Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENGENDALIAN HAMA TERPADU PADA TANAMAN PADI

OLEH :

SEFRI ULFADMI (2110251008)

FADEL GUSTI RAHMAN (1910251019)

WARHAM AULIA (2010251033)

GITRA YUDHA (2010253020)

KELAS PHT PROT E

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2023
BAB 1 PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara agraris dan menjadi prioritas penunjang


sektor yang perkembangan sektor pertaniannya pertanian nasional yang
menyangkut masih jauh dengan perkembangan pertanian kebutuhan dasar
masyarakat Indonesia. di negara maju seperti Jepang. Disebut Pemenuhan
kebutuhan dasar berupa negara agraris karena sebagian besar pangan, sebagai
bagian dariihakpenduduknya bekerja disektor pertanian, asasi manusia telah
diatur dalam Pasal 28C .pada tanggal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar
November 2020. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pertanian merupakan
sektor yang sebagai komponen dasar untuk diandalkan bagi negara agraris,
sehingga mewujudkan SDM bermutu. Untuk keberadaan petani menjadi penting
untuk melaksanakan ketentuan tersebut, telah turut berkontribusi dalam
meningkatkan ditetapkan Undang-Undang Republik kesejahteraan masyarakat,
Riwanto, 2007 Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 dalam bukunya Mencari
Indonesia,Batas tentang Pangan. Dalam Pasal 1 angka 4, batas Rekayasa
Sosial.disebutkan bahwa,Pembangunan sektor pertanian di Ketahanann Pangan
adalah kondisi Indonesia, seharusnya dapat melakukan terpenuhnya pangann bagi
negara pendekatan pembangunan sektor pertanian sampaii dengannperseorangan,
yang negara lain, seperti Jepang yang tercermin dari tersedianya Pangan
menerapkan 4 pilar, yaitu (i) perhatian yang cukup, bbaik jjumlah maupun
pemerintah yang tinggi terhadap pertanian; mutunya,aaman, beragam, bergizi, (ii)
etos kerja yang tinggi; (iii) harga merata, dan terjangkau serta tidak produk
pertanian yang terkontrol; dan (iv) bertentangan dengan agama, teknologi
pertanian yang canggih dilansir keyakinan, dan budaya masyarakat,oleh M.
Brillo.net dan dikutip tanggal 20 untuk ddapat hhidup sehat. Begitu juga dalam
produktif secara berkelanjutan.menanggulangi hama seperti hama wereng,
pemerintah Jepang melakukan Usaha mendapatkan ketahanan pengendalian
Organisme Pengganggu pangan, tergantung pada tingkat Tanaman (OPT) ramah
lingkungan dengan produktivitas padiiyang menjadi pilar lebih banyak memakai
agen hayati seperti strategis dalam mewujudkan ketahanan parasitoid dan
predator. Pengendalian OPT pangan nasional, termasuk Kabupaten secara hayati
berupa peningkatan sumber Karawang sebagai penyumbang terbesar daya alam
dan penggunaan proses yang ada dengan lumbung padinya. Disatu sisi para di
alam, tidakkhanya bertujuan untuk pertani padi masih meningkatkan produksi
jangka pendek menjadi penggerak perekonomian, namun tetapi juga jangka
panjang.di sisi lain pengembangan kawasan industri Ditinjau dari aspek ekonomi,
sosial, akan terus mengerus persawahan.

Selain para petani dihadapkan pada lahan persawahan yang semakin berkurang,
rendahnya harga gabah, langka dan mahalnya harga pupuk. sulitnya menentukan
masa tanam akibat perubahan cuaca yang mulai tidak dapat diprediksi serta
serangan hama dan penyakit tanaman lainnya menjadi momok bagi para petani
saat ini. Untuk mengendalikan semua itu, tentu dibutuhkan pengetahuan para
petani dan dukungan sarana dan prasarananya. namun, tidak mudah untuk
memperolehnya karena keterbatasan persediaan. Walaupun para petani mampu
mengeluarkan biaya cukup mahal untuk memperoleh harapan hasil panen yang
cukup baik. bisa sima seketika akibat serangan berbagai hama.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 tentang


