DISUSUN OLEH:
MUHAMMAD ZHAQIR HUSSIEN (1710813310009)
Disusun Oleh:
Mahasiswa 1
Mengetahui :
Ketua Program Studi Teknik Pertambangan
ii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
rahmat-Nyalah sehingga laporan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya
seperti apa yang diharapkan oleh penyusun.
Pada kesempatan ini, perkenankan penyusun menyampaikan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Sutarto Hadi, M.Si., M.Sc. Selaku Rektor Universitas
Lambung Mangkurat.
2. Bapak Dr. Bani Noor Muchamad, S.T., M.T. Selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Lambung Mangkurat.
3. Bapak Eko Santoso, S.T., M.T. Selaku Kepala Program Studi Teknik
Pertambangan Universitas Lambung Mangkurat.
4. Ibu Karina Shella Putri S.T., M.T. Selaku Dosen Koordinator Kerja Praktek.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih sangat jauh dari sempurna,
oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan proposal ini. Akhir kata semoga proposal ini
dapat bermanfaat bagi semua kegiatan studi selanjutnya.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................ i
iv
4.1. Sistematika Penulisan Kerja .............................................................. 22
6.1.Penutup .............................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA
v
DAFTAR GAMBAR
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
keberhasilan suatu kegiatan peledakan mulai dari rancangan geometri
peledakan sampai pada perangkaian dan kegiatan peledakan itu sendiri harus
direncanakan dengan baik agar menghasilkan hasil fragmentasi yang baik.
Adapun judul dari kerja praktek yang ingin kami ajukan yaitu
Pengamatan Kegiatan Peledakan Batubara di PT jhonlin baratama satui
sungai danau kabupaten tanah bumbu selatan provinsi kalimantan selatan
2
1.3. Batasan Masalah
Dalam kegiatan kerja praktek ini masalah yang dipelajari dan dibahas
yaitu mengamati perbandingan geometri peledakan pada PT jhonlin baratama
dengan geometri peledakan menurut metode R.L. Ash secara teoritis dan
tidak membahas mengenai produksi pengeboran dan peledakan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.1.1. Sistem Pemboran
Kegiatan pemboran untuk penyediaan lubang ledak umumnya
dilakukan dengan mesin bor mekanik (perkusif, rotari, rotari-perkusif)
dengan berbagai ukuran dan kemampuan, tergantung pada kapasitas
produksi yang diinginkan seperti pada gamabr 2.1.
Gambar 2.1
Skema Prinsip Pemboran
2.1.2. Sistem Pemboran Mekanik
Komponen utama dari suatu sistem pemboran secara mekanik
adalah sumber energi mekanik, batang bor penerus (transmitter) energi
tersebut, mata bor sebagai aplikator energi terhadap batuan, dan
peniupan udara (flushing) sebagai pembersih dari serbuk pemboran
(cuttings) dan memindahkannya keluar lubang bor. Berdasarkan
sumber energi mekaniknya, sistem pemboran mekanik terbagi menjadi
3 (tiga) yaitu : perkusif, rotari-perkusif, dan rotari dengan berbagai
ukuran dan kemampuan, tergantung pada kapasitas produksi yang
diinginkan (Koesnaryo, 2001 : 5).
1. Metode Pemboran Perkusif
Pada pemboran perkusif, energi dari mesin bor (rock drill)
diteruskan oleh batang bor dan mata bor untuk meremukkan batuan.
Komponen utama dari mesin bor ini adalah piston yang mendorong
5
dan menarik tangkai (shank) batang bor. Energi kinetik piston
diteruskan ke batang bor dalam bentuk gelombang kejut (shock
wave) yang bergerak sepanjang batang bor dengan kecepatan ±
5000 m/detik (searah kecepatan suara pada baja). Frekuensi impak
normal untuk rockdrill ialah ± 50 tumbukan/detik, yang berarti jarak
antara gelombang kejut ialah ± 100 m. Pada metode perkusif, yang
terjadi ialah proses peremukan (crushing) permukaan batuan oleh
mata bor. Metode ini cocok diterapkan pada batuan dengan
kekerasan yang keras.
