Anda di halaman 1dari 30

MANAJEMEN KASUS

BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH)

DISUSUN OLEH :

KhairunNisa (2107201071)

Semester II Keperawatan

Progsus B

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIkes)


MUHAMMADIYAH LHOKSEUMAWE

2022
BAB I

KONSEP BPH

A. Pengertian

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dapat didefinisikan sebagai


pembesaran kelenjar prostat yang memanjang ke atas, ke dalam kandung kemih,
yang menghambat aliran urin, serta menutupi orifisium uretra (Smeltzer & Bare,
2003). Secara patologis, BPH dikarakteristikkan dengan meningkatnya jumlah sel
stroma dan epitelia pada bagian periuretra prostat. Peningkatan jumlah sel stroma
dan epitelia ini disebabkan adanya proliferasi atau gangguan pemrograman
kematian sel yang menyebabkan terjadinya akumulasi sel (Roehrborn, 2011).
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh
penuaan. Price&Wilson (2005).
Kesimpulan BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit
yang disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran
memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan
cara menutupi orifisium uretra.

B. Klasifikasi

Berdasarkan perkembangan penyakitnya menurut Sjamsuhidajat dan De jong


(2005) secara klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 gradiasi :
1. Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur
ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah teraba dan sisa urin kurang
dari 50 ml
2. Derajat 2 : Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur dan
batas atas dapat dicapai, sedangkan sisa volum urin 50- 100 ml.
3. Derajat 3 : Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas prostat
tidak dapat diraba dan sisa volum urin lebih dari 100ml.
4. Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi urine total

C. Etiologi

Penyebab pasti BPH belum diketahui. Namun, IAUI (2003) menjelakan


bahwa terdapat banyak faktor yang berperan dalam hiperplasia prostat, seperti
usia, adanya peradangan, diet, serta pengaruh hormonal. Faktor tersebut
selanjutnya mempengaruhi prostat untuk mensintesis protein growth factor, yang
kemudian memicu proliferasi sel prostat. Selain itu, pembesaran prostat juga
dapat disebabkan karena berkurangnya proses apoptosis. Roehrborn (2011)
menjelaskan bahwa suatu organ dapat membesar bukan hanya karena
meningkatnya proliferasi sel, tetapi juga karena berkurangnya kematian sel.
BPH jarang mengancam jiwa. Namun, keluhan yang disebabkan BPH dapat
menimbulkan ketidaknyamanan. BPH dapat menyebabkan timbulnya gejala
LUTS (lower urinary tract symptoms) pada lansia pria. LUTS terdiri atas gejala
obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi (storage symptom) yang meliputi:
frekuensi berkemih meningkat, urgensi, nokturia, pancaran berkemih lemah dan
sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis berkemih, dan
tahap selanjutnya terjadi retensi urin (IAUI, 2003).
Menurut Purnomo (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti
penyebab prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa
hiperplasi prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron
(DHT) dan proses penuaan

D. Patofisiologi

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar
buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram. Menurut Mc
Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo (2000), membagi kelenjar
prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral, zona
transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra (Purnomo, 2000).
Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi
perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron
menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose
di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat
tergantung pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat
hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan
enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-
RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi
pertumbuhan kelenjar prostat.
Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya
perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan
patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh
kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika dan
kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor dipersarafi oleh sistem
parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan prostat oleh sistem simpatis.
Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadi resistensi
yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan
mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor
menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan
sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok).
Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang
kecil dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan
detrusor ini disebut Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila
keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi
urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan
iritasi.
Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup
lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi),
miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas
setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau
pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering
berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot
detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan/urgency,
disuria).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak
mampu lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari
tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow
incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi.
ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan
traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan
penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam
vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi
dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media
pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi
refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005)
BAB II

MANAJEMEN KASUS

A. Pengkajian Keperawatan
Tanggal / Jam Pengkajian : 23 Juni 2020 / 14.00 WITA
Ruang Perawatan : Bedah Kelas III
No.RM : 09 67 x x x
Diagnosa Medis : Benigna Prostat Hiperplasia

1. Biodata
a. Identitas Klien
Nama : Tn. S
Umur : 58 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Petani
Pendidikan Terakhir : SD
Suku/Bangsa : Buton/ Indonesia
Alamat : Kancideli, Kapontori Kabupaten Buton.
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. F
Umur : 22 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Buton/ Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : -
Hub. dengan klien : Anak
Alamat : Kapontori Kabupaten Buton.
Sumber biaya klien : BPJS Kesehatan.