Sistem Budidaya Tanaman dalam Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) disebutkan bahwa
perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu
dan menjadi tanggung jawab masyarakat dan Pemerintah dan dalam penjelasan
ayat (1) disebutkan bahwa: Sistem pengendalian hama terpadu adalah upaya
pengendalian populasi atau tingkat serangan organisme pengganggu tumbuhan
dengan menggunakan satu atau lebih dari berbagai teknik pengendalian yang
dikembangkan dalam suatu kesatuan, untuk mencegah timbulnya kerugian secara
ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup. Dalam sistem ini penggunaan
pestisida merupakan alternatif terakhir.

Penerapan PHT dapat dilakukan dengan skala kawasan atau dalam kawasan yang
sama, merupakan kegiatan pemberdayaan dan pendayagunaan petani baik alumni
maupun non alumni SLPHT. Harapannya dapat memberikan solusi dalam
penanganan permasalahan OPT Skala Kawasan dan terjadinya sinergisme strategi
pengelolaan OPT oleh petani dalam kawasan yang sama, sehingga dapat
memberikan kontribusi yang nyata dan terukur terhadap program penanganan
produksi. Kegiatan penerapan PHT Skala Kawasan ini dialokasikan kepada
Kelompok Tani yang bisa melakukan penanaman padi dua kali dalam satu tahun.
Prinsip PHT adalah penggunaan tanaman sehat, pelestarian musuh alami,
pengamatan mingguan, dan petani sebagai ahli PHT. Upaya dalam pelaksanaan
prinsip PHT salah satunya melakukan pelestarian musuh alami dengan
memberikan habitat dan menyediakan makanan bagi musuh alami, yaitu rumput-
rumputan dan vegetasi lain pada habitat lahan padi. (Karindah. Purwaningsih, dan
Agustin. 2015), Penerapan PHT Skala Kawasan harus efisien secara teknik agar
mendapatkan produksi padi maksimal dengan tingkat penggunaan faktor-faktor
produksi yang memegang peranan penting karena kurang tepatnya jumlah dan
kombinasi faktor produksi dapat mengakibatkan rendahnya produksi yang
dihasilkan atau tingginya biaya produksi dan rendahnya produksi dan rendahnya
biaya pada akhirnya akan mengakibatkan rendahnya pendapatan petani. (Rahayu
dan Riptanti, 2010).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Padi merupakan komoditas pertanian yang terpenting dalam


kehidupan penduduk Indonesia, sehingga padi menjadi prioritas dalam
menunjang program pertanian dan sampai saat ini usaha tani padi di Indonesia
masih menjadi tulang punggung perekonomian pedesaan (Rozy dkk, 2018;
Sirrapa, 2011; Sitompul dkk., 2014). Hasil survey tentang penggunaan pestisida
pada tanaman pangan yang dilaksanakan pada tahun 2016 menunjukkan bahwa
sebagian besar petani di Kecamatan Tomohon menggunakan insektisida dengan
jumlah perlakuan yang melebihi persyaratan (Salaki, 2016). Para petani
menyemprot tanaman padi dengan pestisida 2-3 kali per minggu dalam satu
musim tanam. Cara yang paling baik untuk mencegah pencemaran pestisida
kimia adalah dengan tidak menggunakan pestisida kimia sebagai pemberantasan
hama (Untung, 2006). Mengingat berbagai dampak negatif dari pemakaian
pestisida yang terlalu berat atau bahkan menyebabkan rusaknya lingkungan, dan
merosotnya hasil panen, penggunaan insektisida mulai dikurangi, maka mulai
dikembangkan alternatif bahan pengganti pestisida yang relative murah dan lebih
aman terhadap lingkungan. Penggalian potensi tumbuhan yang memiliki sifat
insektisidal (pestisida nabati) menjadi salah satu alternatif atau solusi terbaik
untuk mengatasi dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia (Astuti dkk.,
2012; Idris dan Nurmansyah, 2017; Idris, 2014a; Supriadi, 2013; Hastuti, 2015).