2. Metode Rotari
Berdasarkan sistem penetrasinya, metode rotari terbagi
menjadi dua sistem yaitu tricone dan drag bit, disebut tricone jika hasil
penetrasinya berupa gerusan (crushing) dan drag bit jika hasil
penetrasinya berupa potongan. Sistem yang pertama digunakan
untuk batuan dengan kekerasan sedang hingga lunak dan sistem
yang kedua untuk batuan lunak.
3. Metode Pemboran Rotari-Perkusif
Pada pemboran rotari-perkusif, aksi penumbukan oleh mata
bor dikombinasi dengan aksi putaran, sehingga terjadi proses
peremukan (crushing) dan penggerus (cutting atau abrasive)
permukaan batuan.
(Koesnaryo, 2001 : 6 - 7)
2.1.3. Geometri Pemboran
Geometri dan pola pemboran dirancang secara terpadu dalam
rancangan peledakan. Geometri pemboran meliputi:
1. Diameter
Diameter disini yang dimaksud adalah diameter dari lubang
bor yang akan dibuat untuk lubang ledak. Pemilihan lubang bor
secara tepat adalah untuk memperoleh hasil fragmentasi dan
produksi yang diharapkan. Semakin besar diameter lubang berarti
luas penampang lubang yang harus ditembus semakin besar
sehingga faktor gesekan juga semakin semakin besar. Hal ini akan
sangat mempengaruhi kinerja mesin bor dalam arti kecepatan
pemboran akan menjadi lambat.
6
2. Burden (B)
Burden adalah jarak antara lubang dengan free face dan
atau jarak lubang antara row dengan row. Jarak burden yang baik
adalah jarak dimana energi ledakan bisa menekan batuan secara
maksimal sehingga pecahnya batuan sesuai dengan fragmentasi
yang direncanakan dengan mengupayakan sekecil mungkin
terjadinya batuan terbang, bongkah, dan retaknya batuan pada batas
akhir jenjang.
3. Spasi antar lubang ledak (S)
Spasi adalah jarak antara lubang tembak satu dengan
lubang tembak lainnya dalam satu baris dan diukur sejajar terhadap
dinding jenjang atau tegak lurus dengan burden.
4. Kedalaman lubang ledak (H)
Kedalaman disini dimaksudkan sebagai jarak dari permukaan
lubang sampai ke dasar lubang bor. Kedalaman lubang ledak
biasanya disesuaikan dengan tingkat produksi (kapasitas alat muat)
dan pertimbangan geoteknik. Semakin dalam lubang bor maka akan
membuat gesekan antara drilling string dengan dinding lubang
semakin besar. Di samping itu kehilangan energi juga akan semakin
besar akibat semakin panjangnya drilling string. Hal ini akan dapat
menurunkan kinerja mesin bor.
5. Kemiringan
Pada kegiatan pemboran ada dua macam arah lubang ledak
yaitu arah tegak lurus dan arah miring, arah lubang ledak
berpengaruh terhadap aktifitas pemboran. Bila suatu jenjang di bor
dengan arah lubang ledak tegak lurus, maka pada ketinggian jenjang
yang sama dengan arah lubang ledak miring, mempunyai kedalaman
lubang ledak lebih kecil, sehingga waktu yang digunakan untuk
melakukan pemboran menjadi lebih singkat. Hal ini akan
berpengaruh terhadap waktu edar mesin bor maka waktu total untuk
membuat satu lubang ledak akan semakin cepat begitu juga
sebaliknya.
2.1.4. Pola Pemboran
Menurut (Jimeno, C. L., cs, 1987) pola pemboran merupakan
suatu pola pada kegiatan pemboran dengan menempatkan lubang-
7
lubang tembak secara sistematis. Terdapat tiga pola pemboran untuk
peledakan (lihat gambar 2.2):
1. Pola bujursangkar (square pattern), yaitu jarak burden dan spasi
sama (B = S)
2. Pola persegi panjang (rectangular pattern), yaitu jarak spasi dalam
satu baris lebih besar dibanding burden (B ≠ S)
3. Pola zig-zag (staggered pattern), yaitu antar lubang bor dibuat
selang-seling yang berasal dari pola bujursangkar maupun persegi
panjang.
