Anda di halaman 1dari 5

SYIRKAH l AL-ABDAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Syirkah atau syarikah adalah bentuk percampuran (perseroan) dalam Islam yang
pola operasionalnya melekat prinsip kemitraan usaha dan bagi hasil. Pada prinsipnya
syirkah berbeda dengan model perseroan dalam sistim ekonomi kapitalisme. Perbedaaan-
perbedaan yang ada tidak hanya terletak pada tidak adanya praktik bunga, melainkan juga
berbeda dalam hal transaksi pembentukannya, operasionalnya maupun pembentukan
keuntungan dan tanggungjawab kerugian (An-Nabahan, 2000). Syirkah merupakan
konsep yang secara tepat dapat memecahkan permasalahan permodalan. Prinsip Islam
menyatakan bahwa segala setuatu yang dimanfaatkan oleh orang lain berhak memperoleh
kompensasi yang menguntungkan, baik terhadap barang modal, tenaga atau barang sewa,
di sisi lain Islam menolak dengan tegas kompensasi atas barang modal berupa bunga
(Chapra, 1999).
Syirkah sangat penting peranannya dalam pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Terjadinya kemandekan ekonomi sering terjadi karena pemilik modal tidak mampu
mengelola modalnya sendiri atau sebaliknya mempunyai kemampuan mengelola modal
tetapi tidak memiliki modal tersebut, hal tersebut dapat terpecahkan dalam syirkah yang
dibenarkan dalam syariah Islam (Qardawi, 1997). Islam memberikan alternatif kemitraan
berupa pembiayaan tanpa riba dalam masalah keterbatasan modal bagi para pelaku usaha.
Pembiayaan tanpa riba yang dimaksud salah satunya adalah syirkah.
Berdasarkan karakteristiknya syirkah menjadi alternatif lain dalam umat Islam
melakukan usaha yang mengharapkan kompensasi keuntungan dalam usaha yang
dilakukan (Yusanto dan Yunus, 2009).
Era ekonomi modern seperti sekarang ini, di mana perbankan sebagai Lembaga
intermediasi keuangan sudah merupakan kebutuhan masyarakat, syrkah merupakan salah
satu solusi yang bisa diaplikasikan pada perbankan syariah. Namun kajian mengenai
syirkah ini belumlah begitu banyak, bahkan masih banyak masyarakat Islam yang belum
mengetahui dan memahami syirkah Islami, hal ini tentu sangat riskan mengingat
perkembangan ekonomi baik dari sisi operasional maupun transaksinya terjadi setiap
detik dalam kehidupan masyarakat Islam itu sendiri.

1
Syirkah secara garis besar dibagi menjadi dua macam yaitu: syirkah amlak dan
syirkah uqud. Yang termasuk akad muamalah adalah syirkah uqud. Yang dimaksud akad
(perjanjian) untuk berkerja sama dalam urusan harta dan keuntungan (Wabah al-Zuhaili,
Al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), Juz IV, h. 794). Didalam
kitab al-Fiqh ala-Mazahib al-Arba'ah disebutkan juga pengertian syirkah abdan itu
bagian dari Syirkah Uqud.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian Syirkah Al-Abdan ?
2. Bagaimana Implementasi Akad Syirkah Al-Abdan Pada Masa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam ?
3. Bagaimana Implementasi Akad Syirkah Al-Abdan Pada Masa Saat Ini ?

1.3 Tujuan
Dapat Mengetahui Bagaimana Aplikasi Syirkah ‘Abdan Pada Masa Rasulullah
Dengan Masa Sekarang.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Syirkah Al-Abdan


Syirkah Al-Abdan adalah perserikatan antara dua orang atau lebih untuk
melakukan suatu usaha/pekerjaan yang hasilnya dibagi antara mereka menurut perjanjian.
Masing-masing hanya memberikan konstribusi kerja (‘amal), tanpa konstribusi modal
(mâl), Serikat ini terjadi apabila dua orang tenaga ahli atau lebih bermufakat atas suatu
pekerjaan supaya keduanya sama-sama mengerjakan pekerjaan itu. Penghasilan (upah-
nya) dibagi berdasarkan kesepakatan, nisbahnya boleh sama dan boleh juga tidak sama di
antara mitra-mitra usaha (syarîk). Konstribusi kerja itu dapat berupa kerja pikiran (seperti
pekerjaan arsitek atau penulis) ataupun kerja fisik (seperti pekerjaan tukang kayu, tukang
batu, sopir, pemburu, nelayan, dan sebagainya) (An-Nabhani, 1990: 150). Syirkah ini
disebut juga syirkah ‘amal (Al-Jaziri, 1996: 67; Al-Khayyath, 1982: 35).
Kerja sama semacam ini dibolehkan menurut kalangan Hanafiyah, Malikiyah, dan
Hanabilah, namun imam Syafi’i melarangnya. Dalam syirkah ini tidak disyaratkan

2
kesamaan profesi atau keahlian, tetapi boleh berbeda profesi. Jadi, boleh saja syirkah
‘abdan terdiri dari beberapa tukang kayu dan tukang besi (Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq
III/260). Namun, disyaratkan bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan pekerjaan
halal.

