BIDANG KEGIATAN:
PKM-PENELITIAN
Diusulkan oleh:
JAKARTA TIMUR
2020
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL…………………………………………………………..i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….ii
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………….3
BAB 3 METODE………………………………………………………………..6
3.1 Pengambilan Sampel………………………………………………………...6
3.2 Ekstraksi…………….……………………………………………………….6
3.3 Persiapan Sampel Uji Darah……………………..………………………….6
3.4 Penyiapan Sampel untuk Pengujian………………………………………....6
3.5 Pengujian Ekstrak Biji Alpukat pada Sampel Uji Darah……………………7
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..10
LAMPIRAN……………………………………………………………………11
ii
BAB 1 3
PENDAHULUAN
Selama ini masyarakat mengenal dan memanfaatkan buah alpukat hanya dari
daging buahnya saja, sedangkan biji buah alpukat hanya dibuang begitu saja.
Namun ternyata, biji alpukat memiliki kandungan berbagai senyawa yang dapat
digunakan dalam penanggulangan masalah kesehatan yang dihadapi.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Universitas Udayana, (Ni Made Widi Astuti
2016) membuktikan dengan skrining fitokimia terhadap biji alpukat dengan
menggunakan ekstrak etanol, menunjukkan bahwa biji alpukat mengandung
golongan senyawa metabolit sekunder antara lain : alkaloid, tanin, flavonoid,
polifenol, saponin, triterpenoid, kuinon, monoterpenoid, dan seskuiterpenoid.
1.2 RUMUSAN MASALAH 4
1.3 TUJUAN
1.4 MANFAAT
1.5 LUARAN
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut (Hidayat, 2007), pada biji alpukat senyawa yang memiliki pengaruh
antikoagulan adalah senyawa flavonoid. Flavonoid merupakan pigmen berwarna
yang terdapat pada tanaman, misalnya antosianin sebagai penyusun warna biru,
violet, dan merah; flavon dan flavonol penyusun warna kuning redup, khalkon dan
auron penyusun warna kuning terang. Isoflavon, flavonol merupakan senyawa tak
berwarna.
Penelitian (Malangngi dkk, 2012) menyatakan bahwa biji alpukat memiliki kadar
flavonoid yang tinggi, daun dan kulitnya juga memiliki kandungan flavonoid.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Fajar Jaharia, 2016) tentang kadar
flavonoid total pada ekstrak etanol 8 buah tropis termasuk diantaranya alpukat,
alpukat memiliki kadar flavonoid total yang paling tinggi yaitu sebesar 0,945 %
b/b dan berbeda signifikan dibandingkan buah-buah lainnya.
METODE PENELITIAN
3.2 Ekstraksi
Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Mereka dapat
diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah
ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi (Harborne, 1987). Ekstraksi
sampel dilakukan dengan menggunakan metode pengekstraksian terhadap
bahan alam, yaitu ekstraksi secara maserasi (Posanggi, 2003). Sampel
yang sudah halus ditimbang sebanyak 100 gram dan kemudian direndam
dengan etanol sebanyak 500 ml. Sampel yang sudah direndam dengan
etanol disimpan selama 3 hari dan sesekali diaduk. Selama 3 hari
perendaman, sampel yang diperoleh berupa homogenat dan debris yang
dihasilkan direndam lagi selama 3 hari dengan etanol sedangkan filtratnya
disimpan. Perendaman yang kedua ini perlakuannya sama dengan yang
pertama. Hasil dari perendaman pertama dan kedua kemudian disatukan
dan disaring dengan menggunakan kertas saring. Supernetan yang
dihasilkan dievaporasi menggunakan Rotary Vaccum Evaporator untuk
menguapkan etanol.
dari 10 μl, 20 μl, 30 μl, dst. sampai darah sudah tidak membeku maka
titrasi dihentikan. Sehingga diketahui berapa volume ekstrak yang akan
digunakan dalam 1 ml darah.
Prosedur kerja metode Lee-White yang sudah dimodifikasi adalah sebagai berikut:
Disiapkan 5 buah tabung reaksi dengan diameter 8 mm, yang bersih dan diberi
label dari nomor 1 sampai nomor 5. Tabung tersebut diletakkan di dalam rak
tabung. Darah yang dibutuhkan dalam pengujian ini diambil dari vena kubiti 5
orang sukarelawan dengan menggunakan alat suntik disposible 5 ml/cc dengan
jarum 22 G steril. Masing-masing sukarelawan darahnya diambil sebanyak 5 ml.
