Anda di halaman 1dari 28

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH MACAM PUPUK HAYATI DAN PENGURANGAN

VOLUME AIR PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT

KELAPA SAWIT DI PREY NURSERY

Disusun Oleh :
RODENIUS SINAGA
19/21236/BP

Dosen Pembimbing:
Dra. Suprih Wijayani, M.Si
Ir. Wiwin Dyah Ully Parwati, MP

FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN STIPER
YOGYAKARTA
2022
PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH MACAM PUPUK HAYATI DAN PENGURANGAN

VOLUME AIR PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT

KELAPA SAWIT DI PREY NURSERY

Disusun Oleh :

RODENIUS SINAGA
19/21236/BP

Dosen Pembimbing:

Dra. Suprih Wijayani, M.Si


Ir. Wiwin Dyah Ully Parwati, MP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN STIPER

YOGYAKARTA

2022

2
HALAMAN PENGESAHAN

PENGARUH MACAM PUPUK HAYATI DAN PENGURANGAN

VOLUME AIR PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT

KELAPA SAWIT DI PRE NURSERY

Disusun oleh

RODENIUS SINAGA

19/21236/BP

Rencana penelitian ini diajukan kepada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian STIPER Yogyakarta

untuk Memenuhi Persyaratan Penelitian Guna memperoleh Gelar Sarjana Pertanian.

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Dra. Suprih Wijayani, M.Si ) (Ir. Wiwin Dyah Ully Parwati, MP )

Mengetahui

Ketua Jurusan Budidaya Pertanian

( Ir. Samsuri Tarmadja, MP )

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………..2
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………….......….

3
I. PENDAHULUAN..........................................................................................................6

A. Latar Belakang........................................................................................................6
B. Rumusan Masalah..................................................................................................8
C. Tujuan Penelitian....................................................................................................9
D. Manfaat Penelitian.................................................................................................9
II. TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................11

A. Kelapa sawit.........................................................................................................11
B. Pupuk Hayati........................................................................................................12
C. Air.........................................................................................................................16
D. Hipotesis...............................................................................................................18
III. METODE PENELITIAN..................................................................................................19

A. Waktu dan Tempat Penelitian..............................................................................19


B. Alat dan Bahan.....................................................................................................19
C. Rancangan Penelitian...........................................................................................19
D. Parameter............................................................................................................20
E. Pelaksanaan Penelitian.........................................................................................21
F. Pemeliharaan Bibit Kelapa Sawit..........................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................25

LAMPIRAN........................................................................................................................27

A. Lampiran 1...........................................................................................................27
B. Lampiran 2...........................................................................................................28

4
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permintaan bibit kelapa sawit saat ini terus meningkat, disebabkan

semakin banyaknya pengusaha yang menanam modal pada perkebunan kelapa

sawit. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq ) menempati peringkat

pertama sebagai komoditas perkebunan penghasil devisa terbesar dengan luas

lahan mencapai 14,677 juta ha pada tahun 2019 (Subagyono. 2021).

Produktivitas crude palm oil dari perkebunan kelapa sawit di Indonesia baru

mencapai 4 ton/ha/tahun dengan potensi mencapai 8,45 ton/ha/tahun apabila

dikelola dengan optimal.

Dengan seiring berjalannya waktu luas perkebunan kelapa sawit akan terus

bertambah sehingga perusahaan perkebunan kelapa sawit akan memerlukan

bibit-bibit dengan kualitas yang baik. Proses pembibitan dibagi menjadi dua

yaitu PN (pre-nursery) dan MN (main-nursery). Untuk pembibitan pre-

nursery dilakukan penanaman kecambah kelapa sawit pada polybag ukuran

kecil (baby bag) sampai umur tanaman tiga bulan. Proses yang kedua disebut

main-nursery yaitu masa peralihan kecambah kelapa sawit akan ditanam pada

polybag ukuran besar yang sebelumnya ditanam pada pembibitan pre-nursery.

Kemudian dilakukan perawatan sampai usia tanaman kurang lebih satu tahun.

Demikian juga petani biasa, telah banyak mengalihkan komoditi usaha

pertanian mereka menjadi tanaman kelapa sawit. Untuk mengantisipasi

kebutuhan akan bibit kelapa sawit, dibutuhkan pembibitan skala besar sebagai

suplai pengadaan bibit kelapa sawit unggul, berkualitas dan berproduksi tinggi

5
setelah ditanam di lapang. Pertumbuhan bibit kelapa sawit yang jagur

diperoleh melalui pemeliharaan yang baik terutama melalui pemberian pupuk

yang tepat dosis, tepat waktu dan tepat cara. Selain pemupukan, sifat media

tanah yang digunakan khususnya sifat fisik tanah sangat menentukan

pertumbuhan bibit.

