Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGENDALIAN GULMA


SELEKTIVITAS DAN EFEKTIVITAS HERBISIDA

Oleh :
Nama : Ruth Elizabeth
145040201111295
NIM :

Kelas :B
Kelompok : B2 (Rabu, 10.30-12.10)
Asisten : Rahmania Wahida

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2018
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lahan pertanian biasanya ditanami sejenis atau dua jenis tanaman pertanian.
Namun demikian tumbuhan lain juga dapat tumbuh di lahan tersebut. Di tingkat
petani, kehilangan hasil padi karena persaingan dengan gulma mencapai 10-15%.
Karena terbatasnya tenaga kerja untuk menyiang, dalam mengendalikan gulma
petani mulai beralih dari penyiangan secara manual ke pemakaian herbisida (Pane
et al. 1999). Selain itu, penggunaan herbisida lebih ekonomis dan efektif
mengendalikan gulma dibanding cara lain, terutama pada hamparan yang luas.
Pengendalian gulma dimaksudkan untuk menekan atau mengurangi populasi gulma
sehingga penurunan hasil secara ekonomis menjadi tidak berarti (Soerjandono,
2005). Pada pengendalian gulma, mengendalikan gulma secara khemis merupakan
salah satu cara pengendalian disamping pengendalian secara manual/mekanis.
Dalam mengendalikan gulma secara khemis digunakan herbisida. Herbisida adalah
bahan kimia yang digunakan untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan
gulma. Secara kasat mata tanaman dan gulma memiliki morfologi yang hampir
sama namun berbeda peran dalam pertanian. Penyemprot harus memastikan bahwa
herbisida yang diberikan terarah pada gulma dan meniadakan persentuhan
semprotan herbisida terhadap tanaman. Herbisida merupakan bagian atau anggota
dari pestisida. Praktek penggunaan herbisida di lokasi pertanian terjadi karena
kemampuan herbisida pada umumnya untuk mematikan beberapa jenis tumbuhan
(gulma) tanpa menggangu jenis lain atau tanaman lain (tanaman pokok). Jika
dibandingkan dengan pengendalian secara manual, biaya pengendalian akan
semakin tinggi. Apalagi ketika kemampuan selektivitas herbisida dapat
ditingkatkan, maka akan mempermudah pengendalian gulma dilapangan
(Muliyadi, 2005).

Saat ini kehadiran herbisida bukanlah menjadi barang baru bagi petani. Banyaknya
jenis gulma menuntut petani untuk menggunakan herbisida yang tepat untuk gulma
sasaran. Dalam menentukan herbisida yang akan digunakan tersebut maka salah
satu hal terpenting yang harus diperhatikan adalah bahan aktif yang terkandung di
dalamnya. Berkaitan dengan itu, banyaknya jenis gulma ternyata berimplikasi pada
berbagai jenis bahan aktif dari herbisida.

Pemilihan jenis herbisida dan waktu aplikasi sangat menentukan


keberhasilan pengendalian gulma. Sifat herbisida yang mematikan gulma adalah
gabungan dari tosisitas dan persistensinya. Kedua sifat herbisida ini apabila dikelola
akan dapat membantu upaya pengendalian gulma dalam jangka waktu yang panjang
(Adam, 2008). Pada penggunaan herbisida terdapat keuntungan, namun demikian
beberapa hal juga perlu dipertimbangkan sebelum pemakaian. Keuntungan
pemakaian herbisida adalah: 1) pada umumnya ekonomis (tenaga kerja, waktu,
modal), 2) gulma yang peka tertekan, 3) dapat menggantikan sebagian pengolahan
lahan, 4) kerusakan akar lebih sedikit daripada cara mekanis 5) mengurangi erosi,
6) dapat mengendalikan gulma sejak awal (pra tumbuh), 7) dapat menghemat waktu
dan tenaga kerja, 8) dapat menjangkau tempat-tempat yang tidak tercapai secara
manual/mekanis, 9) saat pengendalian dapat disesuaikan dengan waktu yang
tersedia, 10) areal pemakaian dapat diperluas, 11) herbisida yang selektif dapat
mematikan gulma yang tumbuh dekat tanaman, 12) dapat mengurangi gangguan
terhadap struktur tanaman, 13) gulma yang mati dapat berfungsi sebagai mulsa dan
berperan sebagai sumber bahan organik (Purba, 2004).