3m 3m
3m 2,5 m
3m 3m
3m 2,5 m
Gambar 2.2
Pola Pemboran
8
Bahan galian seperti besi, baja, dan logam lainnya, serta bahan galian industri
seperti batubara dan batugamping seringkali menggunakan peledakan untuk
memperoleh bahan galian tersebut, apabila dianggap lebih ekonomis dan
efisien daripada penggalian bebas (free digging) maupun penggaruan
(ripping). Suatu operasi peledakan dinyatakan berhasil dengan baik pada
kegiatan penambangan apabila:
1. Target produksi terpenuhi (dinyatakan dalam ton/hari atau ton/bulan).
2. Penggunaan bahan peledak efisien yang dinyatakan dalam jumlah batuan
yang berhasil dibongkar per kilogram bahan peledak.
3. Diperoleh fragmentasi batuan berukuran merata dengan sedikit bongkah
kurang dari 15% dari jumlah batuan yang terbongkar per peledakan).
4. Diperoleh dinding batuan yang stabil dan rata (tidak ada overbreak,
verhang, retakan–retakan).
5. Aman
6. Dampak terhadap lingkungan minimal.
(Koesnaryo, 1988 : 1 - 2)
2.2.1. Pola Peledakan
Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara
lubang – lubang bor dalam satu baris dengan lubang bor pada baris
berikutnya ataupun antara lubang bor yang satu dengan lubang bor
yang lainnya. Pola peledakan ini ditentukan berdasarkan urutan waktu
peledakan serta arah runtuhan material yang diharapkan.
Berdasarkan arah runtuhan batuan, pola peledakan diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Box Cut, yaitu pola ini arah lemparan seluruhnya ke tengah area
peledakan, biasa digunakan apabila kesulitan atau tidak ada free
face lain selain di atas.
2. Echelon, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke
salah satu sudut dari bidang bebasnya.
3. “V” cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya
kedepan dan membentuk huruf V.
4. Flat Face, yaitu pola peledakan dengan waktu tunda yang sama
untuk tiap deret lubang ledak (row by row).
Beberapa contoh pola peledakan berdasarkan sistem inisiasi
dapat dilihat pada gambar berikut:
9
Gambar 2.3
Pola Peledakan Box Cut
Gambar 2.4
Pola Peledakan Echelon
Gambar 2.5
Pola Peledakan V-Cut
10
Gambar 2.6
Pola Peledakan Flat Face
11
kuat tarik batuan sehingga akan terjadi penghancuran batuan,
sehingga pecahnya batuan yang terjadi dapat sesuai dengan
fragmentasi batuan yang direncanakan dengan mengupayakan
sekecil mungkin terjadinya batu terbang (flyrocks), bongkah dan
retaknya batuan pada batas akhir jenjang.
2. Burden (B)
Burden adalah jarak tegak lurus antara lubang ledak
terhadap bidang bebas terdekat dan merupakan arah pemindahan
batuan (displacement) akan terjadi. Jarak burden yang baik adalah
jarak yang memungkinkan energi ledakan dapat secara maksimal
bergerak keluar dari kolom isian menuju bidang bebas, dan
dipantulkan kembali dengan kekuatan yang cukup untuk melampaui
kuat tarik batuan sehingga akan terjadi penghancuran batuan,
sehingga pecahnya batuan yang terjadi dapat sesuai dengan
fragmentasi batuan yang direncanakan dengan mengupayakan
sekecil mungkin terjadinya batu terbang (flyrocks), bongkah dan
retaknya batuan pada batas akhir jenjang.
