Anda di halaman 1dari 70

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Apendisitis merupakan kasus gawat bedah abdomen yang paling sering

terjadi, apendik adalah peradangan yang terjadi pada apendik vermiformis, dan

merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering, apendik disebut juga

umbai cacing (Saferi, 2013).

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau

mumbai cacing (apendik), usus buntu sebenarnya adalah sekum (caecum). Infeksi

ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah

segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Sjamsuhidajat &

Jong, 2005).

Apendisitis dapat disebabkan oleh gaya hidup dan kebiasaan sehari-hari

yang tidak sehat seperti kurangnya mengkonsumsi makanan berserat dalam menu

sehari-hari. Makanan rendah serat memicu terbentuknya fecalith yang dapat

menyebabkan obstruksi pada lumen appendiks. Apendisitis dapat disebabkan oleh

penyebab lainnya antara lain; hyperplasia jaringan limfoid, infeksi virus, parasit

Enterobius vermicularis yang dapat menyumbat lumen appendiks (Hockenberry

& Wilson, 2007).

Umumnya apendisitis terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan

sebagai faktor pencetus. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen

apendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang

1
keras (fekalit), hyperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, benda asing dalam

tubuh dan cacing askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan. Namun,

diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit dan

hyperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi yang paling sering

terjadi.

Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah ulserasi

mukosa apendiks oleh parasit E, histolytica. Adanya obstruksi mengakibatkan

mucin atau cairan mucosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal

ini akan semakin meningkatkan tekanan intraluminal sehingga menyebabkan

terkana intra mukosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan

menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan

supuratif yang menghasilkan pus atau nanah pada dinding apendiks. Selain

infeksi, appendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain

yang kemudian menyebar secara Hematogen ke apendiks. (Mansjoer, 2009).

Peradangan akut pada apendiks memerlukan tindakan pembedahan segera

untuk mencegah terjadinya kompilkasi berbahaya (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).

Apendiktomi merupakan tindakan pembedahan untuk mengangkat apendiks

dilakukan segera mungkin untuk mengurangi risiko perforasi. Apendisitis yang

tidak tertangani segera maka dapat terjadi perforasi dan diperlukan tindakan

operasi laparatomi. Tindakan pasca bedah untuk mengatasi masalah apendisitis

tentunya dapat menimbulkan masalah keperawatan lainnya.

Komplikasi yang terjadi pada 25-30% anak dengan appendisitis adalah

perforasi appendiks yang dapat berkembang menjadi peronitis atau abses. Insiden

2
perforasi 10-32%. Perforasi terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup

demam dengan suhu 38,5 C atau lebih tinggi, penampilan toksis dan nyeri

abdomen atau nyeri tekan abdomen yang kontiniyu (Haryono, 2012).

Angka kejadian di dunia mencapai 321 juta kasus setiap tahunnya.

Apendisitis atau radang apendiks merupakan kasus infeksi intra abdominal yang

sering dijumpai pada anak. Di Amerika 60.000-80.000 kasus apendisitis

didiagnosa per tahun, rata-rata usia anak yang mengalami apendisitis adalah 10

tahun. Di Amerika Serikat angka kematian akibat apendisitis 0.2-0.8%

(Santacroce & Craig, 2007). Insiden apendik di Negara maju lebih tinggi daripada

di Negara berkembang. Namun, pada akhirnya ini kejadiannya menurun secara

bermakna. Hal ini diduga di sebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan

berserat pada diet harian (Santacroce & Craig, 2007).

Statistic menunjukkan bahwa setiap tahun apendisitis menyerang 10 juta

penduduk Indonesia. Menurut Lubis. A (2008), saat ini morbiditas angka

apenditis di Indonesia mencapai 95 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan

tertinggi di antara Negara-negara di Assosiation south East Asia Nation (ASEAN)

(Haryono, 2012).