Tujuan
Tujuan dari praktikum efektivitas hebisida adalah untuk mengetahui
kemampuan herbisida sebagai pengendalian gulma pada tanaman budidaya.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Efektivitas dan Selektivitas Herbisida
Efektivitas herbisida adalah penggunaan herbisida yang ditentukan oleh
dosis. Dosis herbisida yang tepat akan dapat mematikan gulma sasaran, tetapi jika
dosis herbisida terlalu tinggi maka dapat merusak bahkan mematikan tanaman
yang dibudidayakan. Oleh karena itu perlu sudatu pengujian terhadap kisaran
dosis campuran herbisida yang optimal agar dapat meningkatkan penekanan
gulma pada tanaman budidaya (Nurjannah, 2013). Selain mematikan spesies
tumbuhan tertentu dari suatu populasi campuran namun spesies yang lain tidak
terpengaruhi.
Selektivitas adalah sifat yang ada pada senyawa kimia yang hanya mematikan
gulma yang tidak mampu mendetoksifikasi herbisida (susceptible plants).
Selektivitas adalah aplikasi herbisida pada berbagai tumbuhan tetapi hanya akan
mematikan gulma dan relatif tidak mengganggu tanaman yang dibudidayakan (
Riva, 2009 ).

2.2 Macam Herbisida dan Bahan Aktifnya


Pada umumnya herbisida bekerja dengan mengganggu proses anabolisme
senyawa penting seperti pati, asam lemak atau asam amino melalui kompetisi
dengan senyawa yang "normal" dalam proses tersebut. MenurutSembodo, (2010)
berdasarkan sifat kerjanya herbisida digolongkan menjadi beberapa jenis yaitu
herbisida kontak dan herbisida sistemik.
1. Herbisida Kontak
Herbisida kontak adalah herbisida yang langsung cepat mematikan atau
membunuh jaringan-jaringan atau bagian gulma yang terkena larutan herbisida
ini, terutama bagian gulma yang berwarna hijau.Herbisida jenis ini bereaksi sangat
cepat dan efektif jika digunakan untuk memberantas gulma yang masih hijau, serta
gulma yang masih memiliki sistem perakaran tidak meluas. setelah disemprot
gulma sudah layu dan 2-3 hari kemudian mati. Contohnya adalah paraquat
2. Herbisida Sistemik
Herbisida sistemik adalah herbisida yang cara kerjanya ditranslokasikan ke
seluruh tubuh atau bagian jaringan gulma, mulai dari daun sampai keperakaran
atau sebaliknya. Cara kerja herbisida ini membutuhkan waktu 1-2 hari untuk
membunuh tanaman pengganggu tanaman budidaya (gulma) karena tidak
langsung mematikan jaringan tanaman yang terkena, namun bekerja dengan cara
menganggu prosesfisiologi jaringan tersebut lalu dialirkan ke dalam jaringan
tanaman gulma dan mematikan jaringan sasarannya seperti daun, titik tumbuh,
tunas sampai ke perakarannya.
Bahan aktif herbisida berdasarkan sifat kerja, yaitu sebagai berikut;
1. Parakuat
Sifat herbisida jenis ini merupakan herbisida kontak yang menyebabkan
kematian pada bagian atas gulma dengan cepat tanpa merusak bagian sistem
perakaran, stolon, atau batang dalam tanah, sehingga dalam beberapa minggu
setelah aplikasi gulma tumbuh kembali. Herbisida berbahan aktif Parakuat sangat
baik digunakan bila ingin mengolah lahan dengan cepat dan efisien. Karena daya
kerja parakuat sangat cepatsetelahaplikasinyadan dapat terlihat 1 jam setelah
penyiangan, sehingga dalam waktu 3 – 4 hari berikutnya lahan bisa ditanami.
Adapun contoh herbisida yang berbahan aktifparakuat di Indonesia yaitu
Sidaxone 276SL dan Gramoxone.

