Makalah Keperawatan Paliatif Manajemen Nyeri
Makalah Keperawatan Paliatif Manajemen Nyeri
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas
hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang
mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui identifikasi
dini, pengkajian yang sempurna dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik
fisik, psikologis, sosial maupun spiritual.
Prinsip pelayanan perawatan paliatif yaitu menghilangkan nyeri dan mencegah
timbulnya gejala serta keluhan fisik lainnya, penanggulangan nyeri, menghargai
kehidupan dan menganggap kematian sebagai proses normal , tidak bertujuan
mempercepat atau menghambat kematian, memberikan dukungan psikologis, sosial
dan spiritual, memberikan dukungan agar pasien dapat hidup seaktif mungkin,
memberikan dukungan kepada keluarga sampai masa dukacita, serta menggunakan
pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien dan keluarganya.
Masalah fisik yang seringkali muncul yang merupakan keluhan dari pasien
paliatif yaitu nyeri. Nyeri merupakan pengalaman emosional dan sensori yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat rusaknya jaringan aktual yang terjadi secara tiba-tiba
dari intensitas ringan hingga berat yang dapat diantisipasi dan diprediksi.
Masalah psikologis yang paling sering dialami pasien paliatif adalah kecemasan.
Hal yang menyebabkan terjadinya kecemasan ialah diagnosa penyakit yang membuat
pasien takut sehingga menyebabkan kecemasan bagi pasien maupun keluarga.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi rumusan masalahnya yaitu
1. Bagaimana konsep manajemen nyeri?
2. Bagaimana pengkajian fisik dan psikologis?
C. Tujuan
1. Untuk diketahuinya konsep manajemen nyeri.
2. Untuk diketahuinya pengkajian fisik dan psikologis.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan kedalam beberapa golongan berdasarkan pada
tempat, sifat, berat ringannya nyeri dan waktu lamanya serangan.
a. Nyeri berdasarkan tempatnya
- Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya
pada mukosa, kulit.
- Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih
dalam atau pada organ-organ tubuh visceral.
- Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit
organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan kebagian tubuh didaerah
yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.
- Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada system
saraf pusat, spinal cord, batang otak, thalamus dan lain-lain.
2
b. Nyeri berdasarkan sifatnya
- Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.
- Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam
waktu yang lama.
- Paroxysmal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat
sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap sekitar menit, lalu menghilang,
kemudian timbul lagi.
c. Nyeri berdasarkan berat-ringannya
- Nyeri rendah, yaitu nyeri dengan intensitas rendah.
- Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi.
- Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.
d. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan
- Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan
berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui
dengan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai akibat dari luka, seperti luka
operasi, ataupun pada suatu penyakit arteriosclerosis pada arteri koroner.
- Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Nyeri
kronis ini polanya beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun.
c. Skala 2, nyeri ringan. Ada sensasi seperti dicubit, namun tidak begitu sakit
3
g. Skala 6, nyeri sudah sampai tahap mengganggu indera, terutama indera
penglihatan
i. Skala 8, nyeri mengakibatkan Anda tidak bisa berpikir jernih, bahkan terjadi
perubahan perilaku
k. Skala 10, nyeri berada di tahap yang paling parah dan bisa menyebabkan
Anda tak sadarkan diri
4
b. Verbal Rating Scale (VRS)
Verbal Scale (VRS) hampir sama dengan VAS, hanya, pernyataan
verbal dari rasa nyeri yang dialami oleh pasien ini jadi lebih spesifik. VRS
lebih sesuai jika digunakan pada pasien pasca operasi bedah karena
prosedurnya yang tidak begitu bergantung pada koordinasi motorik dan
visual.
NRS di satu sisi juga memiliki kekurangan, yakni tidak adanya pernyataan
spesifik terkait tingkatan nyeri sehingga seberapa parah nyeri yang dirasakan
tidak dapat diidentifikasi dengan jelas.
5
d. Wong-Baker Pain Rating Scale
Wong-Baker Pain Rating Scale adalah metode penghitungan skala
nyeri yang diciptakan dan dikembangkan oleh Donna Wong dan Connie
Baker. Cara mendeteksi skala nyeri dengan metode ini yaitu dengan melihat
ekspresi wajah yang sudah dikelompokkan ke dalam beberapa tingkatan rasa
nyeri.
Saat menjalankan prosedur ini, dokter akan meminta pasien untuk memilih
wajah yang kiranya paling menggambarkan rasa nyeri yang sedang mereka
alami.
6
f. Oswetry Disability Index (ODI)
Diperkenalkan pertama kali pada tahun 1980 oleh Jeremy Fairbank,
Oswetry Disability Index (ODI) adalah metode deteksi skala nyeri yang
bertujuan untuk mengukut derajat kecacatan, pun indeks kualitas hidup dari
pasien penderita nyeri, khususnya nyeri pinggang.
