Anda di halaman 1dari 6

PENULISAN ESSAY

MATA KULIAH ILMU GULMA


KAJIAN PENGENDALIAN GULMA DI LAPANG DENGAN METODE
KIMIAWI PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq. L.)
YANG BELUM MENGHASILKAN

Disusun Oleh :

Ayu Fitriani (41419210)

Kelas : 3IE01

Dosen Pengampu :

Moh. Ega Elman Miska, SP.,MSi

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2022
PENDAHULUAN

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq. L.) merupakan salah satu komoditas yang
berpengaruh besar terhadap pendapatan negara dari sektor non migas. Kelapa sawit merupakan
tanaman perkebunan penting yang menghasilkan minyak pangan, minyak industri, dan bahan
bakar nabati (biodiesel). Kebutuhan penggunaan minyak dunia semakin meningkat setiap
tahunnya, sedangkan jumlah produksi relatif masih kurang dibandingkan dengan jumlah
kebutuhan. Salah satu kendala dalam budidaya kelapa sawit yaitu adanya persaingan antara
tanaman kelapa sawit dengan gulma. Keberadaan gulma ini akan menjadi pesaing bagi tanaman
kelapa sawit dalam memenuhi kebutuhan unsur hara, cahaya matahari, dan air. Keberadaan
beberapa jenis gulma dapat menurunkan produksi sebesar 20% (PPKS, 2010).

Gulma merupakan tumbuhan yang keberadaannya tidak dikehendaki atau diinginkan oleh
manusia. Keberadaan gulma menyebabkan terjadinya persaingan antara tanaman budidaya
dengan gulma. Gulma yang tumbuh disekitar tanaman budidaya dapat menurunkan hasil baik
kualitas maupun kuantitasnya (Widaryanto, 2010). Adapun gulma yang terdapat pada tanaman
kelapa sawit antara lain 4 spesies gulma berdaun lebar, 4 spesies gulma berdaun sempit dan 1
gulma golongan rumput-rumputan. Gulma berdaun lebar yaitu Ageratum conyzoides, Galinsoga
parviflora, Richardia brasiliensis, Borreria alata. Gulma berdaun sempit yaitu Axonopus
compressus, Digitaria sanguinalis, Echinochloa crussgalli, Imperata Cylindrica dan gulma
golongan rumput-rumputan yaitu Paspalum conjugatum. Beberapa jenis gulma menghasilkan
senyawa sekunder berupa alelopati yang dapat menghambat pertumbuhan kelapa sawit terutama
pada fase tanaman belum menghasilkan (Sari et al., 2020).

Pengendalian gulma merupakan usaha untuk membatasi keberadaan gulma tanpa harus
membunuh seluruh gulma, melainkan cukup menekan pertumbuhan atau mengurangi
populasinya sampai pada tingkat populasi yang tidak merugikan secara ekonomi atau tidak
melampaui ambang ekonomi. Pengendalian gulma pada perkebunan kelapa sawit yang belum
menghasilkan dapat dilakukan secara kimiawi dengan menggunakan herbisida. Pengendalian
gulma dilakukan karena gulma tumbuh di sekitar lahan budidaya yang diusahakan petani,
sehingga jika dibiarkan tumbuh dan berkembang dapat mengganggu tanaman utama, dapat
menjadi sarang hama dan penyakit, menyebabkan produktivitas menurun dan menimbulkan
kerugian ekonomi bagi petani.
ISI

Gulma menjadi permasalahan dalam perkebunan kelapa sawit hal ini karena beberapa hal
seperti, cukup luasnya lahan kelapa sawit sehingga untuk melakukan pengendalian gulma
dibutuhkan waktu yang cukup lama, biaya yang cukup tinggi dan tenaga kerja yang terbatas.
Sehubungan dengan permasalahan tersebut maka diperlukan satu teknik pengendalian yang
bersifat praktis dan efektif. Berbagai jenis teknik pengendalian bisa dilakukan mulai dari secara
manual, mekanis, kultur teknis, biologis dan kimiawi. Dari berbagai teknik yang bisa dilakukan,
pengendalian secara kimiawi merupakan salah satu teknik pengendalian yang bersifat praktis,
paling efektif karena hemat waktu, tenaga kerja, biaya serta hasilnya lebih menguntungkan atau
terstandarisasi.

