Anda di halaman 1dari 7

Traktus trakeo-bronkial merupakan bagian dari saluran pernafasan bawah yang menghubungkan

laring dan paru. Udara yang kita hirup akan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan

(sistem konduksi) yaitu hidung kemudian melewati faring, laring, trakea dan bronkus serta

percabangannya sebelum akhirnya memasuki paru. Setiap hari permukaan dalam saluran

pernafasan terpapar dengan setidaknya 20 000 L udara. Pada kondisi udara yang memenuhi

standar kebersihan sekalipun terdapat 1 – 2 x 105 bakteri (sekitar 8 500 bakteri/ m3 udara) dan

sekitar 100 mg partikel asing lainnya seperti debu, toksin, spora, tepung sari, virus, jamur, logam

berat, asbes, insektisida, gas beracun (NO2, SO2, NH3, H2S). Udara yang masuk ke dalam paru

harus tetap dipertahankan dalam keadaan bersih untuk menjaga kelancaran proses pertukaran

udara (sistem ventilasi), oleh karena itu diperlukan mekanisme pertahanan yang efektif untuk

melindungi paru dari substansi asing yang masuk, termasuk mikroorganisme yang patogen.

ANATOMI

Anatomi Trakea

Trakea adalah saluran pernafasan berbentuk pipa yang terdiri dari tulang rawan dan otot serta

dilapisi oleh pseudostratified columnar cilliated epithelium (epitel PCC). Sepertiga bagian trakea

terletak di leher, dan selebihnya terletak di mediastinum. Trakea terletak di tengah-tengah leher

dan makin ke distal bergeser ke sebelah kanan, masuk ke rongga mediastinum di belakang

manubrium sterni. Panjang trakea kira-kira 10 cm pada wanita dan 12 cm pada pria. Diameter

anterior-posterior rata-rata 13 mm, sedangkan diameter transversal rata-rata 18 mm. Trakea

memanjang mulai dari batas bawah laring, setinggi vertebra servikalis 6 sampai vertebra torakalis

4, dimana trakea akan terbagi menjadi dua bronkus, yaitu bronkus utama kanan dan kiri. Cincin
trakea yang paling bawah meluas ke inferior dan posterior di antara bronkus utama kanan dan kiri,

membentuk sekat yang lancip di sebelah dalam, yang disebut karina.

Trakea sangat elastis, panjang serta letaknya berubah-ubah tergantung pada posisi kepala dan

leher. Lapisan tulang rawan trakea dibentuk oleh 16 – 20 tulang rawan hialin berbentuk cincin

tidak penuh atau terbuka di bagian posterior (c-shaped cartilage). Kedua ujung posterior yang

bebas ini dihubungkan oleh otot polos (otot trakea) dan serat jaringan ikat elastis yang

mengandung kolagen (ligamen annularis). Ligamen annularis menghubungkan masing-masing

cincin tulang rawan sehingga memungkinkan terjadinya pemanjangan serta pemendekan trakea

saat menelan atau pergerakan leher lainnya. Tulang rawan, ligamen annularis dan otot trakea

membentuk rangka (skeleton) trakea yang kadang disebut sebagai tunica fibromusculocartilaginea.

Pada pemeriksaan endoskopi, tampak trakea merupakan tabung yang datar pada bagian posterior,

sedangkan di bagian anterior tampak cincin tulang rawan. Bagian servikal dan torakal trakea

berbentuk oval, karena tertekan oleh kelenjar tiroid dan arkus aorta.

Aliran darah trakea dipasok oleh banyak pembuluh arteri terminalis kecil. Trakea bagian atas

diperdarahi terutama oleh cabang arteri tiroidea inferior, sedangkan bagian bawah oleh cabang

arteri bronkialis.10 Persarafan trakea berasal dari N. vagus dan n. rekurren yang penjalaran

rangsangnya akan didistribusikan ke otot trakea serta lapisan epitel.