Pada penerapannya, pasien akan diminta melakukan serangkaian tes
guna mengidentifikasi intensitas nyeri, kemampuan gerak motorik,
kemampuan berjalan, duduk, fungsi seksual, kualitas tidur, hingga kehidupan
pribadinya. Dari sini, dokter dapat mengetahui skala nyeri dan memastikan
apa penyebab utama dari nyeri yang dirasakan tersebut.
g. Brief Pain Inventory (BPI)
Awalnya, metode ini digunakan untuk menghitung skala nyeri yang
dirasakan oleh penderita kanker. Namun. Saat ini BPI juga digunakan untuk
menilai derajat nyeri pada penderita nyeri kronik.
h. Memorial Pain Assessment Card
Cara mengukur skala nyeri dengan metode Memorial Pain Assessment
Card ini dinilai cukup efektif, terutama untuk pasien penderita nyeri kronik.
Dalam penerapannya, MPAC akan berfokus pada empat indicator, yakni
intensitas nyeri, deskripsi nyeri, pengurangan nyeri, dan mood.
5. Etiologi
Nyeri Penyebab nyeri dapat diklasifikasi kedalam dua golongan yaitu
penyebab yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis. Secara
fisik misalnya, penyebab adalah trauma (mekanik, thermal, kimiawi maupun
elektrik), neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah dan lain-lain.
a. Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas
mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan ataupun luka.
b. Trauma thermal menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat
rangsangan akibat panas atau dingin.
c. Trauma kimiawi terjadi karena tersentuh zat asam atau basa yang
kuat.trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran listrik
yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri.
7
d. Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau kerusakan
jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan juga karena tarikan, jepitan
atau metastase.
e. Nyeri pada peradangan terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor
akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa nyeri yang disebabkan oleh faktor fisik berkaitan dengan
terganggunya serabut saraf reseptor nyeri.
f. Nyeri yang disebabkan oleh factor psikologis merupakan nyeri yang
dirasakan bukan karena penyebab organic, melainkan akibat trauma
psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik. Nyeri karena factor ini disebut
pula psychogenic pain.
6. Patofisiologi Nyeri
Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah zat-zat
kimia seperti Bradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian zat-zat
tersebut merangsang dan merusak ujung saraf reseptor nyeri dan rangsangan
tersebut akan dihantarkan ke hypothalamus melalui saraf asenden. Sedangkan di
korteks nyeri akan di persiapkan sehingga individu mengalami nyeri. Selain
dihantarkan ke hypotalamus nyeri dapat menurunkan stimulasi terhadap reseptor
mekanin sensitive pada termosensitif sehingga dapat juga menyebabkan atau
mengalami nyeri.
8
nyeri yang dialami oleh klien dan kompetensi untuk terus mengembangkan upaya-
upaya mengatasi nyeri atau pain management.
Strategi keperawatan utama yang spesifik dalam meningkatkan rasa nyaman
bagi pasien yang sedang mengalami nyeri, bersifat farmakologi dan non
farmakologi. Tapi Tindakan mengatasi nyeri pain management, yang dapat
dilakukan oleh perawat sebagai penyedia asuhan keperawatan.
a. Managemen Nyeri Farmakologikal
Yaitu terapi farmakologis untuk menanggulangi nyeri dengan cara
memblokade transmisi stimulan nyeri agar terjadi perubahan persepsi dan
dengan mengurangi respon kortikal terhadap nyeri. Adapun obat yang
digunakan untuk terapi nyeri adalah :
- Analgesik Narkotik
Menghilangkan nyeri dengan merubah aspek emosional dari pengalaman
nyeri (misal : persepsi nyeri).
- Analgesik Lokal Analgesik
Bekerja dengan memblokade konduksi saraf saat diberikan langsung
keserabut saraf.
- Analgesik yang dikontrol klien
Sistem analgesik yang dikontrol klien terdiri dari impus yang diisi
narotika menurut resep, dipasang dengan pengatur pada lubang injeksi
intravena.
- Obat obat nonsteroid
Obat-obat non steroid non inflamasi bekerja terutama terhadap
penghambat sintesa prostaglandin. Pada dosis rendah obat-obat ini bersifat
analgesik. Pada dosis tinggi obat ini bersifat anti inflamatori,sebagai
tambahan dari khasiat analgesik.
b. Managemen Nyeri Non Farmakologikal
Merupakan upaya-upaya mengatasi atau menghilangkan nyeri dengan
menggunakan pendekatan non farmakologi. Upaya-upaya tersebut antara lain
dengan distraksi, relaksasi, massage, akupuntur oleh akupunturist, therapy
music, pijatan, dan guided imaginary yang dilakukan oleh seseorang yang ahli
dibidangnya dan disebut sebagai therapist. Setiap individu membutuhkan rasa
nyaman. Kebutuhan rasa nyaman ini dipersepsikan berbeda pada tiap orang.