Gambar 1. Gramoxone (Sarbino, 2012)


2. Glifosat.
Herbisida berbahan aktif Glifosat merupakan herbisida yang bersifat
sistemik bagi gulma sasaran. Diantara keempat jenis bahan aktif pembahasan ini,
herbisida glifosat merupakan herbisida berbahan aktif yang paling banyak dipakai
diseluruh dunia. Selain sifatnya sistemik yang membunuh tanaman hingga mati
sampai ke akar-akarnya serta juga mampu mengendalikan banyak jenis gulma
seperti Imperata cylindrica, Eulisine indinca, Axomophus comprsseus (pahitan),
Mimosa invisa (putri malu), Cyperus iria (teki), Echinocloa crussgali (jajagoan)
dan lain-lain.

Gambar 2. Glisat (Daud, 2008)

3. Metil Metsulfuron
Herbisida yang berbahan aktif metil metsulfuron ini merupakan herbisida
sistemik dan bersifat selektif untuk tanaman padi. Herbisida ini dapat digunakan
untuk mengendalikan gulma pra tumbuh dan awal pra tumbuh. Beberapa gulma
yang mampu dikendalikan oleh herbisida ini antara lain: Monocholria vaginalis
(eceng gondok), Cyperus diformis (teki), Echinocloa crusgalli (jajagoan),
semanggi serta gulma lain yang tergolong pakis-pakisan.

Gambar 3. Rapid

4. Glufosinate-ammonium
Kerja herbisida glufosinate-ammonium sebenarnya berdasar pada
penonaktifan dari sintesa enzim glutamine.Sintesa Glutamine menyebabkan
reaksi dari ammonia dan glutamic acid untuk membentuk glutamine. Ammonia,
sebuah zat yang sangat phytotoxic untuk sel tanaman terbentuk pada waktu proses
biokimia tanaman, tepatnya pada saat pengurangan nitrate, metabolisme amino
acid dan photo-respiration.Pengambilan glufosinate-ammonium oleh tumbuhan,
biasanya dilakukan melalui hijau daun dan tumbuhan yang tumbuh dengan aktif.

Gambar 4. Herbicide

5. 2,4 – D.
2,4 – D termasuk salah satu bahan aktif herbisida yang paling dikenal. Sifat
herbisida ini kurang lebih hampir sama dengan metil metsulfuron yaitu sistemik
dan selektif.Herbisida ini dapat digunakan untuk mengendalikan gulma purna
tumbuh baik yang berdaun lebar maupun teki pada padi sawah. Adapun beberapa
jenis gulma yang dapat dikendalikan dengan herbisida 2,4-D ini antara:
Monochoria vaginalis (eceng), Spenochlea zeylanica, Cyperus iria (teki),
Limnocharis flava (genjer), kangkung, keladi dan lain-lain.

Gambar 5. CMA-6

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas dan Selektivitas Herbisida


