Anda di halaman 1dari 3

Di era digital saat ini, kita dikelilingi oleh teknologi, dan ini juga berlaku untuk buku teks,

yang telah menjadi buku teks digital atau buku teks elektronik. Perkembangan dan perubahan
karena teknologi ini kemungkinan akan mengarah pada pemeriksaan ulang persepsi kita tentang
pengajaran dan pembelajaran, pemahaman kita tentang apa itu pengetahuan dan metode
pengajaran yang terkait, dan karakteristik kunci untuk teknologi / sumber daya digital yang
berkaitan dengan pengajaran dan pembelajaran. Analisis dan desain dari buku teks elektronik
memerlukan pengembangan kerangka tertentu untuk menganalisis buku teks elektronik dan untuk
melihat teknologi / sumber daya digital apa yang mungkin ditawarkan dalam hal untuk
mendukung pengajaran berkualitas di era digital.

Buku teks elektronik interaktif lazim digunakan dalam mata kuliah STEM di perguruan tinggi, karena
instruktur di perguruan tinggi berusaha memasukkan sumber belajar yang lebih terbuka atau materi yang
bukan hanya mencakup buku teks elektronik tetapi juga pekerjaan rumah berbasis online, platform kuis
yang memfasilitasi tugas penyelesaian masalah. Buku teks elektronik interaktif tidak hanya versi
elektronik dari buku teks kertas, tetapi juga mencakup sistem mark-up dan alat pengujian diri yang
dirancang untuk mendukung pembelajaran siswa. Para peneliti telah meneliti faktor-faktor yang
mempengaruhi adopsi siswa terhadap teknologi tertentu menggunakan “Model Penerimaan Teknologi”.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keputusan siswa untuk menggunakan buku teks elektronik antara
lain: biaya, kegunaan, berapa banyak buku teks elektronik mendukung kegiatan belajar mereka sehingga
manfaat yang mungkin dapat ditingkatkan yaitu hasil belajar siswa.

Selain buku teks elektronik, hasil dari perkembangan teknologi saat ini dibidang pendidikan salah
satunya adalah memodifikasi modul cetak menjadi format elektronik atau yang dikenal e-modul.
Menurut Kemendikbud (2017) e-modul adalah bahan belajar mandiri untuk proses pembelajaran yang
disusun secara sistematis dan disajikan dalam format elektronik. Adanya animasi-animasi dan video dapat
menambah minat siswa dalam belajar sehingga memberikan pengalaman belajar yang nyata dan menarik.
E-modul juga telah banyak dikembangkan yang telah diuji kevalidan dan kepraktisannya. Penelitian
yang telah dilakukan oleh Oktavia, dkk(2018) tentang pengenalan dan pengembangan e-modul bagi
guru-guru anggota MGMP kimia dan biologi kota Padang Panjang bahwa guru tertarik untuk membuat dan
menggunakan e-modul dalam proses pembelajaran.

Perangkat android sangat dekat dengan kehidupan siswa saat ini, selain sebagai fungsi
komunikasi, perangkat android juga sangat berpotensi dikembangkan menjadi media
pembelajaran interaktif yang bermanfaat bagi siswa. Teknologi terintegrasi pada pembelajaran
merupakan salah satu strategi pencapaian tujuan pembelajaran karena teknologi bukan lagi
dianggap sebagai hal yang baru. Hal ini sesuai kenyataan bahwa penggunaan perangkat mobile
(smartphone, PDA atau tablet) sudah tidak asing lagi di kalangan peserta didik. Kebanyakan
peserta didik SMA memiliki handphone yang memiliki fitur yang lebih up to date. Smartphone
yang menjadi tren masa kini yang berkembang sangat pesat adalah android, sehingga
pengembangan media pembelajaran menggunakan android ini cukup menjanjikan. Penggunaan
android sebagai sistem operasi pendukung yang digunakan di Indonesia berkembang mencapai
57,13% dan menguasai pasar smartphone. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa sistem
operasi yang paling banyak digunakan pada perangkat smartphone dan tablet di Indonesia adalah
android. Pemilihan android sebagai sistem operasi dikarenakan kemudahan dalam penggunaannya,
selain itu pada sistem operasi ini pengguna dapat menambah aplikasi apa saja yang diinginkan.
Menurut Sanjaya (2009) siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan oleh kemampuannya
yang kurang tetapi dikarenakan tidak adanya motivasi untuk belajar sehingga siswa tersebut tidak
berusaha mengerahkan segala kemampuannya. Untuk itu diperlukan kreativitas guru dalam proses
pembelajaran, mulai dari penentuan tujuan, desain pembelajaran, pemanfaatan media
pembelajaran sampai dengan sistem penilaian.

