Anda di halaman 1dari 17

ruptur tendo Achilles secara khas pasien merasakan nyeri mendadak pada

tungkai yang cedera, dan mereka sering melaporkan bahwa, pada saat terjadi
cedera, mereka merasa seperti diserang sesuatu atau ditembak pada bagian
belakang tungkai bawah. Pasien sering mengeluhkan mudah mengalami kelelahan
bila berolahraga dan tidak bisa berdiri dengan ujung kaki (tumit ditinggikan).
Selama berjalan terdapat perlambatan heel-off dan langkah yang pendek.5,6

A. Pemeriksaan Fisis

Pada pemeriksaan fisik didapatkan edema dan bruising, dan


pembengkakan, teraba adanya “gap” tepat di atas tumit serta nyeri tekan pada
tendon Achilles. Lokasi ruptur biasanya 2-6 cm proximal dari insersi tendo.6

Gambar 2. Gap Sign

Guideline yang dikeluarkan American Academy of Orthopaedic surgeons (AAOS)


menyatakan bahwa diagnosis dapat ditegakkan apabila ditemukan dua atau lebih
1
dari gejala berikut:

1. Tes Thompson positif (penekanan otot betis pada posisi supine tidak
menimbulkan plantar fleksi pasif).
2. Pengurangan kekuatan plantar fleksi.
3. Defek pada saat palpasi distal dari lokasi insersio.
4. Peningkatan kekuatan dorsifleksi pada keadaan istirahat (Matles test).
Adanya edema dan memar tidak dapat dijadikan acuan diagnosis. Defek pada
daerah tendon tekadang sulit untuk dinilai akibat edema jaringan. Gerakan plantar
fleksi terbatas masih dapat terlihat akibat beberapa tendon lainnya (fleksor jari kaki,
tibialis posterior, peronei dan plantaris).1

1. Thompson test

Tes Thompson, dilakukan dengan posisi pasien pronasi dengan kedua kaki
diletakkan di bagian ujung meja pemeriksaan. Betis pasien diremas, dan apabila
tendon achiles intak, maka kaki akan bergerak dengan gerakan plantarfleksi. Hal
ini disebabkan karena tendon achiles menghubungkan kompleks otot
gastrocnemius soleus ke kalkaneus. Ketika terdapat robekan pada tendon, sehingga
tendon tidak lagi menghubungkan kompleks otot gastrocnemius soleus dengan
calcaneus, maka tidak akan ditemukan gerakan plantarfleksi yang cukup kuat
seperti yang terjadi pada kaki yang sehat.5

Gambar 3. Tes Thompson

2
2. Matles test

Tes Matles juga dilakukan dengan posisi pasien pronasi, lutut fleksi 900
pada ankle yang tendon achillesnya ruptur, maka posisinya akan lebih dorsofleksi
dibanding sisi yang normal. Hal ini karena tidak ada tegangan tendon yang
menghubungkan kompleks otot gastrocnemius soleus dengan kalkaneus, sehingga
efek gravitasi membuat kaki lebih dorsofleksi pada bagian yang cedera.5

Jika dua dari tes di atas positif, maka diagnosis dari ruptur tendon achiles dapat
ditegakkan.

Gambar 4. Matles test

3. Obrien’s Test
a. Posisi pasien tengkurap, kemudian pada daerah midline 10 cm proksimal
dari calcaneus masukkan jarum berukuran 25.
b. Lakukan gerak dorso fleksi secara pasif, apabila gerak jarum
seperti plantar fleksi pertanda bahwa tendo achilles tidak mengalami ceder

3
a. Bila jarum tidak bergerak, menandakan tendo achilles yang mangalami
ruptur.
c. Tidak disarankan untuk dilakukan pada pasien dalam keadaan sadar.

Gambar 5. Obrien Test

4. Copeland Test
a. Posisi pasien tengkurap, kemudian pada betis dipasang torniket.
b. Pergelangan kaki dilakukan dorsofleksi secara pasif.
c. Apabila tendon utuh, maka tekanan akan naik sekitar 35-60
mmHg. Namun bila tendo mengalami ruptur, tekanan hanya naik sediki
t atau tidak bergerak sama sekali.