Anatomi Bronkus Trakea terbagi dua di setinggi vertebra torakal 4 atau pada karina menjadi

bronkus primer atau dikenal sebagai bronkus utama kanan dan kiri. Karina terletak lebih ke kiri

dari garis tengah tubuh, sehingga lumen bronkus utama kanan lebih luas dari bronkus kiri.

Bronkus utama dan cabang-cabangnya membentuk gambaran seperti pohon yang disebut

bronchial tree. Bronkus utama kanan dan kiri disebut juga sebagai bronkus ekstrapulmoner.
Bronkus utama kanan lebih luas, pendek, dan lebih vertikal dibanding bronkus utama kiri.

Panjangnya pada orang dewasa 2.5 cm dan mempunyai 6 - 8 cincin tulang rawan. Panjang bronkus

utama kiri kira-kira 5 cm dan mempunyai cincin tulang rawan sebanyak 9 – 12 buah. Bronkus

utama kanan membentuk sudut 25 derajat ke kanan dari garis tengah tubuh, sedangkan bronkus

utama kiri membentuk sudut 45 derajat kekiri dari garis tengah tubuh. Dengan demikian bronkus

utama kanan hampir membentuk garis lurus dengan trakea, sehingga benda asing eksogen yang

masuk ke dalam bronkus akan lebih mudah masuk ke dalam lumen bronkus utama kanan

dibandingkan dengan bronkus utama kiri (pada orang yang sedang berdiri). Faktor lain yang

mempermudah masuknya benda asing ke dalam bronkus utama kanan ialah kerja otot trakea yang

mendorong benda asing itu ke kanan dan aliran udara inspirasi ke dalam bronkus utama kanan

lebih besar dibandingkan dengan udara inspirasi ke bronkus utama kiri. Bronkus utama terbagi

menjadi cabang-cabang yang lebih kecil saat memasuki paru. Kumpulan cabang-cabang ini

dinamakan bronkus intrapulmoner. Setiap bronkus utama terbagi menjadi bronkus sekunder atau

dikenal sebagai bronkus lobaris. Pada setiap sisi paru, satu bronkus lobaris akan memasuki satu

lobus paru, sehingga paru kanan memiliki tiga bronkus lobaris yang berasal dari bronkus utama

kanan, sedangkan paru kiri memiliki dua bronkus lobaris yang berasal dari bronkus utama kiri.

Pada setiap bagian paru, bronkus lobaris terbagi lagi menjadi bronkus tersier atau bronkus

segmental. Pola percabangannya berbeda pada setiap bagian paru, namun setiap bronkus tersier

akan menyediakan udara bagi setiap segmen bronkopulmoner.

Bronkus segmental terbagi menjadi beberapa bronkiolus primer. Bronkiolus primer terbagi lagi

menjadi bronkiolus terminal yang kemudian terbagi menjadi bronkiolus respiratori. Selanjutnya

bronkiolus respiratori akan terbagi menjadi 2-11 duktus alveolaris. Secara fungsional bronkiolus

masuk dalam sistem pernafasan sementara alveolus termasuk dalam sistem kardiovaskuler. Variasi
diameter bronkiolus mengatur jumlah tahanan aliran udara dan distribusi udara ke dalam paru.

Aliran darah bronkus disuplai oleh arteri dan vena bronkial, sedangkan persarafannya berasal dari

cabang pulmoner n. vagus. Ukuran traktus trakeo-bronkial pada orang dewasa, pria dan wanita

serta pada anak-anak dan bayi berlainan. Ukuran ini berlainan pada kadaver dan orang yang masih

hidup. Pada tindakan bronkoskopi untuk mengetahui jarak dari suatu lokasi diukur dari gigi depan

atas.

Ruptur Tracheobroncial

Definisi

Ruptur Treacheobroncial adalah kerusakan pada struktur jalan napas yang melibatkan trakea

dan bronkus. Ruptur Tracheobroncialis jarang dan terjadi hanya pada sekitar 4% dari semua

vedera thoraks, meskipun jarang, rupture trakeobroncial adalah kondisi serius, dan dapat

menyebabkan obstruksi jalan napas yang mengakibatkan insufisiensi pernapasan yang mengancam

jiwa.