Berdasarkan data yang didapatkan menurut DEPKES RI, jumlah pasien

yang menderita penyakit apendisitis menjadi penyakit terbanyak diderita dengan

urutan keempat tahun 2006 setelah dyspepsia, gastritis dan duodenitis. Kelompok

usia yang umumnya mengalami apendisitis yaitu pada usia 10 – 30 tahun (DepKes

RI, 2006).

3
Sedangkan data yang ada pada rekam medik di RSUD. H. Abdul Manan

Simatupang Angka kejadian dengan diagnosis medis apendisitis dalam 6 bulan

terakhir (Januari-Juni 2017) terdapat 29 kasus, di antaranya 8 kasus mengalami

apendisitis perforasi. Pada tahun 2016 jumlah kasus apendisitis di RSUD. H.

Abdul Manan Simatupang ada sebanyak 54 kasus.

Berdasarkan hal di atas penulis tertarik untk mengangkat kasus kelolaan

dengan judul Asuhan Keperawatan Pada An. A Dengan Masalah Sistem

Pencernaan Post Operasi Apendisitis di RSUD H. Abdul Manan Simatupang

Kisaran Tahun 2017.

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu melakukan Asuhan Keperawatan Pada An. A Dengan

Masalah Sistem Pencernaan Post Operasi Apendisitis di RSUD H. Abdul Manan

Simatupang Kisaran Tahun 2017.

1.2.2 Tujuan Khusus

Setelah melakukan proses keperawatan penulis mampu :

a. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien An. A dengan kasus Post

Operasi Apendisitis.

b. Menganalisa data pasien An. S dengan Post Operasi Apendisitis.

c. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien An. A dengan Post

Operasi Apendisitis.

4
d. Menyusun rencana keperawatan pada pasien An. A dengan Post Operasi

Apendisitis.

e. Melaksanakan implementasi keperawatan pada pasien An. A dengan Post

Operasi Apendisitis.

f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien An. A dengan Post

Operasi Apendisitis.

1.3 Manfaat Penelitian

1.3.1 Mahasiswa Keperawatan

Manfaat terhadap mahasiswa adalah untuk meningkatkan kemampuan

dalam mengelola kasus secara mandiri maupun profesional tentang asuhan

keperawatan dengan kasus Post Operasi Apendisitis.

1.3.2 Bagi Institusi Pendidikan

Manfaat bagi institusi pendidikan adalah untuk meningkatkan kompetensi

lulusan institusi dan menghasilkan tugas akhir dalam bentuk karya ilmiah

sehingga mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara

profesional terutama asuhan keperawatan dengan kasus Post Operasi

Apendisitis .

1.3.3 Bagi Lahan Praktek

Manfaat bagi lahan praktek adalah meningkatkan suatu pelayanan dilahan

praktek dengan melakukan penerapan intevensi pada kasus Post Operasi

Apendisitis sehingga dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien

secara komferehensif.

5
BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar

2.1.1 Defenisi

Apendisitis akut adalah peradangan pada apendiks vermiformis.

Apendisitis adalah inflamasi pada apendiks yang dapat terjadi karena obstruksi

apendiks oleh feses atau akibat terputusnya apendiks dan pembuluh darahnya

(Corwin, 2009). Apendisitis adalah merupakan infeksi bakteri pada apendiks.

Apendisitis biasanya disebabkan karena sumbatan lumen apendiks,hiperplasia

jaringan limfa, fekalit, dan cacing askaris yang menyebabkan sumbatan

(Mansjoer, 2009).

Apendisitis merupakan peradangan pada appendiks dan menjadi penyebab

umum terjadinya tindakan emergency bedah abdomen pada anak (Hockenberry,

2008). Definisi lain Apendisitis merupakan peradangan pada appendiks, sebuah

kantung buntu yang berhubungan dengan bagian akhir secum yang umumnya

disebabkan oleh obstruksi pada lumen appendiks (Brunner & Suddarth, 2005).

Jadi dapat disimpulkan apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada

appendiks (kantung buntu yang berhubungan dengan akhir secum) yang

disebabkan oleh obstruksi pada lumen appendiks. appendiks atau sekum.