Pestisida nabati adalah pestisida yang menggunakan senyawa


sekunder tanaman sebagai bahan bakunya. Beberapa senyawa sekunder tanaman
yang telah berhasil. diidentifikasi adalah eugenol, azadirachtin, geraniol,
sitronelol dan tannin. Senyawa ini mampu mengendalikan berbagai jenis hama
dan penyakit tanaman sehingga berpotensi untuk dikembangkan. Bahan aktifnya
berasal dari tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, daun, batang atau buah), yang
dapat diolah menjadi berbagai bentuk, antara lain berbentuk tepung, ekstrak atau
resin yang digunakan sebagai pestisida (Ismaini dkk., 2015; Nurmansyah, 2011;
Ratulangi dkk., 2013; Rianiyati, 2013; Santri, 2010; Tigauw dan Salaki, 2015).

Berdasarkan analisis situasi diatas, maka para petani akan dibekali


dengan pengetahuan dan keterampilan tentang pestisida nabati dan cara
pembuatannya lewat kegiatan penyuluhan/pelatihan dan demontrasi plot. Aplikasi
dan produksi pestisida nabati akan dilaksanakan di kelompok tani Makatete dan
Kelompok tani Makaria Kelong. Para petani juga akan diperkenalkan tanaman-
tanaman apa saja yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan pestisida
nabati. Dengan demikian, selain dapat menghemat biaya produksi dan
meningkatkan produksi pertanian, penggunaan pestisida nabati juga dapat
melestarikan lingkungan pertanian sehingga keberlanjutan sistem produksi
pertanian dapat terjaga dengan baik. Oleh karena itulah diperlukan kegiatan
semacam pelatihan bagi para petani di Kecamatan Tomohon Selatan Kota
Tomohon Provinsi Sulawesi Utara untuk memberikan bekal kepada mereka
mengenai pembuatan pestisida nabati sebagai pengendali hama yang murah dan
ramah lingkungan.

Permasalahan Produk Teknologi ke Masyarakat :

1) Kurangnya pengetahuan tentang pestisida nabati yang murah dan ramah


lingkungan dan aman bagi kesehatan, serta kurangnya informasi pembuatan dan
aplikasi pestisida nabati dengan bahan yang dapat dimanfaatkan di sekitar lahan
petani,
2) Kendala-kendala dalam peningkatan produksi pertanian di Kecamatan
Tomohon Selatan akibat munculnya berbagai macam hama dan penyakit yang
menyerang area tanaman padi, palawija dan sayuran serta ledakan populasi hama
akibat pemakaian pestisida kimia yang terus menerus dengan jumlah dosis yang
meningkat

3) Masih dijalankannya prinsip bahwa pestisida kimia sintetis merupakan dewa


penolong untuk memberantas hama dengan makin banyaknya macam pestisida
kimia (insektisida,fungisida dan molusida) yang diaplikasikan ke pertanaman.
Untuk itu disepakati antara Tim Pelaksana Program Diseminasi Produk
Teknologi KeMasyarakat dengan ke dua kelompok tani (Kelompok tani Makatete
dan Makaria) untuk memproduksi dan mengaplikasikan pestisida nabati ke lahan
pertanian milik ke dua kelompok tani untuk pelaksanaan monitoring.

A.Hama wereng batang coklat Nilaparvata lugens (Stal). (Homoptera :