Pupuk hayati adalah kombinasi antara pupuk mikroba dan pupuk organik.

Pupuk ini terbuat dari bahan-bahan alami seperti pupuk kandang, kompos dan

kascing serta diperkaya dengan mikroba hidup yang memiliki peranan positif

bagi tanaman. Pupuk hayati merupakan mikroba hidup yang diberikan

kedalam tanah sebagai inokulan menyediakan unsur hara tertentu bagi

tanaman. Beberapa mikroorganisme tanah seperti Rhizobium, Azospirillum,

Bacillus, Bukholderia, Azotobacter, mikroba pelarut fosfat, bakteri penambat

N2, Mikoriza, Trichoderma sp dan mikroba tanah lainnya adalah contoh

mikroba yang sering digunakan untuk pupuk hayati dan sudah banyak tersedia

dipasaran. Komunitas mikroba dapat berperan dalam pertumbuhan tanaman

melalui beberapa mekanisme antara lain meningkatkan ketersediaan unsur

hara didalam tanah, meningkatkan kemampuan bersaing terhadap hama dan

penyakit yang ditularkan melalui perakaran (Nurul et al., 2020) serta untuk

meningkatkan unsur-unsur hara di dalam tanaman.

Pemakaian pupuk organik hayati yang diaplikasikan dengan tepat dan

benar akan berpengaruh positif terhadap ketersediaan unsur hara, ketahanan

terhadap serangan penyakit dan meningkatkan kesehatan tanah sehingga

pertumbuhan tanaman akan lebih baik dan hasil produksi dapat ditingkatkan.

6
Pupuk organik hayati mampu meningkatkan efisiensi serapan hara,

memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan komponen hasil produksi

tanaman serta dapat meningkatkan ketahanan fisik tanaman terhadap serangan

hama dan penyakit (Nurul et al., 2020) mengungkapkan interaksi mikroba

penambat N2 dengan tanaman inang merupakan salah satu contoh peningkatan

kualitas tanaman oleh mikroba. Oleh sebab itu penelitian tentang pemanfaatan

mikroba untuk budidaya perkebunan harus terus diteliti untuk mendapatkan

hasil yang lebih baik dan optimal.

Salah satu kegiatan dalam pembibitan yaitu ketersediaan air yang terbatas

dan juga. Faktor lain yang dapat menyebabkan penghambatan pertumbuhan

dan produksi tanaman secara. Perubahan iklim global berpengaruh terhadap

jumlah dan sebaran curah hujan sehingga mempengaruhi ketersediaan air.

Produktivitas tanaman ditentukan oleh kualitas bibit dan tindakan kultur teknis

yang diterapkan mulai dari penanaman sampai dengan tanaman berproduksi.

Pembibitan kelapa sawit diarahkan untuk menghasilkan bibit kelapa sawit

yang normal, sehat, dan berukuran besar agar performanya baik ketika

nantinya ditanam di kebun produksi. Salah satu kendala pada kegiatan

pembibitan kelapa sawit adalah ketersediaan air yang terbatas jumlahnya.

Kurangnya ketersediaan air akan menghambat sintesis klorofil pada daun

akibat laju fotosintesis yang menurun dan terjadinya peningkatan temperatur

dan transpirasi yang menyebabkan disintegrasi klorofil.

B. Rumusan Masalah

7
Pemakaian pupuk anorganik secara terus menerus dengan dosis yang

berlebihan memiliki dampak buruk terhadap kerusakan lingkungan dan

penurunan keanekaragaman hayati tanah, sehingga perlu dicari alternatif lain

agar produksi pertanian bisa ditingkatkan tanpa bergantung sepenuhnya pada

pemakaian pupuk anorganik.

Salah satu solusi adalah penggunaan pupuk Feng Shou yang diperkaya

mikroba tanah bermanfaat. Mikroba tanah diketahui dapat memproduksi

fitohormon yang berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan perakaran,

pertumbuhan tajuk dan kesehatan tanaman kelapa sawit. Aplikasi pupuk

hayati juga untuk menurunkan pemakaian pupuk anorganik penting dilakukan

untuk melindungi lingkungan dari dampak buruk pupuk anorganik yang

digunakan berlebihan. macam pupuk hayati yang paling berdampak terhadap

pertumbuhan bibit kelapa sawit di PN. Pupuk hayati berpengaruh terhadap

perakaran sehingga diharapkan ketika bibit kelapa sawit memiliki akar yang

banyak akan mampu banyak menyerap air dan diharapkan frekuensi

penyiraman pada bibit kelapa sawit bisa berkurang.