Appendiktomi adalah tindakan pengangkatan jaringan appendik. Tetapi

pendapat lain mengatakan appendictomi sebagai nama yang menyatakan upaya

untuk mengangkat jaringan appendik yang terinfeksi. Maka secara singkat

66
appendiktomi dapat disimpulkan adalah tindakan pembedahan yang berfungsi

untuk mengangkat jaringan appendik yang mengalami peradangan.

2.1.2 Anatomi Fisiologi Appendiks

Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang ± 10

cm (4 inci), lebar 0,3-0,7 cm yang melekat pada sekum tepat di bawah katup

ileosekal. Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar

pada bagian distal. Appendiks adalah tonjolan kecil mirip jari di dasar sekum atau

berbentuk kantung buntu di bawah tautan antara usus halus dan usus besar di

katup ileosekum (Mansjoer, 2009).

Cara kerja usus besar dipengaruhi oleh pergerakan usus besar yang dibagi

menjadi :

1. Gerakan mencampur ( haustra churning )

Sisa – sisa makanan dapat melalui usus besar dikarenakan gerakan dari

haustrum atau yang dikenal sebagai “haustral churning”. Seperti usus halus

yang memilki segmen, usus besar juga memiliki haustra yang merupakan

kantung – kantung kecil pembentuk segmen usus besar. Ketika sebuah

kantung haustra terisi sisa makanan, dinding otot usus besar akan berkontraksi

dan mendorong sisa makanan masuk ke kantung haustra selanjutnya.

Kontraksi haustra biasanya terjadi selama 30 detik dan akan menghilang pada

60 detik kemudian. Kontraksi bisa berlangsung lambat menuju anus. Kerja

usus halus yang lambat memungkinkan bakteri untuk melakukan proses

pembentukan feses.

7
2. Gerakan massa ( Mass Movement )

Makanan yang masuk ke dalam lambung akan berpengaruh terhadap

pergerakan usus besar dan menyebabkan pergerakanan massa ( Mass

Movement ). Makana yang dikonsumsi tiga atau empat kali sehari dan mengisi

lambung, akan mendorong sisa makanan atau feses bergerak maju sepertiga

atau tiga perempat menuju rektum. Gerakan ini dirangsang oleh sistem saraf

yang disebut dengan reflek gastrokolik. Reflek inilah yang menyebabkan

orang buang air besar. Biasanya reflek ini paling sering terjadi pada pagi hari

dan hal ini pula yang menjelaskan mengapa terkadang orang justru merasa

ingin buang air besar setelah makan. Reflek gastrokolik juga memicu

perpindahan massa atau isi dari organ pencernaan yang satu ke organ

pencernaan yang lain, misalnya dari lambung ke usus halus dan dari usus

halus ke usus besar.

3. Defekasi

Reflek gastrokolik yang memicu gerakan massa selanjutnya akan merangsang

bagian rektum usus besar untuk meregang dan mengawali proses defekasi.

Defekasi adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan proses pengeluaran

sisa makanan atau feses dari dalam tubuh. Gerakan massa akan mendorong

sisa makanan dalam kolon menuju rektum dan memicu reflek defekasi.

Defekasi juga merupakan bagian dari sistem eksresi pada manusia.

Permukaan eksternal appendiks tampak halus berwarna merah kecokelatan

hingga kelabu. Permukaan dalam atau mukosa appendiks secara umum sama

dengan mukosa pada kolon, berwarna kuning muda, bernodular, dan terdapat

8
komponen limfoid yang prominen. Jaringan limfoid terdapat di dinding mukosa

appendiks. Permukaan apppendiks dikelilingi peritoneum dan mesoappendiks

(mesenter pendek yang melekat pada usus halus). Mesoappendiks berisi pembuluh

darah appendikular dan persarafan.