Herbisida yang selektif terhadap suatu tanaman belum tentu selektif
terhadap tanaman lainnya. Contohnya herbisida berbahan aktif atrazin dan
ametrin sangat selektif bagi tanaman jagung, tebu, dan nanas, tapi tidak selektif
terhadap padi. Di sisi lain, propanil, triasulforan, dan metsulfuron metil sangat
selektif terhadap padi, tetapi belum tentu selektif terhadap tanaman lainnya Faktor
tanaman yang berhubungan dengan herbisida, terdiri dari selektivitas fisiologis
dan selektivitas fisik.
 Selektivitas fisiologis dapat dikatakan selektivitas bawaan bahan aktif
herbisida tersebut dalam “memilih” tumbuhan sasarannya yang akan
“dibunuh”. Suatu tanaman dapat mengubah bahan aktif herbisida(dalam
takaran tertentu) menjadi bahan yang tidak meracuni tanaman tersebut.
Contoh kasusnya adalah atrazin pada tanaman jagung, dimana tanaman ini
mampu mendetoksifikasi atrazin sehingga tidak beracun bagi jagung.
 Selektivitas fisik terjadi karena adanya zat penghalang atau lapisan
tertentu pada tanaman yang mampu menahan herbisida sehingga tidak bisa
mencapai bagian tanaman yang peka. Contoh kasusnya adalah lapisan
kayu pada pohon dewasa, sehingga herbisida yang non-selektif sekali pun
dapat digunakan untuk mengendalikan gulma pada tanaman perkebunan
yang sudah berkayu.
1. Faktor teknik penggunaan, terdiri dari selektivitas posisional dan selektivitas
teknik penyemprotan.
Selektivitas posisional memanfaatkan perbedaan posisi dari bagian-bagian
tanaman dan gulma yang peka terhadap herbisida. Contoh kasusnya adalah
herbisida pra-tumbuh yang aktif di dalam tanah (soil acting) sesudah diaplikasikan
pada tanah, akan segera membentuk semacam lapisan herbisida dengan
kedalaman tertentu di lapisan tanah bagian atas. Biji-biji gulma yang kebanyakan
berada di lapisan ini akan terpapar oleh herbisida dan tidak akan berkecambah.
Jika berkecambah pun, kecambah akan segera mati. Sementara benih tanaman
utama yang ditanam lebih dalam tidak terpapar herbisida dan akan tetap tumbuh.
Selektivitas teknik penyemprotan, berdasarkan pada tata cara aplikasi yang tepat,
sehingga herbisida yang non-selektif pun bisa dimanfaatkan untuk mengendalikan
gulma pada beberapa jenis tanaman. Contoh kasusnya adalah penggunaan
herbisida non-selektif (yang bukan sistemik) bisa digunakan untuk
mengendalikan gulma diantara barisan beberapa jenis tanaman dengan teknik
directed spray menggunakan sungkup atau corong (Sriyani, N. 2011)
Menurut Novizan (2007) faktor yang mempengaruhi efektivotas herbisida
sistemik adalah
1. Gulma harus dalam masa pertumbuhan aktif
2. Cuaca cerah waktu menyemprot.
3. Tidak menyemprot menjelang hujan.
4. Keringkan areal yang akan disemprot.
5. Gunakan air bersih sebagai bahan pelarut.

1.4 Keuntungan dan Kerugian Efektivitas Herbisida


Keuntungan Efektivitas Herbisida
Herbisida merupakan alat yang canggih dalam pengendalian gulma, serta
memberukan keuntungan lebih dalam pemakaiannya. Adapun keuntungan yang
diberikan oleh herbisida adalah sebagai berikut Sukman (2002):
a) Dapat menggendalikan gulma sebelum mengganggu.
b) Dapat mencegah kerusakan perakaran tanaman
c) Lebih efektif membunuh gulma tahunan dan semak belukar
d) Dapat menaikkan hasil panen tanaman dibandingkan dengan perlakuan
penyiangan biasa.
Kerugian Efektivitas Herbisida
Kelemahan atau kerugian efektivitas herbisida antara lain adalah:
a) Species gulma yang resisten, akibat penggunaan yang terus menerus dari satu
jenis herbisida di dalam suatu lahan, maka akan terjadi perubahan dominansi
dalam komunitas gulma dari jenis-jenis yang peka menjadi jenis-jenis yang
toleran (Sastroutomo, 1990).
b) Polusi dan
c) Residu yang dapat meracuni tanaman (Sukman & Yakup, 2002).
BAB 3 BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada 25 April 2018 di samping Gedung Sentral
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Kota Malang.
3.2 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat dan Fungsi
Alat Fungsi
Sprayer lengkap Untuk wadah aplikasi herbisida
Stopwatch Sebagai pengukur waktu
Frame/ tali rafia 1mx1m Sebagai plot penyemprotan herbisida
Alat tulis Untuk mencatat hasil identifikasi.
Kamera Untuk mendokumentasikan spesimen.

3.1.2 Bahan dan Fungsi


Bahan Fungsi
Herbisida Sebagai bahan perlakuan
Air 250 mL Untuk melarutkan herbisida
Lahan bergulma Sebagai area dari aplikasi herbisida

3.2 Pelaksanaan
Menyiapkan alat dan bahan

Membuat larutan herbisida dengan dosis yang telah ditentukan

Kemudian menyemprotkan ke lahan bergulma

Kemudian melakukan pengamatan pada lahan bergulma sesuai interval


waktu yang ditentukan

Mendokumentasi hasil pengamatan


BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Praktikum Selektivitas
4.1.1 Tabel Hasil Pengamatan
Herbisida A Herbisida B
Cawan Cawan
Dosis Persentase Dosis Persentase
1 0,1 ml/100 ml 4 0,1 ml/100 ml air
air (3-kali (3-kali semprot)
semprot)