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk :

1. Mengetahui pengaruh macam pupuk hayati terhadap pertumbuhan bibit

kelapa sawit di pre nursery

2. Mengetahui pengurangan volume penyiraman air terhadap pertumbuhan

bibit kelapa sawit pre nursery

8
3. Mengetahui ada tidaknya interaksi antara macam pupuk hayati dan

pengurangan volume air terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit pre

nursery

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang

bermanfaat mengenai macam pupuk hayati yang digunakan sebagai pupuk

organik untuk pertumbuhan dan perkembangan bibit kelapa sawit sehingga

menjadi salah satu opsi pilihan bagi para petani kelapa sawit di tengah

tingginya harga pupuk saat ini dan juga memberikan informasi tentang

pengurangan volume air penyiraman dalam pertumbuhan kelapa sawit di pre

nursery.

9
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kelapa sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) umumnya diusahakan

secara komersial di berbagai negara diantaranya Asia Tenggara, Amerika

Latin, Afrika, serta beberapa wilayah daerah dengan skala yang lebih kecil.

Kelapa sawit termasuk ke dalam Subfamili Cocoideae yang termasuk tanaman

asli Amerika Selatan, termasuk species Elaeis oleifera dan Elaeis odora,

walaupun demikian salah satu Subfamili Cocoideae adalah tanaman asli

Afrika. Asal Elaeis guineensis jacq berdasarkan hasil deskripsi para ahli

botani internasional sebelumnya dan para penjelajah di benua Afrika

(Pahan,2013)

Areal perkebunan kelapa sawit di Menurut (Siboro, 2016) Tanaman

kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang memegang peranan

penting bagi Indonesia sebagai komoditi andalan yang diharapkan dapat

meningkatkan pendapatan petani kelapa sawit. Kelapa sawit juga merupakan

sumber devisa bagi negara yang sangat potensial karena mampu menempati

urutan teratas dari sektor perkebunan. Indonesia selama 5 tahun terakhir ini

mengalami tren yang cenderung meningkat. Data menunjukkan pertambahan

luas area sebesar 2,77%-55% per tahun, walaupun dalam masa tersebut yaitu

tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 0,52% (Nababan Judika, Islan,

2013)

Ada pun dalam pertumbuhan dan juga produktivitas kelapa sawit

dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik dalam maupun luar tanaman kelapa

10
sawit antara lain faktor dalam yaitu ; akar, batang, daun, dan buah sedangkan

faktor luar adalah faktor lingkungan yang meliputi iklim, curah, hujan,

topografi, suhu, kelembaban jenis tanah, dan pH. Tanaman kelapa sawit

memiliki kriteria atau syarat tumbuh yang dapat memaksimalkan

pertumbuhannya untuk ketinggian penanaman yang baik berkisar antara 0-500

mdpl. Kemudian tanaman kelapa sawit membutuhkan curah hujan sekitar

2000-2500 mm/tahun. Suhu yang optimum bagi pertumbuhan kelapa sawit

sekitar 29-30℃. Untuk intensitas penyinaran yang tanaman kelapa sawit

yakni 5-7 jam/ hari, dengan pH yang optimum bagi pertumbuhan bibit kelapa

sawit yaitu 5-6,5.

B. Pupuk Hayati

Pupuk hayati adalah pupuk yang mengandung mikroba yang

menguraikan atau mengikat unsur hara sehingga unsur hara tersebut dapat

dimanfaatkan oleh tanaman. Mikroba memiliki kekuatan untuk meluruhkan

unsur fosfat terikat yang berada di dalam tanah sebagai senyawa organik atau

batuan mineral. Unsur fosfat yang sudah hancur akan lebih mudah diserap

oleh tanaman. Namun, setiap mikroba memiliki mekanisme peluruhan yang

berbeda-beda.Umumnya mikroba yang digunakan adalah mikroba yang

mampu hidup Bersama (simbiosis) dengan tanaman inangnya. Keuntungan

yang diperoleh kedua belah pihak, tanaman inang mendapatkan tambahan hara

yang diperlukan, sedangkan mikroba 14 mendapatkan bahan organik untuk

aktivitas dan pertumbuhannya (Surakarta, et al 2006).

11
Pupuk hayati pelarut fospat merupakan pupuk yang mengandung bakteri

decomposer yang mengkonsumsi senyawa karbon sederhana, seperti eksudat

akar dan sisa tanaman. Melalui proses ini bakteri mengkonversi energi dalam

bahan organik tanah menjadi bentuk yang bermanfaat untuk organisme tanah

lain dalam rantai makanan tanah. Bakteri ini dapat merombak pemcemar

tanah, dapat menahan unsur hara di dalam selnya. Aktivitas bakteri pelarut

posfat akan tinggi pada suhu 30oC – 40oC (bakteri mesophiles) , kadar garam

tanah < 0,85% dengan kondisi aerasi tanah baik dan reaksi tanah yang

mendukung aktivitas bakteri ini adalah pada pH 4-5 (Handayanto dan

Hairiyah,2007).