Appendiks didarahi oleh arteri apendikularis yang merupakan cabang dari

bagian bawah arteri ileocoli. Arteri appendiks termasuk end arteri. Aliran balik

darah pada appendiks melalui vena apendiseal cabang dari vena ileocoli berjalan

ke vena mesentrik superior dan kemudian masuk ke sirkulasi portal. Persyarafan

yang mempersarafi appendiks terdiri dari saraf simpatis dan saraf parasimpatis.

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri

mesenterika superior dari arteri appendikularis. Sedangkan persarafan simpatis

berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis

bermula di sekitar umbilikus.

Apendik merupakan kasus gawat bedah abdomen yang paling sering

terjadi, apendik adalah pandangan yang terjadi pada apendik vermiformis, dan

merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering, apendik disebut juga

umbai cacing (Haryono, 2012).

Apendisitis merupakan peradangan pada appendiks dan menjadi penyebab

umum terjadinya tindakan emergency bedah abdomen pada anak (Hockenberry,

2007). Definisi lain Apendisitis merupakan peradangan pada appendiks, sebuah

kantung buntu yang berhubungan dengan bagian akhir secum yang umumnya

disebabkan oleh obstruksi pada lumen appendiks (Haryono, 2012). Jadi dapat

disimpulkan apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada appendiks

9
(kantung buntu yang berhubungan dengan akhir secum) yang disebabkan oleh

obstruksi pada lumen appendiks. appendiks atau sekum.

2.1.3 Klasifikasi Apendisitis

Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu apendisitis akut dan

kronis (Sjamsuhidayat & Jong, 2005).

a. Apendisitis Akut : Peradangan pada appendiks dengan gejala khas yang

memberikan tanda setempat. Gejala apendisitis akut antara lain nyeri samar-

samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium di

sekitar umbilicus. Keluhan ini disertai rasa mual muntah dan penurunan nafsu

makan. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik McBurney. Pada

titik ini nyeri yang dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga

merupakan nyeri somatic setempat (Sjamsuhidayat, 2005). Nyeri tekan dan

nyeri lepas disertai rigiditas pada titik Mc Burney sensitive untuk apendisitis

akut. Komplikasi dari apendisitis akut yang paling sering terjadi adalah

perforasi.

b. Apendisitis Kronik : Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika

ditemukan 3 hal yaitu; pertama, pasien memiliki riwayat nyeri pada kuadran

kanan bawah abdomen selama paling sedikit 3 minggu tanpa alternative

diagndosis lain. Kedua, setelah dilakukan appendiktomi gejala yang dialami

pasien akan hilang dan yang ketiga, secara histopatologik gejalanya

dibuktikan sebagai akibat dari inflamasi kronis yang aktif pada dinding

appendiks atau fibrosis pada appendiks, (Santacroce, 2007). Gejala yang

dialami oleh pasien apendisitis kronis tidak jelas dan progresifnya lambat.

10
Terkadang pasien mengeluh merasakan nyeri pada kuadran kanan bawah yang

intermiten atau persisten selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan.

2.1.4 Etiologi

Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada faktor

prediposisi (Nuzulul, 2009) yaitu:

1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini

terjadi karena: Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab

terbanyak, adanya faekolit dalam lumen appendiks, adanya benda asing seperti

biji-bijian, striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.

2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus

3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun

(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid

pada masa tersebut.

4. Tergantung pada bentuk apendiks: Appendik yang terlalu panjang, massa

appendiks yang pendek, penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks,

kelainan katup di pangkal appendiks

11
2.1.5 Patofisiologi

Menurut mansjoer (2009), patofisiologi apendicitis adalah sebagai berikut :

Apendiks

Hiperplasi folikel Benda asing Erosi mukosa Fekaliat struktur Tumor


Limfoid apendiks

Obstruksi

Mukosa terbendung

Apendiks teregang

Tekanan intraluminal

Aliran darah terganggu

Ulserasi dan invasi bakteri

Pada dinding apendiks

Apendicitis

Trombosis pada vena


Intramural

Ke peritonium
Pembengkakan dan
iskemia
Peritonitis
Perforasi

Pembedahan operasi

Luka insisi

Nyeri jalan masuk kuman

12
2.1.6 Tanda Dan Gejala

Pemeriksaan fisik dengan menemukan tanda gejala/ manifestasi klinis

anak yang mengalami apendisitis antara lain; nyeri periumbilikal, mual, muntah,

nafsu makan menurun, demam, dan nyeri tekan pada kuadaran kanan bawah

perut, (Mansjoer, 2009).