Pengendalian gulma di kebun kelapa sawit dilakukan pada daerah piringan, gawangan mati
dan gawangan hidup. Pengendalian gulma dilakukan secara kimiawi dengan menggunakan
herbisida. Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan herbisida ialah dapat mengendalikan
gulma sebelum gulma tersebut mengganggu tanaman budidaya, dapat mengendalikan gulma
dilarikan tanaman, dapat mencegah kerusakan perakaran dan organ lain tanaman jika
dibandingkan dengan pengendalian secara manual atau mekanik, lebih efektif dalam mematikan
gulma tahunan dan semak belukar, memperkecil terjadinya erosi tanah dan dalam dosis rendah
dapat berperan sebagai hormon tumbuh dan dapat meningkatkan produksi tanaman budidaya
dibandingkan dengan perlakuan penyiangan biasa.

Menurut Moenandir (1993) herbisida terbagi menjadi dua yaitu herbisida kontak dan
sistemik. Herbisida kontak akan mengakibatkan efek bakar yang langsung dapat dilihat terutama
pada penggunaan dengan kadar tinggi seperti paraquat, sedangkan herbisida sistemik tidak
memberikan efek langsung karena ditranslokasikan dahulu ke seluruh bagian tumbuhan sehingga
pengaruhnya luas. Herbisida juga mempunyai macam-macam formulasi yaitu padat berbentuk
serbuk halus yang membentuk suspensi jika dilarutkn diair, sedangkan formulasi cair berbentuk
larutan pekat. Kedua formulasi ini mempunyai sifat yang sama secara umum dan dapat larut
dalam air sehingga mudah diserap oleh kecambah gulma.

Ada beberapa jenis herbisida yang digunakan untuk mengendalikan beberapa jenis gulma
pada perkebunan kelapa sawit belum menghasilkan. Herbisida yang banyak digunakan untuk
mengendalikan gulma di lahan perkebunan adalah herbisida paraquat. Herbisida paraquat
merupakan herbisida pasca tumbuh, tidak aktif bila diaplikasikan melalui tanah dan tidak selektif
(Suntres, 2002). Herbisida parakuat diklorida memiliki efek toksisitas terhadap organisme
eurokatik. Parakuat digunakan untuk mengendalikan gulma dengan pengaruh kontak,
penyerapanya melalui daun sangat cepat sehingga tidak mudah tercuci oleh air hujan.

Menurut penelitian Sumekar et al., (2021) herbisida paraquat diklorida dosis 405-945 g/ha
terbukti sangat baik dan efektif dalam mengendalikan gulma berdaun lebar seperti Ageratum
conyzoides, Galinsoga parviflora, Richardia brasiliensis, Borreria alata. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian Sidik et al., (2020) menyatakan bahwa herbisida paraquat dichloride sangat
efektif dalam menekan pertumbuhan gulma berdaun lebar. Herbisida paraquat diklorida dengan
dosis 405-945 g/ha tidak menyebabkan fitotoksisitas pada tanaman kelapa sawit. Fitotoksisitas
adalah tingkat keracunan tanaman yang disebabkan oleh aplikasi pestisida. Pengamatan tingkat
fitotoksisitas dilakukan dalam 3 pengamatan yaitu 2, 4, dan 6 minggu setelah aplikasi.

Pengendalian gulma golongan rumput-rumputan seperti Paspalum conjugatum pada


perkebunan kelapa sawit belum menghasilkan dapat menggunakan herbisida berbahan aktif IPA
Glifosat 250 SL (Pasaribu et al., 2017). Paspalum conjugatum merupakan salah satu gulma
dengan nilai SDR yang tinggi pada lahan kelapa sawit. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Adriadi et al., (2012) yang menujukkan bahwa gulma P. conjugatum merupakan gulma yang
dominan pada perkebunan kelapa sawit karena gulma ini berkembangbiak dengan stolon
sehingga dapat menyebar dengan cepat. aplikasi herbisida IPA Glifosat 250 SL dengan dosis
2.25 l.ha-1, 3.0l.ha1, 3.75 l.ha-1 dan 4.50 l.ha-1 tidak menyebabkan tanaman sawit keracunan
herbisida (fitotoksisitas).

Herbisida lain yang dapat digunakan untuk mengendalikan gulma pada perkebunan kelapa
sawit yang belum menghasilkan yaitu herbisida dengan bahan aktif metil metsulfuron 20%.
Sebelumnya dilaporkan oleh (Koriyando et al., 2014) bahwa aplikasi 20% metil metsulfuron
efektif untuk mengendalikan gulma di perkebunan kelapa sawit yang belum menghasilkan. Metil
metsulfuron adalah herbisida pra tumbuh, bersifat sistemik dan selektif. Herbisida ini akan
terurai di dalam tanah dan air melalui degradasi oleh mikroba dan melalui hidrolisis secara kimia
membentuk senyawa-senyawa yang tidak beracun. Menurut penelitian Pani et al., (2022)
herbisida metil metsulfuron 20% dengan dosis 37,50 g/ha dapat menekan pertumbuhan C hirta.
Sedangkan pada dosis 50,00 g/ha mampu menekan pertumbuhan M malabathricum.