Pupuk hayati (biofertilizer) didefinisikan sebagai substansi yang

mengandung mikroorganisme hidup yang mengkolonisasi rizosfer atau bagian

dalam tanaman dan memacu pertumbuhan tanaman dengan jalan

meningkatkan pasokan ketersediaan hara primer dan atau stimulus

pertumbuhan tanaman target, bila dipakai pada benih, permukaan tanaman,

atau tanah (Fenca .2006) Pupuk hayati Feng Shou merupakan pupuk Hayati

dengan formula terbaru dari Tiens. Feng Shou mengandung beragam jenis

mikroba khusus yang dapat membantu menguraikan senyawa Nitrogen (N),

Fosfat (P), dan senyawa Kalium (K). Jenis-jenis mikroba Feng Shou adalah

mikroba pilihan unggul dengan teknologi yang lebih canggih dan dalam

jumlah yang lebih besar dibandingkan pupuk lain, yang memberikan hasil

panen lebih optimal.

12
Umumnya mikroba dalam pupuk hayati dikemas dalam bahan pembawa

berbentuk serbuk atau bentuk cairan. Sebagai bahan pembawa inokulan

serbuk, dapat digunakan bahan organik seperti gambut, arang, sekam, dan

kompos. Berbeda dengan pupuk anorganik maupun organik, pupuk hayati

memiliki masa kadaluarsa yang relatif pendek, yaitu 6 sampai 12 bulan. Pupuk

hayati mempunyai kelebihan dibanding dengan pupuk kimia buatan karena

bahan-bahannya berasal dari alam sehingga tidak menimbulkan pencemaran

lingkungan. Beberapa bahan pembawa yang dapat digunakan untuk formulasi

inokulan antara lain gambut, lignite, arang, zeolit, bentonite (Danapriatna &

Simarmata, 2011)

Nitrogen berperan dalam pembentukan tunas atau perkembangan batang

tanaman dan daun tanaman. Nitrogen juga berperan dalam membentuk asam

amino yang akan diubah menjadi protein, nitrogen dibutuhkan untuk

membentuk klorofil, asam nukleat dan enzim (Novizan, 2005). Kandungan

mikroba yang terdapat dalam pupuk hayati Feng Shou adalah 1,52 x 105

Cfu/ml mikroba pelarut fosfat, 8 x 107 Cfu/ml Azospirillum sp, 9 x 107

Cfu/ml Azotobacter sp, 9 x 107 Cfu/ml Pseudomonas sp dan 2,5 x 104 Cfu/ml

Bakteri Selulotik (Anonymous, 2010).

Secara garis besar pupuk hayati terdiri dari kelompok penambat N

(simbiotik dan non simbiotik), Memobilisasi P (phosphate mobilizing

biofertilizers) meliputi mikroba pelarut P dan mikoriza, sellulolitik atau

organisme pengurai bahan organik (organic matter decomposer), dan

kelompok PGPR (plant growth promoting rhizobacteria). Dibandingkan

13
dengan pupuk anorganik (chemical fertilizers), pupuk hayati dapat berfungsi

ganda (multipurpose) yaitu meningkatkan ketersediaan hara, menghasilkan

pemacu tumbuh (PGPR), dan agen hayati yang dapat menekan pertumbuhan

mikroba patogen Pemupukan (Rachman, 2018)

Pupuk hayati peluruh bahan organik merupakan pupuk hayati dan

pembenah tanah berbahan aktif tujuh mikroba indigenous. Keunggulannya

antara lain dapat diaplikasikan pada berbagai tanaman, baik sistem

konvensional maupun hidroponik dengan nilai efisiensi yang sangat tinggi;

dapat mempertahankan kuantitas dan mutu hasil panen; serta dapat

mensubstitusi pupuk kimia sintetik hingga 100%. Pupuk hayati peluruh bahan

organik mempunyai prospek yang sangat tinggi untuk dipasarkan, karena

produk tersebut berpotensi dapat mensubstitusi bahkan dapat menggantikan

peran pupuk sintetik yang saat ini umum digunakan dalam berbagai budidaya

tanaman hortikultura. Selain mempertahankan produktivitas pertanian, pupuk

hayati ini dapat membantu dalam mengembalikan kualitas lahan pertanian

yang rusak akibat pemakaian pupuk sintetik.

