Anda di halaman 1dari 7

TINJAUAN PUSTAKA

Pengelolaan Gulma

Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh tidak tepat tempat dan


waktunya. Gulma tumbuh di sekitar tanaman budidaya dan berasosiasi dengannya
secara khas. Gulma tumbuh pada tempat yang kaya unsur hara sampai yang
kurang unsur hara. Gulma pada umumnya mudah dalam melakukan regenerasi
sehingga unggul dalam persaingan memperoleh ruang tumbuh, cahaya, air, unsur
hara, dan CO2 dengan tanaman budidaya (Pahan, 2008).
Analisis vegetasi gulma diperlukan untuk memperoleh gambaran umum
dan sifat biologi gulma, sehingga pengelolaan gulma akan lebih terarah. Secara
umum gulma digolongkan menjadi gulma berdaun lebar, gulma berdaun sempit,
gulma pakis dan gulma teki. Gulma yang tumbuh dominan pada perkebunan
kelapa sawit yang baru ditanami merupakan gulma semusim, sedangkan yang
telah lama ditanami merupakan gulma tahunan (Tobing et al., 1999).
Menurut Aldrich (1984) pengelolaan gulma merupakan suatu tindakan
pencegahan terhadap gulma, pengendalian jumlah gulma, dengan cara yang sudah
ditetapkan. Pengelolaan gulma dilakukan untuk mengurangi biji yang tersimpan
dalam tanah, mencegah kerusakan dari gulma terhadap tanaman budidaya, dan
meminimalisir persaingan antara gulma dan tanaman budidaya.
Pengelolaan gulma pada prinsipnya merupakan usaha untuk meningkatkan
daya saing tanaman budidaya dan melemahkan daya saing gulma. Keunggulan
tanaman budidaya harus ditingkatkan sedemikian rupa sehingga gulma tidak
mampu mengembangkan pertumbuhannya secara berdampingan atau pada waktu
bersamaan dengan tanaman budidaya. Pengelolaan gulma yang dilakukan harus
tepat agar tidak meningkatkan daya saing gulma (Pahan, 2008).
Tingkatan dalam melakukan pengelolaan gulma adalah pencegahan,
pengendalian, dan pemberantasan. Pencegahan dilakukan dengan cara mencegah
pertumbuhan gulma baru pada suatu tempat serta membatasi pertumbuhan gulma
di kebun. Pengendalian dilakukan dengan cara mengurangi populasi gulma pada
tingkat yang tidak mengganggu pada tanaman. Sedangkan pemberantasan
dilakukan dengan memberantas gulma secara keseluruhan pada suatu areal.
4

Pemberantasan mencakup siklus hidup tanaman dan bagian reproduktif tanaman


yang terdiri dari biji dan bagian vegetatif. Kegiatan pengelolaan gulma dilakukan
melalui tindakan secara mekanis, kultur teknis, biologi, dan kimia (Ashton et al.,
1991).
Pengelolaan gulma yang baik harus menerapkan sistem pengendalian
gulma terpadu. Hal tersebut dilakukan dengan memanfaatkan semua teknik
pengendalian gulma yang sesuai agar populasi gulma berada pada ambang yang
tidak mengakibatkan kerusakan ekonomi (Pahan, 2008). Pengendalian gulma
harus seefektif mungkin agar tidak banyak mengurangi pendapatan dengan cara
memanfaatkan proses ekologi di lingkungan tersebut. Prinsip umum manajemen
gulma adalah melakukan manipulasi terhadap temperatur tanah, kelembaban,
nutrisi, dan mengontrol sisa bahan kimia di tanah (Liebman et al., 2001).
Metode yang digunakan dalam pengendalian gulma harus lebih dari satu
metode. Suatu metode dapat menekan spesies tertentu, akan tetapi dapat
menguntungkan spesies lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Spesies
gulma yang dikendalikan dapat digantikan oleh spesies gulma lainnya. Hal
tersebut dapat mengakibatkan masalah baru dalam pengendalian gulma (Pahan,
2008).
Menurut Lubis (2008) pengelolaan gulma pada perkebunan kelapa sawit
dilakukan pada Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan Tanaman
Menghasilkan (TM). Pengendalian gulma pada perkebunan kelapa sawit
dilakukan secara mekanis dan kimia. Menurut Sastroutomo (1990) gulma yang
tumbuh pada perkebunan kelapa sawit dapat menurunkan kuantitas dan kualitas
hasil panen serta menjadi inang bagi hama dan penyakit tanaman.
Menurut Tjitrosoedirdjo et al. (1984) biaya pengendalian gulma di
perkebunan kelapa sawit mencapai 50 % - 70 % dari total pemeliharaan selama
TBM dan 20 % - 30 % selama TM. Menurut Purba (2009) biaya pengendalian
TM lebih kecil karena kanopi tanaman dewasa yang semakin berdekatan antara
satu dengan yang lain sehingga akan mengurangi intensitas cahaya yang
mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan gulma menjadi terhambat.
Pengendalian gulma harus memperhatikan teknik pelaksanaannya di
lapangan (faktor teknis), biaya yang diperlukan (faktor ekonomis), dan
5

kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan. Pengendalian gulma harus


dilakukan dengan memperhatikan ambang ekonomi. Selama kerugian yang
ditimbulkan oleh kehadiran gulma tersebut masih lebih kecil dari biaya yang harus
dikeluarkan untuk pengendaliannya maka pengendalian tidak perlu dilakukan
(Pahan, 2008).

Teknik Pengendalian Gulma

Pengendalian Gulma secara Mekanis

Pengendalian gulma secara mekanis dilakukan dengan cara memotong


atau membongkar gulma. Jenis pengendalian gulma secara mekanis diantaranya
dilakukan dengan manual dan menggunakan mesin pemotong rumput (Liebman et
al., 2001).
Menurut Lubis (2008) pengendalian gulma secara manual dilakukan pada
pasar rintis, gawangan dan piringan dengan rotasi yang sama. Pengendalian gulma
secara manual dilakukan dengan cara membabat dan menggaruk. Akan tetapi pada
tanah yang mudah terkena erosi dilakukan dengan cara pembabatan saja.
Pengendalian gulma secara manual dapat menimbulkan cekungan, merusak akar
tanaman, memerlukan biaya yang mahal, dan tidak efektif dilakukan pada musim
hujan. Kombinasi antara pengendalian manual kemudian diikuti oleh
pengandalian secara kimia merupakan cara terbaik.
Pengendalian gulma secara manual dilakukan untuk mengendalikan jenis
gulma berkayu. Gulma berkayu yang dikendalikan secara manual diantaranya
adalah Melastoma malabathricum, Ficus sp, Lantana camara, dan anakan sawit.
Pengendalian gulma secara manual dilakukan dengan cara memotong dan
membongkar gulma agar tidak tumbuh kembali (Armi, 2006).
Menurut Kusnanto (1991) pengendalian gulma secara manual
menunjukkan waktu yang paling cepat dalam mencapai persentase daya berantas
dan pertumbuhan kembalinya, yang kemudian diikuti oleh perlakuan herbisida
kontak dan yang terakhir perlakuan herbisida sistemik. Perlakuan secara manual
terhadap berat kering gulma rerumputan ternyata memberikan hasil berat kering
yang lebih tinggi daripada pengendalian secara kimia.
6