Beberapa tanda nyeri yang terjadi pada kasus apendisitis dapat diketahui

melalui beberapa tanda nyeri antara lain; Rovsing’s sign, Psoas sign, dan Jump

Sign. Rovsing’s sign yaitu nyeri yang dirasakan pada kuadran kanan bawah perut

ketika dilakukan penekanan dan pelepasan pada bagian kiri perut. Psoas sign

nyeri yang dirasakan pada saat dilkukan hiperekstensi pada paha kanan. Jump

Sign merupakan tanda nyeri yang dirasakan pada kudran kanan bawah perut saat

dilakukan gerakan tumit di angkat dan diturunkan. Gejala apendisitis menurut

Rothrock (2000) antara lain nyeri, muntah, demam, diare, nyeri tekan pada

kuadran kanan bawah abdomen dan nyeri tekan menyebar. Tanda gejala klinis

anak yang mengalami apendisitis lainnya yaitu nyeri tekan lokal pada titik

McBurney, yaitu pada titik pertengahan pada garis antara spina iliaka anterior

superior (SIAS) dengan umbilicus (Hockenberry, 2007).

Menurut Nanda (2013) di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas

letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat namun terkadang, tidak

dirasakan adanya nyeri didaerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga

penderita merasa memerlukan obat pencahar, namun tindakan ini dianggap

berbahaya karena dianggap mudah terjadi perforasi, terkadang apendisitis juga

disertai adanya demam derajat rendah sekitar 37,5-38,50C. Selain gejala klasik,

13
ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari apendisitis,

timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendik ketika meradang berikut

gejala yang timbul tersebut :

1. Bila letak apendik retsorektal retropritonial, yaitu dibelakang sekum

(terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan

tidak ada rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau

nyeri timbul pada saat melakukan tindakan seperti berjalan, bernafas dalam,

batuk dan mengedan nyeri ini timbul karen adanya kontraksi M.psoas mayor

menegang dari dorsal.

2. Bila apendik terletak dirongga pelvis

Bila apendik terletak didekat atau menempel pada rectum akan timbul gejala

dan rangsangan sigmoid atau rectum, sehingga pristaltik meningkat,

pengosongan rectum akan menjadi cepat dan berulang-ulang (diare).

3. Bila apendik terletak didekat atau menempel pada kandung kemih dapat

terjadi peningkatan frekuensi kemih karena rangsangan dindingnya.

2.1.7 Pemerilksaan Diagnostik

1. Laboratorium : Data diagnostik yang dapat menunjukkan diagnosis

apendisitis antara lain hasil pemeriksaan laboratorium yang mencakup nilai

leukosit yang biasanya meningkat dari rentang nilai normal. Nilai leukosit

biasanya lebih dari 10.000/mm3.

2. Radiologi : Pemeriksaan diagnostik melalui pemeriksaan ultra sonografi

abdomen efektif untuk mengetahui seorang anak mengalami apendisitis.

Pemeriksaan radiologi akan sangat berguna pada kasus atipikal. Pada kasus

14
55% kasus apendisitis stadium awal akan ditemukan gambaran photo polos

abdomen yang abnormal, gambaran yang lebih spesifik adalah adanya massa

jaringan lunak diperut kanan bawah dan mengandung gelembung-gelembung

udara. Selain itu gambaran radiologis yang ditemukan adanya fekalit,

pemeriksaan barium enama dapat juga dipakai pada kasus-kasus tertentu cara

ini sangat bermanfaat dalam menentukan lokasi sakum pada kasus “Bizar”.

