Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL PENELITIAN

“PENGARUH BERBAGAI MACAM DOSIS METIL


METSUFURON DAN SURFAKTAN YANG DITAMBAHKAN
DENGAN FLUROKSIPIR TERHADAP KEMATIAAN GULMA
EPIFIT Syngonium PADA POKOK KELAPA SAWIT(Elaeis
guinensis) MENGGUNAKAN EPIFIT SPRAYER ”

Disusun Oleh :

PETER HARI SANDY GURUSINGA


19/21090/BP

Dosen Pembimbing:

I. Betti Yuniasih, S.Si M.Sc.

II. Ir. Abdul Mu’in, MP.

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAAN


FAKULTAS PERTANIAAN
INSTITUT PERTANIAAN STIPER
YOGYAKARTA
2023
HALAMAN PENGESAHAN

PENGARUH BERBAGAI MACAM DOSIS METIL


METSUFURON DAN SURFAKTAN YANG DITAMBAHKAN
DENGAN FLUROKSIPIR TERHADAP KEMATIAAN GULMA
EPIFIT Syngonium PADA POKOK KELAPA SAWIT(Elaeis
guinensis) MENGGUNAKAN EPIFIT SPRAYER

Disusun Oleh :

PETER HARI SANDY GURUSINGA


19/21090/BP
Rencana penelitiaan ini diajukan kepada Fakultas Pertaniaan Institut
Pertaniaan Stiper Yogyakarta guna memenuhi Persyaratan menyelesaikan
pendidikan Strata I

Yogyakarta, 14 Februari 2023

Mengetahui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Betti Yuniasih, S.Si M.Sc.) (Ir. Abdul Mu’in MP.)

Ketua Jurusan Budidaya Pertanian

(Ir. Samsuri Tarmadja,MP.)


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman yang menghasilkan minyak
nabati. Kelapa sawit dapat menghasilkan minyak nabati yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak lainnya seperti kedelai. Minyak
kedelai sangat sulit untuk mengalahkan minyak kelapa sawit karena tingkat
produktivitas minyak kedelai hanya 0,4 ton per ha sedangkan minyak kelapa sawit
dapat mencapai 4 ton per ha (Purba, 2019). Kehadiran kelapa sawit sebagai
penghasil minyak nabati menggeser komoditas kedelai dan bunga matahari yang
dahulu menjadi sumber minyak nabati dunia. Indonesia adalah salah satu
produsen utama minyak kelapa sawit sehingga kelapa sawit memberikan
penambahan ekonomi terhadap Indonesia. Industri minyak sawit Indonesia
berperan penting bagi perolehan devisa negara (Purba, 2019).

Indonesia sendiri merupakan negara agraris karena hampir seluruh wilayah


Indonesia melakukan aktivitas pertanian. Keadaan wilayah Indonesia yang
mendapatkan sinar matahari yang cukup serta curah hujan yang tinggi membuat
tanah di Indonesia menjadi subur dan tanaman dapat tumbuh dengan baik. Kelapa
sawit merupakan salah satu tanaman yang saat ini menjadi komoditas andalan
Indonesia. Perkebunan kelapa sawit sudah menyebar di wilayah Indonesia yang
luasnya mengalami peningkatan setiap tahunnya. Menurut data Direktorat Jendral
Perkebunan (2020), Luas perkebunan Indonesia pada periode tahun 2010-2019
mengalami peningkatan sebesar 42% dengan luas areal 8.385.394 ha menjadi
14.456.611 ha. Peningkatan luas areal perkebunan terjadi pada Perkebunan Besar
Swasta (PBS), Perkebunan Besar Negara (PBN), dan Perkebunan Rakyat (PR).
Menurut data dari Direktorat Jendral Perkebunan (2020), Pada tahun 2019
perkebunan kelapa sawit Indonesia yang diusahakan oleh Perkebunan Besar
Swasta (PBS) sebesar 54,94% atau seluas 7.942.335 hektar, Perkebunan Rakyat
(PR) sebesar 40,79% atau seluas 5.896.755 hektar dan Perkebunan Besar Negara
(PBN) sebesar 4,27% atau seluas 617.501 hektar.
Produksi minyak kelapa sawit Indonesia merupakan yang tertinggi saat ini
dengan luas areal yang lebih dari 15 juta ha. Namun produktivitas dari tanaman
kelapa sawit Indonesia hanya mencapai 4-5 ton/ha setiap tahunnya. Produksi
tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam
adalah pengaruh dari bibit atau varietas yang digunakan pada perkebunan kelapa
sawit, pemilihan bibit yang bersertifikasi adalah salah satu cara untuk mengatasi
tanaman kelapa sawit dengan produksi yang buruk. Faktor luar adalah faktor yang
berasal dari lingkungan tanaman kelapa sawit dan operasional dalam melakukan
pengelolaan hasil kelapa sawit. Bibit dengan kualitas yang baik jika tidak
dilakukan pemeliharaan dan pengelolaan perkebunan yang baik maka hasil dari
produksi potensial tanaman tersebut tidak akan tercapai. Menurut Hartanto dalam
jurnal Silalahi (2016), Keberhasilan budidaya tanaman kelapa sawit tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor tanaman dan lingkungan saja namun juga oleh
pemeliharaan tanaman, pemeliharaan tanaman kelapa sawit meliputi
pengendalian gulma, penunasan pelepah, pengendalian hama dan penyakit,
pengawetan tanah dan air, pemupukan, serta pemeliharaan jalan.