Gambar 6. Copeland Test

4
B. Pemeriksaan penunjang
1. Foto polos

Foto lateral ankle dapat digunakan untuk mendiagnosis ruptur tendo


Achilles. Pada ruptur tendo Achilles, Triangle Kager's, ruang segi tiga yang berisi
lemak di anterior tendo Achilles dan antara aspek posterior dari tibia dan superior
dari calcaneus, hilang bentuk regulernya. Toygar's sign meliputi pengukuran sudut
dari posterior skin-surface kurva dilihat pada hasil sinar x. Sudut 130- 150 derajat
menandakan ruptur tendo Achilles. Arner dkk., menemukan kelainan bentuk di
sekeliling dari segmen distal tendo menyebabkan hilangnya tonus merupakan
perubahan radiografis yang paling sering dihubungkan dengan ruptur tendo
Achilles.6

Foto polos juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi secara tidak


langsung tear drops Achilles. Foto polos digunakan untuk menganalisis titik
cedera. Tapi tidak efektif dalam mengidentifikasi cedera pada jaringan lunak. Foto
polos lebih untuk mengesampingkan kemungkinan cedera lain seperti fraktur
calcaneous, tendo, bengkak, dan kalsifikasi.6

Pada foto polos radiografi proyeksi lateral, normalnya, tepi tendon


achilles dan fat pad disekitar pre-achilles (Kager’s triangle fat pad) tampak sebagai
gambaran radiolusen dengan batas tegas terutama di anterior (volar) tepi tendon
(gambar 7).11

5
Secara morfologi, tendon achilles mempunyai tebal tidak lebih dari 8 mm
dimensi AP, dengan bagian proksimal paling tebal dan menipis secara bertahap di
1/3 bagian 11 distal sampai berinsersi di tuberkulum calcaneus. Bursa
retrocalcaneus tampak sebagai area radiolusen di anterior sampai insersi distal
tendon achilles kurang lebih 2 mm di bawah permukaan superior calcaneus.11
Pemeriksaan foto polos radiografi ruptur tendon achilles menunjukkan
adanya pembengkakan soft tissue dan pengaburan di daerah Kager’s triangle fat
pad (gambar 8). Namun, selain pada kasus ruptur tendon achilles, pengaburan
Kager’s triangle fat pad tampak pada tendinopati dan inflamasi/perdarahan di
dalam fat pad pre-achilles. Adanya kalsifikasi atau osifikasi pada tendon Achilles
yang terlihat pada foto polos. merupakan ciri tendinosis kronis atau menunjukkan
adanya riwayat ruptur tendon sebelumnya. Penonjolan di calcaneus merupakan
salah satu tanda bursitis retrocalcanea.11

2. MRI ( Magnetic Resonance Imaging )

Dapat digunakan untuk membedakan ruptur tidak lengkap dari degenerasi


tendon Achilles,dan MRI juga dapat membedakan antara paratenonitis, tendinosis,

6
dan bursitis. Teknik ini menggunakan medan magnet yang kuat untuk
menyelaraskan jutaan proton berjalan melaluit ubuh. Proton ini kemudian
dibombardir dengan gelombang radio yang merubuhkan beberapa
dari proton tsb keluar dari garis (alignment). Ketika proton kembali proton
memancarkan gelombang radio mereka sendiri yang unik yang dapat dianalisis oleh
komputer dalam 3D untuk membuat gambar tajam penampang
silang dari area penting. MRIdapat memberikan kontras yang tak tertandingi
dalam jaringan lunak untuk foto berkualitas sangat tinggi sehingga mudah untuk
teknisi menemukan robekan dan cedera lainnya.

Gambar 9. MRI Tendon Achilles


3. Ultrasonografi

Dapat digunakan untuk menentukan ketebalan tendon, karakter, danadanya


robekan. Bekerja dengan mengirimkan frekuensi yang sangat tinggidari suara
melalui tubuh pasien. Beberapa suara dipantulkan kembali dariruang antara cairan
interstisial dan jaringan lunak atau tulang. Gambar-gambar yang tercermin ini dapat
dianalisis dan dihitung ke dalam suatu gambar.Gambar-gambar ditangkap secara
nyata dan dapat membantu dalammendeteksi pergerakan tendon dan
memvisualisasikan kemungkinan cedera atau robek.

