Anda di halaman 1dari 7

Kabinet ali 1 dibentuk pada tanggal 31 Juli 1953, dengan Perdanan Menteri Ali Sastroamijoyo dari

PNI dan wakilnya Wongsonegoro dari PIR (Partai Indonesia Raya). Kabinet Ali mempunyai program
empat pasal sebagai berikut.

Program dalam negeri, anatara lain meningkatkan kemanan dan kemakmuran, serta segera
diselenggarakan pemilihan umum.

Pembebasan Irian Barat secepatnya.

Program luar negeri, antara lain pelaksanaan politik bebas aktif dan peninjauan kembali ke
persetujuan KMB.

Penyelesaian pertikaian politik.

Prestasi yang paling menonjol pada kabinet ini adalah berhasil diselenggarakan Konferensi Asia
Afrika di Bandung pada tanggal 18-24 April 1955. Pada tanggal 24 Juli 1955 Ali Sastroamijoyo
berhasil meneyerahkan mandatnya kepada presiden. Penyebab utamanya adalah masalah TNI-AD
sebagai kelanjutan dari peristiwa 17 Oktober 1952.

Kabinet pertama Ali Sastroamidjojo[1], sering disebut juga sebagai Kabinet Ali Sastroamidjojo-
Wongsonegoro atau Kabinet Ali Sastroamidjojo-Wongsonegoro-Zainul Arifin, adalah kabinet
keempat setelah pembubaran negara Republik Indonesia Serikat yang memerintah pada masa bakti
30 Juli 1953 - 12 Agustus 1955, sesuai dengan Keputusan Presiden RI Nomor 132 Tahun 1953
tertanggal 30 Juli 1953.
LATAR BELAKANG Indonesia mengalami babak baru dalam sejarah nasional Indonesia.
pada tahun 1950 sampai tahun 1959 di Indonesia dikenal dengan demokrasi liberal atau
demokrasi parlementer. Dimana para kabinet bertanggungjawab kepada parlemen suatu
majelis (Dewan Perwakilan Rakyat). Pada saat itu anggotanya 232. Hal ini merupakan
cerminan basis atau kekuatan-kekuatan dari partai. Partai-partai yang dimaksud yaitu
Masyumi dengan 49 kursi (21%), PNI 36 kursi (16%), PSI 17 kursi (7,3%), PKI 13 kursi
(5,6%), Partai Katolik 9 kursi (3,9%), Partai Kristen 5 kursi (2,2%), dan Murba 4 kursi
(1,7%). Dengan hasil tersebut, maka 42 kursi terbagi atas partai-partai atau peorangan
lainnya, dan dari seluruhnya tidak satu pun mendapat lebih dari 17 kursi.[1] Pada percobaan
demokrasi di Indonesia, maka kabinet yang memimpin saat itu mengalami pergantian seperti
: Kabinet Natsir (September 1950-Maret 1953), Kabinet Sukiman (April 1951-Februari
1953), Kabinet Wilopo (April 1952- Juni 1953), Kabinet Ali Satroamidjojo 1 (Juli 1953- Juli
1955), Kabinet Burhanudin (Agustus 1955- Maret 1956), Kabinet Ali Sastroamidjojo II
(Maret 1956- Maret 1957), dan Kabinet Djuanda (April 1957- Juli 1959).[2] Pada proses
Indonesia menuju pemerintahan, maka setiap kabinet mempunyai cerita yang berbeda-beda
setiap masa jabatan. Kabinet Natsir adalah kabinet awal yang inti didalamnya adalah koalisi
antara Masyumi dan PSI. begitu pula dengan kabinet selanjutnya; Sukiman yang memuat
koalisi Masyumi-PNI, dimana koalisi antara kedua partai ini masih dilanjutkan oleh kabinet
yang kemudian menggantikan Kabinet Sukiman; Kabinet Wilopo. Pada koalisi ini, maka
orang PNI yang ambil peran sebagai perdanamenteri. Hal ini menimbulkan
ketidakharmonisan antara koalisi yang sebelumnya saling bekerjasama. Pergantian parlemen
yang begitu banyak di Indonesia selama 8 tahun dari tahun 1951-1959 disebabkan adanya
mosi tidak percaya dari partai oposisi. Pergantian parlemen ini menyebabkan program-
program yang dirancang oleh setiap partai tidak terlaksana dengan baik. Selain itu pergantian
partai ini juga disebabkan oleh banyaknya partai di Indonesia. B. Pembentukan Kabinet Ali
Sastroamidjojo I Krisis pemerintahan yang terjadi di Indonesia menyebabkan ketidakstabilan