Pengendalian gulma adalah pemberian perlakuan terhadap gulma sehingga


gulma tidak memberikan pengaruh terhadap tanaman yang dikelola dapat tumbuh
dengan optimal. Pengendalian gulma dilakukan untuk memperkecil populasi
gulma sehingga dampak yang di berikan juga semakin kecil. Pengendalian gulma
dapat didefinisikan sebagai proses membatasi pertumbuhan gulma atau menekan
populasi gulma sampai tingkat populasi gulma yang tidak merugikan agar
tumbuhan yang dikehendaki tumbuh lebih produktif ( Kusuma et al., 2022).

Pengendalian gulma pada perkebunan kelapa sawit dilakukan dengan 6


metode pengendalian yaitu, preventif, kultur teknis, fisik, biologis, kimia dan
pengendalian terpadu ( Kusuma et la., 2022). Pengendalian yang umumnya
digunakan pada perkebunan kelapa sawit adalah metode pengendalian kimia.
Pengendalian kimia lebih sering dilakukan karena metode pengendalian ini dinilai
lebih efektif dan efisien dibandingkan metode pengendalian lain. Menurut
Sukman & Yakub dalam jurnal Kusuma (2022), Pengendalian gulma dengan cara
kimia lebih diminati, terutama pada areal yang cukup luas. Hal ini disebabkan
karena pengendalian secara kimia dapat membuat gulma yang dikendalikan
tumbuh lebih lama, waktu untuk melakukan pengendalian dengan penyemprotan
lebih cepat.

Gulma Synonium adalah salah satu gulma yang merugikan di perkebunan


kelapa sawit. Gulma ini termasuk gulma darat yang hidup sepanjang tahun dan
memiliki daun lebar. Gulma ini dapat tumbuh pada piringan atau pada pokok
kelapa sawit. Cara hidup gulma yang tumbuh pada pokok kelapa sawit disebut
epifit. Pengendalian gulma ini dilakukan cara pengendaliaan kimiawi dengan
bahan metil metsufuron atau dengan cara manual yaitu di babat. Pengendalian
kimiawi gulma dilakukan menggunakan herbisida metil metsufuron ditambahkan
dengan surfaktan Kao untuk mengoptimalkan pengendalian karena morfologi dari
Syngonium yang daunnya memiliki zat lilin sehingga harus ditambahkan surfaktan
untuk dapat agar herbisida dapat merekat lebih lama pada permukaan daun.
Permukaan daun yang berlilin, licin, halus, atau berambut lebat akan sulit
terbasahi oleh herbisida dibandingkan dengan gulma yang permukaan daunnya
tidak berlilin (Girsang, 2022).

Penggunaan herbisida metilmetsufuron dan surfaktan untuk pengendalian


gulma Syngonium merupakan kombinasi herbisida yang digunakan dalam
beberapa tahun terakhir di Perkebunan Padang Habalaban. Penggunaan kombinasi
herbisida ditentukan berdasarkan kategori gulma anak kayu dan semak sehingga
tidak spesifik untuk mengendalikan gulma Syngonium. Penelitian ini dilakukan
untuk melakukan percobaan kombinasi herbisida metilmetsufuron dengan
surfaktan yang selama ini digunakan dan mengkombinasikanya dengan herbisida
fluroksipir. Penelitian dimulai dengan melakukan pengamatan populasi
Syngonium pada blok perkebunan dan menentukan sampel penelitian. Gulma
Syngonium dominan hidup pada pokok kelapa sawit pada tahun tanam 2010 dan
2013. Pengendalian gulma epifit Syngonium dilakukan menggunakan alat
knapshack sprayer yang sudah dimodifikasi pada bagian stiknya sehingga
menjadi lebih panjang sehingga dapat menjangkau gulma epifit yang berada pada
pokok kelapa sawit.

B. Rumusan Masalah
1. Gulma Syngonium mengalami resisten terhadap bahan metil
metsufuron dan Surfaktan yang dipakai saat ini karena waktu
kematian gulma yang lebih lama

2. Penggunaan bahan untuk semprot epifit yang dipakai masih dengan


dosis bahan untuk semprot Syngonium pada areal gawangan

3. Bagaimana respons Syngonium terhadap herbisida fluroksipir yang


juga digunakan untuk pengendaliaan gulma daun lebar

C. Tujuan Penelitian
Untuk mendapatkan dosis yang dapat mengendalikan Syngonium
lebih cepat dengan pencampuran herbisida dan mengetahui respons
Syngonium terhadap pencampuran herbisida fluroksipir

D. Manfaat Penelitian
1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi
untuk mengendalikan gulma Syngonium pada perkebunan kelapa sawit

2. Sebagai sumber informasi dalam menentukan jenis herbisida serta dosis


herbisida dalam pengendalian gulma berdaun lebar lainnya sehingga
dapat meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawit

3. Melalui penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas


penggunaan herbisida untuk meningkatkan produktivitas perusahaan
dalam melakukan pengendalian gulma
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kelapa Sawit
Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang menghasilkan minyak
dari buah kelapa sawit.Buah kelapa sawit yang matang akan menghasilkan
minyak sesuai dengan tingkat kematangan buah. Buah akan terbentuk ketika
bunga betina diserbuki oleh bunga jantan. Pembentukan buah pada kelapa sawit
dipengaruhi oleh faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar tanaman kelapa sawit
adalah lingkungan , antara lain iklim, tanah dan teknik budidaya sedangkan faktor
dalam tanaman itu sendiri adalah varietas tanaman yang digunakan
(Mangoensoekarjo & Semangun dalam Mawardati, 2017). Klasifikasi kelapa
sawit berdasarkan klasifikasi Carolus Linnaeus (Sulardi, 2022).
Divisi : Embryophita Siphonagama
Kelas : Angiospermae
Ordo : Monocotyledonae
Famili : Aracaceae (dahulu disebut Palmae)
Subfamili : Cocoideae
Genus : Elaeis
Species : Elaeis guineensis Jacq.