Berbagai hal yang menentukan keefektifan pengendalian gulma dalam mengendalikan


gulma ialah waktu, cara aplikasi, dan dosis yang tepat. Alat yang digunakan pada pengendalian
gulma secara kimiawi adalah knapsack sprayer, yaitu alat semprot dengan sistem pompa yang
memiliki kapasitas 15 liter. Pengaplikasian herbisida harus dilakukan dengan secara hati-hati.
Salah satu hal yang harus dipertimbangkan dalam penggunaan herbisida untuk mendapatkan
hasil pengendalian yang diinginkan yaitu pengendalian gulma yang efektif dalam jumlah sedikit,
selektif dan sistemik ialah penggunaan dosis yang tepat. Dosis herbisida yang tepat akan dapat
mematikan gulma sasaran, tetapi jika dosis herbisida yang terlalu tinggi maka dapat merusak
bahkan mematikan tanaman yang dibudidayakan.
PENUTUP

Pengendalian gulma di lapang dengan menggunakan herbisida menjadi salah satu pilihan
penting dibandingkan dengan cara pengendalian lainnya terutama di lahan yang luas dan daerah
dengan ketersediaan tenaga kerja yang terbatas. Pengendalian gulma secara kimiawi dengan
menggunakan herbisida dapat menekan beberapa jenis gulma tanaman kelapa sawit. Herbisida
paraquat terbukti sangat baik dan efektif dalam mengendalikan gulma berdaun lebar dan
herbisida berbahan aktif IPA Glifosat 250 SL efektif mengendalikan gulma jenis gramineae atau
golongan rumput-rumputan serta herbisida dengan bahan aktif metil metsulfuron 20% dapat
menekan pertumbuhan C hirta dan M malabathricum.
DAFTAR PUSTAKA

Adriadi, A. Chairul dan Solfiyeni. 2012. Analisis Vegetasi Gulma pada Perkebunan Kelapa
Sawit (Elais quineensis jacq.) di Kilangan, Muaro Bulian, Batang Hari. J. Biologi
Universitas Andalas. 1 (2) : 108-115.

Koriyando V, Susanto H, Sugiatno S, Pujisiswanto H. 2014. Efikasi Herbisida Metilmetsulfuron


untuk Mengendalikan Gulma pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
Menghasilkan. J Agrotek Trop. 2 (3) : 375–381.

Moenandir. 1993. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma. Jakarta : Rajawali Press.

Pani, Asma, Ardi, Siska Efend. 2022. Analisis Vegetasi dan Efektifitas Herbisida Metil
Metsulfuron Terhadap Gulma Pada Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan.
Pertanian Sulawesi. 2 (2) : 65 – 74.

Pasaribu, Rugun, Karuniawan Puji Wicaksono dan Setyono Yudo Tyasmoro. Uji Lapang Efikasi
Herbisida Berbahan Aktif IPA Glisofat 250 g.l-1 Terhadap Gulma Pada Budidaya Kelapa
Sawit Belum Menghasilkan. Jurnal Produksi Tanaman. 5 (1) : 108 – 115.

Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2010. Budi Daya Kelapa Sawit. Jakarta : PT Bala Pustaka.

Sari WP, Ardi, Efendi S. 2020. Analisis Vegetasi Gulma Pada Beberapa Kelas Umur Acacia
Mangium Willd. di Hutan Tanaman Industri (HTI). J Hutan Trop. 8 (2) : 185–194.

Sidik JU, Sembodo, Evizal, Pujisiswanto. Efikasi Herbisida Parakuat Untuk Pengendalian Gulma
Pada Budidaya Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Tanaman Tidak Menghasilkan.
J.Agrotek Tropika. 8 (2) : 355-364.

Sumekar Yayan, Dani Riswandi, Dedi Widayat dan Uum Umiyat. 2021. Pengaruh herbisida
paraquat dichloride untuk pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit yang belum
menghasilkan. Jurnal Internasional Penelitian Multidisiplin dan Evaluasi Pertumbuhan. 2
(1) : 248-251.

Suntres Z. E. 2002. Peran antioksidan dalam paraquattoxicity. Toksikologi. 180 (1) : 65-77.

Widaryanto, E. 2010. Teknologi Pengandalian Gulma. Fakultas Pertanian. Universitas


Brawijaya. Malang.

Anda mungkin juga menyukai