Anda di halaman 1dari 7

Psikologi Humanistik dalam pendidikan

Humanistik adalah salah satu pendekatan atau aliran dalam psikologi yang
menekankan kehendak bebas, pertumbuhan pribadi, kegembiraan, kemampuan
untuk pulih setelah mengalami ketidakbahagiaan, serta keberhasilan dalam
merealisasikan potensi manusia (Wade & Tavris.2007)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016) dikatakan bahwa


pendidikan adalah pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dalam
usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihan. Dalam hal ini
berarti bahwa pendidikan merupakan usaha untuk mewujudkan inividu yang
matang baik dalam tingkah laku, sikap, dan pola pikirnya ke masa depan dengan
menempuh jalur pendidikan.

Lalu apa kaitan antara Psikologi Humanistik dengan pendidikan?

Dalam penjelesan wade dikatakan bahwa Humanistik adalah ilmu yang


menekankan kehendak bebas, pertumbuhan pribadi, kegembiraan,dan seterusnya.
apabila kita kaitkan dengan pendidikan seperti yang tercantum dalam kamus besar
Bahasa Indonesia bahwa pendidikan merupakan pengubahan sikap dan tata laku
seseorang dalam usaha mendewasakan melalui pembelajaran. Maka, Psikologi
humanistic dalam pendidikan bermaksud untuk memberikan metode pembelajaran
yang dapat mengantarkan individu tumbuh menjadi dewasa melalui pembelajaran
dengan menggunakan cara yang mendatangkan kebahagiaan dan mencapai
keberhasilan dalam merealisasikan potensi manusia.

A. Pendapat para ahli


1. Abraham maslow (Rachmana,2008) Pendidikan merupakan hal yang
sangat penting karena hal ini berfungsi untuk mencapai aktualisasi diri
dengan menekankan perkembangan positif didalamnya. Namun, tiap
individu memiliki motivasi yang berbeda beda dalam menempuh
pendidikannya sehingga ada kemungkinan individu dapat mundur ke
tingkat motivasi yang lebih rendah. Maslow menjelaskan tentang hirarki
kebutuhan yang mendorong motivasi menggunakan susunan piramida
untuk menjelaskan dorongan yang dapat memotivasi individu. Ada lima
tingkatan yang dijelaskan oleh maslow
a. Tingkat pertama kebutuhan fisiologis (makan, minum,
tidur,tempat tinggal , dan sebagainya).
b. Tingkat kedua kebutuhan akan keamanan, keselamatan, dan
bebas dari bahaya.
c. Tingkat ketiga kebutuhan akan mencintai dan memiliki,
mencakup keintiman, persahabatan, dan dukungan.
d. Tingkat keempat adalah kebutuhan akan harga diri, dalam hal ini
dihargai dan menghargai orang lain.
e. Tingkat kelima adalah aktualisasi diri, kebutuhan akan
kecantikan, kebenaran, dan keadilan.

Dalam pembelajaran dibutuhkan nya kehati-hatian oleh tenaga pengajar


demi menghindari kemunduran motivasi ini.

2. Arthur Combs (Haryu,2006) dalam teori yang dikembangkan oleh


Combs, banyak penekanan terhadap tenaga pengajar yang ditekankan
olehnya. Menurut Combs, Meaning (makna) merupakan konsep dasar
dalam pendidikan yang sering digunakan. Pembelajaran menjadi dapat
terjadi apabila memiliki makna bagi individu, guru tidak dapat
memaksakan apa yang tidak relevan terhadap siswanya. Kadangkala
siswa tidak bisa menikmati pelajaran seperti matematika dan sebagainya
bukan karena mereka bodoh, tetapi karna menurut mereka hal itu tidak
dapat mendatangkan kepuasan akan ilmu kedalam dirinya.

Combs menekankan agar para guru dapat memahami apayang disuka


dan apa yang tidak disuka oleh siswa nya. Ini dikarenakan setiap siswa
memiliki bakat masing masing dalam pembelajaran yang berbeda.

Tenaga pengajar diminta untuk berusaha memahami karakter dari


muridnya dengan berandai-andai menjadi muridnya demi mencapai apa
yang diinginkan oleh para muridnya. Kadangkala guru beranggapan
bahwa dengan menyampaikan materi bahan ajar yang disusun dengan
baik dan rapi dapat membuat siswa nya menjadi paham akan apa yang
diajarkan. Penyampaian bahan ajar dengan baik kepada para murid akan
membuat para murid mengerti akan pembelajaran itu, tapi tidak
semuanya. Agar dapat mencapai tujuan membuat semua murid paham
maka guru perlu untuk menuntun siswa agar dapat memetic arti dan
makna yang terkandung daripada bahan ajar yang disampaikan agar
segala materi yang disampaikan dapat dengan mudah diaplikasikan
kedalam kehidupan sehari-hari yang merupakan salah satu poin utama
dalam mendidik adalah menjadikan ilmu yang diberikan bermanfaat.

B. Aplikasi Aliran Humanistik dalam pendidikan

Seperti yang telah dijelaskan pada pengertian diatas, tujuan daipada aliran
humanistic dalam pendidikan adalah untuk meraih pendidikan yang dapat
mengantarkan individu tumbuh menjadi dewasa melalui pembelajaran
dengan menggunakan cara yang mendatangkan kebahagiaan. Maka berikut
akan dipaparkan bagaimana cara pengaplikasian Aliran Humanistik dalam
pendidikan.

1. Pendidikan Terbuka, proses pendidikan yang memberikan kesempatan


kepada murid untuk bergerak secara bebas disekitar kelas dan memilih
aktivitas belajar mereka sendiri (Rachmahana,2008). Dalam pendidikan
terbuka murid diberikan kebebasan dalam mendapat ilmu yang
diinginkan dalam lingkungan fisik kelas, guru berperan sebagai
pembimbing untuk membantu para murid dalam mencapai tujuan.
Didalam metode pendidikan ini ada beberapa pusat bidang studi yang
dapat dieksplorasi oleh siswa demi memenuhi keinginan mereka dalam
menuntut ilmu. Murid dapat dengan mudah mempelajari sendiri atau
secara berkelompok bidang yang mereka sukai tanpa adanya guru dalam
kelompok belajar dan murid nantinya dapat membicarakan apa yang
mereka dapat kepada gurunya. Rumini, dalam Jurnal Rachmana (2008)
menjelaskan bahwa Pusat ini dapat memberikan petunjuk untuk
mempelajari suatu topik tanpa hadirnya guru dan dapat mencatat
partisipasi dan kemajuan murid untuk nantinya dibicarakan dengan guru,
Adapun kriteria yang menjadi syarat dalam model pembelajaran ini
adalah sebagai berikut
a. Tersedia fasilitas yang memudahkan prose belajar
b. Adanya suasana penuh kasih sayang, hangat, hormat, dan
terbuka.
c. Adanya kesempatan bagi guru dan murid untuk bersama-sama
mendiagnosis peristiwa-peristiwa belajar.
d. Pengajaran yang bersifat individual sehingga tidak ada tes
ataupun buku kejra
e. Guru mempersepsi dengan cara mengamati setiap proses yang
dilalui murid dan membuat catatatn dan penilaian secara
individual
f. Adanya pertumbuhan professional bagi gutu
g. Suasana kelas yang hangat dan ramah.

2. Belajar Kooperatif, merupakan fondasi yang baik untuk meningkatkan


dorongan berpretasi terhadap murid. Dalam pelaksanaanmya, ada tiga
karakteristik :
a. Murid belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang,
dan terjadi selama beberapa minggu.
b. Murid didorong untuk saling membantu dan mempelajari bahan
yang bersifat akademik dan melakukannya secara berkelompok.
c. Murid diberikan imbalan atas prestasi yang diraih kelompoknya.

Adapun teknik dalam pembelajaran koperatif ada 4(empat macam)

a. Team-Games-Tournament
b. Student Teams-Achievment Division
c. Jigsaw
d. Group Investigation
3. Pembelajaran Mandiri, dalam proses ini siswa dituntut untuk
merancang, mengatur, mengontrol kegiatan mereka sendiri serta
bertanggung jawab akan apa yang mereka lakukan. Dalam proses ini
murid lebih fleksibel dalam memperoleh pembelajaran karena mereka
tidak terkait dengan intruksional yang diajukan ataupun subjek yang
ditentukan, tetapi murid diminta untuk memutuskan apa yang akan
dipelajari, siapa yang akan mempelajari suatu hal dan bagaimana cara
mengukur keberhasilan upaya belajar yang telah dilaksanakamn (Lowry,
dalam Harsono, dalam Rachmana.2008).

Pembelajaran dengan menerapkan menerapkan metode ini cocok


digunakan pada tingkat perguruan tinggi, karena menuntut kemandirian
dari siswa. Pada proses pembelajaran ini, pendidik selaku dosen hanya
menjadi fasilitator dalam pembelajaran, bukan menjadi penentu dalam
proses belajar. Namun, pendidik harus tetap siap untuk menjadi tempat
para murid bertanya dan diharapkan pendidik betul-betul ahli di bidang
yang dipelajari peserta.

Agar tidak terjadi kesenjangan hubungan antara peserta dan


pendidik, perlu dilakukan negosiasi dalam perancangan pembelajaran
secara keseluruhan (Harsono, dalam Rachmana.2008).

4. Student Centered Learning, (disingkat SCL) merupakan salah satu


bentuk dari strategi pembelajaran yang menempatkan para peserta didik
secara aktif dan mandiri, serta bertanggung jawab atas pembelajaran
yang dilakukan. Dengan SCL ini diharapkan para peserta dituntut untuk
mampu mengembangkan keterampilan dalam berpikir secara kritis serta
mengembangkan sistem dukungan sosial untuk pembelajaran mereka,
mampu untuk menentukan gaya belajar yang paling efektif menurut para
siswa dan diharapkan untuk menjadi life-long learner dan tertanam jiwa
entrepreneur.
Sama seperti model sebelumnya, SCL banyak diterapkan dalam
system pendidikan di tingkat perguruan tinggi (Harsono, dalam
Rachmana, 2008). Dalam SCL diharapkan para peserta didik memiliki
kemampuandan keleluasan untuk mengembangkan cipta, rasa, dan karsa
mengeksplorasi bidang yang diminatinya, mampu untuk
mengembangkan dan membangun pengetahuan dalam mencapai
kompetensinya secara aktif, mandiri serta bertanggung jawab dalam
proses pembelajaran yang bersifat kolaboratif, koperatif dan kontekstual
(Rachmana,2008)

Adapun metode SCL antara lain sebagai berikut :

a. Pembelajaran Kooperatif
b. Pembelajaran Kolaboratif
c. Pembelajaran Kompetitif
d. Pembelajaran berdasarkan kasus
C. Penutup

Psikologi Humanistik merupakan ilmu yang mampu untuk


mengembangkan ilmu pengetahuan dengan cara yang disenangi dan disukai
oleh setiap individu yang menjalaninya. Dengan perpaduan sempurna dalam
pendidikan, aliran humanistik dapat menjadikan perkembangan ilmu
pengetahuan semakin membangkitkan potensi-potensi positif dalam tiap
individu.
Referensi :

Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan.(2016) KBBI Daring, Jakarta:


Kementerian pendidikan dan Bahasa Indonesia,
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/pendidikan diakses pada 19 Februari
2020.

Haryu.(2006). Konsep Arthut W.Combs tentang Pengembangan Potensi Anak.


Aplikasi Psikologi Humanistik Dalam Dunia Pendidikan di
Indonesia.Tadris Volume 1Nomor 1

Rachmahana, Ratna syifa’a,(2008) Psikologi Humanistik dan Aplikasinya dalam


pendidikan. Universitas Islam Indonesia: Yogyakarta (hlm 107-113)

Wade & Tavris.(2007), Psikologi Jilid 1, Jakarta: Erlangga,

Anda mungkin juga menyukai