Pemeriksaan radiologi X-ray dan USG menunjukkan densitas pada kuadran

kanan bawah atau tingkat aliran udara setempat. Temuan dari hasil USG

berupa cairan yang berada di sekitar appendiks menjadi sebuah tanda

sonographik penting. Peningkatan suhu yang bervariasi dari 37.5-48.5°C pada

apendisitis dapat terjadi. Jika suhu lebih dari 39°C, menandakan infeksi oleh

virus atau perforasi (Hockenberry, 2007).

3. Pemeriksaan penunjang lainnya.

a. Pemeriksaan colok dubur : menyebabkan nyeri bila didaerah infeksi, bisa

dicapai dengan jari telunjuk.

b. Uji psoas dan uji obturator : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui

letak apendik yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot

psoas lewat hiperekstensi sendi panggul atau fleksi aktif sendi panggul

kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendik yang meradang

menempel di m.poas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan

nyeri, sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan

endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendik yang

meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding

15
panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. pemeriksaan

ini dilakukan pada apendik pelvika.

2.1.8 Penatalaksanaa Medis

a. Sebelum operasi

1. Observasi : Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala

apendisitis sering kali belum jelas, dalam hal ini observasi ketat perlu

dikatakan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif

tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun peritonitas

lainnya, pemeriksaan abdomen dan rectal darah (leukosit dan hitung jenis)

diulang secara periodik. Photo abdomen dan thorak tegak dilakukan untuk

mencari kemungkinan adanya penyulit lain, pada kebanyakan kasus,

diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri didaerah kanan bawah dalam

12 jam setelah timbulnya keluhan.

2. Antibiotik : Apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan

antibiotik, kecuali apendisitis gangrenosa atau apendik perforasi.

Penundaan tidak bedah sambil memberikan antibiotik dapat

mengakibatkan abses atau perforasi.

b. Operasi

1. Apendiktomi

2. Apendiks dibuang, jika apendik mengalami perforasi bebas, maka

abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.

3. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin

mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu

16
beberapa hari, apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif

sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.

c. Pasca operasi

1. Observasi Tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di

dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernafasan.

2. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan

lambung dapat dicegah

3. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler

4. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama

pasien dipuasakan

5. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforata, puasa

dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.

6. Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4 – 5 jam lalu naikkan menjadi 30

ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya

diberikan makanan lunak

7. Satu hari pascar operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat

tidur selama 2x30 menit

8. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar

9. Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang

10. Apendiktomi harus dilakukan dalam beberapa jam setelah diagnosis

ditegakkan (Pieter, 2005).

17
2.1.9 Komplikasi

Komplikasi apendisitis terjadi pada 25-30% anak dengan apendisitis,

terutama komplikasi yang dengan perforata. Menurut Smeltzer dan Bare (2002),

komplikasi potensial setelah apendiktomi antara lain:

1. Peritonitis : Peradangan peritoneum, yaitu jaringan tipis yang melapisi dinding

perut bagian dalam dan organ-organ di dalam rongga perut. Peradangan ini

disebabkan oleh bakteri dari dalam usus buntu yang pecah. Gejalanya meliputi

sakit perut yang parah dan terus-menerus, muntah, detak jantung cepat,

demam, daerah perut yang membengkak, serta napas pendek dan terengah-

engah. Komplikasi ini biasanya ditangani dengan pemberian antibiotik dan

operasi pengangkatan usus buntu.

2. Abses pelvis atau lumbal : Evaluasi adanya anoreksi, menggigil, demam, dan

diaforesis. Observasi adanya diare, yang dapat menunjukkan abses pelvis,

siapkan pasien untuk pemeriksaan rektal. Siapkan pasien untuk prosedur

drainase operatif.

3. Abses Subfrenik (abses dibawah diafragma) : Kaji pasien terhadap adanya

menggigil, demam, diaforesis. Siapkan untuk pemeriksaan sinar-x. Siapkan

drainase bedah terhadap abses.