Kelapa sawit merupakan tumbuhan dengan perbanyakan melalui buah atau


secara generatif. Buah kelapa sawit yang sudah matang akan mengalami
perkecambahan. Menurut Sulardi (2022), Buah kelapa sawit matang pada kondisi
tertentu embrionya akan mengalami perkecambahan dan menghasilkan tunas
(plumula) dan bakal akar (radikula). Plumula akan mengalami pertumbuhan dan
menjadi batang serta daun kelapa sawit sedangkan radikula akan tumbuh menjadi
akar kelapa sawit. Akar kelapa sawit memiliki sistem perakaran serabut yang
terdiri atas akar premier, sekunder dan tersier. Menurut Lembaga Pendidikan
Perkebunan dalam jurnal Silalahi (2016), Akar yang paling aktif menyerap air
serta unsur hara adalah akar tersier dan kuarter yang berada 0-60 cm dari
permukaan tanah dengan jarak 2-2,5 m dari pangkal pohon. Akar tanaman kelapa
sawit secara umum berada dekat dengan permukaan tanah, tetapi pada keadaan
tertentu akar dapat menjelajah lebih dalam (Jourdan & Rey dalam Zunaidi, 2021).

Batang kelapa sawit berfungi sebagai penopang daun, bunga dan buah
dengan bentuk tabung yang tegak lurus.Menurut Sulardi (2022), Batang kelapa
sawit berfungsi sebagai struktur pendukung daun, bunga dan buah, sebagai sistem
pembuluh yang mengangkut air dan hara serta mengangkut hasil fotosintesis.
Batang kelapa sawit tidak memilik cabang , daun tumbuh melalui batang utama.
Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil sehingga batang tidak memiliki
kambium dan umumnya tidak bercabang( Zunaidi,2021).

Daun kelapa sawit merupakan dapur dari tanaman kelapa sawit karena dari
hasil pengolahan di daun sumber makanan yang diserap tanaman dapat digunakan.
Daun kelapa sawit memiliki ukuran yang beragam sesuai dengan umur dan
varietas kelepak sawit. Jumlah pelepah, panjang pelepah dan jumlah anak daun
bergantung pada umur tanaman, semakin tua umur tanaman maka jumlah anak
daun semakin banyak dan panjang daun juga akan bertambah (Zunaidi,
2021).Pelepah pada kelapa sawit akan mengalami pertumbuhan setiap 2 minggu,
memerlukan waktu 2 tahun untuk inisiasi menjadi pelepah dewasa dan 2 tahun
lagi untuk menjadikan pelepah mampu berfotosintesis (Sulardi, 2022).

Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman dengan bunga jantan dan


bunga betina yang tumbuh secara terpisah. Menurut Wahyuni dalam Silalahi
(2016), Bunga kelapa sawit masuk dalam kategori bunga berumah satu
(monoceous) yaitu dalam pokok kelapa sawit terdapat bunga jantan dan betina
dengan letak yang berbeda yaitu tandan bunga jantan dan tandan bunga betina,
terkadang dijumpai bunga hemaprodit yaitu pada satu tandan terdapat bunga
jantan dan betina. Bunga kelapa sawit akan muncul di antara pelepah dengan
batang atau pada ketiak pelepah. Meskipun tanaman kelapa sawit berumah satu,
tetapi proses penyerbukan terjadi secara silang karena masa anthesis setiap bunga
tidak sama (Sulardi, 2022).
Pembentukan buah terjadi ketika serbuk sari bunga jantan yang anthesis
jatuh pada bunga betina. Penyerbukan tanaman kelapa sawit terjadi karena adanya
bantuan dari serangga dan juga tiupan angin. Proses pembentukan buah dari
penyerbukan sampai buah matang membetuhkan waktu sekitar 6 bulan. Pada 2
bulan setelah penyerbukan daging buah berwarna putih kehijauan dan minyak
belum terbentuk, 3 bulan setelah penyerbukan daging buah berwarna kuning
kehijauan yang menandakan minyak telah terbentuk dan cangkang sudah
mengerah (Sulardi, 2022).

