Anda di halaman 1dari 4

Aplikasi Metode Geomagnetik Untuk Identifikasi Batuan Beku Dasit di Bukit Siwareng

Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta

Cimby Wicaksono Rezeki Nur Alam


Jurusan Teknik Geofisika, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
Jalan SWK 104 Condongcatur Yogyakarta
cimbynuralam@yahoo.com

Keyword: Geomagnetik, Suseptibilitas, Metode Satu Alat, dimensi dan amplitud dari suatu anomali induksi magnetik
Dasit merupakan suatu fungsi dari orientasi, geometri, ukuran.
Kedalaman, dan suseptibilitas magnetik dari benda yang
ABSTRAK sama baiknya dengan intensitas dan inklinasi dari medan
Pada peta geologi regional Yogyakarta daerah Godean, magnet bumi pada daerah survei. Dengan kata lain metode
terdiri dari batuan vulkanik yang berumur Oligoen-Miosen. ini dalam penerapannya berdasarkan suseptibilitas batuan.
Pada daerah tersebut banyak tersingkap batuan beku.
Tepatnya pada daerah Bukit Siwareng, Dusun Margodadi, 2. LATAR BELAKANG GEOLOGI
Desa Sayegan memiliki intrusi berupa batuan beku dasit. Secara umum geologi lokal daerah Sleman didominasi
Intrusi ini memiliki nilai intensitas magnetik cenderung secara keselurahan oleh endapan merapi muda. Merapi
lebih besar dibandingkan batuan sekitarnya. Oleh karena itu merupakan salah satu gunung teraktif dengan ditandai
dilakukan penelitian dengan tujuan identifikasi intrusi besarnya frekuensi aktivitas berupa semburan material
batuan beku dasit dengan menggunakan metode vulkanik. Merapi yang saat ini merupakan bagian dari
geomagnetik. Metode geomagnetik adalah metode pasif merapi muda, di mana mempunyai rentang umur dari 2000
yang digunakan untuk mengetahui keadaan bawah tahun lalu hingga sekarang. Aktivitas Merapi muda ini
permukaan bumi dengan memanfaatkan sifat kemagnetan terdiri dari aliran basalt dan andesit, awan panas serta
batuan. Parameter yang digunakan pada metode geomagnet letusan magmatik. Letusan terkadang tidak begitu eksplosif,
ini adalah suseptibilitas. Teknik akuisisi yang digunakan namun sering kali diikuti oleh aliran piroklastik pada
yaitu metode satu alat. Pengukuran satu alat ini hanya letusannya (Ratdomopurbo dan Andreastuti, 2000).
menggunakan satu alat PPM seri G-856 yang menjadi base
dan rover. Penggunaan metode satu alat ini kita akan
mendapatkan nilai variasi harian sekaligus nilai intensitas
medan magnet total. Pengambilan data berada di daerah
dengan koordinat X= 420250-420500 dan Y= 9141250-
9144500. Setelah dilakukan pengolahan data dengan
menggunakan software Excel, Surfer 10 dan Magpic, maka
diinterpretasikan bahwa intrusi batuan beku memiliki range
nilai yang relatif tinggi yaitu antara 140 sampai 240 nT,
dibandingkan dengan batuan sekitarnya dan terletak di
sebelah barat daya daerah penelitian yang penyebarannya
berbentuk radial. Sedangkan pusat intrusinya diperkirakan
berada di daerah sebelah barat penelitian.

1. PENDAHULUAN
Pada daerah Bukit Siwareng Dusun Margodadi, Desa
Sayegan, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman,
Yogyakarta ditemukan singkapan intrusi batuan beku dasit
Gambar 1: Peta geologi daerah Yogyakarta
yang diperkirakan berumur Oligoen-Miosen. Untuk
mengidentifikasi intrusi batuan beku tersebut maka
dilakukanlah survei geofisika yaitu dengan metode 3. TEORI DASAR
geomagnetik. Metode geomagnetik merupakan metode Metode geomagnetik adalah metode pasif geofisika yang
geofisika yang digunakan untuk survei pendahuluan pada memanfaatkan sifat kemagnetan batuan untuk mengetahui
eksplorasi minyak bumi dan mineral berharga lainnya.. Data keadaan dibawah permukaan bumi. Parameter yang
yang didapatkan di lapangan akan menghasilkan grafik dan digunakan pada metode ini yaitu suseptibiltas. Suseptibilitas
peta medan magnet anomali. Anomali dalam medan magnet adalah kemampuan benda untuk termagnetisasi.
bumi disebabkan oleh imbasan suatu gaya magnetik yang
berosilasi dengan medan magnet bumi. Anomali induksi 3.1 Kuat Medan Magnetik
magnetik merupakan hasil dari induksi magnetik tambahan
dalam suatu sulfida besi oleh medan magnet bumi. Bentuk,