Borneensis merupakan pupuk hayati yang diformulasikan khusus untuk

tanaman kelapa sawit. Borneensis mengandung konsorsium mikroba

bermanfaat yang diisolasi dari perakaran kelapa sawit dan memiliki daya

adaptasi serta asosiasi yang tinggi dengan tanaman. Produk ini mengandung

bakteri penambat nitrogen, bakteri pelarut fosfat, dan bakteri penghasil indole

acetic acid (IAA) yang berperan sebagai plant growth promoting

rhizobacteria (PGPR). Produk ini menggunakan sumberdaya lokal yang

14
ramah lingkungan yaitu by product (limbah) tanaman kelapa sawit dan

tanaman tebu. Keunggulan produk ini memiliki Bahan aktif (mikroba)

diisolasi dari perakaran kelapa sawit. Komposisi formula menggunakan kelapa

sawit dan tebu. Kemudian Kemudahan aplikasi di lapangan. Memiliki daya

adaptasi tinggi di berbagai kondisi pH tanah (4-11). Ramah lingkungan, durasi

penyimpanan yang cukup panjang, dan aman dalam pemakaian (Anonim)

C. Air

Bibit kelapa sawit memerlukan air yang cukup untuk pertumbuhannya

terutama untuk tanaman yang masih muda. Kebutuhan air kelapa sawit

didapatkan dari nilai evapotranspirasi . Menurut Coster dalam Gapki (2017),

sawit memiliki nilai evapotranspirasi sebesar 1,104 mm/tahun atau 3,03

mm/hari. Ketersediaan air dalam tanah dapat dikelola dengan baik melalui

kegiatan penyiraman. Frekuensi penyiraman yang terlalu panjang akan

menimbulkan kekeringan, sedangkan penyiraman yang terlalu sering atau

berlebihan akan mengakibatkan pemadatan tanah. (Ariyanti, 2018).

Menurut Sarjan (2014) menyatakan bahwa fungsi air sebagai pemberi

turgor bagi sel adalah membantu sel dalam menjaga bentuk dan dan membuka

serta menutupnya stomata pada tanaman. Proses turgor ini juga membantu sel

dalam melakukan pembelahan dan pembesaran sel. Serta hal ini tidak terlepas

dari sifat genetis masing-masing varietas kelapa sawit yang ber mesokarp

tebal yang mempunyai respon yang berbeda-beda terhadap kebutuhan air yang

diberikan pada fase pembibitan. Perbedaan genetik ini mengakibatkan setiap

15
varietas memiliki ciri dan sifat khusus yang berbeda satu sama lain sehingga

akan menunjukan keragaman karakteristik.(Tampubo, 2019)

Bibit kelapa sawit membutuhkan air untuk kelangsungan hidupnya.

Penyiraman bibit dilakukan dua kali sehari, kecuali apabila jatuh hujan lebih

dari 7 - 8 mm pada hari itu. Air untuk menyiram bibit harus bersih. Cara

menyiramnya harus dengan semprotan halus agar bibit dalam polybag tidak

rusak dan tanah tempat tumbuhnya tidak padat. Kebutuhan air siraman ± 2

liter / polybag / hari atau disesuaikan dengan umur bibit. Jangan sampai lupa

menyiram bibit, karena jika terlambat, bibit bisa layu dan akhirnya mati.

Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik didaerah tropis,

dataran rendah yang panas, dan lembab. Curah hujan yang baik adalah 2500 -

3000 mm pertahun yang turun merata sepanjang tahun. Hal yang paling

penting untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit adalah distribusi hujan yang

merata. Kemarau panjang dapat mengakibatkan pengeringan tanah di daerah

perakaran yang relatif dangkal, sehingga kelembaban tanah bisa berada

dibawah titik layu permanen.

Penyiraman merupakan kebutuhan pokok bibit kelapa sawit. Air yang

dibutuhkan untuk kelangsungan hidup bibit setiap harinya tergantung pada

kondisi tanah didalam polybag, umur bibit dan keadaan cuaca sebagai

patokan, diperlukan rata - rata 2 liter perbibit (pagi 1 liter dan siang 1 liter).

Kalau turun hujan lebih besar 8 mm per hari, dan kelembaban tanah dalam

polybag cukup tidak perlu dilakukan penyiraman.

16
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh M.Zainuddin (2016).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian air dengan volume 150 ml

dan 200 ml/bibit/hari memberikan hasil lebih baik dari pada pemberian air

dengan volume 100 ml/bibit/hari pada pertumbuhan jumlah daun, tinggi

tanaman.Hal ini dikarenakan pemberian air dengan volume 200 ml/hari/bibit

dan 150ml/hari/bibit kebutuhan air sudah tercukupi sedangkan pemberian air

dengan volume 100 ml/hari/bibit kekurangan air (defisit air). Air digunakan

untuk proses fotosintesis dan penyerapan unsur hara sehingga hasil

fotosintesis dapat digunakan untuk pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah

daun.