B. Teknis Budidaya
1. Pembibitan
Pembibitan kelapa sawit dapat dilakukan dengan satu tahap atau dua tahap.
Pembibitan satu tahap (single stage) yaitu penanaman kecambah langsung
dilakukan di pembibitan utama sedangkan pembibitan dua tahap (double stage)
yaitu pembibitan yang dimulai dari pre nursery (3 bulan di polybag kecil) dan
main nursery (9-12 bulan sampai bibit siap ditanam). Pembibitan dua tahap (PN
dan MN) dipandang lebih tepat karena memiliki beberapa keuntungan yang dapat
menjaga kualitas bibit kelapa sawit. Perusahaan perkebunan banyak menggunakan
sistem pembibitan dua tahap karena memiliki beberapa keuntungan dibandingkan
pembibitan satu tahap, keuntungan dari sistem pembibitan dua tahap yaitu
kemudahan dalam pengawasan dan pemeliharaan, tersedia waktu untuk
mempersiapkan pembibitan utama, bibit lebih terjamin karena dilakukan proses
seleksi serta seleksi yang ketat, dapat mengurangi penggunaan tanah dan polybag
(Astuti et al., 2014).
Pembibitan kelapa sawit merupakan faktor penting untuk mendukung
keberhasilan usaha perkebunan kelapa sawit sehingga pemilihan area untuk
menjadi area pembibitan harus memiliki kriteria tertentu agar dapat mendukung
kegiatan pembibitan. Pemilihan lokasi yang tepat untuk pembibitan kelapa sawit
harus memenuhi syarat yang meliputi, area pembibitan diusahakan datar, tidak
terkena banjir dan berdrainase baik; area lokasi pembibitan memiliki ketersediaan
air dengan mutu baik (pH tidak kurang dari 4); akses jalan yang baik; aman dari
gangguan hama, ternak, dan manusia (MCAR, 2020). Pada pembibitan kelapa
sawit bibit ditanam di dalam polybag yang diisi tanah. Penggunaan tanah sebagai
media tanam bibit kelapa sawit yaitu tanah bagian atas (top soil) dan gembur,
tanah yang kurang gembur dapat dicampur dengan pasir, bebas dari OPT, tanah
diayak tidak ada batu dan kotoran yang masuk ke dalam polybag karena dapat
menggangu pertumbuhan bibit kelapa sawit. Ukuran polybag untuk PN yaitu 20 x
15 cm, tebal 0,10 mm, hitam/putih, berlubang diameter 0,4 cm 18 buah. Untuk
polybag MN ukuran yaitu 60 x 40 cm, tebal 0,2 mm, hitam, berlubang dengan
diameter 0,5 cm 60 buah (MCAR, 2020).

Kebutuhan kecambah per ha ditentukan oleh jarak tanam yang dipilih,


atau populasi pohon per hektar. Jumlah kecambah yang dibutuhkan lebih besar
dari jumlah populasi yang akan digunakan karena pada saat pembibitan akan ada
proses seleksi yang membuat bibit yang tidak sesuai kriteria akan di seleksi dan
dimusnahkan. Jumlah kecambah yang dibutuhkan dalam pembibitan dapat
ditentukan dengan rumus :
Kebutuhan Kecambah = Jumlah kerapatan tanam x 110% : 70%
Ket : Perkiraan bibit afkir 30 % dari jumlah kebutuhan tanam dan
penyisipan sebanyak 10% dari total bibit siap tanam.
Sumber MCAR (2020).
2. Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)
Tanaman belum menghasilkan adalah tahapan sejak tanaman kelapa sawit
selesai di tanam ke lapangan sampai tanaman kelapa sawit siap untuk dipanen.
Perawatan pada tanaman belum menghasilkan adalah perawatan yang
memfokuskan tanaman agar dapat tumbuh dengan baik dengan lebih banyak
memfokuskan pertumbuhan tanaman pada organ vegetatifnya. Pada fase TBM
juga dilakukan seleksi kelapa sawit abnormal dan penyisipan tanaman mati agar
jumlah populasi kelapa sawit tetap sesuai dengan jumlah yang ditentukan.
Menurut Muhibuddin & Setyawan (2014), Pemeliharaan TBM bertujuan untuk
memaksimalkan pertumbuhan vegetatif, tanaman tumbuh sehat serta relatif
homogen dan populasi tanaman per satuan luas terpenuhi sehingga ketika tanaman
sudah memasuki fase panen diharapkan memberikan produksi yang maksimal.
Organ vegetatif tanaman terdiri atas akar, batang dan daun. Daun pada fase
TBM adalah bagian tanaman yang memiliki peranan paling besar sehingga
keadaan serta jumlah daun kelapa sawit harus dijaga karena daun pada tanaman
kelapa sawit adalah tempat untuk mengolah air dan hara sehingga dapat
digunakan oleh tanaman. Tanaman muda tidak boleh dilakukan penunasan atau
pemotongan pelepah (daun) sampai berumur 15 bulan karena jumlah daun pada
umur 15 bulan kurang dari 48 pelepah (Astuti et al., 2014).

