Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN PRE,INTRA DAN POST

OPERASI PADA Tn .”S”


DENGAN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA
DI RUANG OK (OPERATING KAMARE) RSUD CIAWI

Disusun Oleh:
BAB II
PENDAHULUAN

A. Pengertian

Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang sering terjadi
sebagai hasil dar pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat (Yuliana Elin,
2011).

Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat


(secara umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi
urethral dan pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler, 2000)

BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang


keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi
orifisium uretra. (Smeltzer dan Bare, 2002).

B. Etiologi

Menurut Purnomo (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti


penyebab prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa
hiperplasi prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron
(DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hiperplasi prostat adalah :

1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen


pada usia lanjut.

2. Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu


pertumbuhan stroma kelenjar prostat.

3. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati.

4. Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem
sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat
menjadi berlebihan.
C. Tanda dan Gejala

1. Gejala iritatif, meluputi:

a. Peningkaan frekuesnsi berkemih.

b. Nocturia (terbangun di malam hari untuk miksi)

c. Perasaan untuk ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat di tunda


(urgensi).

d. Nyeri pada saat miksi (disuria).

2. Gejala obstruktif, meliputi:

a. Pancaran urin melemah.

b. Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik.

c. Jika ingin miksi harus menunggulama.

d. Volume urin menurundan harus mengedan saat berkemih.

e. Aliran urin tidak lancar/terputus-putus.

f. Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan


inkontinensia karena pernumpukan berlebih.

g. Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi azotemia (akumulasi produk
sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan etensi urun kronis dan volume
residu yang besar.

3. Gejala generalisata seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak
nyaman pada epigastrik. Berdasarkan keluhan dapat menjadi menjadi:

a. Derajat 1, penderita merasakan lemahnya pancara berkemih, kencing tidak


puas, frekuensi kencing bertambah terutama di malam hari.

b. Derajat 2, adanya retensi urin mak timbulah infeksi. Penderita akan mengeluh
pada saat miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam bertambah hebat.

c. Derajat 3, timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka bisa
timbul aliran refluks ke atas, timbul infeksi askenden menjalar ke ginjal dan
dapat menyebabkan pielonefritis, hidronefrosis.
D. Patofisiologi

Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi


perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun
dan terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer.
Purnomo (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung
pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan
dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.
Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel
kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar
prostat.

Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya


perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan
patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh
kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika dan
kekuatan kontraksi detrusor. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat
akan terjadi resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat.
Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi
lebih kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Fase penebalan detrusor ini disebut
Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut maka
detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu
lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.

Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu
lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan
sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow
incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi.
ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus
urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus
mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang
akan menimbulkan hernia dan hemoroid (Sjamsuhidajat, 2005).
E. Phatway
BAB II

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

1. Pengumpulan Data
a. Identitas pasien
Nama : Tn “S”
Umur : 73 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Sunda
Pendidikan : Sekolah Dasar (SD)
Alamat : Gadog, Ciawi.
Pekerjaan : Petani
Tanggal masuk : 16 Februari 2020
Tanggal pengkajian : 17 Februari 2020
Diagnosa medis : Benigna Prostat Hyperplasia (BPH)
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Tn “M”
Usia : 43 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Hubungan dengan pasien : Cucu
2. Riwayat Penyakit
a. Alasan masuk rumah sakit sakit
Klien mengeluh susah BAK ± 6 bulan yang lalu. Pasien berobat ke
Puskesmas lalu dirujuk ke RSUD Ciawi.
b. Keluhan saat dikaji
Pasien mengatakan nyeri saat BAK pada kandung kemih..
P : saat akan BAK
Q : seperti kram
R : dibagian abdomen bawah (kandung kemih)
S : 3 (0-10)

T : intermitten
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami penyakit kronis sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang menderita BPH.
3. Data Biologis
a. Pola nutrisi
Pasien makan 3x sehari, dengan porsi yang disediakan rumah sakit.
b. Pola minum
Pasien minum 1,5-2 liter/hari.
c. Pola eliminasi
PasienBAB 1 kali setelah operasi, terpasang kateter triway no. 22 dengan
karakteristik warna urin kuning jernih, 500 ml/hari, kadang-kadang terasa
nyei saat BAK. Pasien terpasang irigasi 30 tpm.
d. Pola istirahat/tidur
Waktu tidur
Pasien tidur sekitar 6-8 jam/hari, dengan penerangan yang cukup.
e. Pola hygiene
- Mandi
Pasien mandi 2 x sehari.
- Cuci rambut
Pasien cuci rambut setap hari saat mandi.
- Gogok gigi
Pasiengosok gigi dua kali sehari pagi dan malam.