2. Alasan Masuk Rumah Sakit


Klien mengatakan masuk rumah sakit karena penyakitnya yang sudah
dideritanya kurang lebih 6 tahun semakin parah dan klien juga mengatakan
sering sering merasa sakit pada saat buang air kecil.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
a . Keluhan utama : klien mengatakan nyeri pada luka operasi.
b . Keluhan yang menyertai :
Klien mengatakan rasa pusing, sering terbangun karena rasa nyeri.
c. Riwayat keluhan utama :
Provocative : penyebab nyeri adalah adanya luka operasi.
Quality : nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk.
Regional : nyeri dirasakan pada perut bagian bawah, sekitar luka
operasi.
Severty : skala nyeri 7 (nyeri berat) dari interval 1-10.
Timing : nyeri dirasakan hilang timbul.

28
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mnegatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita
penyakit yang sama dengannya, klien dan keluarga mengatakan tidak ada
riwayat anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, klien dan
keluarga mengatakan tidak ada riwayat anggota keluarga yang menderita
penyakit infeksi, dan keluarga klien mengatakan akibat anggota keluarga
meninggal yaitu faktor usia.

Genogram 3 (Tiga) generasi :

62 58 57 52

50
58

55

22 18

25 20

Gambar 3.1 Genogram 3 (Tiga) Generasi


Keterangan :

/ : laki-laki / perempuan meninggal


/ : laki-laki / perempuan hidup
: hubungan perkawinan

: hubungan saudara / keturunan


: tinggal serumah
: klien
29
5. Riwayat Psikologis
Klien mengatakan tidak terlalu cemas dengan penyakit yang dideritanya

karena telah diberi penjelasan oleh perawat dan dokter dan klien nampak
tenang.

6. Riwayat Sosial

Klien mengatakan hubungan dengan keluarga baik dan klien berharap


dapat sembuh sesuai dengan yang diharapkan.

7. Riwayat Spiritual

Klien mengatakan sebelum sakit kegiatan ibadah sholat 5 waktu dan saat
sakit klien tidak sholat hanya selalu berdoa kepada Allah SWT.

8. Pola Aktivitas Sehari-Hari


a. Pola Nutrisi
Tabel 3.1
Pola Nutrisi Klien

Aktivitas Sebelum Sakit Saat Sakit


Makanan :

1. Selera makan Baik Kurang


2. Menu makan Nasi, ikan, dan sayur Bubur
3. Frekuensi 3 kali / hari 2 kali / hari
4. Porsi 1 porsi makan dihabiskan 1/3 porsi makan dihabiskan
5. Yang disukai Semua jenis makanan Semua jenis makanan
6. Yang tidak disukai Tidak ada Tidak ada
7. Pantangan Tidak ada Makanan padat

30
b. Pola Eliminasi
Tabel 3.2
Pola Eliminasi Klien

Aktivitas Sebelum Sakit Saat Sakit


BAB

1. Frekuensi 1 kali / hari Selama menjalani


2. Konsistensi Lembek perawatan di rumah
3. Bau Khas sakit klien belum BAB.
4. Warna Kuning
5. Kesulitan Tidak ada
BAK Terpasang kateter urine
1. Frekuensi 4-5 kali / hari ± 700 ml