Perawatan tanaman belum menghasilkan dilakukan selama 3 tahun dari


awal bibit dipindahkan ke lapangan sampai kelapa sawit sudah dapat dipanen.
Pada saat kelapa sawit sudah memasuki TBM dua dilakukan kastrasi yaitu
pemotongan bagiaan generatif kelapa sawit (bunga jantan dan betina) untuk
memaksimalkan pertumbuhan vegetatif tanaman. Kastrasi pada tanaman kelapa
sawit dengan umur bibit yang ditanam kurang dari 18 bulan dilakukan tiga kali
yaitu ketika umur kelapa sawit kelapa sawit 14,16,18 bulan setelah tanam dan
panen perdana dilakukan pada umur 24 bulan setelah tanam, sedangkan untuk
bibit yang ditanam dengan umur bibit 18 bulan atau lebih dilakukan kastrasi
empat kali yaitu pada umur kelapa sawit 18, 20, 22 dan 24 bulan setelah tanam
dan panen perdana dilakukan umur 30 bulan setelah tanam (MCAR, 2020).
Kastrasi pada kelapa sawit harus dilakukan sesuai jadwal agar tanaman kelapa
sawit tidak terserang hama penyakit dan tidak terjadi keterlambatan waktu panen.
Menurut Syakir (2012), Kastrasi bertujuan untuk merangsang pertumbuhan
vegetatif dan menghilangkan sumber infeksi hama dan penyakit. Kegiatan sanitasi
dilakukan 3 atau 4 bulan sebelum panen perdana dilakukan (MCAR, 2020).
Sanitasi dilakukan dengan tujuan agar mempermudah kegiatan panen dan
mencegah tanaman terserang hama penyakit. Pekerjaan sanitasi bertujuan untuk
mempermudah proses panen serta untuk mendapatkan tanaman/ buah yang sehat (
Ma’ruf, 2018).

3. Tanaman Menghasilkan

TM atau tanaman menghasilkan adalah tanaman yang sudah dapat dipanen


(diambil hasilnya) secara rutin mulai dari tanaman berumur 3 tahun (panen
perdana) sampai berumur 25 tahun (siap di replanting). Tujuan dari perawatan TM
yaitu mendorong produktivitas, memperlancar kegiatan panen, serta
meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemupukan. Panen adalah tujuaan utama
usaha perkebunan kelapa sawit sehingga kegiatan panen harus dilakukan secara
tepat. Pemotongan buah yang akan dipanen dilakukan dengan memperhatikan
kriteria kematangan buah agar mendapatkan minyak kelapa sawit yang optimal.
Buah yang dipanen segera dikirim ke PKS (Pabrik Kelapa Sawit) agar kandungan
asam lemak bebas tidak meningkat karena pertambahan kematangan buah akan
meningkatkan kandungan asam lemak bebasnya. Semakin tinggi tingkat
kematangan buah kelapa sawit makan rendemen akan semakin tinggi dan FFA
(asam lemak bebas) juga akan meningkat, yang berarti semakin tinggi tingkat
kematangan maka kandungan minyak akan semakin tinggi namun kualitas minyak
akan menurun (Hudori, 2018).

Manajemen panen merupakan kunci untuk mendapatkan keberhasilan


dalam panen. Manajemen panen adalah perencanaan panen, persiapan panen,
pengorganisasian panen, dan pengendaliaan atau pengaturan panen. Keberhasilan
panen didukung oleh pengetahuan pemanen tentang persiapan panen, kriteria
matang panen, rotasi panen, sistem panen dan sarana panen yang tidak dapat
terpisahkan sehingga perlu dilakukan pelatihan bagi para pelaku aktivitas panen
(Astuti et al., 2014). Persiapan panen adalah perhitungan kebutuhan alat kerja,
tenaga kerja dan juga saran serta transportasi yang akan digunakan dalam kegiatan
pemotongan buah dan pengiriman buah ke PKS. Kebutuhan tenaga panen
disesuaikan dengan topografi lahan dan juga luas lahan yang akan di panen
sehingga didapatkan kebutuhan alat kerja panen. Untuk membantu proses panen
serta pengiriman buah kelapa sawit ke PKS perlu dilakukan juga Persija sarana
panen yang meliputi perawatan pasar pikul, perawatan TPH, pembuatan titi panen
dan juga perawatan jalan. Transportasi panen dapat ditentukan melalui
perhitungan hasil panen dan jarak lokasi panen ke PKS.Perhitungan hasil panen
akan membantu untuk menentukan kebutuhan kendaraan untuk pengangkutan
buah ke PKS sehingga buah yang dipanen dapat segera dikirimkan. Perhitungan
buah dapat dilakukan dengan menghitung buah AKP (Angka Kerapatan Panen)
sehingga didapatkan jumlah buah yang akan dipanen(taksasi/perkiraan) pada hari
tersebut.

Pemupukan pada tanaman menghasilkan berguna untuk memenuhi


kebutuhan hara tanaman kelapa sawit sehingga didapatkan hasil produksi yang
optimal. Tujuan dari pemupukan adalah untuk meningkatkan produksi tanaman
(Muhibuddin dan Setyawan, 2014). Pemberian pupuk pada tanaman menghasilkan
dilakukan dengan cara ditabur pada area piringan kelapa sawit dengan dosis yang
disesuaikan dengan umur tanaman dan rekomendasi dari hasil analisis daun serta
tanah. Menurut Sarwani (2008), Dosis pupuk yang digunakan disesuaikan dengan
umur tanaman atau sesuai dengan anjuran Balai Penelitian Kelapa Sawit.