3. Spasi (S)
Spasi adalah jarak terdekat antara dua lubang ledak yang
berdekatan di dalam satu baris (row). Perbandingan jarak spasi
dengan burden (S/B) pada pola peledakan dan penyebaran
energinya. Apabila spasi terlalu besar, akan menyebabkan banyak
bongkah atau bahkan batuan hanya mengalami keretakan dan
menimbulkan tonjolan diantara dua lubang ledak setelah diledakkan,
karena energi ledakan dari lubang yang satu tidak mampu
berinteraksi dengan energi dari lubang lainnya tetapi bila jarak spasi
terlalu keci,akan menyebabkan batuan hancur menjadi halus,
disebabkan karena energi yang menekan terlalu kuat dan
menimbulkaan efek ledakan berupa noise (kebisingan) dan flyrocks.
4. Subdrilling (J)
Subdrilling adalah tambahan kedalaman pada lubang bor di
bawah lantai jenjang yang dibuat dengan maksud agar batuan dapat
terbongkar sebatas lantai jenjangnya. Jika panjang subdrilling terlalu
kecil maka batuan pada batas lantai jenjang tidak lengkap terbongkar
sehingga akan menyisakan tonjolan pada lantai jenjangnya.
12
Sebaliknya bila panjang subdrilling terlalu besar akan menghasilkan
ground vibration dan secara langsung akan menambah biaya
pemboran dan peledakan.
5. Stemming (T)
Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang
ledak, yang letaknya di atas kolom isian bahan peledak. Fungsi
stemming adalah agar terjadi keseimbangan tekanan dan
mengurung gas-gas hasil ledakan sehingga dapat menekan batuan
dengan energi yang maksimal. Disamping itu stemming juga
berfungsi untuk mencegah agar tidak terjadi batuan terbang (flyrocks)
dan ledakan tekanan udara (airblast) saat peledakan.
Dalam hal ini panjang stemming juga dapat mempengaruhi
ukuran fragmen batuan hasil peledakan, dimana stemming yang
terlalu panjang dapat mengakibatkan terbentuknya bongkah apabila
energi ledakan tidak mampu untuk menghancurkan batuan di sekitar
stemming tersebut, dan stemming yang terlalu pendek dapat
mengakibatkan terjadinya batuan terbang dan pecahnya batuan
menjadi lebih kecil.
6. Kedalaman lubang ledak (L)
Kedalaman lubang ledak merupakan panjang kolom ledak
dari permukaan lubang sampai ke dasar lubang ledak. Dalam
penentuan kedalaman lubang ledak biasanya disesuaikan dengan
tingkat produksi (kapasitas alat muat).
7. Tinggi Jenjang (H)
Tinggi jenjang merupakan jarak vertikal antara permukaan
lubang ledak sampai lantai jenjang.
8. Powder Column (PC)
Powder Column merupakan tinggi kolom pada lubang ledak
yang diisi dengan bahan peledak.
13
J
H L
L
H
Gambar 2.7
Geometri peledakan
Kb x De Kb x De
................
B (ft) atau B (m)
12 39.3 ........................( 2.1)
14
Keterangan :
15
a. Peledakan serentak, S=2B
b. Peledakan beruntun dengan delay interval (second delay), S = B
c. Peledakan dengan millisecond delay, S antara 1B hingga 2B
d. Jika terdapat kekar yang tidak saling tegak lurus, S antara 1,2B
hingga 1,8B
e. Peledakan dengan pola equateria dan beruntun tiap lubang ledak
dalam baris yang sama, S = 1,15B
3. Stemming (T)
T = Kt x B ......................................................(2.8)
Dimana:
Kt = stemming ratio (0,75 – 1,00)
Kt = T / B (meter)
4. Kedalaman Lubang Ledak (L)
L = Kl x B .....................................................(2.9)
Dimana:
Kl = hole depth ratio (1,5 – 4,0)
5. Subdrilling (J)
J = Kj x B .......................................................(2.10)
Dimana:
Kj = subdrilling ratio (0,2 – 0,4)
Kj = J / B (meter)
Panjang subdrilling dipengaruhi oleh struktur geologi, tinggi
jenjang dan kemiringan lubang ledak.