Berdasarkan hasil penelitian oleh Mayang Nurin (2017) menunjukkan

bahwa pemberian volume air siraman dan aplikasi pupuk organik

menunjukkan tidak terjadi interaksi nyata terhadap semua parameter yang

diamati.Tidak terjadi interaksi nyata antara perlakuan macam pupuk organik

dan volume penyiraman terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit. Perlakuan

macam pupuk organik tidak memberikan pengaruh nyata terhadap

pertumbuhan bibit kelapa sawit. Volume penyiraman 150 ml/hari sudah cukup

dalam penyiraman bibit kelapa sawit di pre nursery.

D. Hipotesis
1. Pemberian macam pupuk hayati pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan

bibit kelapa sawit

2. Diduga volume air siraman 200 ml/ hari/ polybag pada pertumbuhan bibit

kelapa sawit prey nursery sudah mencukupi

17
3. Diduga ada interaksi antara macam pupuk hayati dan pengurangan volume

air penyiraman pada pertumbuhan bibit kelapa sawit prey nursery

4.

18
III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Kebun Pendidikan dan Penelitian

(KP2) Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah

Istimewa Yogyakarta. Ketinggian tempat penelitian 118 mdpl. Penelitian ini

akan dilaksanakan dari bulan Mei s/d Agustus 2022.

B. Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan adalah ember, meteran, timbangan digital, kertas

label, jangka sorong, ayakan tanah.

2. Bahan yang digunakan adalah bibit kelapa sawit, baby bag, pupuk hayati.

C. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan percobaan faktorial yang terdiri dari 2 faktor

yang tersusun dalam Rancangan Acak Lengkap (Completed Randomized

Design). Faktor Pertama adalah macam pupuk hayati (M) yang terdiri atas 3

aras yaitu :

H1 = Pupuk hayati peluruh fosfat

H2 = Pupuk hayati peluruh bahan organik

H3 = Pupuk hayati penambat nitrogen

Sedangkan untuk faktor kedua adalah pengurangan volume air penyiraman

yang terdiri atas 4 aras yaitu :

K0 = Kontrol ( 200 ml / polybag/hari )

K1 = 150 ml /polybag/hari

19
K2 = 100 ml /polybag/hari

K3 = 50 ml /polybag/hari

Dari rancangan tersebut didapat 3 x 4 = 12 kombinasi perlakuan, setiap

kombinasinya diulang sebanyak 3 kali ulangan. Data dianalisis menggunakan

sidik ragam (Anova) pada jenjang 5 %. Apabila terdapat beda nyata, dilakukan

uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada jenjang nyata 5 %.

D. Parameter

Pengamatan dilakukan pada setiap unit percobaan. Adapun parameter yang

diantaranya :

1. Tinggi bibit kelapa sawit (cm)

Diperoleh dengan cara mengukur bibit dari pangkal batang sampai

pucuk daun termuda dari bibit. Pengukuran dilakukan setelah bibit

berumur satu bulan dengan interval satu minggu sekali.

2. Jumlah daun bibit kelapa sawit (helai)

Jumlah daun dihitung berdasarkan daun yang membuka sempurna dan

dihitung setiap satu minggu sekali.

3. Panjang daun bibit kelapa sawit (cm)

Pengukuran panjang daun dilakukan dengan menggunakan penggaris

yang dimulai dari pangkal sampai ujung daun.

4. Diameter batang bibit kelapa sawit (mm)

Pengukuran diameter batang diukur dengan menggunakan jangka

sorong yang dilakukan pada saat akhir penelitian untuk mengetahui

perkembangan bibit.

20
5. Panjang akar bibit kelapa sawit (cm)

Penghitungan panjang akar dihitung dari pangkal akar sampai ujung

akar paling bawah yang dilakukan di akhir penelitian.

6. Berat basa akar bibit kelapa sawit (g)

Akar dipisahkan dari batang dan dibersihkan kotorannya kemudian

dilakukan penimbangan dengan menggunakan timbangan digital.

7. Volume akar bibit kelapa sawit

Akar yang sudah dipisahkan dan dibersihkan dari kotorannya kemudian

dimasukan kedalam gelas ukur lalu ditambahkan air.

8. Berat kering akar bibit kelapa sawit (g)

Pengukuran dilakukan setelah berat basah akar ditimbang. Akar yang

sudah ditimbang, dimasukkan kedalam oven untuk menghilangkan kadar

air dalam akar. Setelah itu ditimbang dengan timbangan digital.

9. Berat basah bibit kelapa sawit (g)

Berat basah tanaman diukur dengan menimbang tanaman dengan

timbangan digital.

10. Berat kering bibit kelapa sawit (g)

Dilakukan dengan cara menimbang tanaman dengan timbangan digital,

tetapi sebelumnya di oven terlebih dahulu untuk menghilangkan kadar air

dalam tanaman.

E. Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan areal penelitian

21
Untuk persiapan areal penelitian dibersihkan dari dedaunan atau

rerumputan kemudian diratakan. Kemudian membuat rumah pembibitan

dengan naungan plastik dan paranet untuk mencegah bibit kelapa sawit

terpapar sinar matahari langsung dan menghindari bertambahnya volume

air di polybag akibat terpaan air hujan.