Pengendalian Gulma secara Kimia

Pengendalian gulma secara kimia merupakan langkah terakhir yang


dilakukan untuk mengendalikan gulma. Pengendalian gulma secara kimia harus
dilakukan dengan hati-hati agar tidak membahayakan bagi manusia dan
lingkungan. Pengendalian gulma secara kimia harus ditekankan agar bahan
tersebut tepat sasaran dan tidak menimbulkan pencemaran bahan kimia
(Mangoensoekarjo et al., 2005).
Kelapa sawit TM cenderung menghasilkan persentase pertumbuhan
kembali yang lebih lambat dibanding TBM meskipun dosis herbisida yang
digunakan umumnya lebih rendah. Aplikasi herbisida campuran menghasilkan
daya penekanan yang lebih lama dibandingkan aplikasi tunggal. Hal ini karena
mampu mengendalikan lebih banyak jenis gulma baik untuk gulma golongan
berdaun sempit maupun gulma golongan berdaun lebar. Pada kelapa sawit TBM
biaya pengendalian gulma selama satu tahun menunjukan pengendalian
menggunakan herbisida kontak lebih rendah 13 % - 21 % jika dibandingkan
pengendalian manual. Herbisida sistemik lebih rendah 33 % - 42 % dibanding
menggunakan pengendalian manual (Kusnanto, 1991).
Pengendalian gulma secara kimia memerlukan tenaga kerja yang lebih
sedikit dibandingkan secara manual. Pengendalian gulma secara kimia dapat
memperkecil kerusakan struktur tanah, tidak mengganggu sistem perakaran
tanaman utama, serta waktu yang diperlukan lebih singkat. Faktor-faktor yang
menentukan keberhasilan pengendalian gulma secara kimia adalah jenis bahan
aktif yang digunakan, dosis, keadaan cuaca, stadia gulma, serta pelaksanaan
pengendalian di lapangan. Pengendalian gulma secara kimia seringkali berakibat
suksesi atau perubahan jenis gulma yang tumbuh dominan (Syamsuddin et al.,
1999).
Komponen yang diperhitungkan dalam pengendalian gulma secara kimia
pada perkebunan kelapa sawit TM dan TBM selama periode tertentu diantaranya
adalah biaya bahan (herbisida dan air), tenaga kerja, biaya penyusutan alat, dan
frekuensi pengendalian. Kebutuhan herbisida dan air pada kelapa sawit TBM
lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelapa sawit TM (Kusnanto, 1991).
7

Pengendalian Gulma pada Perkebunan Kelapa Sawit

Pengendalian Gulma pada Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)

Pengendalian gulma pada tanaman belum menghasilkan (TBM) dilakukan


untuk mengurangi kompetisi unsur hara antara kelapa sawit dengan gulma
(Pahan, 2008). Pengendalian gulma pada perkebunan kelapa sawit TBM
dilakukan pada areal gawangan dan piringan. Pembukaan piringan dilakukan
setelah tanaman kacangan menutup lahan tanaman kelapa sawit. Jari-jari piringan
bergantung pada umur tanaman, umumnya berkisar antara 0.75 - 2.50 m.
Pemeliharaan harus dilakukan dengan hati-hati, baik secara manual maupun kimia
(Syamsuddin et al., 1999).
Pengendalian gulma pada piringan secara manual dilakukan dengan cara
penggarukan. Penggarukan dilakukan untuk mengendalikan gulma dan
memperbesar radius piringan berdasarkan perkembangan tajuk tanaman.
Penggarukan dilakukan dengan garuk bertangkai panjang, ke arah dalam dan luar
piringan agar tidak terjadi cekungan di piringan, dan dijaga agar pelepah daun
tidak terpotong pada waktu penggarukan (Lubis, 2008).
Peralatan yang digunakan antara lain cangkul, garuk, dan parang babat.
Rotasi dilakukan satu kali dalam satu bulan, dengan keperluan tenaga kerja 1 - 2
HK/ha untuk setiap kali rotasi. Jumlah keperluan tenaga kerja dipengaruhi oleh
jari-jari piringan serta kerapatan tanaman (Syamsuddin et al., 1999).
Menurut Syamsuddin et al. (1999) pengendalian gulma secara kimia pada
piringan menggunakan herbisida purna tumbuh. Penyemprotan harus dilakukan
dengan hati-hati dan terarah pada piringan dan pasar rintis. Jika titik tumbuh
kelapa sawit terkena semprotan herbisida, maka pertumbuhan tanaman
selanjutnya akan abnormal atau melengkung. Sedangkan menurut Lubis (2008)
pengendalian gulma secara kimia pada piringan dilakukan menggunakan herbisida
pra tumbuh. Pemakaian herbisida jenis ini harus dilakukan dengan hati-hati karena
dapat menimbulkan abnormalitas pada pertumbuhan tanaman dan pembungaan
seperti partenokarpi, hermaprodit, mantled dan androgynous.
Pengendalian gulma secara manual pada gawangan dilakukan pada waktu
membangun tanaman kacangan penutup tanah, maka penggarukan dimulai pada
8