Kuat medan magnet H pada suatu titik yang berjarak r dari
m1 didefinisikan sebagai gaya persatuan kuat kutub magnet, 4. METODOLOGI
dapat dituliskan sebagai:

 F m 
H  1 r
m2  0 r 2 (oersted)

dengan r adalah jarak titik pengukuran dari m. H mempunyai
satuan A/m dalam SI sedangkan dalam cgs H mempunyai
satuan oersted.

3.2 Intensitas Kemagnetan


Sejumlah benda-benda magnet dapat dipandang sebagai
sekumpulan benda magnetik. Apabila benda magnet
tersebut diletakkan dalam medan luar, benda tersebut
menjadi termagnetisasi karena induksi. Dengan demikian,
intensitas kemagnetan dapat didefinisikan sebagai tingkat
kemampuan menyearahkan momen-momen magnetik dalam
medan magnetik luar dapat juga dinyatakan sebagai momen Gambar 3 : Desain survei daerah penelitian
magnetik persatuan volume.

 M mlrˆ Penelitian dilakukan pada daerah Bukit Siwareng Dusun
I   Margodadi, Desa Sayegan, Kecamatan Godean, Kabupaten
V V
Satuan magnetisasi dalam cgs adalah gauss atau emu. Cm-3 Sleman, DIY. Peneltian ini dilakukan dari tanggal 26-27
dan dalam SI adalah Am-1 Mei dan 2-3 Juni 2012 berlangsung pada pukul 07.00
sampai 15.00 WIB. Teknik akuisisi yang digunakan yaitu
metode satu alat yang hanya menggunakan satu alat PPM
3.2 Komponen Medan Magnet Bumi
seri G-856 sebagai base sekaligus rovernya. Tahapan awal
dalam pengambilan data magnetik ini yaitu akuisisi data
terlebih dahulu. Akuisisi tersebut diawali dengan
mengetahui informasi geologi berupa desain survei yang
digunakan untuk menentukan titik dan panjang lintasan
pengukuran. Sedangkan dalam pengolahan data digunakan
software Excel untuk mendapatkan nilai Ha. Dari nilai X,Y
dan Ha yang didapatkan kemudian dihasilkan peta
intensitas medan magnet total, reduksi kekutub, dan peta
kontinuitas keatas dari 50m dengan menggunakan software
Surfer 10 dan Magpick. Kemudian dari peta-peta tersebut
dapat diinterpretasikan dan diambil kesimpulannya.
Gambar 2 : Elemen Medan Magnet Bumi
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
Medan magnet bumi terkarakterisasi oleh parameter fisis 5.1 Peta Intensitas Magnet Total
atau disebut juga elemen medan magnet bumi (gambar 2),
U
yang dapat diukur yaitu meliputi arah dan intensitas
kemagnetannya. Parameter fisis tersebut meliputi :
1. Deklinasi (D), yaitu sudut antara utara magnetik nT
dengan komponen horizontal yang dihitung dari
utara menuju timur
2. Inklinasi(I), yaitu sudut antara medan magnetik
total dengan bidang horizontal yang dihitung dari
bidang horizontal menuju bidang vertikal ke
bawah.
3. Intensitas Horizontal ( BH ), yaitu besar dari
medan magnetik total pada bidang horizontal.
4. Medan magnetik total (B), yaitu besar dari vektor
medan magnetik total.