pemerintahan. Indonesia mengalami jatuh bangun dalam kabinet. Pada tanggal 3 Juni 1953,
Perdana Menteri Wilopo mengembalikan mandatnya kepada Presiden sebagai akibat dari
Peristiwa Tanjung Morawa. Dengan demikian kabinet dinyatakan demisioner. Kabinet Ali
Sastroamijdojo merupakan kabinet pengganti dari Kabinet Wilopo. Kabinet Ali mengisi
krisis pemerintahan di Indonesia pasca kekosongan selama 58 hari (sepeninggalan Kabinet
Wilopo).[3] Untuk mengisi jabatan Perdana Menteri ditunjuk Ali Sastroamidjojo yang saat
itu menjabat Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat. Ali Sastroamidjojo sempat ragu,
karena selama ini belum pernah diajak bicara oleh partainya mengenai pembentukkan
kabinet. Tetapi setelah didesak oleh Ketua Umum PNI Sidik Joyosukarto, akhirnya Ali
Sastroamidjojo mau menduduki jabatan perdana menteri. Akhirnya pada tanggal 30 Juli
1953, Presiden mengumumkan pembentukan Kabinet Ali Sastroamidjojo yang kemudian
disahkan dengan Keputusan Presiden RI No. 132 Tahun 1953 tertanggal 30 Juli 1953.
Pelantikan Ali Sastroamidjojo sebagai Perdana Menteri dilangsungkan di Istana Negara pada
tanggal 12 Agustus 1953. Dalam Kabinet Ali, Masyumi merupakan partai terbesar kedua
dalam parlemen tidak turut serta, dalam hal ini NU (Nahdatul Ulama) kemudian mengambil
alih sebagai kekuatan politik baru. Selain itu terdapat tokoh yang bersimpati kepada PKI
dimasukkan dalam kabinet ini dan Muh Yamin yang dianggap sayap kiri dijadikan sebagai
Menteri Pendidikan. Politik kebijakan yang diterapkan tersebut terlihat lebih mengutamakan
mengenai pertahanan kekuasaan serta membagi hasil hasilnya atas penguasaan.[4] C.
Program Kerja Kabinet Ali Dalam menjalankan roda pemerintahan, berikut adalah program
kerja dari Kabinet Ali Sastroamidjojo I : 1. Menjaga Keamanan Menjaga keamanan
merupakan bagian dari program kerja Kabinet Ali I. Hal ini karena Kabinet Ali berani
mengambil alih pemerintahan setelah kabinet sebelumnya runtuh. Adanya tanggungjawab
kabinet ini yang kemudian akan dilaporkan terhadap DPR tentunya akan memuat suatu solusi
untuk meredam ketidakstabilan Negara saat itu. Pada masa kabinet sebelumnya telah terjadi
berbagai goncangan keamanan. Misalnya saja perpecahan yang terjadi di Jawa Tengah dan
Jawa Timur, perselisihan yang terjadi dikalangan militer, Bahkan pembunuhan yang
dilakukan kepolisian terhadap lima petani di dekat Medan.[5] Saat itu Kabinet Ali
mengerahkan pasukan untuk meredam pemberontakan dari kota kota yang penting. Adapun
keadaan ini membuat stabilitas yang dijalankan pemerintahan terganggu, selain itu juga
terdapat berbagai pemberontakan di daerah-daerah. Sehingga kabinet Ali mempunyai tugas
untuk menjaga keamanan di Indonesia. 2. Menciptakan Kemakmuran dan Kesejahteraan
Rakyat. Adanya Perang Korea antara Februari 1952-Maret 1952 memberikan dampak
turunnya perekonomian Indonesia. Adanya upaya untuk memperbaiki neraca perdagangan
pada kabinet sebelum Kabinet Ali tidak berhasil. Apalagi solusi ekonomi yang dilakukan
pemerintahan sebelumnya justru berdampak memperkeruh ketidakstabilan politik dan
keamanan. Pada tahun 1952-1953 terjadi inflasi di Indonesia. Sehingga nilai tukar rupiah
turun menjadi 44,7 % dari nilai resmi menjadi 24,6 %. Hal ini akhirnya menyebabkan
eksportir diluar Pulau Jawa yang terdiri atas orang-orang Masyumi terkena imbas dan
mengalami dampak buruk pada kegiatan ekonominya (kerugian).[6] Dari adanya situasi ini
menyebabkan penyelundupan semakin meningkat. Keadaan ini semakin menambah
kemiskinan bangsa Indonesia. Rakyat hidup dalam kelaparan dan jauh dari kesejahteraan.
Maka Kabinet Ali berupaya untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan. Upaya yang
dilakukan dengan menekan terhadap perekonomian dan memberi dorongan kepada
pengusaha pribumi. 3. Menyelenggarakan Pemilu. Sebagai kabinet yang memimpin
pemerintahan, maka Kabinet Ali menyanggupi inti dari pemerintahan Indonesia yang bersifat
parlementer. Oleh karena itu, Kabinet Ali menyanggupi penyelenggaraan Pemilu. Pada
tanggal 31 Mei 1954 Kabinet Ali membentuk Panitia Pemilu Pusat yang diketuai oleh
Hadikusumo (PNI). Selanjutnya Pada 16 April 1955 Hadikusumo mengumumkan bahwa
pemilu akan diadakan pada tanggal 29 September 1955. Hal ini yang membuat berbagai
kampanye yang diadakan menjadi meningkat. Sedangkan pemilu merupakan program kerja
yang utama dalam kabinet ini. 4. Pembebasan Irian Barat secepatnya. Kemerdekaan
Indonesia, menuntut kabinet ini untuk tidak menyetujui adanya RIS. Hal ini karena
pemerintahan yang ada saat itu ingin berdaulat dalam menjalankan kehidupan bernegara.
Oleh karena itu, pada tanggal Agustus 1954 Kabinet Ali memuat usul mengenai penghapusan
Uni Belanda- Indonesia dan beberapa penyesuaian atas hasil KMB, namun hal ini tidak
mencapai kemajuan. Adanya masalah pembebasan Irian yang tidak memuat hasil membuat
Kabinet Ali saat itu mengajukan masalah ini ke PBB, dan dalam bulan yang sama pengaduan
tersebut tidak diterima.[7] 5. Melaksanaan politik bebas-aktif Adanya bipolarisasi dan politik
konstelasi dunia membuat Indonesia tidak ingin terlibat didalamnya. Apalagi Indonesia
sendiri merupakan Negara yang baru merdeka, bahkan dalam menata negaranya, Indonesia
masih belum tentu arah. Apalagi kemerdekaan Indonesia masih belum diakui oleh Belanda.
Adanya ancaman kedatangan Belanda maupun Jepang bisa kapan saja menghampiri
Indonesia. Maka dari itu pada masa Kabinet Ali ini menetapkan Indonesia untuk menjalankan
Politik Bebas-Aktif. Adapun bebas disini terwujud dengan sifat tidak memihak Indonesia
terhadap pertikaian dunia. Misalnya pada ketegangan antara Amerika dan RRC saat itu.
Sedangkan aktif disini ditujukan pada perjuangan untuk membebaskan Irian dari Belanda.
Indonesia ingin berperan aktif dalam menyuarakan anspirasinya pada dunia. Hal ini yang
kemudian akan diwujudkan dengan pelaksanaan KAA 1955 yang mengikutsertakan
Indonesia dalam menggalang perdamaian Asia-Afro. Program ini sangat didukung Soekarno.
6. Menyelesaikan Pertikaian politik Pada tahun 1950-1959, keadaan politik di Indonesia
sangat tidak stabil. Perpecahan terjadi dikalangan elite politik. Tahta, jabatan, dan kekuasaan
membuat Indonesia semakin terpuruk dalam kehidupan bernegara. Salah satu perpecahan
yang ada terlihat dengan keluarnya NU dari Masyumi, dan NU nantinya membentuk partai
sendiri. Adapun hal ini dikarenakan adanya kesenjangan dalam perebutan jabatan Menteri
Agama. Selain itu ketidakharmonisan juga terlihat dalam hubungan PNI dan PSI. adanya aksi
tuding menuding semakin gencar diarahkan satu sama lain.[8] Tidak hanya pada dunia politii,
tapi juga dikalangan militer dan sebagainya terjadi kesenjagan yang tidak layak. Dan pada
bulan Januari Hamengkubuwana IX mengundurkan diri dari Jabatan Menteri Pertahanan. Hal
ini adalah wujud dari adanya pertikaian politik. Pada masa Kabinet Ali, masalah demikian
merupakan bagian dari kegiatan kerja kabinet. D. Masalah yang Dihadapi Pada Kabinet Ali
Sastroamidjojo Dalam menjalankan pemerintahannya, Kabinet Ali menghadapi beberapa
masalah seperti : 1. Keamanan dibeberapa daerah tidak stabil, diantaranya : a. DI/TII
Kartosuwirjo di Jawa Barat Di Jawa Barat kegiatan Darul Islam semakin memuncak, bahkan
aktivitas yang dilakukan meningkat.[9] Selain itu Darul Islam/Tentara Islam Indonesia di
(DI/TII) ini disebut berasal dari Jawa Barat dan kemudian menyebar ke daerah lain. Adapun
pemimpinnya adalah Kartosuwirjo.[10] b. Daud Beureh di Aceh Kaum muslim di Aceh mulai
merasakan politik Jakarta hidup dalam keadaan, tidak beriman, dan tidak cakap. Pada tahun
1949 Aceh menjadi Propinsi Republik yang otonom. Selanjutnya pada tahun 1950 Aceh
digabungkan dengan Propinsi Sumatera Utara. Daud Beureu’eh, sebagai orang kuat Aceh dan
benteng Republik Revolusi menolak untuk menerima pekerjaan di Jakarta dan lebih memilih
untuk bermukim di Aceh dan memperhatikan perkembangan-perkembangannya. Adapun hal
ini karena adanya isi kabinet terdiri atas tokoh-tokoh Masyumi. Pada masa Kabinet Ali.
Bahkan Darul Islam berhasil memperluas wilayahnya dengan meliputi Aceh, Jawa Barat ,
dan Sulawesi. Pada Mei 1953, terdapat bukti bahwa ia menjalin hubungan dengan
Kartosuwirjo dari Darul Islam. Daud merasa keberadaan Kabinet Ali bermaksud menangkapi
orang-orang Aceh yang terkemuka. Sampai tahun 1959 Daud mundur keatas bukit.
Kemudian pada tanggal 19 September 1953 Daud dan PUSA terangan-terangan melakukan
pemberontakan terhadap Jakarta. Ini mendapat dukungan orang-orang Aceh yang menjadi
pegawai dan tentara. Saat itu Daud menyatakan bahwa Aceh merupakan bagian dari Darul
Islam bukan Pemerintah Pancasila. Ketika Kabinet Ali gerakan ini dianggap sebagai
hambatan yang berpengaruh terhadap ketidakstabilan Negara. Apalagi Hal ini merupakan
tantangan bagi pemerintahan Kabinet Ali dan menjadi penguras utama dana.[11] c. DI/TII
Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan Pada Januari 1952 Kahar Muzakar menyatakan Sulawesi
Selatan merupakan wilayah dari kepemimpinan Kartosuwirjo. Namun pada akhirnya Kahar
Muzakar ini berhasil ditembak oleh Tentara dari Divisi Siliwangi. d. DI/TII di Jawa Tengah
Pemberontakan ini dipimpin oleh Amir Fatah dan Mahfud Abdur Rahman. Pada tahun 1954
pemberontakan ini berhasil ditundukan oleh TNI. e. Persoalan dalam negeri dan luar negeri
misalnya persiapan pemilihan umum yang saat itu direncanakan pada pertengahan Mei 1955
mengalami kegagalan. f. Konflik dengan TNI-AD dalam persoalan pengangkatan seorang
kepala staf. Ketegangan yang terjadi dilingkungan TNI-AD sejak peristiwa 17 Oktober 1952
(Pada waktu itu Nasution mendapat skors atau dinonaktifkan selama tiga tahun) kemudian
berlanjut. (Ricklefs: 1998, 369). Adapun peristiwa disebabkan Kepala Staf TNI-AD
“Bambang Sugeng” mengajukan permohonan. Dalam hal ini keinginan tersebut disetujui oleh
kabinet. Tindak lanjut dari hal tersebut ialah pengangkatan Kolonel Bambang Utoyo oleh
Mentri Pertahanan. menurut Panglima TNI-AD hal tersebut sangat tidak menghormati
norma-norma yang ada di dalam lingkungan TNI-AD. Kabinet yang ada saat itu
dipersalahkan, bahkan dalam Upacara Pelantikan dan Serah Terima Panglima tinggi TNI-AD
tidak ada yang hadir. Selain dari masalah diatas, hambatan pada kabinet ini juga meliputi
masalah ekonomi. Pada program kerjanya Kabinet Ali menekankan pengindonesiasian
terhadap perekonomian dan memberi dorongan kepada pengusaha pribumi. Namun pada
kenyataannya tidak demikian, karena banyak perusahaan-perusahaan baru yang berkedok
palsu bagi persetujuan antara pendukung pemerintah dan orang-orang Cina/Perusahaan Ali
Baba. Maka dari itu Kabinet ini dikenal juga dengan Kabinet Ali Baba. Ali Baba artinya
seorang pengusaha pribumi yang mewakili pengusaha Cina yang memiliki perusahaan.
Dalam praktiknya duta besar Cina akan menekan orang-orang Cina untuk bekerja sama
dengan pribumi, tapi keadaannya tidak demikian. Sedangkan pada saat itu Indonesia sedang
mengalami krisis ekonomi, pergolakan ditanah air yang menguras dana semakin membuat
kemiskinan. Apalagi pada 1955 PSI melakukan pemogokan dan untuknya diredam oleh
SOBSI.[12] E. Prestasi Yang Dicapai oleh Kabinet Ali Sastroamidjojo I Kabinet Ali
Sastroamidjojo ini tidak mampu mencapai semua program kerjanya. Walaupun digolongkan
sebagai kabinet yang bertahan lama, tapi tidak semua hasil diperoleh secara maksimal. Akan
tetapi, kabinet ini telah berhasil memberi sumbangan bagi Indonesia, maupun benua Asia-
Afrika. Adanya peristiwa diplomari pada 18 April-24 April 1955 itu disaksikan oleh Gedung
Merdeka, Bandung. Saat itu Indonesia dengan tujuan mempromosikan kerjasama ekonomi
dan kebudayaan Asia-Afrika. Merangkul saudara Asia-Afrika untuk melawan kolonialisme
atau neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet, atau negara imperialis lainnya. Pada
April-Mei-1954 terdapat pertemuan antara Perdana Menteri India, Pakistan, Sri Lanka,
Birma, dan Indonesia (diselenggarakan di Colombo). Sebenarnya situai politik yang tidak
stabil di Indonesia dialihkan Ali pada suatu peristiwa yang bisa dikatakan mampu
mengangkat nama Indonesia. Disana Ali mengusulkan KAA, hal ini didukung Negara lain.
Adapun KAA telah menunjukan kemenangan bagi pemerintahan Ali, ketika itu terdapat 29
negara yang hadir (Negara-negara besar Afrika, Asia hanya kedua Korea, Israel, Afrika
Selatan, dan Mongolia luar yang tidak diundang). Adapun Pemimpin Asia yang hadir, yaitu :
Zhou Enlai (Cou En-Lai), Nehru, Sihanouk, Pham Va Dong, Unu, Mohammad Ali, Nasser,
dan Sukarno.[13] Dengan adanya KAA membuat terjalinnya hubungan antara Amerika dan
RRC. Pada saat itu RRC melupakan permusuhan dengan Negara-negara Asia yang
nonkomunis, netral. Pada tahun 1953 Republik Indonesia mengirim 2 duta besarnya ke Cina.