C. Pengendaliaan Gulma
Gulma merupakan tumbuhan yang memberi pengaruh terhadap kelapa sawit
secara ekonomis atau mengganggu pertumbuhan kelapa sawit. Kehadiran gulma
dapat menurunkan produksi kelapa sawit sehingga dibutuhkannya perlakuaan
pengendaliaan gulma untuk mengendalikan populasinya. Gulma pada kelapa sawit
dapat memberikan pengaruh secara langsung dan tidak langsung. Pengaruh
langsung yang diberikan gulma yaitu melalui kompetisi dan aleopati yang di
keluarkan oleh gulma Menurut Sormin dan Junaedi (2017), Kehadiran gulma
dapat menurunkan produksi tanaman karena gulma berkompetisi dengan tanaman
untuk mendapatkan air, tanah, matahari, unsur hara, udara dan ruang tumbuh.
Beberapa jenis gulma dapat memprduksi zat-zat racun (Aleopati) yang dapat
menghambat pertumbuhan tanaman utama (Irawan dalam Nazar, 2016). .
Pengaruh tidak langsung gulma pada perkebunan kelapa sawit dapat menggangu
kegiatan operasional panen dan pemeliharaan tanaman sehingga produktivitas
tenaga kerja menjadi menurun. Adanya gulma juga dapat menjadi tempat hama
dan penyakit terhadap tanaman utama. Gulma dapat menjadi sarang hama dan
penyakit yang menyerang tanaman kelapa sawit (Sastrosayono dalam Anggraini
dan Rizqan, 2017).

Pada perkebunan kelapa sawit gulma memilik keragaman jenis dengan


morfologi gulma yang berbeda-beda. Gulma pada perkebunan kelapa sawit
dikelompokkan berdasarkan morfologi dan daur hidupnya. Beberapa jenis gulma
dapat tumbuh pada areal yang sulit dan memiliki daya saing yang tinggi. Sifat
karakteristik gulma adalah tumbuhan yang mampu bertahan serta berdaptasi pada
lingkungannya, daya kompetisi yang tinggi, mampu menghasilkan biji yang
melimpah serta dapat berkembang biak secara vegetatif (Umiyati dan Widayat,
2017).
1. Berdasarkan Morfologinya

a. Rumput & Teki

Memiliki batang berongga dengan bentuk bulat dan agak pipih,


bertulang daun sejajar, daun terdiri atas pelepah daun dan helai
daun (Winarsih, 2008). Contohnya Eleusine indica, Axonopus
compressus, Imperata cylindrica

b. Daun Lebar

Memiliki daun yang lebar dengan batang tidak berkayu, contoh


Mikania micrantha, Asystasua gangetica

c. Pakis

Pakis dibedakan berdasarkan daya saingnya menjadi pakis lunak


dan pakis keras. Contoh pakis lunak Nephrolepis biserrata,
Asplenium longissimum. Contoh pakis berbahaya Stenochelaena
palustris, Dicranopteris linearis

d. Berkayu

Sebagian besar memiliki daun yang lebar dan


bercabang ,contohnya Cledimia hirta, Urena lobata, Chromolaena
odorata

2. Berdasarkan Daur Hidupnya

a. Gulma semusim/ tahunan (annual weed)

Gulma ini mempunyai siklus hidup dalam waktu satu tahun atau
kurang dari satu. Contohnya Ageratum conyzoides, Euphorbia
hirta, Borreria lata

b. Gulma dewi tahun (biennial weed)

Gulma ini mempunyai siklus hidup lebih dari setahun namun tidak
lebih dari dua tahun, pada tahun pertama gulma ini membentuk Rose
dan pada tahun kedua gulma ini membentuk bunga, menghasilkan biji
dan kemudian mati (Umiyati dan Widayat, 2017). Contohnya Cirsum
vulgar

c. Gulma tahunan(perennial weed)

Gulma ini mempunyai siklus hidup yang lebih dari dua tahun dan
mungkin sepanjang tahun, dengan cara perbanyakan dengan biji dan
secara vegetatif (Umiyati dan Widayat, 2017). Contohnya Imperata
cylindrica, Paspalum conjugatum

Pengelompokan gulma bertujuan untuk menentukan bahan dan cara


pengendaliannya. Dari jenis-jenis gulma yang ada diperkebunan kelapa sawit
dikendalikan dengan bahan herbisida yang disesuaikan dengan morfologi tanaman
tersebut. Bahan aktif herbisida yang digunakan disesuaikan dengan morfologi
gulma agar pengendaliaan dapat lebih efektif karena morfologi gulma yang
berbeda menunjukkan bahwa jaringan tumbuhan berbeda sehingga pengendaliaan
harus dilakukan dengan herbisida yang berbahan aktif sesuai dengan kondisi
gulma.

Pada situasi tertentu pengendalian gulma juga harus mempertimbangkan cara


pengendaliaan dengan cara hidup gulma. Gulma memiliki cara hidup yang
berbeda, pengelompokkan gulma berdasarkan cara hidupnya dapat kita bagi
menjadi gulma darat dan gulma air. Pada perkebunan kelapa sawit umumnya
gulma yang hidup adalah gulma darat yang pada kondisi tertentu dapat hidup di
pokok kelapa sawit (epifit).Tumbuhan epifit merupakan jenis tumbuhan yang
yang menempel dan tumbuh pada tumbuhan lain untuk mendapatkan air, sinar
matahari dan unsur hara (Uhra, 2020). Kehadiran gulma pada pokok sawit
memberikan pengaruh yang menghambat pertumbuhan kelapa sawit karena
menjadi sarang bagi hama dan penyakit dan juga mengganggu kegiatan
operasional panen kelapa sawit. Gulma dapat tumbuh pada pokok kelapa sawit
disebabkan oleh kecambah gulma yang terbawa oleh angin atau gulma yang
merambat dari tanah ke pokok kelapa sawit.
Pengendaliaan gulma epifit pada pokok kelapa sawit dapat dilakukan dengan cara
inpus akar gulma pada gulma berkayu atau dengan cara disemprot untuk gulma
yang masih dapat dijangkau semprotan.