2. Pembuatan naungan

Untuk pembuatan naungan dibuat dari kerangka bambuan dengan

ukuran panjang 4 meter dan lebar 3 meter, tinggi naungan sebelah barat ±

1,5 meter dan sebelah timur ± 2 meter, sementara untuk naungan

menghadap ke arah timur. Naungan diberi atap plastik transparan,

tujuannya untuk menghindari dari curah hujan, dan di sekeliling rumah

penelitian ditutup dengan paranet setinggi ± 1,5 meter.

3. Persiapan media tanam

Memasukan tanah Grumosol ke dalam babybag yang berukuran 15

cm x 20 cm. Babybag yang telah diisi oleh media kemudian disusun sesuai

dengan layout percobaan yang telah ditentukan, kemudian diberi label

perlakuan

4. Persiapan pupuk hayati

Untuk persiapan 3 macam pupuk hayati dibuat dengan mencampurkan

bahan organik yang selanjutnya akan di campurkan ke tanah sesuai dengan

layout masing-masing.

5. Persiapan Bahan Tanam

22
Bahan tanam yang digunakan adalah bibit kelapa sawit varietas D x P

Simalungun yang diperoleh dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS)

Medan.

6. Penanaman kecambah

Kecambah kelapa sawit yang ditanam pada babybag yang telah

disiapkan. Penanaman kecambah harus memperhatikan posisi arah

kecambah. Lalu kecambah dimasukkan ke dalam lubang tanam dengan

posisi plumula di atas dan radikula di bawah, kemudian kecambah ditutup

dengan tanah.

F. Pemeliharaan Bibit Kelapa Sawit

1. Penyiraman

Penyiraman terhadap bibit kelapa sawit dilakukan dengan cara manual,

penyiraman sebanyak dua kali dalam sehari baik pagi dan sore setiap kali

penyiraman harus mencapai kapasitas lapang. Volume air diaplikasikan

secara berbeda yaitu 200 ml 150 ml /polybag/hari ,100 ml /polybag/hari ,

50 ml /polybag/hari.

2. Penyulaman

Pelaksanaan penyulaman bibit yang telah ditanam dilakukan apabila

bibit kelapa sawit terserang oleh hama penyakit (rusak) atau mati dan

dilakukan 1 minggu setelah tanam. Hal tersebut dilakukan bertujuan agar

bibit kelapa sawit terhindar dari hama penyakit .

3. Pemupukan

23
Bahan pemupukan dilakukan menggunakan pupuk hayati (Feng Shou,

Biogenesis, BioNutri-V), dengan volume yang dianjurkan di setiap jenis

pupuk dengan dosis dan jangka waktu yang berbeda .Untuk jenis pupuk

Borneensis dilakukan sejak saat penanaman dilakukan, untuk jenis pupuk

Bio Nutri-V dilakukan sejak awal penanaman dan diaplikasikan pada

umur satu minggu setelah kecambah ditanam dan pupuk Feng Shou

diaplikasikan pada minggu kedua sejak kecambah ditanam. Pengaplikasian

dilakukan dengan cara mulai dari setelah bibit ditanam sampai 2 minggu

sebelum panen.

4. Penyiangan

Teknik penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma yang

tumbuh di dalam dan di sekitar babybag sesuai dengan kebutuhan.

5. Pengendalian hama

Bila diperlukan pengendalian hama dilakukan secara manual atau

mekanis yaitu, dengan cara mengutip hama pada bibit kelapa sawit namun

apabila terdapat serangan yang cukup serius penggunaan insektisida dapat

dilakukan.

24
DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. R., Rusmarini, U. K., & Setyawati, E. R. (2017). Pengaruh Macam Zat
Pemacu Pertumbuhan Dan Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Awal
Bibit Kelapa Sawit Di Pre Nursery. Jurnal Agromast, 2(1).

Ariyanti, M., Rosniawaty, S., & Utami, H. A. (2018). Pertumbuhan bibit kelapa
sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Dengan Pemberian Kompos Blotong Disertai
Dengan Frekuensi Penyiraman Yang Berbeda Di Pembibitan Utama.
Kultivasi, 17(3), 723–731.

Danapriatna, N., & Simarmata, &tualar. (2011). Viabilitas Pupuk Hayati


Penambat Nitrogen (Azotobacter dan Azospirillum ) Ekosistem Padi Sawah
pada Berbagai Formulasi Bahan Pembawa. CEFARS : Jurnal Agribisnis Dan
Pengembangan Wilayah, 3(1), 1–10.