c. Pola Istrahat dan Tidur


Tabel 3.3
Pola Istrahat dan Tidur Klien

Aktivitas Sebelum Sakit Saat Sakit

1. Jam tidur malam 22.00-05.00 Wita (7 jam) 22.00-01.00 Wita (3 jam)

2. Jam tidur siang 13.00-15.30 Wita (2,5 jam) 12.30-14.00 Wita (1,5 jam)

3. Penyebab tidur Tidak ada Rasa nyeri pada perut

terganggu

4. Lama tidur / 24 jam ± 9,5 jam ± 4,5 jam


5. Kebiasaan sebelum
Nonton TV 1 Berbaring
d. Pola Personal Hygiene
Tabel 3.4
Pola Personal Hygiene klien

Aktivitas Sebelum Sakit Saat Sakit


Mandi

1. Frekuensi 2 kali / hari Hanya dilap basah


2. Cara pemenuhan Mandiri Dibantu oleh keluarga
Cuci rambut

1. Frekuensi 1 kali / minggu Selama sakit cuci rambut


2. Cara pemenuhan Mandiri tidak dilakukan
3. Apakah dishampo Ya
Gosok gigi

e. Pola Aktivitas / Mobilitas Fisik


Tabel 3.5
Pola Mobilitas Fisik Klien

Aktivitas Sebelum Sakit Saat Sakit

1. Kegiatan dalam sehari Melakukan pekerjaan Nampak berbaring

2. Kesulitan dalam gerak Tidak ada Nampak lemas

3. Penggunaan alat bantu Tidak ada Tidak ada

4. Mandi Mandiri Tidak dilakukan

f. Pola Kebiasaan
Tabel 3.6
Pola Kebiasaan Klien

Aktivitas Sebelum Sakit Saat Sakit


1. Merokok Ya Tidak pernah

2. Minum alkohol Kadang-kadang Tidak pernah

3. Penggunaan obat Tidak pernah Tidak pernah

terlarang
9. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan klien :
1) Keadaan umum lemah.
2) Penampilan sesuai dengan usia.
1) Kebersihan diri terpelihara.
1) Tingkat kesadaran Composmenthis.
1) GCS : 15 (E4, M6, V5).
1) Skala nyeri yang dirasa 7 (nyeri berat).
2) Nampak meringis

b. Tanda-Tanda Vital :
1) Tekanan darah (TD) : 120/80 mmHg.
2) Nadi (N) : 90 kali/menit.
1) Suhu (S) : 37,5 C.
1) Pernapasan (RR) : 20 kali/menit.

0
c. Pemeriksaan Sistem Tubuh (Review of system )
1) Sistem Pernapasan
Inspeksi : hidung simetris kiri dan kanan, tidak ada
pernapasan cuping hidung, dan tidak ada penggunaan otot
bantu pernapasan.
Palpasi : tidak ada nyeri dada saat bernafas, tidak ada nyeri
tekan, frekuensi nafas 20 kali/menit.

Perkusi : terkesan pekak pada seluruh area lapang paru.


Auskultasi : bunyi napas normal, dan irama napas teratur.
2) Sistem Kardiovaskuler

Inspeksi : tidak terjadi distensi vena jugularis baik kanan


maupun kiri dan tidak ada sianosis.
Palpasi : arteri karotis teraba dengan jelas, temperatur kulit

hangat, pengisian kapiler 0,2/detik, nadi 90


kali/menit.

Perkusi : tidak ada nyeri tekan, dan tidak ada edema.


Auskultasi : bunyi jantung S1 dan S2 normal, tidak terdengar

bunyi tambahan, dengan tekanan darah 120/80


mmHg.

3) Sistem Persarafan
Inspeksi : kesadaran composmenthis, klien dapat berespon
dengan tepat terhadap stimulus yang diberikan
melalui suara dan visual, dan tidak terdapat

kontraktur pada ekstremitas atas maupun


ekstremitas bawah.

Palpasi : tonus otot cukup baik untuk menahan gravitasi, dan


klien dapat membedakan sensasi tumpul dan tajam.

4) Sistem Perkemihan
Inspeksi : terpasang kateter urine dan berwarna kemerahan.
Palpasi : blass teraba kosong, tidak ada keluhan sakit

pinggang, dan klien merasa tidak nyaman dengan


pemasangan keteter.
Perkusi : tidak ada nyeri tekan, dan tidak ada pembesaran
ginjal.
5) Sistem Pencernaan
Inspeksi : bentuk bibir simetris, mukosa bibir lembab, tidak
terdapat iritasi pada rongga mulut, gigi lengkap,
tidak terpasang gigi palsu, tidak terdapat karies,

bentuk lidah simetris, tampak luka operasi ukuran


5 cm pada perut bawah.

Palpasi : tidak teraba pembesaran hepar, tidak kembung,


nyeri tekan dan nyeri lepas pada perut.
Perkusi : terdengar tympani.

Auskultasi : bising usus 8 kali/menit (normal 5-12 kali/menit).


6) Sistem Muskuloskeletal

Inspeksi : curvature tulang belakang lurus, tidak ada


pembengkakan, tidak ada kemerahan, ROM aktif.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, teraba hangat, dan klien
dapat melakukan tahanan dengan kekuatan penuh.
7) Sistem Indera
a) Mata
Inspeksi : konjungtiva merah muda, skelera tidak ikterus,
pupil isokor, mata tampak cekung, tidak terdapat
tanda-tanda radang, reaksi terhadap cahaya baik.

35
b) Hidung
Inspeksi : fungsi penciuman baik, dan tidak ada sekret.
c) Telinga
Inspeksi : tidak ada serumen, tidak ada perasaan penuh pada
telinga, dan fungsi pendengaran baik.

d) Wicara
Inspeksi : klien tidak mengalami gangguan bicara dan dapat
mengungkapkan kata-kata dengan jelas.