Delphacidae) merupakan hama utama tanaman padi di Indonesia karena
kerusakan yang diakibatkan cukup luas dan hampir terjadi pada setiap musim
tanam. Hama ini selain dapat menurunkan produktivitas padi juga dapat menjadi
vektor virus, seperti kerdil rumput dan kerdil hampa. Pada saat populasinya
tinggi, hama ini dapat menyebabkan puso pada tanaman padi (Widiarta et al.
2004). Wereng batang coklat telah dilaporkan resisten terhadap berbagai jenis
insektisida (Widiarta et al. 1998). Penggunaan pestisida yang melanggar kaidah-
kaidah PHT yaitu tepat jenis, tepat dosis dan tepat waktu aplikasi turut memicu
ledakan wereng batang coklat. Kemampuan hama wereng batang coklat secara
langsung dapat menghisap cairan jaringan tanaman padi yang menyebabkan
tanaman menjadi kering dan akhirnya mati sedangkan secara tidak langsung
hama wereng batang coklat dapat menjadi vektor virus penyakit kerdil rumput
dan kerdil hampa. Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu alternatif
pengendalian yang relatif lebih aman baik bagi musuh alami, petani, produk yang
dihasilkan, serta lingkungan sekitarnya, perlu diimplementasikan langkah-
langkah pengendalian hama terpadu (Atman, 2009).
Pengendalian Hama Terpadu merupakan suatu upaya dalam
mengendalikan hama wereng batang coklat. Secara substansial PHT adalah
suatu sistem pengendalian hama dalam konteks hubungan antara dinamika
populasi dan lingkungan suatu jenis hama, menggunakan berbagai teknik
yang kompatibel untuk menjaga agar populasi hama tetap berada di bawah
ambang kerusakan ekonomi. Dalam konsep PHT, pengendalian hama
berorientasi kepada stabilitas ekosistem dan efisiensi ekonomi serta sosial.
Dengan demikian, pengendalian hama dan penyakit harus memperhatikan
keadaan populasi hama atau patogen dalam keadaan dinamik fluktuasi di
sekitar kedudukan kesimbangan umum dan semua biaya pengendalian harus
mendatangkan keuntungan ekonomi yang maksimal (Arifin dan Agus, 1993).
Pengendalian hama dan penyakit dilaksanakan jika populasi hama
atau intensitas kerusakan akibat penyakit telah memperlihatkan akan terjadi
kerugian dalam usaha pertanian. Penggunaan pestisida merupakan komponen
pengendalian yang dilakukan, jika; (a) populasi hama telah lebih tinggi
dibandingkan populasi musuh alami, sehingga tidak mampu dalam waktu singkat
menekan populasi hama, (b) komponen-komponen pengendalian lainnya tidak
dapat berfungsi secara baik, dan (c) keadaan populasi hama telah berada
di atas Ambang Ekonomi (AE), yaitu batas populasi hama telah menimbulkan
kerusakan yang lebih besar dari pada biaya pengendalian (Soejitno dan Edi,1993).

( Wereng batang coklat pada padi).


B. Penggerek Batang Padi

Hama Penggerek batang Padi , yang merupakan salah satu hama utama di
tanaman padi. Hama tersebut pertama kali muncul diawali dengan adanya kupu-
kupu atau ngengat yang bertelur didaun-daun tanaman padi, ngengat atau kupu-
kupu dari penggerek batang tidaklah bahaya karena tidak menyerang langsung
pada tanaman padi, namun yang perlu diawasi adalah telur dari ngengat atau
kupu-kupu tersebut.Hama Penggerek Batang menyerang tanaman padi pada
semua fase pertumbuhan tanaman mulai dari persemaian hingga menjelang
panen.

Gejala yang ditemukan sebelum padi berbunga disebut sebagai sundep dan gejala
serangan yang dilakukan setelah malai keluar dikenal sebagai beluk. Sundep
menyerang pada fase vegetatif (fase pertumbuhan) yang ditandai dengan daun
padi muda menguning tergulung lalu mengering dan mati. Sedangkan Beluk
menyerang pada fase generatif (fase berbunga/berbuah) yang ditandai dengan
bunga atau buah padi yg baru keluar berwarna putih, berguguran, gabahnya
kosong (gabuk).