2.2 Implementasi Akad Syirkah Al-Abdan Pada Masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam
Syirkah ‘abdan hukumnya boleh berdasarkan dalil as-Sunnah. Dari Abdullah
bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku pernah berserikat dengan Ammar bin
Yasir dan Sa’ad bin Abi Waqash mengenai harta rampasan perang pada Perang Badar.
Sa’ad membawa dua orang tawanan, sementara aku dan Ammar tidak membawa apa
pun.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa’i dan Ibnu Majah).

Hal itu diketahui Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan beliau membenarkannya
dengan taqrîr.

2.3 Implementasi Akad Syirkah ‘Abdan Pada Masa Saat Ini

Aplikasi Syirkah ‘abdan dikehidupan masyarakat saat ini salah satunya ialah
seperti dua nelayan yang bekerjasama dan keduanya bersepakat melaut bersama untuk
mencari ikan. Mereka juga sepakat apabila memperoleh ikan yang akan dijual dan
hasilnya akan dibagi dengan ketentuan misalkan: pihak pertama sebesar 60% dan yang
kedua sebesar 40%. Dalam syirkah ini tidak disyaratkan kesamaan profesi atau keahlian,
tetapi boleh berbeda profesi. Keuntungan yang diperoleh dibagi berdasarkan kesepakatan,
porsinya boleh sama atau tidak sama di antara syarik (mitra usaha). Jadi, boleh saja
syirkah ‘abdan terdiri dari beberapa tukang kayu dan tukang batu. Namun, disyaratkan
bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan pekerjaan halal.(An-Nabhani, 1990: 150);
tidak boleh berupa pekerjaan haram, misalnya, beberapa pemburu sepakat berburu babi
hutan (celeng).

3
2.4 Analisis Kedua Masa
Dari kedua masa tersebut penulis dapat menganalisis bahwa masing-masing pihak
dalam syirkah ‘abdan ini dapat membuat kesepakatan dan perjanjian diantara mereka
untuk membagi pekerjaan yang menjadi objek perkongsian, pembagian pekerjaan ini
tentunya disesuaikan dengan kemampuan pihak yang ikut berkongsi. Semua jenis
pekerjaan dan konsekuensinya dalam syirkah ‘abdan harus diketahui oleh para pihak yang
berkongsi. Pembagian tugas dan pekerjaan diantara anggota tidaklah harus sama, akan
tetapi disesuaikan oleh keahlian. Oleh karena itu, upah atau keuntungan dalam syirkah
‘abdan ini juga tidak harus sama. Akan tetapi disesuaikan dengan adil dan partisipasi.
Jenis pekerjaan yang dilakukan sesuai volume dan proporsi kerja.
Risiko pada syirkah ‘abdan biasanya ditanggung bersama pihak yang berkongsi.
Namun demikian apabila terjadi kerusakan atau rendahnya kualitas hasil pekerjaan yang
diakibatkan oleh kelalaian salah satu pihak atau anggota, maka anggota tersebut yang
bertanggung jawab atas resiko tersebut. Ulama berbeda pendapat mengenai syirkah
‘abdan, dari kalangan malikiyah, hanafiyah, hambaliyah dan zadiyyah berpendapat
bahwa syirkah ‘abdan hukumnya boleh, karena tujuan yang dicapai syirkah ini dalam
keuntungan modal berusaha. Dalam konteks ini, pada dasarnya perkongsian yang
dilakukan adalah perkongsian untuk menyewa jasa atau usaha (ijarah). Ulama
hambaliyah memperbolehkan syirkah ‘abdan dengan persyaratan: pertama adanya
kesamaan pekerjaan antara pihak yang berkongsi, meskipun dilakukan pada waktu dan
tempat yang berbeda. Kedua pihak yang terlibat harus mempunyai pekerjaan dan
keterampilan yang sama, terkecuali pekerjaan mereka yang terkait. Sebagai contoh
perkongsian kuli bangunan dengan tukang bangunan sebagai tembok serta dengan tukang
bangunan bagian penyetelan kerangka baja bangunan (Wahbah Al-Zuhaili sebagaimana
dikutip oleh Imam Mustofa, “Fiqih Muamalah... h.139-140).

BAB III KESIMPULAN

Berdasarkan dari hasil analisis yang telah dilakukan terhadap kedua masa
tersebut, dapat dilihat dan disimpulkan bahwasanya kedudukan syirkah ‘abdan menurut
Imam Abu Hanafi hukumnya boleh dengan alasan syirkah ‘abdan bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan atau laba, serta untuk memupuk rasa kebersamaan atau tolong

4
menolong dan melatih seseorang bersifat jujur serta mendidik untuk berdisiplin dan
memberikan kebebasan dalam bekerja.

DAFTAR PUSTAKA

Masadi, Ghufron. 2002. Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Setiawan, Deny . 2013. “Kerja Sama (Syirkah) Dalam Ekonomi Islam”. Jurnal Ekonomi,
Volume 21, Nomor 3.
Sholihin, Ahmad Ifham. 2010. Buku pintar: Ekonomi Syariah. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.
Deny Setiawan, “Kerja sama (Syirkah) Dalama Ekonomi Islam”, Jurnal Ekonomi,

Fakultas Ekonomi Universitas Riau, Volume 21 Nomor 3, september 2013.

Anda mungkin juga menyukai