Etiologi

Bisa terjadi karena trauma penetrasi seperti tembakan. Tetapi lebih sering karena trauma tumpul

misalkan kecelakaan lalu lintas atau terjatuh dari tempat tinggi.

Manifestasi Klinis

 Stridor

 Distress nafas yang berat

 Suara serak
 Hemoptisis

 Emfisema subkutis leher

 Pneumothorax : “Fallen lung” sign

 Pneumomediastinum

Penatalaksanaan

DAFTAR PUSTAKA

1.Iskandar N. Bronkoskopi. Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, eds. Buku ajar ilmu kesehatan

telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi 5. Jakarta : Balai penerbit FK UI, 2002. Hal 224 – 7

2.Wine JJ. Parasympathetic control of airway submucosal glands : central reflexes and the airway

intinsic nervous system. Update 2007 ; Available from : http://www.stanford.edu/~wine/.

Accessed February 22, 2010

3.Forteza RM, Conner GE, Salathe M. Hyaluronan and airway mucosal host defence. Update

Desember 16, 2002 ; Available from : http://glycoforum.gr.jp/science/hyaluronan/.html. Accessed

April 1, 2010

4.Wright JR. Immunoregulatory functions of surfactant proteins : Lung host-defence mechanism.

Update January 2005 ; Available from : http://www.nature.com/nri/journal/.html. Accessed March

20, 2010
5.Snow JB Jr. Bronchology. In: Snow JB, Wackym PA, eds. Ballenger’s disease of the nose,

throat, and neck. 14th ed. Philadelphia London : Lea & Febiger, 1991. 1278-82

6.Smith ME, Elstad MR. Bronchology. In: Snow JB, Wackym PA, eds. Ballenger’s

otorhinolaryngology head and neck surgery. 17th ed. Shelton Connecticut: BC.Decker Inc, 2009.

963 – 4

7.Cavanagh. Bronchology. In : Fundamental of anatomy and physiology. 5th ed. New Jersey :

Prentice-Hall Inc, 2001. 806 – 8

8.Gray H. Anatomy of the Human Body. Updated 2007 ; Available from :

http://users.rcn.com/jkimball.ultranet/BiologyPages/P/ Pulmonary .html. Accessed January 11,

2010

9.Slomianka L. Respiratory system. Updated 2009 ; Available from :

http://www.lab.anhb.uwa.edu.au/.htm Accessed Maret 1, 2010

10.Akhmadu, Wuryantoro. Trauma laringotrakea. Update 2002 ; Available from :

http://www.bedahtkv.com/index.php?/Paper/Referat-dan-Tinjauan-Pustaka/Trauma-

Laringotrakea.html. Accessed April 1, 2010

11.Childs GV. Anatomy and histology trachea. Update 1998 ; Available from :

http://cellbio.utmb.edu/microanatomy. Accessed February 20, 2010

12.Department of Human Anatomy & Cell University of Mantoba. Anatomy and histology cell.

Update 2009 ; Available from : http://www.cytochemistry.net. Accessed February 24, 2010

13.Boers JE, Ambergen AW, Frederik B J. Number and Proliferation of Clara Cells in Normal

Human Airway Epithelium. Update 2000 ; Available from : http://ajrccm.atsjournals.org/cgi.

Accessed February 20, 2010


14. Rubin B.K. Physiology of airway mucus clearance. Update July 2002 ; Available from :

http://www.rcjournal.com. Acccessed March 15, 2010

15.Inglis PN. The sensory cilia. Update November 27, 2006 ; Available from :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/bookshelf/book=wormbook&part=cilia. Accessed March 15, 2010

16.Karlsson JA, Sant'Ambrogio G, Widdicombe J. Aferent neural pathways in cough and reflex

bronchoconstriction. Update 2001 ;

Anda mungkin juga menyukai