D. Syngonium sp.
Syngonium sp. merupakan tumbuhan yang sering muncul pada perkebunan
kelapa sawit sehingga kehadirannya mengganggu aktivitas perkebunan. Gulma
dapat tumbuh dengan baik pada areal yang lembab.

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Subkelas : Arecidae

Ordo : Arales

Famili : Araceae

Genus : Syngonium

Spesies : Syngonium podophyllum Schott


Gambar 1 . Syngonium sp.
Tumbuhan Syngonium merupakan tumbuhan talas (Araceae) yang sering
dijadikan tanaman hias pada masyarakat namun menjadi salah satu tumbuhan
gulma pada perkebunan kelapa sawit. Tumbuhan ini hidup merambat yang
tergolong dalam gulma berdaun lebar yang dapat tumbuh memanjat atau epifit
dengan daun yang hijau lebar. Pada perkebunan kelapa sawit tumbuhan ini
memberikan kerugiaan karena mengganggu kegiatan operasional perkebunan dan
menjadi kompetitor tanaman kelapa sawit. Menurut Triono (2022) Syngonium
memiliki getah yang mengandung kristal kalsium oksalat yang dapat
mengakibatkan iritasi/gatal ketika terkena tangan.

Syngonium podophyllum merupakan tumbuhan herba hidup epifit yang


memiliki daun majemuk bangun kaki (Maretni et al., 2017). Gulma Syngonium
yang tumbuh pada perkebunan kelapa sawit memiliki ciri-ciri daun tumbuh
berselang-seling diantara batang dengan daun muda berbentuk segetiga dengan
pangkal daun berbentuk hati. Batang dan daunnya berwarna hijau dengan jarak
Internodus 9 cm yang akan mengeluarkan getah putih saat dipatahkan. Gulma ini
memiliki tipe bunga uniseksual yang akan muncul secara bersamaan sekitar 5-6
perbungaan dengan letak bunga di ketiak daun (Mufida, 2020).
BAB III METODE PENELITIAAN
E. Waktu dan Tempat Penelitiaan
Penelitiaan dilakukan pada tanggal 30 Januari 2023 – 20 Februari 2023.
Tempat penelitiaan dilakukan di perkebunan Padang Halaban yang berlokasi di
kecamatan Aek Kuo, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Provinsi Sumatera Utara.
Areal penelitiaan adalah divisi 2 Padang Halaban Estate .

F. Bahan dan Alat


Bahan : Fluroksipir(Strane)

Metilmetsufuron (Erkafuron)

Kao Adjuvant

Gulma Epifit

Alat : Epifit Knapsack sprayer

Timbangan Analytic

Spuit suntik

APD Semprot

G. Metode Penelitiaan
Penelitian ini dilakukan dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL)
satu faktorial. Penelitian dilakukan dengan mencampur tiga jenis bahan aktif
herbisida yaitu fluroksipir, metilmetsufuron dan Kao Adjuvan. Perlakuan dibuat
dengan mencampur ketiga bahan tersebut dengan dosis yang berbeda menjadi 6
perlakuan dan setiap perlakuan dilakukan ulangan sebanyak 10 kali sehingga
didapatkan sampel sebanyak 60 sampel. Dosis yang digunakan pada penelitian
sebagai berikut:
Tabel 1. Dosis Perlakuan

Perlakuaan Erkafuron (ml/l) Strane(ml/l) Kao(ml/l)


A(1-10) 2 0 2
B(1-10) 1 0,07 1.07
C(1-10) 0,75 0,07 0.82
D(1-10) 0,5 0,07 0.57
E(1-10) 0,25 0,07 0.32
F(1-10) 0 0,07 0.07
Bahan yang dipakai adalah erkafuron,starane dan Kao. Perlakuaan A adalah
konsentrasi berdasarkan dosis yang dipakai pada kebun padang halaban yaitu 1kg
erkafuron dan 1liter Kao per 500 liter air untuk 1 ha.

Percobaan yang dilakukan adalah dengan menurunkan dosis yang biasa dipakai
dan menambahkan dengan starane yang merupakan herbisida yang juga
digunakan untuk pengendaliaan gulma daun lebar. Penggunaan dosis starane yang
akan dicampurkan diambil berdasarkan dosis pencampuran starane dengan roll up
yang dipakai saat ini yaitu 0.25 l roll up dan 0.035 l starane per ha.

Konsentrasi starane untuk 500 liter air = 0.035 liter /500liter

= 0.07ml/l air

Penggunaan dosis Kao adalah 1:1 dengan herbisida (erkafuron+starane) yang


dipakai pada setiap perlakuan.Pengamatan dilakukan dengan membandingkan
respons dari setiap sampel terhadap perlakuaan yang dilakukan.
H. Desain Penelitian
1. Penentuan Sampel

Penentuan sampel dilakukan dengan purposif sampling dengan memilih


lokasi yang ditumbuhi gulma Syngonium secara epifit pada pada pokok kelapa
sawit. Blok yang digunakan pada penelitian ini adalah blok B-43 divisi 2 PHLE
yang merupakan tanaman kelapa sawit tahun tanam 2010. Pokok yang digunakan
sebagai sampel penelitian adalah pokok yang ditumbuhi gulma syngonium yang
menutupi permukaan batang kelapa sawit.