4. Pola aktifitas
 Pasien melakukan aktifitas dibantu oleh orang lain.
 Pasien mengatakan tidak bisa melakukan aktifitas secara mandiri.
 Pasien tampak lemah.
 Pasien tampak kesakitan dalam melakukan aktifitas.
5. Data Sosial
a. Hubungan dengan keluarga
Baik.
b. Hubungan dengan tetangga
Baik.
c. Hubungan dengan pasien sekitar
Baik.
d. Hubungan dengan keluarga pasien lain
Baik.
6. Data Psikologis
a. Status emosi
Pasien dapat mengendalikan emosi dengan baik.
b. Peran diri
Pasien tidak dapat mejalankan peran seagai kepala keluarga yang baik
karena dirawat di rumah sakit.
c. Gaya komunikasi
Menggunakan bahasa verbal.
b. Pola Koping
Pertahan tubuh menurun karena proses penyakit.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : E4M6V5 (GCS = 15) Compos Mentis
c. TTV : TD = 120/80 mmHg
N = 80 x/menit
RR = 16 x/menit
S = 36,5 ºC
d. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala simetris, beruban, kulit kepala kering, tidak
ada ketombe.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
e. Mata
Inspeksi : Sklera putih, dapat melihat dengan jelas, bola mata simetris,
konjungtiva merah muda, ada reaksi terhadap cahaya
(miosis) tidak mengguakan alat bantu penglihatan, fungsi
penglihatan normal.
Palpasi : Tidak nyeri tekan.

f. Hidung
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada polip, tidak ada sekret.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan dan
pembengkakan.
g. Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada kelainan dikedua telinga, tidak
ada lesi dan serumen.
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
h. Mulut
Inspeksi : Gigi tampak hitam, lidah bersih, mukosa mulut lembab,
bibir lembab.
Palpasi : Otot rahang kuat.
i. Leher
Inspeksi : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
Palpasi : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada
nyeri tekan.
j. Thoraks (paru-paru)
Inspeksi : Dada simetris, tidak ada lesi, respirasi 16 x/m, ada batuk
sedikit.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
Auskultasi : Bunyi napas vesikuler.
Perkusi : Sonor.
k. Thoraks (jantung)
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : ictus cordis tidak teraba.
Auskultasi : S1 dan S2 reguler.
Perkusi : Batas jantung normal.
l. Abdomen
Inspeksi : Simetris, tidak ada lesi,
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : timpani.
Auskultasi : bising usus 6 x/menit.
m. Genetalia
Pasien menggunakan kateter dan hygine bersih

8. Ekstremitas

5 5 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 5

9. Data Penunjang

LABORATORIUM
14 Juli 2014 Hasil Nilai Normal
Hb 11.0 Lk = 14-16 gr%, Pr = 12-14 gr%
Leucocyt 7.600 5.000-10.000 mm3/drh
Hematokryt 31 % Lk = 47-54 %, Pr = 42-46 %
Eritrocyt 3.71 4,6-6 Jt mm3/drh
RONTGEN
Dari hasil USG pelvis tanggal 27 januari 2020 menunjukkan adanya pembesaran
prostat.

10. Pengobatan
 NaCl 0,9 % 1500 cc/ hari melalui infuse
 Ceftriaxone 1x1 gr secara IV
B. Analisa Data

No Data Masalah Penyebab


1 Do : Cemas Prosedur
a. Klien Nampak tegang pembedahan
b. Klien Nampak cemas
Ds :
a. Klien mengatakan sedikit takut akan
dilakukan operasi
b. Klien menanyakan kapan dilakukan operasi
dan bagaimana prosesnya
2 Do : Resiko jatuh Anastesi
a. klien di bius dengan anastesi spinal narkotik
b. klien mengalami penurunan kekuatan
ekstremitas bagian bawah
c. mobilitas terbatas
Ds :
3 Do : Resiko Proses
a. Klien menjalani pembedahan perdarahan pembedahan
b. Klien dalam keadaan tidak sadar karena
pengaruh anastesi