6. Powder Column (PC)
PC = L – T ...................................................(2.11)
Dimana:
PC = panjang kolom isian (meter)
L = kedalam lubang ledak (m)
T = stemming (m)
7. Loading Density (LD)
LD = ¼ π D2 x handak ..........................................(2.12)
E = PC x LD x n ................................................(2.13)
Keterangan:
D = diameter isian handak (cm)
handak = densitas handak (gr/cc)
16
n = jumlah lubang ledak
9. Powder Factor (PF)
PF = E/W ................................................(2.14)
Keterangan :
Pf = Powder Faktor (kg/bcm)
W = berat batuan yang diledakan (bcm)
E = berat handak yang digunakan (kg)
17
rambu-rambu di lokasi yang diperkirakan terkena dampak negatif
langsung akibat peledakan.
c. Alat pemantau dampak peledakan, berfungsi untuk mengukur adanya
kemungkinan dampak negatif dari getaran dan kebisingan akibat
peledakan terhadap lingkungan sekitar titik peledakan. Alat pemantau
peledakan antara lain pemantau getaran dan pemantau kebisingan
suara
d. Alat penelitian, antara lain VOD meter untuk mengukur kecepatan reaksi
detonasi bahan peledak dan video kamera untuk menganalisis suatu
operasi peledakan ditinjau dari aspek pelemparan batuan, gerakan
fragmentasi batuan, dan dimensi fragmentasi butiran hasil peledakan.
Perlengkapan peledakan adalah bahan pelengkap yang habis pakai
dalam sekali peledakan. Berikut ini adalah beberapa perlengkapan peledakan:
1. Detonator
Detonator adalah alat pemicu awal yang menimbulkan inisiasi
dalam bentuk letupan (ledakan kecil) sebagai bentuk aksi yang
memberikan efek kejut terhadap bahan peledak peka detonator atau
primer. Detonator disebut dengan blasting capsule atau blasting cap.
Berikut ini adalah jenis-jenis detonator berdasarkan sumber energi
pemicunya:
a. Detonator biasa (plain detonator), sumber energi pemicunya berupa
panas hasil pembakaran sumbu api (safety fuse). Sumbu api dinyalakan
dengan penyulut api (lighter) atau dengan lead spritter.
b. Detonator listrik (electric detonator), sumber energi pemicunya berupa
arus listrik. Detonator ini dinyalakan dengan blasting machine, isian
detonator listrik sama dengan detonator biasa. Detonator listrik
dilengkapi dengan dua kawat yang dinamakan leg wire.
c. Detonator Non-Listrik (non-electric detonator) atau bisa juga disebut
nonel, sumber energi pemicunya berupa gelombang detonasi. Alat
penyalaan nonel berupa shotgun, sumbu ledak, dan dapat juga
menggunakan satu detonator, baik detonator biasa maupun detonator
listrik. Delay time nonel bisa dipasang di dalam lubang disebut in-hole
delay, dan di permukaan disebut surface delay.
18
2. Sumbu api
Sumbu api adalah alat berupa sumbu yang fungsinya
merambatkan api dengan kecepatan tetap. Perambatan api tersebut dapat
menyalakan ramuan pembakar (ignition mixture) di dalam detonator biasa,
sehingga dapat meledakkan isian primer dan isian dasarnya.
3. Sumbu ledak
Berbagai nama untuk sumbu ledak yang dikenal di lapangan
antara lain detonating cord, detonating fuse, atau cordtex. Pada bagian inti
sumbu ledak terdapat bahan peledak PETN, yaitu salah satu jenis bahan
peledak kuat dengan kecepatan rambat sekitar 6000 – 7000 m/s.
Komposisi PETN di dalam tersebut bervariasi dari 3,6 – 70 gr/m.
4. Connector (Penyambung)
Penyambung adalah perlengkapan yang diperlukan untuk
menghubungkan kawat listrik atau sumbu peledakan antar lubang ledak.