Dimana pada Desember Ali menandatangani persetujuan perdagangan antara Cina dan
Indonesia yang pertama. Pada tahun 1955 terdapat persetujuan ganda yang mengharuskan
orang-orang Cina Indonesia untuk memilih kewarganegaran Cina atau Indonesia. (hal ini
dianggap orang-orang Cina menyulitkan karena sebelumnya tidak pernah dipermasalahkan).
Ali Sastroamidjojo sangat puas karena dipandang sebagai pemimpin Asia-Afrika.
Pelaksanaan konferensi ini merupakan wujud perjuangan RI untuk mempromosikan hak
Indonesia dalam pertentangan dengan Belanda mengenai Irian Barat. Adapun hasil dari
konfrensi ini mendukung tuntutan Indonesia atas Irian Jaya. Dari sini kemungkinan bagi
Indonesia untuk memainkan peranan penting dunia, hal ini dijadikan Soekarno sebagai
tanggung jawabnya pribadi. Ketika itu Ali mengatakan dan meluluskan Dasasila atau Sepuluh
Prinsip Bandung, sebagai upaya untuk mengubah dominasi dua negara adikuasa terhadap
hubungan internasional pasca Perang Dunia II. Serta menilai kembali arti penting Konferensi
Bandung serta membahas perubahan baru dalam hubungan internasional dan tantangan baru
yang dihadapi dunia mempunyai arti penting. F. Fenomena PKI Pada Masa Kabinet Ali
Setelah Konfrensi Asia Afrika Berakhir, maka persiapan pemilu, kekuatan baru sudah
terbentuk. Untuk menarik anggota, PKI serius melakukan usaha BTI (Barisan Tani
Indonesia). PKI diminati oleh rakyat karena PKI tidak tampak menganut kekerasan dan
bersifat lunak. Selain itu PKI mengatakan bahwa mereka adalah partai buruh atau partai dari
petani dan rakyat miskin, dengan bergabung dengan PKI maka kesejahteraan akan merata.
Sehingga penduduk dosa berduyun-duyun untuk menjadi anggotanya. Hal ini yang membuat
PKI memiliki basis masa yang dapat menekan kekuatan politik lain dan mampu tampil
mengesankan pada pemilu. PKI berhasil mengunguli semua partai politik lainnya.[14] Hal ini
dibuktikan dengan : Maret-November1954 jumlah anggota partai ini naik menjadi tiga kali
lipat (165.206-500.000). pada Akhir 1955 mencapai 1 juta. September 1953 menyatakan
mempunyai 360.000 anggota dan kemudian mencapai Sembilan kali lipa (3,3 juta) pada akhir
tahun 1955. 90% anggota di Jawa, 70% dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Anggota pemuda
rakyat meningkat 3 kali lipat menjadi 202.605, Juli 1954 616.605 akhir tahun 1955; 80%
anggotanya adalah pemuda tani yang sebagian dari Jawa. Selain itu PKI juga mempunyai
surat kabar yang Oplah Surat Kabar PKI, Harian Rakyat dari 1954 beerjumlah (15.000
eksemplar) menjadi 1956 (55.000 eksemplar); surat kabar terbesar dalam afiliasi partai.