7
Gambar 10. USG rupture tendon Achilles

2.8 Diagnosis Banding


1. Tendo calcaneal bursitis
Bursa adalah kantung berisi cairan yang dirancang untuk membatasi
gesekan. Ketika bursa ini meradang disebut bursitis. Tendo calcaneal
bursitis adalah peradangan pada bursa di belakang tilang tumit. Bursa ini
biasanya membatasi gesekan. Dimana achilles tendon fibrosatebal di
belakang tumit meluncur turun naik.
2. Achilles tendoncitis
Cedera ini biasanya terjadi saat kontraksi kuat dari otot seperti ketika
berjalan/ berlari, achiles tendoncitis adalah sebuah strain kekerasan yang
dapat membuat trauma tendonachilles dan betis.
3. Achilles tendinopathy atau tendonosis

Kronis yang berlebihan bisa berpengaruh pada perubahan tendon achilles


yang juga menyebabkan degenerasi dan penebalan tendon.

8
2.9 Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah untuk mengembalikan panjang normal dan


ketegangan pada tendo dan memungkinkan pasien untuk melakukan apa yang dapat
dilakukan sebelum cedera. Pengobatan mencerminkan keseimbangan antara
perlindungan dan mobilisasi segera. Perlindungan ini diperlukan untuk memberi
waktu proses penyembuhan dan untuk mencegah cedera ulang. Mobilisasi kaki dan
pergelangan kaki diperlukan untuk mencegah kekakuan dan hilangnya tonus otot.6

Pilihan pengobatan untuk ruptur tendo Achilles meliputi pendekatan bedah


dan non bedah. Beberapa pendapat profesi medis dibagi menurut pendekatan apa
yang disukai.6

Banyak teknik dan prosedur yang telah diuraikan pada penanganan ruptur
tendo Achilles akut, dan dibagi dalam 3 kelompok yaitu operasi terbuka, operasi
perkutaneus, dan non operasi. Tidak ada protokol yang disepakati, pilihannya
bergantung pada pilihan ahli bedah dan pasien. Penanganan non operasi
mempunyai para pendukung, tetapi penanganan operasi telah menjadi metoda
pilihan pada dua dekade terakhir untuk atlit dan orang-orang muda dan untuk pasien
ruptur yang lama. Ruptur akut pada non-athlet dapat dilakukan nonoperatif. Sebagai
contoh, pada penelitian prospektif, randomisasi, 40 pasien ruptur tendo Achilles
komplit diimmobilisasi dengan gips selama 8 minggu atau immobilisasi dengan
gips selama 3 minggu diikuti dengan mobilisasi segera dikontrol dengan Sheffield
splint, di mana ankle-foot orthosis pegangan pada ankle dengan plantar flexi 15
derajat tetapi diikuti dengan beberapa gerakan pada metatarsophalangeal joint.
Dengan splint, gerakan pada ankle dapat dikontrol selama fisioterapi. Pasien
dengan bidai dapat dilakukan mobilisasi lebih cepat. Jangkauan dorsiflexi dari
ankle meningkat dengan cepat setelah perawatan dengan splint, dan pasien kembali
beraktivitas normal lebih cepat. Pemulihan kekuatan plantar flexi adalah sama pada
kedua kelompok, dan tidak ada pasien mempunyai perpanjangan tendo yang
berlebihan. Satu pasien mengalami ruptur berulang pada masing-masing
kelompok.6

9
Dilaporkan oleh beberapa penulis bahwa penanganan cedera tendon
Achilles selama 8 minggu dan peninggian tumit rata – rata 6 minggu, ternyata
mempunyai dampak tidak nyaman bagi penderita, dimana waktu immobilisasi gips
yang lama (14 minggu) menyebabkan otot –otot betis atrofi dan kekakuan sendi
kaki yang tentunya memperlama waktu rehabilitasi dan penderita kehilangan kerja
lama. Kemampuan untuk sembuh sempurna merupakan kepentingan penderita.6

Operasi Terbuka

Banyak teknik operasi yang digunakan untuk memperbaiki ruptur tendo


Achilles mulai dari jahitan sederhana end to end, dengan jahitan tipe Bunnell atau
Kessler, sampai repair yang lebih kompleks dengan penggunaan penguatan fascia
atau graft tendo. Tendo implant, menggunakan material seperti serabut polymer-
carbon yang dapat diserap, Marlex mesh ( monofilament - polypropylene) dan
protesa tendo collagen, telah digunakan. Jahitan end-to-end dapat dilakukan dengan
lokal anestesi, yang telah dimodifikasi dengan menggunakan material seperti
Dacron vaskuler graft. Studi pada anjing telah menunjukkan bahwa Dacron dapat
membantu pertumbuhan jaringan fibrous dan memudahkan approksimasi dari
tendo, menyebabkan lebih sedikit tegangan di lokasi repair dibanding jahitan
standard. Bagaimanapun, maturasi collagen yang baik mempengaruhi siklus
ketegangan. Oleh karena itu, ketiadaan tegangan pada lokasi repair mungkin tidak
menguntungkan.6