Jenis connector beserta fungsinya antara lain:
a. Igniter cord connector, berfungsi menyambung sumbu api antar lubang
pada peledakan dengan detonator biasa.
b. Delay detonator, berfungsi menyambung sumbu ledak antar lubang dan
sekaligus mengatur waktu tunda permukaan.
c. Connecting Wire, berfungsi menyambung leg wire antar lubang pada
peledakan dengan detonator listrik.
d. Lead wire (kawat utama), berfungsi menghubungkan rangkaian
peledakan listrik dengan blasting machine.
e. Lead in line, berfungsi menyambung nonel dengan alat pemicu ledak.
5. Primer
Primer adalah peledak berbentuk dodol yang sudah dirangkai
dengan detonator dan diletakkan di dalam kolom lubang ledak. Cara
pembuatan primer pada prinsipnya sama untuk semua jenis detonator,
yaitu menyisipkan detonator pada dodol/ booster.
6. Bahan Peledak
Bahan peledak adalah campuran senyawa kimia yang dapat
bereaksi dengan kecepatan tinggi. Gas dan panas yang dihasilkan akan
menyebabkan suatu tekanan yang sangat tinggi yang dapat bersumber dari
panas, gesekan, tumbukan. Bahan-bahan peledak yang dipergunakan
umumnya adalah campuran dari persenyawaan-persenyawaan yang
19
mengandung 4 (empat) elemen-elemen dasar, yaitu: C (Carbon), H
(Hidrogen), N (Nitrogen), dan O (Oksigen).
Secara umum peledakan akan terjadi jika terdapat 3 komponen,
yaitu: oxidizer, bahan bakar, dan pemicu (penyalaan). Oxidizer berfungsi
sebagai agen yang mentransfer oksigen bagi keberlangsungan reaksi
pembakaran pada bahan bakar. Bahan peledak yang terdiri dari oxidizer
dan bahan bakar tidak akan meledak jika tidak adanya pemicu atau
penyalaan (initiation).
Agen peledakan adalah campuran bahan-bahan kimia yang tidak
diklasifikasikan sebagai bahan peledak, dimana campuran tersebut terdiri
dari bahan bakar (fuel) dan oksida. Agen peledakan disebut juga dengan
nama nitrocarbonitrate, karena kandungan utamanya nitrat sebagai
oksidator yang diambil dari ammonium nitrat (NH4NO3) dan karbon sebagai
bahan bakar.
20
BAB III
METODE PENGAMATAN
21
BAB IV
SISTEMATIKA PENULISAN
22
3.9 Peralatan dan Perlengkapan Peledakan
BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Kegiatan Pemboran Lubang Ledak
4.2 Kegiatan Peledakan
4.3 Geometri Peledakan
4.4 Faktor-faktor yang Menghambat Peledakan
BAB V PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK
5.1 Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Peledakan
5.2 Hasil Pengamatan dan Pembahasan
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
23
BAB V
JADWAL KEGIATAN
Pengambilan Data
Pembuatan Laporan
Presentasi
Bimbingan Laporan
Kampus
Seminar Hasil KP
Sidang KP
24
BAB VI
PENUTUP
6.1. Penutup
Demikian proposal kerja praktek ini kami buat dengan tema yang
diusulkan sebagai bahan pertimbangan pihak perusahaan agar dapat
menerima dan memberikan kesempatan bagi kami untuk melaksanakan kerja
praktik. Mengenai topik tidak menutup kemungkinan usulan dari perusahaan
dan kami bersedia mengikuti aturan dari perusahaan. Atas perhatian pihak
perusahaan kami ucapakan terima kasih.
25
DAFTAR PUSTAKA
Jimeno, C. L., cs. 1995. Drilling and Blasting of Rocks, A.A. Balkema, Nederlands.
Hal 191 – 216.
Rully Rumanda. 2019. Proposal kerja praktek pengamatan kegiatan peledakan di
PT antang gunung meratus. Fakultas Teknik . Universitas Lambung
Mangkurat. Banjarbaru