C. Hama Walang Sangit

Walang sangit (Leptocorisa oratorius L) adalah hama yang menyerang tanaman


padi setelah berbunga dengan cara menghisap cairan bulir padi menyebabkan
bulir padi menjadi hampa atau pengisiannya tidak sempurna. Penyebaran hama
ini cukup luas. Walang sangit merupakan hama penting dan dapat menyebabkan
kehilangan hasil mencapai 50%. Diduga bahwa populasi 100.000 ekor per hektar
dapat menurunkan hasil sampai 25%. Hasil penelitian menunjukkan populasi
walang sangit 5 ekor per 9 rumpun padi akan menurunkan hasil 15%. Hubungan
antara kepadatan populasi walang sangit dengan penurunan hasil menunjukkan
bahwa serangan satu ekor walang sangit per malai dalam satu minggu dapat
menurunkan hasil 27%

Kwalitas gabah (beras) sangat dipengaruhi serangan walang sangit. Diantaranya


menyebabkan meningkatnya Grain dis-coloration. Sehingga serangan walang
sangit disamping secara langsung menurunkan hasil, secara tidak langsung juga
sangat menurunkan kwalitas gabah.

Pada masa tidak ada pertanaman padi atau tanaman padi masih stadia vegetatif,
dewasa walang sangit bertahan hidup/berlindung pada barbagai tanaman yang
terdapat pada sekitar sawah. Setelah tanaman padi berbunga dewasa walang
sangit pindah ke pertanaman padi dan berkembang biak satu generasi sebelum
tanaman padi tersebut dipanen.

D. Hama Pelipat Daun

Cnaphalocrocis medinalis atau dikenal dengan nama Hama Putih Palsu (HPP) /
Hama Pelipat Daun pada tanaman padi. Serangan hama ini akan berdampak besar
terhadap keberhasilan panen padi bila kerusakan pada daun di fase vegetatif dan
fase generatif melampaui ambang batas lebih besar dari 50%. Serangan HPP pada
fase vegetative lebih berpotensi merugikan dibandingkan dengan fase generative
Tanda pertama adanya hama putih palsu adalah adanya ngengat berwarna kuning
coklat yang memiliki tiga buah pita hitam dengan garis lengkap atau terputus
pada bagian sayap depan dan pada saat beristirahat, ngengat berbentuk
segitiga.Selanjutnya, kerusakan yang terjadi ditandai dengan adanya warna putih
pada daun di pertanaman . Ulat memakan jaringan hijau daun dari dalam lipatan
daun meninggalkan permukaan bawah daun yang berwarna putih.
DAFTAR PUTAKA

Arifin, M., dan Agus Iqbal. 1993. Arah, strategi, dan program
penelitian
biodiversitas dan interaksi komponen ekosistem pertanian
tanaman pangan sebagai unsur dasar pengelolaan hama secara
alamiah Seminar Hama Tanaman, 4-7 Maret 1993 di Sukarami.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Balai
penelitian Tanaman Pangan Sukarami

Astuthi, M.M.M., S. Ketut., I.W. Susila., G.N. Alit., S. Wirya dan I.P.
Sudiarta. (2012). Efikasi Minyak Atsiri Tanaman Cengkeh
(Zyzigium aromaticum (L) Meer & Perry), Pala (Myristica
fragrans Houtt) dan Jahe ( Zingiber officinale Rosc) terhadap
Mortalitas Ulat Bulu Gempinis dari Famili Lymantriidae.
J.Agric.Sci. and Biotechnol.ISSN ;23020-113.Vol.1, No.1, Juli
2012

Atman, R. 2009.Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu (PHT)


Pada Padi Sawah. Makalah, 7-18 Oktober 2009 di
Payahkumbuh Sumetera Barat. Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan. Balai penelitian Tanaman Pangan Sukarami

Effendi, K., Munif, A., & Winasa, I. W. (2020). Pengetahuan, Sikap,


dan Tindakan Petani Upsus dalam Mengendalikan Hama dan
Penyakit Tanaman Padi. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 25(4),
515-523.

Hastuti. (2015). Uji Efektivitas Larutan Pestisidsa Nabati Rimpang


Lengkuas, Daun Serai, dan Daun Babadotan Pada Pengendalian
Hama Penghisap Buah (Helopeltis sp) Tanaman Kakao

Heene. Aime, dkk. 2010. Manajemen Startegik Keorganisasian


Publik. Jakarta: Refika Aditama.