Berpikir kritis diakui sebagai salah satu indikator utama kualitas pembelajaran siswa oleh banyak
fakultas perguruan tinggi. Definisi berpikir kritis menurut para ahli yaitu “bertujuan, mengatur sendiri
penilaian yang menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi, dan inferensi, serta penjelasan bukti,
konseptual, metodologis, kriteriologis, atau kontekstual pertimbangan yang mendasari penilaian itu ”.
Berpikir kritis tidak dipandang sebagai keterampilan tunggal, atau satu set keterampilan, tetapi lebih
sebagai gabungan dari sejumlah keterampilan, pengetahuan, dan sikap kognitif tingkat tinggi, tetapi tidak
terbatas pada analisis, kesimpulan, evaluasi, penjelasan, interpretasi, rasa ingin tahu, skeptisisme, dan
keterbukaan. Dalam kimia, siswa menggunakan keterampilan berpikir kritis dalam pengumpulan dan
analisis data untuk sampai pada kesimpulan yang dapat dibenarkan, membuat berpikir kritis menjadi
keharusan bagi siswa kimia. Pengukuran keterampilan berpikir kritis siswa sebelum dan sesudah
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PLTL (Peer-Led Team Learning) dan SWWT (Science
Writing and Workshop Template) memberikan bukti empiris tentang dampak kedua pedagogi
pembelajaran aktif ini terhadap kemampuan berpikir kritis mereka menggunakan suatu instrumen standar.
Kolaborasi interdisipliner antara pustakawan dan ahli kimia juga meningkatkan penelitian mahasiswa dan
keterampilan berpikir kritis melalui pembelajaran berbasis masalah. Para mahasiswa menghasilkan laporan
laboratorium yang sangat baik dengan ulasan literatur yang sesuai dan deskripsi naratif dari proses
penelitian mereka yang akan menghasilkan lebih banyak informasi penilaian untuk studi berikutnya.

Dalam penilaian berpikir kritis, desain intervensi instruksional berpikir kritis harus didukung oleh
prinsip-prinsip penelitian desain pembelajaran. Instruksi E&M dirancang secara sistematis sesuai dengan
model prinsip instruksi pertama akan menghasilkan akuisisi keterampilan berpikir kritis bidang spesifik
yang lebih tinggi dari keterampilan beripikir kritis bidang umum.
Suatu penilaian berpikir kritis yang akurat dan komprehensif harus menekankan bidang spesifik dan
dimensi berpikir kritis bidang umum. Mengakui kurangnya tes berpikir kritis khusus di bidang sains, tes
yang dikembangkan dan divalidasi dapat menilai elemen berpikir kritis yang berguna dalam materi
pembelajaran sains secara sistematis. Prosedur yang dijelaskan dalam penelitian ini untuk mengembangkan
dan memvalidasi item CTEM adalah sebagian besar sejalan dengan pedoman yang disarankan untuk
persiapan respons yang dibangun dan tes kinerja lainnya. Melaui tes ini, peneliti dan pendidik dapat
memeriksa sejauh mana intervensi instruksional dalam merangsang akuisisi domain-spesifik keterampilan
berpikir kritis dalam materi listrik dan magnet.

Temuan menunjukkan bahwa melibatkan siswa dengan sistematis kegiatan pengajaran yang dirancang
yang memberikan penekanan implisit atau eksplisit keterampilan berrpikir kritis yang diinginkan dapat
secara signifikan membantu perkembangan keterampilan berpikir kritis bidang khusus dan prestasi kursus.