C. Diagnosa Keperawatan

1. Cemas berhubungan dengan prosedur pembedahan


2. Resiko jatuh berhubungan dengan anastesi narkotik
3. Resiko perdarahan berhubungan dengan proses pembedahan
D. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1 Cemas berhubungan Setelah dilakukan a. jelaskan a. kecemasan
dengan prosedur tindakan prosedur, klien akan
pembedahan ditandai keperawatan termasuk berkurang
dengan selama 5 menit sensasi dengan
Do : kecemasan klien seperti informasi yang
a. Klien Nampak berkurang dengan keadaan diberikan
tegang _actor_a selama perawat
b. Klien Nampak c klien Nampak prosedur. b. dengan
cemas tenang b. Temani klien ditemani
Ds : c klien untuk perawat
a. Klien mengatakan mengatakan rasa meningkatka kecemasan
sedikit takut akan takutnya n keamanan klien akan
dilakukan operasi berkurang dan sedikit
b. Klien menanyakan c klien menurunkan berkurang
kapan dilakukan menyatakan siap kecemasan
operasi dan untuk dilakukan c. Dengarkan c. membantu
bagaimana operasi keluhan klien menentukan
prosesnya jenis
intervensi
yang akan
dilakukan
d. Identifikasi d. mengetahui
perubahan perkembangan
level keadaan klien
kecemasan
e. Dorong klien e. membuat
untuk perasaan
mengungkap terbuka dan
kan secara bekerja sama
verbal dalam
tentang memberikan
perasaan, informasi yang
persepsi dan akan
ketakutan membantu
identifikasi
masalah
f. pertahankan f. kontak mata
kontak mata menumbuhkan
hubungan
salinh percaya
antara perawat
klien
g. turunkan g. menurunkan
stimulus stimulus
pembuat cemas dapat
cemas mencegah
cemas yang
berkelanjutan
h. sikap
h. tunjukkan penerimaan
penerimaan perawat dapat
meningkatkan
kepercayaan
diri klien
i. suasana yang
i. jaga tenang dapat
ketenangan mengurangi
stimulus
pembuat
cemas
2 Resiko jatuh Setelah dilakukan a. Berikan a. Ketidak
berhubungan dengan tindakan petunjuk seimbangan
anastesi narkotik keperawatan sederhana dan proses
ditandai dengan selama ± 45 menit singkat pada pemikiran akan
Do : resiko jatuh dapat pasien tentang membuat pasien
a. klien di bius dengan diminimalisir posisi saat merasa
anastesi spinal dengan kriteria operasi kesulitan dalam
b. klien mengalami klien tidak jatuh memahami
penurunan kekuatan petunjuk yang
ekstremitas bagian panjang
bawah b. Siapkan b. Bantalan
c. mobilitas terbatas peralatan dan diperlukan
Ds : - bantalan untuk untuk
posisi yang melindungi
dibutuhkan bagian-bagian
sesuai tubuh yang
prosedur menonjol untuk
operasi dan mencegah
kebutuhan terjadinya
spesifik klien penekanan saraf

c. Letakkan c Mencegah
eletroda terjadinya
penetral perlukaan
(bantalan akibat alat
elektrokauter) elektronik
yang meliputi
seluruh massa
otot-otot yang
paling besar
dan yakinkan
bahwa
bantalan
berada pada
posisi yang
baik
d. Stabilkan baik d. Kereta atau
kereta pasien meja yang
maupun meja tidak stabil
operasi pada dapat terpisah,
waktu menyebabkan
memindahkan pasien terjatuh
pasien ke dan
dari meja
operasi
3 Resiko perdarahan Setelah dilakukan a. Lindungi a. Cegah
berhubungan dengan tindakan perawatan sekitar kulit kerusakan
proses pembedahan selama ± 45 menit dan anatomi integritas kulit
ditandai dengan resiko perdarahan yang sesuai
Do : dapat dicegah seperti
a. Klien menjalani dengan kriteria penggunaan
pembedahan pada kassa untuk
inguinalis menghentikan
lateralis perdarahan
b. Klien dalam b. Pantau b. Kemungkinan
keadaan tidak pemasukan dan terjadinya
sadar karena pengeluaran kekurangann
pengaruh anastesi cairan selama cairan, yang
Ds : - prosedur mempengaruhi
operasi keselamatan
dilakukan pemakai obat
anestesi,fungsi
organ dan
kondisi pasien
c. Pastikan c. Kegagalan
keamanan fungsi alat
elektrikal dan dapat terjadi
alat-alat yang selama
digunakan prosedur
selama operasi
prosedur
operasi.
Misalnya kabel
coter pada
keadaan utuh.
DAFTAR PUSTAKA

Engram Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Brunner dan Suddarth. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Nurarif, Amin Huda, dkk. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Media Action Publishing.

Wijaya Andra Saferi, dkk. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Penerbit Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai