Anda di halaman 1dari 22

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Voltametri

2.1.1 Analisis Voltametri

Voltametri adalah metode elektrokimia dimana arus diamati pada

pemberian potensial tertentu. Voltametri berasal dari kata volt – ampero – metry.

Kata volt merujuk pada potensial, amperro merujuk pada arus, dan metry merujuk

pada pengukuran, sehingga dapat diartikan bahwa voltametri adalah pemberian

potensial pada elektroda kerja dan arus yang timbul dari hasil reaksi diukur.

Timbulnya arus disebabkan karena terjadinya reaksi oksidasi dan reduksi pada

permukaan elektroda. Arus yang dihasilkan sebanding dengan konsentrasi analit

dalam larutan.

Seiring kemajuan elektronika, teknik voltametri juga mengalami

perkembangan yang cukup pesat dengan semakin akuratnya pemberian potensial

dan pengukuran arus. Beberapa aplikasi voltametri diantaranya untuk analisis di

bidang lingkungan, farmasi, sintesis senyawa kompleks, dan sintesis senyawa

organik (Skoog, et al, 1998). Modulasi pemberian potensial juga lebih bervariasi

dengan kontrol komputer, sehingga sensitivitas dan selektivitas semakin

meningkat.

Voltametri merupakan metode analisis menggunakan teknik potensial

terkontrol yaitu pengukuran respon arus dari analit dengan pemberian potensial

pada elektroda. Respon arus yang dihasilkan berasal dari transfer elektron selama

8
proses oksidasi dan reduksi dari analit. Secara termodinamika potensial elektroda
dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Reaksi yang terjadi
berdasarkan persamaan Nernst, sebagai berikut :

,
=E + log (1)

dengan E0 adalah potensial standar reaksi redoks yang terjadi, R adalah tetapan

gas mutlak, T adalah temperatur (K), F adalah bilangan Faraday, CO adalah

konsentrasi analit yang teroksidasi, dan Cr adalah konsentrasi analit yang

tereduksi. Arus yang dihasilkan dari reaksi oksidasi reduksi tersebut dinamakan

arus Faraday, karena mengikuti hukum Faraday (1 mol bahan memberikan n x

96478 Couloumb listrik). Hasil plot arus Faraday versus potensial dinamakan

voltamogram.

Ion-ion analit dalam larutan akan bergerak menuju permukaan elektroda

ketika potensial diterapkan. Mekanisme gerakan transport massa/migrasi ion dari

larutan menuju permukaan elektroda melalui 3 cara yaitu :

1. Difusi, adalah migrasi yang dikarenakan adanya suatu gradient

konsentrasi. Arus ini disebabkan migrasi spontan analit dari konsentrasi

tinggi ke konsentrasi rendah.

2. Elektromigrasi, adalah migrasi yang disebabkan kation berpindah menuju

katoda dan anion menuju anoda. Arus ini disebabkan oleh muatan yang

dibawa oleh ion-ion melalui larutan berdasarkan bilangan transfernya.

3. Konveksi, adalah migrasi yang disebabkan oleh pengadukan, perbedaan

densitas, atau perbedaan temperatur. Konveksi terjadi ketika alat mekanik

digunakan untuk membawa reaktan menuju elektroda dan memindahkan

9
produk dari permukaan elektroda. Alat yang paling umum digunakan

untuk pengadukan adalah pengaduk magnetik.

Volume larutan di tempat terjadinya gradien konsentrasi disebut sebagai

lapisan difusi. Tanpa transformasi yang lain, ketebalan lapisan difusi meningkat

seiring dengan waktu karena terjadi penurunan konsentrasi reaktan pada

permukaan elektroda.

Seluruh mekanisme migrasi ion akan menimbulkan arus yang sangat

kompleks dan menyebabkan hubungan antara arus dan konsentrasi tidak

sebanding. Arus dari migrasi ion secara difusi saja yang sebanding dengan

konsentrasi. Untuk mendapatkan hubungan yang sebanding maka migrasi ion

secara konveksi dan elektromigrasi harus diminimalkan. Konveksi dapat

diminimalkan dengan tidak melakukan pengadukan dan penggunaan konsentrasi

rendah. Elektromigrasi diminimalkan dengan menambah elektrolit pendukung

dalam larutan dengan konsentrasi 50 sampai 100 kali dari konsentrasi analit.

(Wang, 1994)

Flux materi menuju dan menjauhi permukaan elektroda adalah fungsi

kompleks dari ketiga jenis transport massa. Dengan membatasi hanya difusi saja

sebagai transport massa yang signifikan terhadap perpindahan reaktan dan produk,

arus dalam sel voltametri dapat dirumuskan :

i = n F A D ( Cbulk C) (2)
dengan n = jumlah elektron yang ditransfer dalam reaksi redoks

F = tetapan Faraday (96.478 C/mol)

A = luas area elektroda (cm2)

10
D = koefisien difusi reaktan atau produk

(cm2/s) δ = ketebalan lapisan difusi (cm)

Cbulk = konsentrasi larutan analit (mol/dm3)

Cx=0 = konsentrasi larutan di permukaan elektroda (mol/dm3)

Persamaan ini valid jika konveksi dan migrasi tidak mengganggu

terbentuknya lapisan difusi antara elektroda dan badan larutan (bulk). Migrasi

dihilangkan dengan menambahkan larutan pendukung inert (elektrolit) konsentrasi

tinggi ke dalam larutan analit. Ion dengan muatan yang sama berinteraksi sama

kuatnya dengan permukaan elektroda, sehingga memiliki peluang yang sama

besar untuk bermigrasi. Keberadaan ion inert dalam jumlah besar akan

memperkecil jumlah ion produk atau reaktan yang berpindah (transport massa)

dengan cara migrasi. Konveksi dapat dengan mudah dieliminasi dengan tidak

mengaduk atau mendorong larutan melewati suatu sel elektrokimia yang

mengalir. Dinamika fluida yang melewati elektroda menghasilkan lapisan difusi

kecil (0,001-0,001 cm), dan kecepatan transport massa oleh konveksi turun

menjadi nol (Harvey, 2000).

2.1.2 Sel Voltametri (Harvey, 2000)

Sel voltametri terdiri dari elektroda kerja, elektroda pembantu, dan

elektroda pembanding. Ketiga elektroda tersebut tercelup dalam sel voltametri

yang berisi larutan sampel seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1

11
Elektroda
pembantu Elektroda
kerja Elektroda
pembanding
Gas N2

Gambar 2.1 Skema Sel Voltametri (Wang, 1994)

Potensial luar diberikan antara elektroda kerja dan elektroda pembanding.

Bila ada reaksi oksidasi maupun reduksi pada elektroda kerja, arus yang

dihasilkan dilewatkan ke elektroda pembantu, sehingga reaksi yang terjadi pada

elektroda pembantu akan berlawanan dengan reaksi yang terjadi pada elektroda

kerja. Untuk mengukur arus yang timbul digunakan amperemeter (A). Antara

elektroda kerja dan elektroda pembanding diberikan tahanan (R) yang cukup

tinggi agar arus tidak melewati elektroda kerja dan elektroda pembanding, karena

bila terjadi reaksi pada elektroda pembanding, potensial elektroda pembanding

akan berubah atau elektroda rusak.

2.1.2.1 Elektroda Kerja (Working Electrode/WE)

Elektroda kerja adalah tempat terjadinya reaksi oksidasi atau reduksi.

Kualitas elektroda kerja tergantung pada dua faktor yaitu reaksi redoks dari analit

dan arus latar pada rentang potensial yang dibutuhkan dalam pengukuran.

12
Elektroda kerja harus memiliki syarat-syarat seperti memiliki respon arus dengan

keberulangan yang baik, rentang potensial yang lebar, konduktivitas listrik yang

baik, dan permukaan elektroda yang reprodusibel. Elektroda yang sering

digunakan adalah elektroda merkuri, karbon, dan logam mulia.

(1) Elektroda Merkuri

Merkuri dipilih sebagai bahan pembuat elektroda, sebab merkuri memiliki

overpotensial aktivasi yang tinggi untuk evolusi hidrogen, rentang potensial

katoda yang lebar, reprodusibilitas yang tinggi, dan permukaan yang dapat

diperbaharui secara kontinyu. Kekurangan elektroda ini yaitu rentang potensial

anoda yang terbatas (merkuri teroksidasi) dan bersifat toksik.

(2) Elektroda Padatan

Elektroda padat memiliki rentang potensial yang lebih besar dibanding

elektroda merkuri. Contoh elektroda padat yaitu karbon, platina, dan emas.

Elektroda perak, nikel, dan tembaga digunakan untuk aplikasi spesifik. Faktor

penting dari elektroda padat yaitu respon arus yang sangat tergantung pada

permukaan elektroda sehingga permukaan elektroda perlu mendapat perlakuan

khusus sebelum digunakan untuk mendapatkan keberulangan yang baik.

Perlakuan yang dilakukan tergantung pada bahan elektroda yang digunakan.

Elektroda padat cenderung memiliki permukaan yang heterogen dan kasar yang

berpengaruh pada aktivitas elektrokimia.

13
2.1.2.2 Elektroda Pembanding (Reference Electrode/RE)

Elektroda pembanding merupakan elektroda dengan harga potensial

setengah sel yang diketahui, konstan dan tidak bereaksi terhadap komposisi

larutan yang sedang dianalisis. Elektroda pembanding memberikan potensial yang

stabil terhadap elektroda kerja yang dibandingkan. Elektroda pembanding yang

biasa digunakan adalah elektroda kalomel jenuh dan elektroda perak/perak

klorida.

1. Elektroda Kalomel Jenuh (EKJ)

Setengah sel elektroda kalomel jenuh dapat ditunjukkan sebagai berikut :

ǁ Hg2Cl2 (jenuh), KCl (x M) ǀ Hg, dimana x menunjukkan konsentrasi KCl di

dalam larutan. Reaksi elektroda dapat dituliskan sebagai berikut :

Hg2Cl2 (s) + 2e- 2Hg (l) + 2Cl- (3)

Potensial sel ini bergantung pada konsentrasi ion klorida (x), dan harga

konsentrasi ini harus dituliskan untuk menjelaskan elektroda. Harga potensial EKJ

pada konsentrasi ion klorida jenuh adalah 0,244 V pada 25o C dibandingkan

terhadap elektroda hidrogen standar.

2. Elektroda Perak/Perak Klorida

Setengah sel dari elektroda perak dapat dituliskan :

ǁ AgCl (jenuh), KCl (x M) ǀ Ag

Reaksi setengah selnya adalah :

AgCl (s) + e- Ag (s) + Cl- (4)

Biasanya elektroda ini terbuat dari larutan jenuh KCl atau KCl 3,5 M yang harga

potensialnya adalah 0,199 V untuk larutan KCl jenuh, dan 0,205 V untuk larutan

14
KCl 3,5 M pada 25o C. Elektroda ini dapat digunakan pada suhu yang lebih tinggi

sedangkan elektroda kalomel tidak dapat digunakan.

2.1.2.3 Elektroda Pembantu (Counter Electrode)

Elektroda pembantu dikendalikan oleh potensiostat untuk kesetimbangan

arus difusi pada elektroda kerja dengan transfer elektron ke arah sebaliknya. Jika

terjadi reduksi pada elektroda kerja maka oksidasi terjadi pada elektroda

pembantu. Elektroda pembantu yang digunakan harus bersifat inert seperti kawat

platina atau batang karbon yang berfungsi sebagai pembawa arus.

2.2 Arus Dalam Voltametri (Harvey,2000)

Ketika analit dioksidasi pada elektroda kerja arus pergerakan elektron

melalui sirkuit listrik eksternal menuju elektroda bantu, dimana reduksi pelarut

atau komponen matriks larutan terjadi. Reduksi analit pada elektroda kerja

memerlukan sumber elektron, menghasilkan arus yang mengalir dari elektroda

bantu ke katoda. Arus yang muncul dari elektroda kerja dan elektroda bantu

disebut arus Faraday.

Tanda pada arus ditetapkan berdasarkan reaksinya yang terjadi pada

elektroda kerja. Arus yang muncul dari reduksi analit disebut arus katoda dan

diberi tanda positif. Arus anodik muncul dari oksidasi dan diberi tanda negatif.

Pengaruh potensial yang diberikan terhadap arus Faraday terlihat ketika

larutan Fe(CN)63- direduksi menjadi Fe(CN)64- pada elektroda kerja. Hubungan

15
antara konsentrasi Fe(CN)6 3-, Fe(CN)6 4-
dan potensial elektroda kerja, sesuai
persamaan Nernst.

[Fe(CN)6 ]

E = +0,356-0,05916 log [Fe(CN)6 ]


(5)

dimana + 0,356 adalah potensial reduksi standar Fe(CN)6Fe(CN)6 x= 0 mengindikasikan


konsentrasi Fe(CN)6 3- dan Fe(CN)6 4- di permukaan elektroda. Konsentrasi

permukaan digunakan berupa konsentrasi ruah dengan posisi kesetimbangan

reduksi oksidasi.

Diasumsikan larutan Fe(CN)63- dengan konsentrasi 1,0 mM dan tidak ada

Fe(CN)64-, maka diagram Ladder untuk reaksi oksidasi tersebut adalah :

Fe(CN)6 3-

E E0 = +0,356 V

Fe(CN)6 4-

Gambar 2.2 Diagram Ladder reaksi oksidasi reduksi Fe(CN) 63- dan Fe(CN)6 4-
(Harvey,2000)

Jika potensial sebesar 0,530 V diberikan pada elektroda kerja, konsentrasi

Fe(CN)6 3- dan Fe(CN)6 4- pada permukaan elektroda tidak terpengaruh, dan tidak

ada arus Faraday yang terukur. Pada potensial 0,356 V menghasilkan Fe(CN)6 4-

3-
X=0 = Fe(CN)6 = 0,50 mM, yang hanya mungkin jika setengah dari Fe(CN)6 3-

4-
pada permukaan elektroda direduksi menjadi Fe(CN)6 . Jika semua ini terjadi

setelah potensial diberikan, akan menghasilkan arus Faraday yang dengan cepat

kembali ke posisi nol. Meskipun konsentrasi Fe(CN)64- pada permukaan elektroda

0,5 mM, konsentrasi pada badan larutan adalah nol. Akibatnya terjadi gradien

16
konsentrasi antara larutan di permukaan elektroda dengan badan larutan. Gradien

konsentrasi ini menimbulkan gaya gerak yang memindahkan Fe(CN)64- menjauhi

permukaan elektroda (Gambar 2.3). Berkurangnya Fe(CN)64- di permukaan

elektroda memungkinkan reduksi Fe(CN)63- berlanjut, sehingga terjadi

perpindahan dari badan larutan ke permukaan elektroda. Jadi arus Faraday

mengalir terus sampai tidak ada lagi perbedaan konsentrasi antara Fe(CN)6 3-

4-
dengan Fe(CN)6 di permukaan elektroda maupun pada badan larutan (larutan

uji).

Bergerak menuju
elektroda

e-
Bergerak menjauhi
elektroda

elektroda

Gambar 2.3 Transport ion Fe(CN)63- menuju elektroda dan Fe(CN)63-

menjauhi elektroda (Harvey,2000)

Meskipun potensial yang diberikan pada elektroda menentukan arus

Faraday yang mengalir, besarnya arus ditentukan oleh kecepatan reaksi oksidasi

reduksi di permukaan elektroda. Dua faktor yang berkontribusi terhadap laju

reaksi elektrokimia yaitu, laju reaktan dan produk ke dan dari permukaan

elektroda, dan laju elektron bergerak di antara elektroda, reaktan dan produk

dalam larutan.

17
2.3 Arus Non Faraday (Harvey,2000)

Arus Faraday berasal dari reaksi redoks pada permukaan elektroda. Arus

lain juga muncul dari suatu sel elektrokimia yang tidak berhubungan dengan

reaksi redoks. Arus ini disebut arus non Faraday dan terhitung jika komponen arus

Faraday telah ditentukan.

Contoh terbentuknya arus non Faraday yaitu ketika potensial elektroda

diubah. Migrasi mengakibatkan partikel bermuatan negatif dalam larutan akan

menuju elektroda yang bermuatan positif, dan partikel bermuatan positif akan

menuju elektroda negatif. Ketika elektrolit inert mampu merespons migrasi

hasilnya adalah terbentuknya lapisan pada permukaan elektroda yang terstruktur

yang disebut lapisan rangkap listrik, Electrical Double Layer (EDL). Pergerakan

partikel bermuatan dalam larutan meningkatkan arus non Faraday yang singkat.

Mengubah potensial elektroda akan mengubah struktur EDL yang menghasilkan

arus muatan yang kecil.

2.4 Voltametri Siklik (Scholz, 2010)

Voltametri siklik merupakan teknik voltametri dimana arus diukur selama

penyapuan potensial dari potensial awal ke potensial akhir dan kembali lagi ke

potensial awal atau disebut juga penyapuan (scanning) dapat dibalik kembali

setelah reaksi berlangsung. Dengan demikian arus katodik maupun anodik dapat

terukur. Arus katodik adalah arus yang digunakan pada saat penyapuan dari

potensial yang paling besar menuju potensial yang paling kecil dan arus anodik

18
adalah sebaliknya yaitu penyapuan dari potensial yang paling kecil menuju

potensial yang paling besar.

Voltametri siklik terdiri dari siklus potensial dari suatu elektroda yang

dicelupkan ke dalam larutan yang tidak diaduk yang mengandung spesies

elektroaktif dan mengukur arus yang dihasilkan. Potensial pada elektroda kerja

dikontrol oleh elektroda pembanding seperti elektroda kalomel jenuh (EKJ) atau

perak/perak klorida. Pengontrol potensial yang diterapkan pada dua elektroda

dapat dianggap sebagai sinyal eksitasi. Sinyal eksitasi untuk voltametri siklik

adalah penyapuan potensial linear dengan gelombang segitiga seperti yang

diberikan pada Gambar 2.4.

siklus 1 siklus 2
POTENSIAL versus EKJ (V)

Scan
awal
Scan balik

E awal akhir

WAKTU (s)

Gambar 2.4 Sinyal eksitasi untuk voltametri siklik (Scholz, 2010) Potensial sinyal

eksitasi segitiga menyapu potensial elektroda antara dua nilai. Sinyal eksitasi

pada Gambar 2.4 menyebabkan potensial pertama untuk penyapuan negatif

dari +0,80 (potensial awal) ke -0,20 V (potensial akhir) versus EKJ, sedangkan

titik arah penyapuan balik (switching potensial) menghasilkan

19
penyapuan positif kembali ke potensial awal 0,80 V. Kecepatan penyapuan

terlihat pada kemiringan garis yaitu 50 mV per detik.

Voltamogram siklik diperoleh dengan mengukur arus pada elektroda kerja

selama scan potensial. Arus dapat dianggap sebagai respon sinyal terhadap

potensial eksitasi. Voltamogram yang dihasilkan merupakan kurva antara arus

(pada sumbu vertikal) versus potensial (sumbu horizontal). Saat variasi potensial

linear terhadap waktu, sumbu horizontal dapat dianggap sebagai sumbu waktu.

Gambar 2.5 merupakan voltamogram siklik dengan menggunakan elektroda

kerja platina pada larutan yang mengandung K3Fe(CN)6 6,0 mM sebagai

spesies elektroaktif dalam larutan KNO3 1,0 M sebagai elektrolit pendukung.

Sinyal eksitasi potensial digunakan untuk memperoleh voltamogram pada Gambar

2.4 tetapi dengan pemindahan potensial negatif sebesar -0,15 V. Dengan demikian

sumbu vertikal pada Gambar 2.4 menjadi sumbu horizontal pada Gambar 2.5
Arus (A) katodik
anodik

POTENSIAL versus EKJ

Gambar 2.5 Voltamogram siklik larutan K3Fe(CN)6 6 mM dalam


KNO3 1 M (Scholz, 2010)

20
Potensial awal (Ei) sebesar 0,80 V diterapkan pada elektroda (a dalam

Gambar 2.5) dipilih untuk menghindari terjadinya elektrolisis [Fe(CN)6]3- saat

elektroda diaktifkan. Selanjutnya dilakukan penyapuan negatif (scan maju).

Ketika potensial cukup negatif mereduksi [Fe(CN)6]3- arus katodik diindikasikan

oleh (b) karena proses elektroda, sehingga elektroda cukup kuat untuk mereduksi

[Fe(CN)6]3- menjadi [Fe(CN)6]4-

[Fe(CN)6]3- + e [Fe(CN)6]4- (6)

Arus katodik meningkat dengan cepat (bd) sampai konsentrasi [Fe(CN)6]3- pada

permukaan elektroda berkurang sehingga arus ke puncak (d). Arus kemudian

menurun ketika larutan (dg) [Fe(CN)6]3- di sekitar elektroda telah direduksi

menjadi [Fe(CN)6]4-. Arah penyapuan kemudian berbalik ke positif pada -0,15 V

untuk scan balik. Potensial masih cukup negatif untuk mereduksi [Fe(CN)6]3-

sehingga arus katodik terus berlanjut terus meskipun potensial melakukan

penyapuan ke arah positif. Ketika elektroda menjadi oksidan yang cukup kuat,

[Fe(CN)6]4- yang terakumulasi pada elektroda kerja akan teroksidasi dengan reaksi

sebagai berikut :

[Fe(CN)6]4- [Fe(CN)6]3- + e (7)

Oksidasi terjadi pada arus anodik (ik). Arus anodik meningkat cepat sampai

konsentrasi [Fe(CN)6]4- berkurang sehingga dihasilkan puncak (j). Arus kemudian

menurun (jk) karena larutan disekitar elektroda direduksi menjadi [Fe(CN)6]4-.

Siklus pertama selesai ketika potensia kembali ke +0,80 V. Dalam hal ini jelas

bahwa potensial positif ± 0,40 V akan cocok sebagai potensial awal pada reduksi

[Fe(CN)6]3-. Pada penyapuan awal, [Fe(CN)6]4- secara elektrokimia berasal dari

21
[Fe(CN)6]3- yang diindikasikan oleh arus katodik ketika dilakukan penyapuan

balik, [Fe(CN)6]4- dioksidasi kembali menjadi [Fe(CN)6]3- yang diketahui dari

arus anodik. Potensial sinyal eksitasi tergantung pada rasio [Fe(CN)6]3-

/[Fe(CN)6]4- pada permukaan elektroda mengikuti persamaan Nerst untuk sistem

reversible berikut :

, 1 [ *( ,) ] (8)
E=E ([*(,)] ,[* ,)]+ log
[ *( ,) ]
0
dengan E adalah potensial reduksi dari sampel. Nilai awal E yang cukup positif

dari E0 mempertahankan rasio dimana [Fe(CN)6]3- sangat mendominasi. Dengan

demikian penggunaan potensial awal +0,08 V arus diabaikan namun penyapuan E

yang negatif, konversi [Fe(CN)6]3- menjadi [Fe(CN)6]4- memenuhi persamaan

Nernst. Perbandingan keadaan reaksi oksidasi yang ada pada permukaan elektroda

pada beberapa potensial selama penyapuan ditunjukkan pada sumbu x Gambar

2.5. Hubungan logaritmik antara E dan [Fe(CN)6]3-/[Fe(CN)6]4- ditunjukkan oleh

kecepatan perubahan arus yang sangat besar pada daerah E = E0 yaitu [Fe(CN)6]3-

/[Fe(CN)6]4- = 1. Hal ini disebabkan karena meningkatnya arus katodik (bd)

selama penyapuan awal.

2.4 Voltametri Pulsa Diferensial

Teknik voltametri pulsa menggunakan pulsa gelombang dalam merekam

voltamogram yang memberikan peningkatan sensitivitas dan resolusi. Keuntungan

dari teknik pulsa adalah bahwa gelombang ini dirancang sedemikian rupa untuk

membedakan terhadap arus non-Faraday sehingga dapat meningkatkan

sensitivitas. Peningkatan resolusi sangat berguna ketika beberapa spesies

22
elektroaktif dianalisis secara simultan (Fifield dan Haines, 2000). Dalam teknik

ini, sampling arus terjadi dua kali yaitu pada awal sebelum pulsa naik dan pada

akhir sebelum pulsa turun dan menggunakan ketergantungan perbedaan waktu

dari arus Faraday (if) dan arus muatan (ic), seperti yang ditunjukkan pada Gambar

2.6

arus
Faraday, if
Waktu sampling

Arus
muatan, ic

Arus

Waktu pulsa
waktu

Gambar 2.6 Diagram arus Faraday (if) dan arus muatan (ic) versus
waktu (Fifield dan Haines, 2000)
Teknik ini bertujuan untuk menurunkan batas deteksi pengukuran

voltametri sampai dibawah konsentrasi 10-8 M dalam mode pulsa diferensial.

Peningkatan rasio antara arus Faraday dan non Faraday sesuai sampai pada

konsentrasi 10-8 M (Wang, 2000). Pulsa diferensial dan teknik gelombang persegi

adalah teknik pulsa yang paling umum digunakan. Polarogram pulsa diferensial

atau voltamogram puncaknya terbentuk karena adanya perbedaan arus yang

diukur (Hadzri,2006). Diagram tahap dalam DPV menghasilkan pulsa pada

penyapuan linear dapat dilihat pada Gambar 2.7.

23
Lebar pulsa
Kenaikan potensial
Sampling arus

E Amplitudo pulsa

Sampling arus
Periode pulsa

Waktu
tunggu

Gambar 2.7 Diagram tahap pembentukan pulsa dan sampling arus pada DPV
(Wang,2000)

Pada DPV arus disampling dua kali yaitu sebelum pulsa diberikan dan

sebelum pulsa jatuh, kira-kira 40 ms ketika arus bermuatan diturunkan.

Pengurangan arus yang disampling pertama dan kedua membentuk voltamogram

derivatif. Tinggi arus puncak berbanding lurus dengan konsentrasi analit. Arus

yang dihasilkan dari pulsa diferensial sangat efektif untuk mengoreksi arus latar

belakang.

2.5 Dopamin (Lucia,2006)

Dopamin merupakan salah satu senyawa katekolamin yang berfungsi

sebagai neurotransmiter. Dopamin biasanya tersedia dalam bentuk dopamin

hidroklorida berupa serbuk putih, mudah larut dalam air, larut dalam alkohol,

24
sedikit larut dalam aseton dan metilena klorida. Dopamin memiliki rumus kimia

C8H11NO2 . HCl dan nama kimia 3-hydoxytyramine hydrochloride (Gambar 2.8)

HO

HO NH2 HCl

Gambar 2.8 Struktur dopamin hidroklorida

Dopamin di pasaran memiliki nama dagang Dopac, Dopamine, Dopamine giulini,

Indop, dan Cetadop. Metabolisme dopamin dalam tubuh terjadi pada organ ginjal,

hati, plasma, 75% menjadi bentuk metabolit inaktif oleh monoamin oksidase dan

25% menjadi norepinefrin.

Dopamin HCl sensitif dan harus dilindungi dari cahaya. Perubahan warna

menjadi kuning, coklat, merah muda, hingga ungu menunjukkan kerusakan obat

dan warna larutan yang menjadi lebih gelap dari warna sedikit kuning tidak boleh

digunakan. Dopamin HCl tidak bisa dikombinasikan dengan alteplase,

amfoteresin B, garam besi, senyawa oksidator, natrium bikarbonat dan senyawa

alkali lainnya. Sediaan harus dilindungi dari panas yang berlebihan dan tidak

boleh disimpan pada suhu dingin. Dopamin HCl stabil sedikitnya 24 jam jika

dilarutkan dalam 250-500 ml sediaan injeksi NaCl 0,9%, dekstrose 5%, dan

larutan ringer laktat.

Dopamin sering digunakan untuk pengobatan hipotensi karena bekerja

sebagai agen penyebab penyempitan darah pada perifer. Dalam hal ini dopamin

seringkali digunakan bersama dobutamin dan meminimalkan efek hipotensi

25
sekunder akibat pelebaran pembuluh darah yang diinduksi oleh dobutamin.

Tekanan diatur oleh peningkatan kardiak output (dari dobutamin) dan

penyempitan pembuluh darah (dari dopamin). Dopamin diberikan ke dalam vena

sentral untuk mencegah kemungkinan terjadinya migrasi sel dari sirkulasi darah

menuju jaringan, monitor aliran cairan, menggunakan alat perlengkapan infus

untuk mengontrol kecepatan aliran. Penurunan dosis dopamin harus dilakukan

bertahap, penghentian secara tiba-tiba dapat mengakibatkan hipotensi.

2.5 Antarmuka Cair - Cair (Liquid-liquid Interface)

Antarmuka cair-cair terbentuk dari dua cairan pelarut yang mengandung

elektrolit dimana kedua pelarut tersebut tidak saling bercampur. Salah satu

pelarutnya adalah air, dan yang lainnya adalah pelarut organik yang memiliki

permitivitas dielektrik sedang atau tinggi. Contoh pelarut organik yang digunakan

adalah nitrobenzena atau 1,2-dikloroetana yang memungkinkan adanya disosiasi

elektrolit terlarut menjadi ion-ionnya (Samec, 2004)

Pada antarmuka cair-cair memiliki 2 tipe proses transfer ion, yaitu :

a) Transfer ion Xizi dengan muatan zi antara fasa air (w) dengan fasa organik

(o),

Xizi (w) Xizi (o) (9)

yang menggambarkan juga transfer spesies netral (zi = 0)

b) Transfer elektron antara reaksi oksidasi reduksi pada fasa air (w) dan

reaksi oksidasi reduksi pada fasa organik (o)

Oks1Zo1 (w) + Red2ZR2 (o) Red1ZR1 (w) + Oks2Z02 (10)

26
Disamping itu, masing-masing muatan transfer reaksi heterogen 1 dan 2

dapat digabungkan menjadi reaksi kimia homogen seperti transfer elektron

pada fasa air atau fasa organik. Seringkali asosiasi ion atau pembentukan

kompleks terjadi,

XiZi (s) + XjZj (s) XiXjZij (s) (11)

dimana Zij = Zi + Zj dan s = fasa organik atau fasa air yang sesuai dengan

tetapan kesetimbangan Kij (s)

aij

Kij (s) = ai(s)aj(s)


(12)
dimana a adalah aktivitas spesies yang terlibat.

Pelarut organik menunjukkan kelarutan yang rendah dengan air dan telah

banyak digunakan dalam elektrokimia pada antarmuka cair-cair. Pelarut yang

banyak digunakan yaitu nitrobenzena, nitroetana, o-nitrofenil oktil eter,

nitrotoluena, kloroform, 1,2-dikloroetana, asetofenon, 2-heptanon, 2-oktanon, dan

benzonitril (Samec, 2004).

Untuk mengamati transfer ion melewati antarmuka karena adanya

pemberian potensial, potensial yang diberikan harus sesuai sehingga dapat

menyebabkan antarmuka terpolarisasi. Antarmuka terpolarisasi untuk dapat

menerapkan potensial dari elektroda eksternal. Hal ini dapat dilakukan dengan

melarutkan garam elektrolit yang cocok dalam setiap fase baik dalam fasa air

maupun fasa organik. Untuk membuat antarmuka terpolarisasi, maka harus ada

rentang potensial tertentu, dimana garam-garam terlarut dalam satu fasa harus

larut dalam satu fasa, tetapi tidak larut dalam fasa yang lain. Garam yang sering

digunakan adalah LiCl sebagai elektrolit pendukung untuk fase air dan

27
tetrabutilamonium tetraphenillborat (TBATPB) yang digunakan sebagai elektrolit

pendukung untuk fase organik. Gambar 2.9 menunjukkan jendela potensial di

mana antarmuka tersebut terpolarisasi (Vanysek, 2008).

Cl - Cl - TPB - TPB -
TBA+ TBA+ Li + Li +

TPB - TPB -
Li + Li +

Cl - Cl -
TBA+ TBA+

Gambar 2.9 Kurva antarmuka cair - cair untuk elektrolit


pendukung (Vanysek, 2008)

Gambar 2.9 adalah voltamogram siklik yang menunjukkan arus yang

mengalir melalui antarmuka sebagai respon terhadap potensial yang diberikan.

Dalam rentang jendela potensial, hanya arus kecil yang mengalir karena sebagian

besar untuk pengisian muatan antarmuka (arus muatan). Di luar jendela potensial,

ion dari elektroda pendukung mulai tertransfer ke dalam fase berlawanan,

berkontribusi terhadap meningkatnya arus latar belakang. Untuk menandai arah

transfer ion, polaritas antarmuka ke fasa air, pada sebelah kanan kurva

berhubungan dengan fasa air yang potensialnya meningkat menjadi lebih positif.

Proses polarisasi berlanjut (pada kurva 1), ion TPB- mulai tertransfer dari

28
nitrobenzena ke air dan ion Li+ mulai ditransfer dari air ke nitrobenzena.

Kontribusi relatif dari anion lipofilik dan kation hidrofilik tergantung pada

besarnya energi Gibbs pada transfer ion. Kedua ion berkontribusi menghasilkan

arus latar belakang. Setelah beralih arah penyapuan (pada kurva 2), ion

tetraphenilborat (TPB-) yang sebelumnya tertransfer ke fasa air kembali lagi ke

nitrobenzena dan ion Li+ dari nitrobenzena tertransfer kembali ke air. Siklus

berlangsung melalui rentang potensial yang terpolarisasi, arus terbentuk karena

adanya muatan pada antarmuka dan arus pada fasa air berkurang, dan transport

ion tertabutilamonium (TBA+) dari nitrobenzena ke air diamati. Akhirnya, setelah

beralih potensial (pada kurva 4) ion kembali ke fasa asal, Cl- kembali ke air dan

TBA+ kembali ke nitrobenzena (Vanysek, 2008).

29

Anda mungkin juga menyukai