8) Sistem Integumen
Inspeksi : kulit kepala tampak bersih, rambut tidak lengket,
distribusi rambut merata, tidak mudah dicabut,
kuku tangan pendek, dan kuku kaki pendek.
Palpasi : turgor kulit baik, suhu 37,5 C, bila dicubit kembali
0
dalam waktu 2 detik.

9) Sistem Endokrin
Inspeksi : tidak mengalami pembesaran kelenjar tyroid dan

tidak mengalami pembesaran kelenjar getah


bening.

10) Sistem Imun


Inspeksi : tidak ada alergi terhadap udara, makanan,
minuman, obat-obattan, cuaca dan debu.

36
10. Data Penunjang
Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 23 Juni 2020

Tabel 3.7
Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Unit Normal Limits


WBC 8,43 10^3 4µl 4,0 12,0

LYM 3,28 10^3 1,0 5,0


MON 0,12 10^3 0,1 1,0
GRA 8,6 10^3 2,0 8,0
LYM% 23,9 25,0 50,0

MON% 0,9 2,0 10,0

GRA% 84,7 60,0 80,0

10^6/µl
RBC 4,47 g/dl 4,00 6,20
HGB 13,8 % 11,0 17,0
HCT 41,6 Hml3 35,0 55,0
MCV 43,2 Pg 80,0 100,0
MCH 30,9 g/dl 26,0 34,0
MCHC 33,2 % 31,0 35,5
RDW 14,7 10,0 16,0

11. Penatalaksanaan Medis


Terapi yang diberikan pada tanggal 23 Juni 2020, berupa :
a . IVFD RL 500 cc pemberian 20 tetes/menit.
b . Injeksi Ceftriaxone 1 gr/intra vena/12 jam.
a . Injeksi Ketorolac 30 mg/intra vena/8 jam.
b . Injeksi Ranitidine 50 mg/intra vena/12 jam.

37
12. Data Fokus
Nama pasien : Tn.S

No. RM : 09 67 x x x

Ruang Rawat : Perawatan Bedah Kelas II

Tabel 3.8

Data Fokus

Data Subjektif Data Objektif

1. Klien mengatakan nyeri pada luka 1. Keadaan umum lemah


operasi. 2. Tanda-tanda vital :
0

2. Klien mengatakan nyeri yang TD : 120/90 mmHg, N : 90 kali/menit,


dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan S : 37,5 C, RR : 20 kali/menit.
hilang timbul.
3. Tampak luka operasi pada perut bagian
3. Klien mengatakan skala nyeri yang bawah ukuran 5 cm.
dirasakan 7 (0-10). 4. Tampak tirah baring.

5. Tampak meringis

6. Terpasang kateter urine.

38
B. Diagnosa Keperawatan

Nama pasien : Tn.S Nama Mahasiswa : Rafiati Anihu

No. RM : 09 67 x x x Nim : P003200190226


Ruang Rawat : Perawatan Bedah Kelas III

Tabel 3.9

Analisa Data

Kemungkinan

No Data Penyebab Masalah


1 Data Subjektif : Tindakan pembedahan Nyeri akut

1. Klien mengatakan (post Op.)

nyeri pada luka

operasi.
Luka insisi bedah
2. Klien mengatakan

nyeri yang

dirasakan seperti Terputusnya kontinuitas


ditusuk-tusuk dan jaringan
0
hilang timbul.

3. Klien mengatakan

skala nyeri yang Nyeri akut

dirasakan 7 (nyeri

berat).

Data Objektif :

1. Tampak meringis
2 Faktor Resiko: Prosedur pembedahan Risiko infeksi

1. Tampak tirah (TURP)

baring.

2. Terpasang kateter

urine.

3. Pada urine bag


C. Intervensi Keperawatan

Tabel 3.10

Intervensi Keperawatan

Rencana Keperawatan
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1 Nyeri berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri:
dengan spasme otot perawatan selama 3x24 jam

spincter, adanya maka kontrol nyeri dapat 1. Observasi tanda-


2.Kaji karakteristik
tindakan teratasi, dengan kriteria hasil:
nyeri
pembedahan. 1. Melaporkan penurunan nyeri. 3.Beri posisi yang
2. Klien tampak tenang.
4. Anjurkan klien
3. Menggunakan tindakan
untuk mengurangi
pengurangan nyeri tanpa 5.Ajarkan klien
analgesik tekhnik distraksi
6. Kolaborasi dalam

pemberian terapi obat


Risiko perdarahan Setelah dilakukan tindakan Hydration

2 dibuktikan dengan keperawatan selama 3x24 jam management:


prosedur pembedahan maka resiko perdarahan
0

(TURP). terkontrol dengan kriteria hasil:


1. Vital sign dalam batas
2. Observasi vital sign
normal;

TD: 110-130/80 mmHg


3. Pantau output cairan
Nadi: 60-100 kali/menit
selama tindakan
Suhu: 36-37 C
continuous bladder
D. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Tabel 3.11

Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Hari / Tanggal : Selasa / 23 Juni 2020

0
Diagnosa
Jam Implementasi Jam Evaluasi SOAP Paraf
Nyeri berhubungan 14.20 1. Mengukur tanda- 21.00 S:

dengan spasme tanda vital. Klien mengatakan

otot spincter, Hasil : masih merasa nyeri

adanya tindakan Tekanan darah 120/70 dengan skala 7

pembedahan. mmHg, O:

Nadi 80 kali/menit, Tekanan darah


14.50 Suhu 37,2 C. 120/70 mmHg,

Pernapasan 20 Nadi 80 kali/menit,

kali/menit. Suhu 37,20C.

2. Mengkaji Pernapasan 20

15.36 karakteristik nyeri kali/menit.

Hasil : Klien tampak

Skala nyeri yang meringis.

dirasakan 7 (nyeri A:

berat). Masalah belum


16.10
3. Mengatur klien teratasi

posisi yang nyaman P:

Hasil : Lanjutkan

Klien merasa nyaman intervensi :


16.35 dengan posisi semi 1.Ukur TTV

fowler. 2.Kaji karakteristik

4. Menganjurkan klien nyeri

untuk mengurangi 3.Akur posisi klien

aktivitasnya. 4.Anjurkan klien


Risiko perdarahan
umum pasien. O:
dibuktikan 21.15 S: -
15.05 1. Memonitor
Hasil : keadaan Keadaan umum
dengan prosedur
Keadaan umum baik, baik, kesadaran
pembedahan
kesadaran komposmentis,
(TURP).
komposmentis. tampak selang

15.40 2. Mengobservasi vital cateter/urine bag


0

sign sesuai indikasi. berwarna merah

Hasil : muda tidak pekat,

TD: 120/80 mmHg, TTV dalam batas

Nadi: 85 kali/menit normal.

17.00 Suhu: 36,5 C A:

RR: 20 kali/menit Masalah belum

teratasi.

P:

Lanjutkan

intervensi :

Hari / Tanggal : Rabu / 24 Juni 2020

Diagnosa
Jam Implementasi Jam Evaluasi SOAP Paraf
Nyeri berhubungan 07.20 1. Mengukur tanda- 14.00 S:

dengan spasme tanda vital Klien mengatakan

otot spincter, Hasil : masih merasa nyeri

adanya tindakan Tekanan darah 110/90 dengan skala 5

pembedahan. mmHg, O:

Nadi 84 kali/menit, Tekanan darah


07.55 Suhu 37,0 C. 110/90 mmHg,

Pernapasan 20 Nadi 84 kali/menit,

kali/menit. Suhu 37,00C.

2. Mengkaji Pernapasan 20

karakteristik nyeri kali/menit.

42
09.10 4. Menganjurkan klien P:

untuk mengurangi Lanjutkan

aktivitasnya. intervensi :

Hasil : 1.Ukur TTV

Klien tampak tirah 2.Kaji karakteristik


10.35
baring dan tenang. nyeri

5.Mengajarkan klien 3. Atur posisi klien

tekhnik distraksi. 6. Laksanakan

Hasil : pemberian terapi


11.50
Klien mengusap obat

lembut pada area

Risiko perdarahan 08.05 sekitar nyeri. keadaan


1. Memonitor 14.10 S: -

dibuktikan dengan umum pasien. O:

prosedur Hasil : Keadaan umum

pembedahan Keadaan umum baik, baik, kesadaran

(TURP). kesadaran komposmentis,


09.40 0
komposmentis. tampak selang

2. Mengobservasi vital cateter/urine bag

sign sesuai indikasi. berwarna merah

Hasil : muda tidak pekat,

11.00 TD: 120/80 mmHg, TTV dalam batas

Nadi: 85 kali/menit normal.

Suhu: 36,5 C A:

RR: 20 kali/menit Masalah belum

3. Memantau output teratasi.

cairan selama P:

tindakan continuous Lanjutkan


43
Hari / Tanggal : Kamis / 25 Juni 2020

Diagnosa
Jam Implementasi Jam Evaluasi SOAP Paraf

Nyeri berhubungan 15.20 1. Mengukur tanda- 21.00 S:


0

dengan spasme tanda vital Klien mengatakan

otot spincter, Hasil : nyeri yang0 dirasa

adanya tindakan Tekanan darah 110/80 telah berkurang

pembedahan. mmHg, dengan skala 3

Nadi 84 kali/menit, O:

Suhu 36,8 C. Tekanan darah


16.15
Pernapasan 20 110/80 mmHg,

kali/menit. Nadi 84 kali/menit,

Suhu 36,8 C.

2. Mengkaji Pernapasan 20
16.30 kali/menit.
karakteristik nyeri

Hasil : Tampak tenang.

Skala nyeri yang A:

dirasakan 3 (1-10). Masalah teratasi

P:
17.10
3. Mengatur klien Pertahankan

posisi yang nyaman intervensi :

Hasil : 1.Ukur TTV

Klien merasa nyaman 2.Kaji karakteristik

dengan posisi nyeri

terlentang. 3. Atur posisi klien


S: -
Risiko perdarahan 1. Memonitor keadaan 21.00 O :
Keadaan umum
dibuktikan dengan umum pasien. baik, kesadaran
komposmentis,
prosedur Hasil :
tampak selang
pembedahan 4 baik,
Keadaan umum cateter/urine bag
berwarna merah
(TURP). kesadaran muda tidak pekat,
TTV dalam batas
komposmentis. normal.
A:
2. Mengobservasi vital Masalah teratasi.
0
P:
16.05 sign sesuai indikasi. Pertahankan
Hasil : intervensi :
1. Memonitor
TD: 120/80 mmHg, keadaan umum
pasien
Nadi: 85 kali/menit 2. Mengobservasi
vital sign sesuai
Suhu: 36,5 C
indikasi.
RR: 20 kali/menit 3. Memantau
16.40
output cairan
selama tindakan
continuous bladder
irrgation .
29
DAFTAR PUSTAKA

Adhiatma dkk. 2014. Analisis Faktor–faktor yang berhubungan dengan kejadian


gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis di RSUD Tugurejo
Semarang. Fakultas kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang.

Ali dkk. 2017. Perbandingan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan
Comorbid Faktor Diabetes Mellitus Dan Hipertensi di Ruangan
Hemodialisa RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou. Manado. E-Jurnal
Keperawatan ( e-Kp). Vol. 5 no. 2.

Bulechek dkk. 2016. Nursing Intervetions Classification (NIC). Yogyakarta :


Mocomedia. Edisis keenam.

Hutagol. 2016. Peningkatan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani terpai hemodialisa melalui physicological intervention di unit
hemodialisa RS Royal Prima Medan Tahun 2016. Jurnal Jumantik volume
2 nomor 1, Mei 2017.

Moorhead dkk. 2016. Nurshing Outcomes Classification (NOC). Mocomedia.


Edisi ke 5.

Nurarif&Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta. Mediaction
Jogja.

Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.


Jakarta. Salemba Medika. Edisi 2.

Nursalam. 2014. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis.


Jakarta Selatan : Salemba Medika. Edisi 3.

Padila. 2012. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha


Medika.

Pradesya. 2015. Hubungan gagal ginjal kronik dengan edema paru ditinjau dari
gambaran radiologi di RS PKU Muhamadiyah Gamping Yogyakarta.

Pranandari & Supadmi. 2015. Faktor Resiko Gagal Ginjal Kronik di Unit
Hemodialisis RSUD Wates Kulon Progo. Majalah Farmaseutik, Vol. 11
No. 2.

Priyanti&Farhana. 2016. Dalam Firdaus : Hubungan dukungan keluarga dengan


kepatuan diitpasien gagal ginja kronik di RSUD Pandan Arang Boyolali.

Firdaus, RB. 2018. Hubungan dukungan keluarga dengan kepatuan diitpasien


gagal ginja kronik di RSUD Pandan Arang Boyolali.

29
30

Rendy&Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit


Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika.

Saryono.2013. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dalam Bidang


Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Tim Pokja. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : DPP PPNI. Edisi 1.

Wijaya&Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Keperawatan Dewasa


Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika. Cetakan Pertama.

Mu’tifa, amanatul. 2017. Upaya penggunaan teknik nafas dalam untuk


penurunan nyeri. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

30

Anda mungkin juga menyukai