Idris, H. (2014). Pengaruh Bio Insektisida Kayu Manis terhadap


Aspek Biologi Aspidomorpha milliaris F. Buletin Ilmiah Eka
Sakti. 26(1): 68-77.Idris, H dan Nurmansyah. (2017). Pestisida
Nabati Minyak Kayu Manis dan Serai Wangi untuk
Pengendalian Hama Penggulung Daun Nilam Pachyzancla
stultalis. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Vol.28
No.2.2017 :163-170.

Idris, H. (2014a). Formula Insektisida Nabati untuk Mengendalikan


Hama Penggulung Daun (Pachyzancla stultalis) pada Tanaman
Nilam. Bul. Littro. 25(1), 69-76. Idris, H. (2014b). Pengaruh
Bio Insektisida Kayu Manis terhadap Aspek Biologi
Aspidomorpha milliaris F. Buletin Ilmiah Eka Sakti. 26(1), 68-
77.

Isnaini, M., E.R. Pane dan S. Wiridianti, 2015. Pengujian Beberapa


Jenis Insektisida Nabati terhadap Kutu Beras (Sitophilus oryzae
L). Jurnal Biota. Vol.1 Edisi Agustus 2015. Hal.1-8
Kartohardjono, A. (2011). Penggunaan musuh alami sebagai
komponen pengendalian hama padi berbasis ekologi.
Pengembangan Pertanian. 4(1), 29-46. Inovasi

Mahmud, Y., & Purnomo. S. S. (2014). Keragaman agronomis


beberapa varietas unggul baru tanaman padi (Oryza sativa L.)
pada model pengelolaan tanaman terpadu.

Nurmansyah (2011). Efektivitas Serai Wangi terhadap Hama Pengisap


Buah Kakao Helopeltis antonii. Bul. Littro. 22(2), 205-213

Rozi, Z.F., Y. Febrianti dan Y. Telaumbanua. (2018). Potensi Sari Pati


Gadung (Diascurea hispida L) sebagai Bioinsektisida hama
Walang sangit pada Tanaman Padi (Oryza sativa L.). Jurnal
Biogenesis.Vol.6, No.1, Juni 2018. Hal. 18-22.

Sirrapa, P.M. (2011). Kajian Perbaikan Teknologi Budidaya Padi


Melalui Penggunaan Varietas Unggul dan Sistem Tanam Jajar
Legowo dalam Meningkatkan Produktivitas Padi Mendukung
Swasembada Pangan. Jurnal Budidaya Pertanian. 7(2):79-86.

Sitompul, A.F., O. Syahrial dan Y. Pangestiningsih, (2014). Uji


Efektifitas Insektisida Nabati terhadap Mortalitas Leptocorisa
acuta T (Hemiptera; AlydidaeP) pada Tanaman Padi (Oryza
sativa L.) di Rumah Kaca. Program Studi Agroekoteknologi,
Fakultas
Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan. Jurnal
Agroekoteknologi ISSN No. 2337-6597.Vol.2(3): 1075-1080,
Juni 2014.
Soejitno J, Edi S. 1993. Arah dan strategi penelitian ambang ekonomi
hama tanaman pangan. Seminar Hama Tanaman, 4-7 Maret
1993 di Sukarami

Tigaw, L dan Ch. Salaki. (2015). Uji Efektivitas ekstrak bawang putih
dan Tembakau sebagai bioinsektisida terhadap kutu daun
Myzus persicae pada tanaman cabai. Jurnal Eugenia Vol. 21 (3)
Oktober, 2015

Widiarta, I.N., Burhanuddin, A.A. Daradjat dan A. Hasanuddin. 2004.


Status dan Program Penelitian Pengendalian Terpadu Penyakit
Tungro. Prosiding Seminar Nasional Status Program Penelitian
Tungro Mendukung Keberlanjutan Produksi Padi Nasional.
Makassar, 7-8 September 2004

Widiarta, I.N., M. Muhsin danD. Kusdiaman. 1998. Pengaruh


Andrografolid dan Dua Insektisida Sintesis, Antifidan
Nephotettix virescens, Terhadap Penularan penyakit Tungro,
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 4 : 1– 8.

Anda mungkin juga menyukai