10
Gambar 11. Operasi terbuka pada Ruptur tendon achilles

Beberapa penulis telah menentang operasi repair, mereka mengatakan


bahwa operasi memiliki angka komplikasi yang tinggi yang merugikan. Arner dan
Lindholm, pada 86 pasien ruptur tendo Achilles yang dilakukan operasi, dilaporkan
terdapat 24% yang mengalami komplikasi, termasuk 2 mengalami deep-vein
trombosis, salah satu mengakibatkan embolism paru dan menyebabkan kematian;
3 mengalami infeksi; 11 mengalami necrosis;dan 4 ruptur berulang. Studi terakhir
menunjukkan angka komplikasi yang lebih rendah.Soldatis, dkk., pada studi 23
pasien yang dilakukan operasi, dilaporkan hanya 2 yang mengalami komplikasi,
keduanya mengalami penyembuhan luka yang tergangu. Angka komplikasi yang
rendah disebabkan pengalaman operator yang lebih banyak dan teknik operasi yang
lebih baik. Bagaimanapun, permasalahan luka sering tak terduga pada operasi,
seperti pada insisi longitudinal yang sering melewati kulit yang vaskularisasi jelek.
Pada studi 40 pasien, Aldam menggunakan insisi transversal saja di distal gap pada
tendo dan dilaporkan hanya satu mengalami gangguan luka.6

Setelah operasi, tungkai diimmobilisasi dengan gips selama 4-6 minggu.


Beberapa ahli bedah telah mendukung penggunaan orthosis fungsional setelah

11
beberapa hari diimmobilisasi dengan gips. Orthosis ini memungkinkan untuk
plantar flexion tetapi membatasi dorsiflexion dan dirancang untuk mencegah atropi
triceps surae. Beberapa ahli bedah menganjurkan gerak bebas pada ankle tetapi
tidak ada weight bearing setelah operasi.6

Terdapat kontroversi yang belum selesai tentang penggunaan teknik operasi


terbuka pada ruptur tendo Achilles, dengan beberapa penyelidikan melaporkan
tingginya angka komplikasi dan angka ruptur berulang lebih sedikit. Beberapa ahli
bedah berpendapat dengan bedah segera tendon yang ruptur memberi perbaikan
yang bermanfaat. Pilihan pembedahan memberi risiko yang lebih kecil secara
signifikan rupture berulang dibandingkan dengan non-pembedahan (5% vs 15%).
Tentu saja, pembedahan memberi risiko yang relatif lebih tinggi mortalitas
perioperatif dan morbiditas misalnya infeksi termasuk MRSA, perdarahan, deep
vein thrombosis, efek anestesi lama, dan lain- lain.6

Operasi perkutan

Bu dan Griffith, mengembangkan suatu metoda untuk repair percutaneus


sebagai suatu kompromi antara metode operasi terbuka dan non operatif. Teknik ini
membuat 6 insisi kecil pada sepanjang medial dan lateral batas tendo dan kemudian
melakukan jahitan melalui tendo dengan menggunakan insisi ini. Pada 18 pasien
dengan menggunakan teknik ini, Bu dan Griffith melaporkan hanya dua mengalami
komplikasi kulit non infeksi dan tidak ada ruptur berulang. Rowley dan Scotland,
menguraikan 24 pasien ruptur tendo Achilles; 14 ditangani dengan immobilisasi
gips saja, dengan ankle posisi equinus, dan 10 ditangani dengan repair percutaneus.
Satu pasien yang dilakukan repair percutaneus mengalami entrapment nervus sural,
tetapi tidak ada komplikasi lain ditemui. Pasien yang dilakukan jahitan lebih
mungkin untuk memperoleh kekuatan plantar flexi hampir normal dan mereka juga
kembali ke aktivitas lebih cepat dibanding dengan kelompok dilakukan dengan gips
6
saja.

12
Pada operasi perkutan tendo Achilles sedikit lebih tebal dibanding dengan
prosedur operasi terbuka. Dan beberapa pasien menyukai ini, makin baik
penampilan yang didapat. Banyak studi menunjukkan angka ruptur ulangan setelah
repair percutaneous lebih tinggi dibanding dengan setelah operasi terbuka. Juga,
terjadi gangguan nervus sural telah dilaporkan, terjadi parastesia persisten dan perlu
6
dilakukan operasi explorasi untuk mengangkat jahitan dan membebaskan nervus.

