, 2017)
Moral adalah nilai didalam diri manusia yang mewarnai perilakunya,
yang di dukung oleh masyarakat. Moralitas adalah sistem nilai tentang
bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia. Sistem nilai
terkandung di dalam ajaran berbentuk petuah-petuah, nasehat,
wejangan, peraturan, perintah dan semacamnya yang di wariskan
secara turun temurun melalui agama tau kebudayaan tentang
bagaimana manusia harus hidup secara baik agar ia benar benar
menjadi manusia yang baik (Indar, 2017).
Etik profesi pada ilmu keperawatan tertuang dalam kode etik
keperawatan yaitu asas atau moral tertulis dimana sebagai pedoman
atau prinsip perawat dalam berperilaku dan menjalankan tugasnya.
Kode etik ini juga digunakan dalam berinteraksi dengan pasien, sejawat,
maupun petugas kesehatan lain (Dala (Dalami, Rochima, & Suryani,
2015)
Perawat memberi asuhan keperawata kepada klien, keluarga dan
masyarakat; menerima tanggung jawab untuk membuat keadaan
lingkungan baik itu secara fisik, sosial dan spiritual yang memungkinkan
untuk proses penyembuhan dan menekankan kepada pencegahan
penyakit; serta meningkatkan kesehatan dengan penyuluhan
kesehatan. Karena beberapa fenomena yang dibahas pada bab-bab
sebelumya sebagai seorang perawat yang professional wajib
mengetahui fungsi dan perannya sebagai seorang perawat, dan juga
mengenal etika-etika dan konsep hukum yang berlaku dalam
prosfesinya supaya dapat terhindar dari tindakan-tindakan yang
menyalahi etika profesinya yang akan berujung kepada mall-praktik
atau kelalaian yang merugikan klien, perawat itu sendiri dan profesinya.
B. Saran
1. Mahasiswa keperawatan harus dengan detail memahami tentang
kode etik dan prinsip-prinsip atau nilai moral dalam praktik
keperawatan professional, sebagai modal utama dalam melakukan
pembelajaran selanjutnya, karena mengingat nilai-nilai ataupun kode
etik profesi itu dalam memahaminya tidak semudah dengan
membalikkan telapak tangan begitu saja, diperlukan konsentrasi
yang lebih mendalam dan lebih terarah.
2. Perawat merupakan tenaga pelayanan kesehatan yang frekuensi
waktunya untuk berhadapan langsung dengan pasien lebih banyak,
sehingga dalam pelaksanaannya ketika memberikan pelayanan
berupa asuhan keperawatan, perawat harus senantiasa selalu
mengingat kode etik keperawatan dan menerapkan prinsip-prinsip
etik keperawatan, nilai-nilai moral, dan praktik yang bersifat
professional berdasarkan bukti (Evidence Based Practice).
3. Bagi para teman sejawat ataupun seprofesi (perawat), wajib
menerapkan yang namanya perilaku caring. Penerapan prinsip etik
keperawatan tidak terlepas dari prilaku caring dan motivasi seorang
perawat. Semakin baik perilaku caring dan motivasi perawat maka
akan semakin baik penerapan prinsip etik keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien, begitupun
sebaliknya semakin kurang baik perilaku caring anda dan motivasi
perawat juga semakin berkurang
DAFTAR PUSTAKA