Sehingga PKI menjadi partai politik terkaya dengan penerimaan iuran dari anggota (pungutan
iuran sering kurang teratur), dari gerakan-gerakan pemungutan dana, sumber lain. Adapun
sebagian besar uang berasal dari komunitas dagang Cina (yang memberikan dengan senang
hati, atau melalui tekanan dari Kedutaan Besar Cina). Akan tetapi PKI kemudian tenggelam,
hal ini karena banyak yang bergabung namun tiba-tiba pergi tanpa alasan. Lawan dari adalah
TNI, hal ini sangat terlihat kontras, bahkan dari persaingan politik ini kemudian hari akan
menghasilkan peristiwa tertentu. Pada tanggal 17 Oktober 1954 PKI dan tentara rujuk
kembali. Kemudian pada Nopember 1955 diselenggarakan Konfrensi diyogyakarta dan
dihadiri 270 perwira yang kemudian menyetujui piagam persatuan dan kesepakatan. Pada
tanggal 27 Juni perwira menolak mengakui orang yang diangkat kabinet. Dari uraian tersebut
sangat terlihat bahwa PKI mendapat tempat pada masa Kabinet Ali, hal ini bisa dilihat dari
eksistensi PKI pada ajang pemilu. G. Kemunduran Kabinet Ali Sastroamijdojo I Sama halnya
dengan kabinet-kabinet sebelumnya, kabinet ini akhirnya mengundurkan diri. Alasannya
karena banyak sekali masalah yang tidak bisa diatasi, misalnya pergolakan yang terjadi di
daerah (DI/TII), Tingkat korupsi yang memuncak, membuat perekonomian menurun dan
kepercayaan masyarakat merosot. Masalah Irian yang tidak selesai, Pemilu yang tidak
terlaksana, bahkan skandal korupsi sendiri ada di tubuh PNI. NU tidak puas dengan kerja
kabinet (personel, ekonomi, keamanan,) dan didalamnya terdapat konflik antara NU dan PNI.
Sehingga pada tanggal 20 Juli NU mengutus menteri-menterinya untuk mundur dari
pemerintah. Hal ini diikuti oleh partai lain. Adanya kelemahan Kabinet Ali mendorong
Masyumi untuk mengajukan mosi pada bulan Desember mengenai kemunduran (ketidak
percayaan kepada kebijakan pemerintah). Sebagai imbalan atas perlindungan PNI, PKI
meredam kecaman-kecaman terhadap korupsi dan masalah ekonomi. Adanya kesenjangan
politik yang demikian menimbulkan keretakan didalam kabinet . Ali mengembalikan
mandatnya pada tanggal 18 Juni. Soekarno memutuskan untuk naik haji dan kemudian
mengunjungi Mesir. karena dukungan dari DPR tidak mencukupi empat hari kemudian
akhirnya Ali mengundurkan diri. Kabinet ini mengembalikan mandatnya pada tanggal 24 Juli
1955. [15]

Kesimpulan Kabinet Ali Sastroamidjojo merupakan kabinet baru pengganti Kabinet Wilopo.
Kabinet ini berdiri pada tanggal 31 Juli 1953 sampai 12 Agustus 1955. Kabinet ini
merupakan kabinet yang cukup bertahan lama pada demokrasi parlementer pada tahun 1950-
1959. Program kerja dari Kabinet Ali diantaranya : a. Program dalam negeri diantaranya
keamanan, pemilihan umum, kemakmuran dan keuangan, organisasi pemerintahan,
perburuhan, serta perundang-undangan. b. Pengembalian Irian Barat. c. Pelaksanaan politik
luar negeri bebas dan aktif. Prestasi yang dicapai pada Kabinet Ali yaitu berhasil
melaksanakan Konferensi Asia Afrika di Bandung dan persiapan pemilihan umum pertama
yang direncanakan pada tahun 1955. Tetapi belum sempat melaksanakan rencananya,
Kabinet Ali mendapatkan tuntutan dari PUSA yang dipimpin oleh Daud Beureueh. Selain itu
kemelut dalam tubuh Angkatan Darat yang berujung pada pergantian pimpinan menjadi hal
yang sangat memberatkan Kabinet Ali-Wongso. Akhirnya kabinet ini mengembalikan
mandat kepada Presiden Soekarno dan diterima oleh Wakil Presiden karena pada saat itu
Presiden sedang melakukan ibadah haji. Make Google view image button visible again:
https://goo.gl/DYGbub Make Google view image button visible again:
https://goo.gl/DYGbub Make Google view image button visible again:
https://goo.gl/DYGbub
Make Google view image button visible again: https://goo.gl/DYGbub

Anda mungkin juga menyukai