Pada operasi perkutan, ahli bedah membuat sayatan kecil beberapa, bukan
dari satu irisan besar, dan menambalkan tendon kembali bersama-sama melalui
sayatan. Pembedahan mungkin tertunda selama sekitar seminggu setelah pecah
untuk membiarkan pembengkakan turun. Untuk pasien yang menetap dan mereka
yang telah vasculopathy atau risiko untuk penyembuhan miskin, perbaikan bedah
perkutan mungkin pilihan pengobatan yang lebih baik daripada perbaikan bedah
6
terbuka.

Perawatan Non operatif

Penanganan non-operasi secara tradisional dipilih untuk ruptur kecil,


orang tua, pasien yang kurang aktif, dan mereka dengan alasan kondisi medis yang
memungkinkan terhindar dari tindakan operasi. Penanganan secara tradisional ini
terdiri dari pemasangan gips selama 6-8 minggu dengan posisi flantar extensi
(untuk melawan ujung ruptur tendon). Tetapi studi terbaru telah memberi hasil yang
jauh lebih unggul dengan rehabilitasi cepat menggunakan sepatu tetap atau
6
berengsel.

Perawatan non operasi yang paling sering digunakan adalah immobilisasi


dengan gips, biasanya selama 6-8 minggu. Immobilisasi telah didukung oleh
mereka yang berpikir bahwa hasilnya sama dengan tindakan operasi. Ketika tendo
Achilles ruptur, paratenon biasanya masih intak. Stripping paratenon selama
operasi mengurangi jaringan reaktif yang terjadi kemudian pada daerah cedera.

13
Penulis itu mengusulkan bahwa operasi pada ruptur tendo Achilles sebaiknya
dihindari, sebab paratenon memberi suplai darah pada tendo yang rusak.6

Lea dan Smith, pada studi 55 pasien ruptur tendo Achilles spontan
dilakukan immobilisasi dengan gips selama 8 minggu, dilaporkan 7 (13%) pasien
mengalami ruptur berulang dan 3 pasien yang tidak puas dengan hasil itu. Hasil ini
berbeda bermakna studi Persson dan Wredmark, mereka melaporkan 20 pasien
yang ditangani secara non operasi. Tujuh pasien mengalami ruptur berulang, dan 7
pasien yang tidak mengalami ruptur berulang tidaklah cukup dengan hasil tersebut.
Walaupun fungsi setelah perawatan non-operatif umumnya baik, kejadian ruptur
berulang yang tinggi dipertimbangkan tak dapat diterima. Tujuan utama penangan
ruptur tendo Achilles adalah menghindari perpanjangan tendo, dan ini tidak dapat
6
dicapai dengan penaganan non operasi.

Baru-baru ini, atas dasar hasil yang dilaporkan Mc Comis dkk., dengan
penggunaan bracing fungsional sesudah operasi, 5 pasien yang ditangani secara non
operatif dengan fungsional bracing untuk memperbaiki ruptur tendo Achilles.
Mereka mendapat hasil fungsional baik, membuktikan bahwa, untuk pilihan pasien,
non operatif dengan bracing fungsional dapat menjadi alternatif pada operasi
intervensi atau dengan menggunakan plester gips pada penanganan ruptur tendo
6
Achilles akut.

Beberapa pasien, terutama yang lebih tua, tampak ruptur yang sudah
berjalan lama yang ditemukan secara kebetulan. Pasien ini sering beradaptasi
dengan kecacatan, tetapi mereka diingatkan bahwa operasi perlu dilakukan jika
gejala yang disebabkan ruptur tendo Achilles bertambah buruk. Pasien seperti ini
diikuti pada waktu yang tertentu, tetapi mereka pada umumnya tidak memerlukan
6
penanganan tambahan.

14
Rehabilitasi

Rehabilitasi fungsional pascaoperasi pada pasien ruptur akut tendon


Achilles sangat berkembang beberapa tahun terakhir. Protokol rehabilitasi lama
yang digunakan adalah dengan menggunakan imobilisasi rigid cast, umumnya
dengan diaplikasikan di bawah lutut dan non weight-bearing selama enam minggu,
diikuti dengan mobilisasi sendi kaki latihan untuk menguatkan otot. Beberapa
percobaan klinis telah menunjukkan bahwa mobilisasi dan rehabilitasi fungsional
dini menurunkan angka ruptur ulang. Mobilisasi dini pada tendon yang ruptur juga
mempercepat respon penyembuhan, ditandai dengan peningkatan metabolit
1
glutamat, laktat, piruvat dan prokolagen.