90%:10% 40%:60%

2 5
0,2 ml/100 ml 0,2 ml/100 ml
air (6-kali air (6-kali
semprot) 85%:15% semprot) 35%:65%

3 0,3 ml/100 ml 6
0,3 ml/100 ml air
air (9-kali
(9-kali semprot)
semprot)
35%:65% 25%:75%

NB. Persentase (% tanaman yang hidup : % gulma yang hidup)

4.1.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan bahwa dengan
menggunakan herbisida 9-kali penyemprotan menunjukkan respon herbisida
paling cepat membunuh gulma dibandingkan penyemprotan lainnya yang dapat
membunuh gulma 65& untuk herbisida A dan 75% untuk herbisida B. Menurut
Sutanto (2005), aplikasi herbisida dengan dosis dan konsentrasi yang lebih tinggi
memberikan pengaruh lebih baik dalam menekan pertumbuhan gulma.
Herbisida sangat efektif diaplikasikan pada lahan bergulma dan juga yang sangat
efektif dalam membunuh tumbuhan secara kontak dan bersifat non selektif,
sehingga semua jenis gulma akan mati apabila disemprot dengan herbisida.
Keefektivan herbisida dapat dilihat dari bagaimana kondisi gulma setiap
waktunya dilihat dari kenampakan fisik gulma.
4.2 Hasil Praktikum Efektivitas
4.2.1 Tabel Hasil Pengamatan
Herbisida Kontak Herbisida Sistemik
Pengamatan
Dosis Score Dosis Score
2,5 ml/ 2,5 ml/
0 0
250 ml 250 ml
3,75 ml/ 3,75 ml/
1 0 0
250 ml 250 ml
5 ml/ 250 5 ml/ 250
1 0
ml ml
2,5 ml/ 2,5 ml/
0 6
250 ml 250 ml
3,75 ml/ 3,75 ml/
2 1 6
250 ml 250 ml
5 ml/ 250 5 ml/ 250
2 6
ml ml
2,5 ml/ 2,5 ml/
0 7
250 ml 250 ml
3,75 ml/ 3,75 ml/
3 2 7
250 ml 250 ml
5 ml/ 250 5 ml/ 250
2 7
ml ml
2,5 ml/ 2,5 ml/
4 2 7
250 ml 250 ml
3,75 ml/ 3,75 ml/
6 7
250 ml 250 ml
5 ml/ 250 5 ml/ 250
6 7
ml ml

4.2 Pembahasan
Pada pengamatan herbisida kontak ke-1 terlihat sedikit terpengaruh dengan
skor 1 pada dosis 5 ml sedangkan herbisida sistemik tidak terpengaruh dengan skor
0. Pengamatan ke-2 herbisida kontak terlihat sedikit terpengaruh dengan skor 1
pada dosis 3,75 ml, pengamatan selanjutnya yaitu pengamatan ke-3 keadaan lahan
bergulma cukup terpengaruh dengan skor 2 hingga dosis 2,5 ml pada pengamatan
ke 4 keadaan lahan bergulma masih tetap dan pada dosis 5 ml keadaan gulma 50%
sudah terbunuh. Sedangkan untuk herbisida sistemik pada pengamatan ke-2 bahwa
gulma sudah terbunuh 50% dengan skor 6. Pada pengamatan ke-3 hingga ke-4
keadaan gulma 100% yaitu dengan skor 7 sudah terbunuh ditunjukkan pada sebaran
gulma sudah tidak lagi berwarna kuning, tetapi hampir kecoklatan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Sutanto (2005) bahwa, aplikasi herbisida dengan dosis dan
konsentrasi yang lebih tinggi memberikan pengaruh lebih baik dalam menekan
pertumbuhan gulma. Dan karena sifatnya yang sistemik, herbisida ini mampu
mematikan jaringan gulma yang berada di dalam tanah (akar, rimpang, umbi),
namun daya kerjanya lebih lambat terlihat. (Cahndeso-mbangundeso, 2011)
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Herbisida merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk
mengendalikan, mematikan, atau menghambat pertumbuhan gulma tanpa
mengganggu tanaman pokok. Klasifikasi Herbisida berdasarkan waktu aplikasi Pre
plant, Pre emergence, Post emergence, berdasarkan cara aplikasi yaitu aplikasi
melalui daun dan aplikasi melalui tanah, berdasarkan bentuk molekul yaitu
herbisida anorganik dan herbisida organik, berdasarkan cara kerja kontak &
ditranslokasikan dan herbisida menurut mekanisme kerja. Keuntungan Penggunaan
Herbisida, dapat menggendalikan gulma sebelum mengganggu, dapat mencegah
kerusakan perakaran tanaman, lebih efektif membunuh gulma tahunan dan semak
belukar, dapat menaikkan hasil panen tanaman dibandingkan dengan perlakuan
penyiangan biasa. Kerugian Penggunaan Herbisida yaitu species gulma yang
resisten, polusi dan residu yang dapat meracuni tanaman (Sukman & Yakup, 2002).