2. Aplikasi Herbisida

Aplikasi herbisida dilakukan dengan memperhatikan cuaca pada saat


aplikasi. Sebelum melakukan aplikasi herbisida dilakukan pengukuran herbisida
sesuai dosis konsentrasi untuk 10 liter air. Pencampuran herbisida dilakukan di
dalam kap dengan cara memasukkan air sebanyak 10 liter ke dalam kap kemudian
ditambahkan herbisida sesuai dosis perlakuan dan mengaduknya menggunakan
kayu. Penyemprotan herbisida dilakukan pada Syngonium yang tumbuh pada
batang kelapa sawit dengan jarak 30 cm dari objek semprot.

3. Pengamatan Penelitian
Pengamatan dilakukan dengan memberikan nilai visual dari setiap sampel
percobaan. Pengamatan terhadap percobaan dilakukan setiap 4 hari dengan durasi
3 minggu setelah percobaan dilakukan.

Tabel 2. Scoring Visual

NILAI Kriteria Keracunan Gulma


1 Daun masih segar
2 Daun berwarna hijau kekuningan
3 Daun berwarna kuning
4 Daun layu dan kering
5 Daun layu kering dan mati
4. Analisis Data
Data dari hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam dengan sidik
ragam dengan jenjang nyata 5% dan apabila ada pengaruh nyata dilanjutkan
dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%.
5. Sumber data

Sumber data yang digunakan untuk penelitian adalah data sekunder dan
data primer. Data sekunder yang dipakai adalah data curah hujan, budget PHLE
tahun 2022, dan data divisi. Data primer yang digunakan adalah data hasil dari
hasil penelitian yang diamati selama 3 minggu.

Desain Penelitian???

Analisis Data ???

Daftar Pustaka???
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2020. SOP dan Instruksi Kerja Sinarmas. Management Commitee
Agronomy and Research: Jakarta
Astuti, Murdwi et. al. 2014. Pedoman Budidaya Kelapa Sawit (Elais guineensis)
yang Baik. Direktorat Jendral Perkebunan
Direktorat Jendral Perkebunan. 2020. Statistika Perkebunan Unggulan Nasional
2019-2021
Girsang, Warlinson et. al. 2022. Efektivitas Herbisida Glifosat dengan
Penambahan Surfaktan untuk Mengendalikan Gulma di Lahan Kelapa
Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Jurnal Online. Fakultas Pertanian.
Universitas Simalungun
Hudori, M. 2018. Pengukuran Kinerja Kualitas Tandan Buah Segar (TBS)
Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku Pabrik Kelapa Sawit (PKS).
Industrial Engineering Journal. Manajemen Industri: Bekasi
Kusuma, A., C. Abdul, M. Hangger, G., M. 2022. Pengaruh Berbagai Macam
Konsentrasi Herbisida Flukroksipir dengan Menambahkan
Polyoxyethelene Alky Ether untuk Mengendalikan Mikania micrantha.
Jurnal Online. Fakultas Pertanian. Institute Pertanian Stiper
Ma’ruf, Amar. 2018. Pemeliharaan Tanaman. Fakultas Pertanian. Universitas
Asahan: Asahan
Mawardati. 2017. Agribisnis Perkebunan Kelapa Sawit. Unimal Press: Aceh
Muhibuddin, Anton dan Andik Setyawan. 2014. Budidaya Kelapa Sawit dan
Teknik Pengendalian Hama Tikus. Universitas Brawijaya: Malang
Nazar, M. 2016. Identifikasi dan Pengendalian Gulma Pada Pertanaman Kelapa
Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di PT. Bersama Sejahtera Sakti. Tugas
Akhir. Politeknik Pertanian Negeri Pangkep
Purba, J., H., V. 2019. Industri Sawit Indonesia dalam Perspektif Minyak Nabati
Global. Kesatuan Press: Bogor
Sawarni. 2008. Teknologi Budidaya Kelapa Sawit. Balai Penelitian dan
Pengembangan Pertanian: Bogor
Silalahi, T., A., S. 2016. Penyebaran Gulma Pada Perkebunan Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq) di Afdeling III Kebun Sei Putih PTPN III
Kabupaten Deli Serdang. Skripsi. STIPAP: Medan
Sormin, Fernando. Ahmad, Junaedi. 2017. Manajemen Pengendalian Gulma
Kelapa Sawit Berdasarkan Kriteria ISPO dan RSPO di Kebun
Rambupatan Sumatera Utara. Jurnal Online. Institute Pertanian Bogor
Sulardi. 2022. Budidaya Tanaman Kelapa Sawit. PT Dewangga Energi
Internasional: Bekasi
Syakir, M. Elna, Karmawati. David, Allorerung. 2012. Teknologi Budidaya &
Pascapanen Kelapa Sawit. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan. IIARD Press: Jakarta
Umiyati, Uum dan Dedi Widayat. 2017. Gulma dan Pengendaliannya.
Deepublish. Yogyakarta
Winarsih, Sri. 2008. Mengenal Gulma. CV Pamularsih: Jakarta
Zunaidi. 2021. Identifikasi Gulma pada Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) Lahan Gambut di Desa Pangkalan Kasai Kecamatan
Seberida Kabupaten Indragiri Hulu. Skripsi. Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Riau

Anda mungkin juga menyukai