2.10 Komplikasi

Komplikasi dari tindakan konservatif pada ruptur tendon achilles antara lain
terjadinya ruptur ulang dan penurunan kemampuan fleksi dari plantar. Sedangkan
komplikasi tindakan operasi perkutaneus atau operasi terbuka adalah adanya infeksi
kulit superfisial, infeksi dalam, ulkus pada tumit, ruptur achilles ulang parsial
ataupun komplit. Namun kejadian ruptur ulang pada tindakan operasi lebih rendah
dibandingkan dengan tindakan hanya dengan konservatif.

2.11 Prognosis
Dengan perawatan yang tepat dan rehabilitasi, prognosis ruptur achilles
tendon baik hingga sempurna ( ad bonam ). Banyak atlet yang mampu kembali ke
aktivitas level semula dengan tindakan bedah atau konservatif. Namun, individu
yang menjalani pembedahan lebih sedikit mengalami ruptur tendon achilles lagi.
Tingkat ruptur ulang untuk pengobatan operasi adalah 0—5% dibandingkan hampir
40% pada pasien yang menggunakan treatment konservatif.

15
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Ruptur tendon achilles adalah cedera atau kelaianan yang terjadi pada
kelompok usia paruh baya dengan aktifitas fisik yang tinggi seperti atlet. Cedera ini
disebabkan oleh terputusnya tendon achilles yang memfiksasi otot fleksor bagian
plantar pedis dengan os calcaneus. Biasanya cedera ini disebabkan oleh tekanan
yang berlebihan. Ruptur tendon Achilles mengalami peningkatan yang signifikan
aikibat meningkatnya aktivitas fisik dan olahraga.

Tujuan penanganan ruptur tendo Achilles adalah untuk mengembalikan


panjang normal dan ketegangan pada tendo dan memungkinkan pasien untuk
melakukan apa yang dapat dilakukan sebelum cedera. Dengan berkembangnya
metode operasi yang lebih baik dan operasi minimal invasif, komplikasi infeksi
dapat dirunkan. Kombinasi operasi minimal invasif yang diikuti oleh regimen
rehabilitasi fungsional dini meningkatkan kepuasan pasien dan waktu yang lebih
singkat untuk kembali berolah raga pada keadaan sebelum cedera.

16
Daftar Pustaka

1. Rizky Febrian N. 2019. Ruptur Tendon Achilles Akut: Antara Tata Laksana
Konservatif atau Operatif, J Indon Med Assoc, Vol.69, No.4
2. Schunke, M., Schulte, E., & Schumacher, U. (2016). Atlas Anatomi
Manusia Prometheus: Anatomi Umum dan Sistem Gerak (3 ed.). EGC.
3. Hermawan NR, Andri P, Renaldi P. 2016. Teknik Rekonstruksi Turndown
Flap Tendon Achilles dan Flap Fasiokutan Sural pada Ruptur Tendon
Achilles yang Disertai Kerusakan Masif Jaringan Lunak: Laporan Kasus,
MKB, Vol.48, No.1
4. M. Riza Setiawan et al. 2017. BUKU AJAR ILMU BEDAH. Semarang:
Unismus Press
5. Dafit F, Rizki R, Hermansyah. 2018. Repair Ruptur Tendon Achiles
Neglected dengan Teknik Lindholm Modifikasi, Jurnal Kesehatan Andalas,
Vol.7, No.3
6. Abd. Rahman. 2018. KONTROVERSI REPAIR RUPTUR TENDO
ACHILLES, Alami Journal, Vol.2, No. 1
7. Olsson N. 2013. Acute achilles tendon rupture: outcome, prediction and
optimized treatment. Gothenburg, Sweden.

8. Priyonoadi, Bambang. Perawatan Cedera Pada Tendo Achilles


9. Muttaqin, A. 2011. Buku saku gangguan musculoskeletal. EGC. Jakarta
10. Weatherall et al. 2010. Acute Achilles Tendon Ruptures, CME Article,
Vol.33, No.10
11. Bleakney RR, White LM, Maffuli N. Imaging of the Achilles tendon.

17

Anda mungkin juga menyukai