Fnca, B., Project, B., Forum, G., & Cooperation, N. (2006). Biofertilizer Manual.
Japan Atomic Industrial Forum (JAIF). https://doi.org/ISBN4-88911-301-0
C0550

Nababan Judika, Islan, M. G. M. E. (2013). Uji Pemberian Volume Air Melalui


Sistem Irigasi Tetes Pada Pembibitan Utama (Main Nursery) Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq).

Nurul, M., Nur, W., Abdal, A. M., Makassar, N., Barat, S., & Hasanuddin, U.
(2020). Pengaruh Pupuk Hayati Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq.) pada Pembibitan Awal. 6(1), 37–46.

Nursanti, I. (2017). Penggunaan Pupuk Hayati Pelarut Fosfat Dan Pupuk P


Terhadap Pertumbuhan Kelapa Sawit (Elaeis Quineensis Jacq) Di
Pembibitan Utama Pada Tanah Ultisol. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari
Jambi, 10(3), 51-57.

Panjaitan, M. Z. R., Muín, A., & Rusmarini, U. K. (2016). Pengaruh Ketebalan


Mulsa Dan Volume Penyiraman Pada Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit Di
Prenursery. Jurnal Agromast, 1(2).

Pertama, F. P., Ginting, C., & Gunawan, S. (2017). Pengaruh Dosis Solid

25
Decanter pada Media Tanam Tanah Pasiran dan Volume Penyiraman pada
Pertumbuhan Bibit Pre Nursery Kelapa Sawit. Jurnal Agromast, 2(1).

Rachman, T. (2018). Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati Dan Pupuk Organik


Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine Max. L.
Merill) Pada Lahan Terdampak Pertambangan Emas Di Kecamatan
Karangjaya Kabupaten Tasikmalaya. Angewandte Chemie International
Edition, 6(11), 951–952., 10–27.

Simarmata, T., & Hamdani, J. S. (2003). Efek kombinasi jenis pupuk organik
dengan bionutrisi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jahe (Zingiber
officinale Rosc.) pada inceptisols di Garut. Bionatura, 5(1).

Suradikarta, D., A. Simanungkalit, R. D. M. (2006). Pupuk Organik dan Pupuk


Hayati ( dan W. H. R.D.M. Simanungkalit, Didi Ardi Suriadikarta, Rasti
Saraswati, Diah Setyorini (ed.)). Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan
Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Sukmawan, Y., Riniarti, D., Utoyo, B., & Rifai, A. (2020). Efisiensi air pada
pembibitan utama kelapa sawit melalui aplikasi mulsa organik dan
pengaturan volume penyiraman. Jurnal Pertanian Presisi (Journal of
Precision Agriculture), 3(2), 141-154.

Tampubolon, R. M., Irsal, & Charloq. (2019). Pengaruh Frekuensi Penyiraman


Terhadap Beberapa Jenis Bibit Unggul Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq.)
yang Bermesokarp Tebal di Main Nursery Umur 4 Sampai 7 Bulan. Jurnal
Agroekoteknologi FP USU, 7(2), 356–360.
https://jurnal.usu.ac.id/agroekoteknologi

26
LAMPIRAN
A. Lampiran 1
Matrix Perlakuan
Volume air penyiraman
PERLAKUAN
K0 K1 K2 K3

Jenis H1 H1K0 H1K1 H1K2 H1K3


Pupuk
H2 H2K0 H2K1 H2K2 H2K3
Hayati
H3 H3K0 H3K1 H3K2 H3K3

27
B. Lampiran 2
ULANGAN I ULANGAN II ULANGAN III
K2 K1 KO K3 K3 KO K1 K2 K2 K1 KO K3
H1 H3 H2 H3 H2 H3 H1 H2 H3 H2 H1 H3

H2 H2 H1 H2 H1 H1 H3 H3 H1 H3 H2 H2

H3 H1 H3 H1 H3 H2 H2 H1 H2 H1 H3 H1

K1H K2H K3H K0H K3H K0H K1H K2H K2H K1H K0H K3H
1 3 2 1 2 3 1 2 3 2 1 3
K1H K2H K3H K0H K3H K0H K1H K2H K2H K1H K0H K3H
2 2 1 3 1 1 3 3 1 3 2 2
K1H K2H K3H K0H K3H K0H K1H K2H K2H K1H K0H K3H
3 1 3 2 3 2 2 1 2 1 3 1
Layout Penelitian

Macam pupuk hayati :


H1 = Pupuk hayati peluruh fosfat
H2 = Pupuk hayati peluruh bahan organik
H3 = Pupuk hayati penambat nitrogen

Berbagai pengurangan volume air penyiraman:


K0 : Kontrol (200 ml /polybag/hari)
K1 : 150 ml /polybag/hari
K2 : 100 ml /polybag/hari
K3 : 50 ml /polybag/hari

28

Anda mungkin juga menyukai