Dalam konteks asuhan keperawatan, perawat harus memperhatikan dan
9
memenuhi rasa nyaman. Gangguan rasa nyaman yang dialami oleh klien
diatasi oleh perawat melalui intervensi keperawatan.
10
f. Support keluarga dan social Individu yang mengalami nyeri seringkali
bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh
dukungan dan perlindungan, dll.
11
penurunan kesadaran atau kondisi penyakit misalnya : Trauma medulla
spinalis, oliguri terjadi seiring penurunan intake cairan atau kondisi
penyakit mis gagal ginjal.
3) Nutrisi dan Cairan : Asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic
menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah,
lidah kering dan membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi
karena asupan cairan menurun.
4) Suhu : Ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut.
5) Sensori : Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat
mendekati kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran
menurun, kemampuan berkonsentrasi menjadi menurun, pendengaran
berkurang, sensasi menurun.
6) Nyeri : Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra
vena, klien harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan
meningkatkan kenyamanan.
7) Kulit dan Mobilitas : Seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah
pada kulit sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang
sering.
8) Masalah Psikologis : Klien terminal dan orang terdekat biasanya
mengalami banyak respon emosi, perasaaan marah dan putus asa
seringkali ditunjukan. Problem psikologis lain yang muncul pada pasien
terminal antara lain ketergantungan, hilang control diri, tidak mampu lagi
produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan harapan, kesenjangan
komunikasi atau barrier komunikasi.
9) Perubahan Sosial-Spiritual : Klien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi
akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat
memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan.
Sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan
kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai.
Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan,
ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup.
12
b. Faktor Psikologis
Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal. Perawat
harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, harus
bisa mengenali ekspresi wajah yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau
marah. Problem psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain
ketergantungan, kehilangan harga diri dan harapan.
c. Faktor Sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi terminal,
karena pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung,
tidak ingin berkomunikasi, dan sering bertanya tentang kondisi penyakitnya.
Ketidakyakinan dan keputusasaan sering membawa pada perilaku isolasi.
Perawat harus bisa mengenali tanda klien mengisolasi diri, sehingga klien
dapat memberikan dukungan social bisa dari teman dekat, kerabat/keluarga
terdekat untuk selalu menemani klien.
d. Faktor Spiritual
Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses kematian,
bagaimana sikap pasien menghadapi saat-saat terakhirnya. Apakah semakin
mendekatkan diri pada Tuhan ataukah semakin berontak akan keadaannya.
Perawat juga harus mengetahui disaat-saat seperti ini apakah pasien
mengharapkan kehadiran tokoh agama untuk menemani disaat-saat
terakhirnya.
3. Diagnosa Keperawatan :
a. Ansietas (ketakutan individu , keluarga ) yang berhubungan diperkirakan
dengan situasi yang tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat
diperkirakan takut akan kematian dan efek negatif pada pada gaya hidup.
b. Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang
dihadapi, penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari
orang lain.
c. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan
keluarga, takut akan hasil ( kematian ) dengan lingkungnnya penuh dengan
stres ( tempat perawatan ).
d. Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari
system pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan diri
dalam menghadapi ancaman kematian.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masalah fisik yang seringkali muncul yang merupakan keluhan dari pasien
paliatif yaitu nyeri. Nyeri merupakan pengalaman emosional dan sensori yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat rusaknya jaringan aktual yang terjadi secara tiba-tiba
dari intensitas ringan hingga berat yang dapat diantisipasi dan diprediksi. Untuk
mengatasi hal tersebut seorang perawat harus bisa dalam memanajemen nyeri yang ada
pada pasien.
Sedangkan masalah psikologis yang paling sering dialami pasien paliatif adalah
kecemasan. Hal yang menyebabkan terjadinya kecemasan ialah diagnosa penyakit yang
membuat pasien takut sehingga menyebabkan kecemasan bagi pasien maupun keluarga.
Dan untuk mentralisirkan bahkan sampai menghilangkan kecemasan atau gangguan
secara psikologis tentunya mengkaji secera keselurahan baik secara fisik maupun
psikologis sehingga kita sebagai seorang perawat dapat melaksanakan intervensi sesuai
dengan keluhan pasien atau masalah yang muncul dipengkajian.
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan kita tentang manajemen nyeri dan pengkajian fisik dan psikologis
perawatan paliatif. Kami selaku penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari para pembaca agar makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi, Terima Kasih.
14
DAFTAR PUSTAKA
15