Darah sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi nomor 1, pada saat itu
stopwatch dijalankan untuk melihat masa pembekuan darah. Pada tabung reaksi
nomor 2 dimasukkan darah sebanyak 1 ml dan ekstrak sebanyak volume yang
sudah diketahui melalui titrasi sebelumnya dengan menggunakan mikropipet dan
dicampur dengan menggunakan fortex. Waktu yang bersamaan dengan
pencampuran, stopwatch dijalankan untuk menentukan masa pembekuan yang
terjadi. Pada tabung reaksi nomor 3 dimasukkan 1 ml darah dan ditambahkan
dengan EDTA sebanyak 1 ml.
Bila belum terjadi pembekuan letakkan kembali pada rak tabung reaksi dan setiap
30 detik dilakukan hal yang sama. Efek pembekuan darah juga dapat dilihat secara
mikrosokopik yaitu dengan teknik eustrek (hapusan). Metode ini dilakukan untuk
melihat keadaan sel darah secara mikroskopik, sesuai metode campuran May
Grunwald-Giemsa (Geneser, 1994). Sampel yang digunakan pada pengujian ini
dipilih dari satu relawan saja.
Disiapkan 5 buah kaca obyek yang bersih dan tidak berlemak dan masing-masing
diberi label nomor 1 sampai nomor 5. Kaca obyek nomor 1 untuk darah kontrol
dari tabung reaksi nomor 1, kaca obyek nomor 2 untuk darah yang diberi ekstrak
yang diambil dari tabung reaksi nomor 2, kaca obyek nomor 3 untuk darah dengan
EDTA tambah ekstrak dari tabung reaksi nomor 3, sampel dari tabung reaksi
nomor 4 yaitu darah dengan EDTA untuk kaca obyek nomor 4 dan kaca obyek
nomor 5 untuk darah yang ditambahkan etanol 70% dari tabung reaksi nomor 5.
Darah dari tabung reaksi nomor 1 sampai tabung reaksi nomor 5 masing-masing
diambil sebanyak 20 μl. Darah tersebut di totolkan di atas kaca obyek nomor 1
sampai dengan nomor 5 secara berurutan. Tetesan darah pada kaca obyek disentuh
dengan kaca penutup sehingga tetesan darah akan melebar dan Iapisannya tipis
sampai pinggir kaca obyek. Selanjutnya preparat diamati di bawah mikroskop
cahaya dengan pembesaran 400x.
Bulan Ke-
Kegiatan I II III
1 2 3 4 1 2 3 4 1 22 3 4
Mencari sumber-sumber
Persiapan penelitian
DAFTAR PUSTAKA
1. Dewoto. 2007. Farmakologi dan terapi antikoagulan, antitrombotik, dan
hemostatik. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapetik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Gandasoebrata, R. 1992. Hematologi. Dalam: Gandasoebrata R. Penuntun
Laboratorium Klinik. Cetakan Ketujuh. Jakarta: Dian Rakyat.
3. Bithell, T. C. 1993. The Diagnostic Approach To The Bleeding Discordes.
In Lee, R. G., Bitthell, T. C., Foerster, J., Athens, J. W., Lukens, J. N. ed.
Wintrobe's Clinical Hematology. Ninth edition. Malvern, Pennsylvania:
Lea and Febiger. 1993;2:1301 - 1324.
4. Wintrobe, M.M., 1974. Blood Coagulation Dalam : Clinical Hematology.
M.M. Wintrobe (Ed). Lea & Febiger. Philadelphia.
5. Rosmiati, H. dan V. H. S. Gan. 1995. Antikoagulan, Antitrombotik,
Trombolitik dan Hemostatik dalam: Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. S.
Gan, R. Setiabudi, U. Sjamsuddin, Z.S. Bustani, (editor). Farmakologi
FKUI, Jakarta.
6. Pearce, E. C. 1995. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. PT.
Gramedia. Jakarta. 495 Halaman.
7. Posangi, J. 2003. Ekstraksi: Praktikum Farmakologi dan Terapi. Paket
Praktika 04. Bagian Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran Unsrat.
Manado
8. Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern
Menganalisis Tumbuhan. Bandung: Penerbit ITB.
9. Kumalaningsih, Sri. 2006. Antioksidan Alami-Penangkal Radikal Bebas,
Sumber, Manfaat, Cara Penyediaan, dan Pengolahan. Surabaya : Trubus
Agrisarana.
10. Malangngi, Liberti P et.al. 2012. “Penentuan Kandungan Tanin dan Uji
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji Buah Alpukat (Persea americana
Mill.)”. Jurnal MIPA UNSRAT . Vol.1.No.1.Hal. 5-10.