saat penanaman kacangan. Rotasi pada 6 bulan pertama setelah penanaman dapat
dilakukan 2 minggu sekali, pada periode 3 bulan pertama memerlukan tenaga
kerja 20 - 30 HK/ha, dan 3 bulan berikutnya memerlukan 4 - 6 HK/ha untuk setiap
rotasi. Rotasi berikutnya dapat dilakukan sebulan sekali dengan pemakaian tenaga
kerja 3 - 4 HK/ha setiap rotasinya (Syamsuddin et al., 1999). Pengendalian gulma
pada gawangan secara manual dilakukan dengan cara mencabuti dan menggulung
gulma yang tumbuh menjalar, gulma berkayu harus dipotong dan didongkel agar
tidak tumbuh kembali (Lubis, 2008).
Pengendalian gulma pada gawangan secara kimia menggunakan herbisida
pra tumbuh yang diaplikasikan bersamaan pada waktu membangun tanaman
kacangan penutup tanah. Rotasi pada periode tiga bulan pertama yang dianjurkan
adalah sekali dalam dua minggu, selanjutnya rotasi dapat dilakukan sebulan sekali
tergantung pada perkembangan tanaman kacangan penutup tanah. Herbisida pra
tumbuh yang dianjurkan adalah herbisida dengan bahan aktif Ametryne, Diuron,
Atrazine dan Asulan. Penyemprotan dilakukan 1 - 2 hari sebelum atau setelah
penananaman kacangan (Syamsuddin et al., 1999).

Pengendalian Gulma pada Tanaman Menghasilkan (TM)

Pengendalian gulma pada tanaman kelapa sawit TM dilakukan untuk


menjaga kualitas dan kuantitas panen. Pengendalian gulma pada tanaman kelapa
sawit TM dilakukan pada areal piringan, gawangan, pasar rintis, dan TPH. Teknik
pengendalian gulma yang dilakukan adalah pengendalian gulma secara mekanis
dan kimia (Pahan, 2008).
Rotasi pengendalian gulma secara manual dilaksanakan secara bersamaan
pada piringan, pasar rintis, TPH dan gawangan. Pengendalian gulma secara
manual dilakukan dengan membabat dan mendongkel. Tanah yang mudah terkena
erosi sebaiknya dilakukan dengan cara dibabat saja. Pengendalian gulma secara
manual dapat menimbulkan cekungan, merusak akar, dan biayanya mahal
(Lubis, 2008).
Pengendalian gulma secara kimia pada tanaman kelapa sawit TM dapat
menggunakan herbisida pra tumbuh dan purna tumbuh. Herbisida purna tumbuh
yang dapat digunakan berbahan aktif Fluroksyfyr, Glifosat, Dicamba, Dalapon,
9

dan Dicamba. Herbisida pra tumbuh yang dapat digunakan berbahan aktif
Alpachlor, Prometryne, Amertryne, dan Triazine (Lubis, 2008).
Bahan aktif herbisida yang tepat digunakan untuk pemberantasan gulma di
sekitar piringan dan pasar rintis adalah Paraquat dan Glifosat, dengan rotasi 2 - 3
kali setiap bulan untuk Paraquat dan 4 - 5 kali untuk Glifosat. Bahan aktif
herbisida yang tepat digunakan untuk pengendalian gulma pada gawangan adalah
2,4 - D dimetil amin dan Glifosat (Syamsuddin, et al., 1999).
Gulma yang tumbuh pada perkebunan kelapa sawit TM tidak semuanya
untuk diberantas. Jenis gulma tahunan sperti rumput lunak, berakar dangkal, dan
tidak tumbuh tinggi di gawangan, tanaman tersebut masih dapat ditoleransi untuk
tidak dikendalikan. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah tanah gundul sehingga
mengurangi terjadinya erosi (Pahan, 2008).

Anda mungkin juga menyukai