5.2 Saran
Semoga praktikum kedepannya semakin lebih baik lagi.
LAMPIRAN
Pengamatan Selektivitas

Pengamatan Efektivitas
DAFTAR PUSTAKA
Adam C. Hixson, John S. Harden, Leo D. Charvat, Troy D. Klingaman, and Walter
E T. 2008. Herbicide Combinations With Saflufenacil For Preplant
Burndown Weed Management In Soybean. North Central Weed
Science Society Proc. 63:27.
Hasanuddin. 2012. Aplikasi Herbisida Clamazone dan pendimethalin pada
Tanaman Kedelai Kultivar Agromulyo. Jurnal Agrista 16(1) : 1-6
Mustopa, D.N. 2012. Pengaruh Efektifitas Herbisida Diuron 500g/l SC dalam
Pengendalian Gulma pada Tanaman Tebu. Institute Pertanian Bogor :
Bogor
Novizan. 2007. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Nurjannah, U. 2013. Pengaruh Dosis Herbisida Glifosat dan 2,4-D Terhadap
Pergeseran Gulma dan Tanaman Kedelai Tanpa Olah Tanah. Jurnal
Ilmu Ilmu Pertanian Indonesia 5 (1) : 27-33.
Sarbino, Syahputra E. 2012. Keefektifan parakuat diklorida sebagai herbisida untuk
persiapan tanam padi tanpa olah tanah di lahan pasang surut. Jurnal
Perkebunan & Lahan T.
Sastroutomo. 1990. Ekologi Gulma. Jakarta: Gramedia. 217, 173 Hal.
Sembodo, D. R. J. 2010. Gulma dan Pengelolaanya. Graha Ilmu. Yogyakarta. 166
hlm.
Soerjandono, Noeriwan B. 2005. Teknik pengendalian gulma dengan herbisida
persistensi rendah pada tanaman padi. Buletin Teknik Pertanian Vol.
10, Nomor 1
Sriyani, N. 2011. Mekanisme Kerja Herbisida. Bahan Kuliah Herbisida dan
Lingungan. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung (Tidak
Dipublikasikan). 27 hlm. ropika. 2(1):15-22.
Sukman, Y. dan Yakup, M.S., 2008. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. PT.
RajaGrafindo Persada. Jakarta
Sutanto, L. 2005. Pengendalian Gulma. Djaka Pustaka, Jakarta
Purba, M. 2004. Kimia SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta
Pane, H., P. Bangun, dan S.Y. Jatmiko. 1999. Pengelolaan gulma pada pertanaman
padi gogorancah dan walik jerami di lahan sawah tadah hujan. hlm.
321-334. Dalam S. Partohardjono, J. Soejitno, dan Hermanto (Ed.).
Risalah Seminar Hasil Penelitian Emisi Gas Rumah Kaca dan
Peningkatan Produktivitas Padi di Lahan Sawah. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Wibawa, W dan D. Sugandi. 2012 Herbisida Efektif, Efisien dan Ramah
Lingkungan Untuk Pengendalian Gulma pada Perkebunan Kelapa
Sawit Rakyat di Provinsi Bengkulu. Balai Pengkaji Teknologi
Pertanian : Bengkulu
Yardha. 2010. Efektivitas Aplikasi Beberapa Herbisida Sistemik Terhadap Gulma
pada Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat. Jurnal Agroekotek 2 (1) : 1-6

Anda mungkin juga menyukai