Gambar 4 : Peta Intensitas Magnet Total


Gambar 4 menunjukan persebaran nilai intensitas 5.3 Peta Regional Upward Continuation 50 m
kemagnetan pada daerah Bukit Siwareng, Kabupaten
Sleman, Yogyakarta. Nilai anomali kemagnetan (Gambar
4), di daerah penyelidikan dapat dikelompokkan menjadi 3
kelompok, yakni
1. Anomali magnet berharga lebih dari 140 nT
(tinggi) yang diinterpretasikan sebagai batuan beku
dasit.
2. Anomali magnet berharga antara 40 sampai 140 nT
(sedang) yang diinterpretasikan sebagai batuan
beku dasit yang mulai terlapukan.
3. Anomali magnet berharga kurang dari 40 nT
(rendah) yang diinterpretasikan sebagai soil.
Intrusi batuan beku dapat diperkirakan memiliki nilai
anomali kemagnetan yang sedang sampai tinggi karena
kandungan mineral pada batuan tersebut yang memiliki sifat
magnet yang tinggi dibandingkan batuan disekitarnya.
Terlihat klosur dengan range nilai tinggi pada daerah barat
daya pada peta tersebut yang menandakan persebaran intrusi
batuan beku.
m
5.2 Peta Reduce to Pole
Gambar 6: Peta Regional Upward Continuation 50 m

Peta diatas (gambar 6) dapat dijelaskan bahwa dengan


dilakukannya pengangkatan peta regional sampai 50 meter,
maka pengaruh gangguan (noise) relatif sudah tidak ada
lagi. Peta tersebut menampilkan nilai intensitas kemagnetan
yang mempunyai profil kedalaman yang dalam pada daerah
penelitian. Terdapat dua klosur yang bernilai positif pada
daerah sebelah barat daerah penelitian dan klosur bernilai
negatif yang berada di sebelah tenggara daerah penelitian.
Hal tersebut menguatkan bahwa pusat intrusi batuan beku
berada di sebelah barat daerah penelitian karena nilai
kemagnetan intrusi batuan beku bernilai tinggi
dibandingkan litologi sekitarnya.

5.4 Peta Lokal Upward Continuation 50 m

Gambar 5 : Peta Reduce to Pole

Setelah dilakukan filtering data dengan cara mengubah


pengaruh dua kutub menjadi satu kutub magnetik, sehingga
posisi anomali tepat berada diatas medan magnet anomali
maksimumnya. Pada peta diatas (gambar 5) dapat
diindikasikan letak pusat intrusi batuan beku berada
disebelah barat daerah penelitian dan relatif menyebar ke
arah selatan dari pusat intrusinya tersebut.

Gambar 7 : Peta Lokal Upward Continuation 50 m


Peta diatas (gambar 7) menampilkan persebaran nilai
intensitas kemagnetan yang mempunyai profil kedalaman
yang dangkal pada daerah penelitian. Pengaruh gangguan
(noise) pada peta tersebut relatif sudah tidak berpengaruh
lagi. Pada daerah sebelah barat laut sampai barat daya nilai
kemagnetannya relatif lebih tinggi (range nilai antara 80
sampai 240 nT) dibandingkan sekitarnya. Hal ini
menandakan persebaran intrusi batuan beku dengan
kedalaman yang dangkal berada di daerah tersebut.
Sedangkan daerah yang memiliki nilai kemagnetan rendah
(warna biru) diindikasikan sebagai soil.

6. KESIMPULAN
Pada hasil penelitian pada Bukit Siwareng, Godean, DIY
didapatkan hasil intrusi batuan beku dasit yang berbentuk
radial dan persebarannya di sebelah barat daya daerah
penelitian. Intrusi tersebut memiliki nilai anomali
kemagnetan antara 140 sampai 240 nT. Sedangkan untuk
pusat intrusinya tersebut berada di sebelah barat daerah
penelitian dan relatif menyebar ke arah selatan dari pusat
intrusinya tersebut.

REFERENSI

Yopanz, 2007, Metode-Metode Geofisika,


[ akses online Tanggal 5 April 2013],
http://yopanz.blogspot.com/
Billim, F., and Ates A., 2003, Analytic signal inferred from
reduced from pole data: Jornal of Balkan
Geophysical Society, 6 (2), 66-74

Anda mungkin juga menyukai