Kemampuan siswa untuk menganalisis dan menafsirkan data atau memberikan alasan yang masuk
akal untuk mendukung klaim bisa jauh lebih banyak diukur secara tepat dari "berpikir kritis". Beberapa
cara cepat yang biasa digunakan dalam mata kuliah kimia organik tampaknya mencoba penilaian implisit
praktik ilmiah. Meskipun pengembangan "keterampilan pemecahan masalah" yang tidak jelas dan "cara
berpikir" ilmiah sering dikutip untuk siswa yang terdaftar dalam kimia organik, penilaian kimia organik
tradisional cenderung tidak menekankan praktik ilmiah dan teknik. Dengan mendesain cara cepat yang
mampu memenuhi kriteria 3D-LAP untuk melibatkan siswa dalam SEP, instruktur dapat mengubah pesan
implisit penilaian mereka agar lebih selaras dengan retorika yang digunakan untuk merasionalisasi kimia
organik sebagai persyaratan praprofesional.
Salah satu eksperimen ITC (Isothermal Titration Calorimetry) sering ditafsirkan hanya melalui analisis
data software, beberapa fakultas kimia dianggap tidak mungkin menambahkan ITC dalam kurikulum untuk
jurusan mereka. Namun, metode berbasis spreadsheet yang digunakan untuk menganalisis data ITC dan
untuk menghitung parameter termodinamik sebagai hasilnya mudah diakses oleh mahasiswa sarjana. Tiga
fase ITC percobaan yang dijelaskan di sini meliputi desain eksperimen, evaluasi kualitatif data, identifikasi
kelemahan eksperimental, analisis kuantitatif data, dan interpretasi hasil. Contoh ini menunjukkan
bagaimana eksperimen ITC dapat digunakan secara kurikuler sebagai peluang yang memungkinkan bagi
jurusan kimia untuk mempraktikkan pemikiran kritis, baik bersama maupun sebagai pengganti eksperimen
fisik-analitik intensif data-analisis lainnya.

Pengajaran berpikir kritis penting untuk semua siswa di semua mata pelajaran. Disiplin yang berbeda
dicirikan oleh pendekatan khusus untuk berpikir kritis, dan sebagian besar mempelajari disiplin itu berarti
belajar berpikir seperti ahli disiplin itu. Semua disiplin ilmu mengharuskan untuk mengajukan pertanyaan,
mengaitkan teori dengan praktik, menemukan dan menggunakan bukti yang sesuai, mengevaluasi,
menemukan tautan, dan mengkategorikan. Namun, beberapa teknik pengajaran ditemukan untuk
membantu dalam pengembangan pemikiran kritis, seperti debat, investigasi, dan penyelesaian
masalah. Banyak jurusan pendidikan kita saat ini yang telah melalui sistem dimana kurikulum lebih
didorong oleh fakta, yaitu, diajarkan menggunakan metode tradisional yang diarahkan guru. Apa yang
mereka dapatkan di pendidikan tinggi sering berfokus dalam mempelajari konten di dalam kelas pada saat
kuliah sehingga hanya sedikit waktu siswa untuk mempertanyakan dan memproses informasi. Pada
akhirnya, bagaimana guru pra-jabatan menafsirkan standar akan berbeda-beda karena masing-masing
membawa pandangan yang berbeda melalui bagaimana mereka memeriksanya, dan hal ini memberikan
alasan untuk penelitian ini menyelidiki persepsi guru pra-jabatan dan pemanfaatan pendidikan sains
berbasis standar dan pemikiran kritis . Penting bagi guru pra-jabatan untuk memiliki pengetahuan tentang
berpikir kritis dan dapat mempraktekkan penilaiannya, terutama dalam sistem pendidikan berbasis standar.

Dari pemaparan di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa

Dari pemaparan di atas, dapat kita lihat pentingnya pengembangan suatu bahan ajar elektronik berbasis
keterampilan berpikir kritis untuk meningkatkan motivasi belajar siswa.
Oleh karena itu, perumusan masalah yang muncul dari urgensi di atas adalah:
1. Bagaimana karakteristik e-modul berbasis keterampilan berpikir kritis untuk meningkatkan motivasi
belajar siswa?
2. Bagaimana efektivitas penggunaan e-modul berbasis keterampilan berpikir kritis untuk meningkatkan
motivasi belajar siswa?
3. Bagaimana daya tarik e-modul e-modul berbasis keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan?

Anda mungkin juga menyukai