4. Ileus : Kaji bising usus. Lakukan intubasi dan pengisapan nasogastrik. Ganti

cairan dan elektrolit dengan rute intravena sesuai program. Siapkan untuk

pembedahan, bila diagnosis ileus mekanis ditegakkan.

18
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian adalah proses dimana data yang berhubungan dengan klien

dikumpulkan secara sistematis. Proses ini merupakan proses yang dinamis dan

terorganisir yang meliputi tiga aktifitas dasar, yaitu mengumpulkan secara

sistematis, menyortir dan mengatur data yang dikumpulkan serta

mendokumentasikan data dalam format yang bisa dibuka kembali. Pengkajian

digunakan untuk mengenali dan mengidentifikasi masalah dan kebutuhan

kesehatan klien serta keperawatan klien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan.

Pengkajian ini berisi :

a. Identitas pasien dan penanggung jawab.

b. Lingkup Masalah Keperawatan berisi keluhan utama klien saat dikaji, klien

post apendiktomi biasanya mengeluh nyeri pada luka operasi dan keterbatasan

aktifitas.

c. Riwayat Penyakit.

1. Riwayat Penyakit Sekarang. : Riwayat penyakit sekarang ditemukan saat

pengkajian, yang diuraikan dari mulai masuk tempat perawatan sampai

dilakukan pengkajian.. Klien yang telah menjalani operasi apendiktomi

pada umumnya mengeluh nyeri pada luka operasi yang akan bertambah

saat digerakkan atau ditekan dan umumnya berkurang setelah diberi obat

dan diistirahatkan. Nyeri dirasakan sperti ditusuk tusuk dengan skala

nyeri lebih dari lima (0-10).

19
2. Riwayat Kesehatan Dahulu : Berisi pengalaman penyakit sebelumnya,

apakah memberi pengaruh pada penyakit yang diderita sekarang serta

apakah pernah mengalami pembedahan sebelumnya.

3. Riwayat Kesehatan Keluarga : Perlu diketahui apakah ada anggota

keluarga lainnya yang menderita sakit yang sama seperti klien, dikaji pula

mengenai adanya penyakit keturunan atau menular dalam keluarga.

4. Riwayat Psikologis : Secara umum klien dengan post apendiksitis tidak

mengalami penyimpangan dalam fungsi psikologis. Namun demikian tetap

perlu dilakukan mengenai kelima konsep diri klien (citra tubuh, identitas

diri, fungsi peran, ideal diri dan harga diri

5. Riwayat Sosial : Klien dengan post apendiktomi tidak mengalami

gangguan dalam hubungan social dengan orang lain, akan tetapi tetap

harus dibandingkan hubungan social klien antara sebelum dan setelah

menjalani operasi.

6. Riwayat Spiritual : Pada umumnya klien yang menjalani perawatan akan

mengalami keterbatasan dalam aktivitas begitu pula dalam kegiatan

ibadah. Perlu dikaji keyakinan klien terhadap keadaan sakit dan motivasi

untuk kesembuhannya.

7. Kebiasaan Sehari – hari.

a) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat : Adakah kebiasaan merokok,

penggunaan obat-obatan, alkohol dan kebiasaan olahraga (lama

frekuensinya), bagaimana status ekonomi keluarga kebiasaan merokok

dalam mempengaruhi penyembuhan luka.

20
b) Pola tidur dan istirahat : Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri

yang sangat sehingga dapat menggganggu kenyamanan pola tidur klien.

c) Pola aktivitas : Aktivitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak

karena rasa nyeri luka operasi, aktivitas biasanya terbatas karena harus

badrest berapa waktu lama seterlah pembedahan.

d) Pola hubungan dan peran : Dengan keterbatasan gerak kemungkinan

penderita tidak bisa melakukan peran baik dalam keluarganya dan

dalam masyarakat. Penderita mengalami emosi yang tidak stabil.

e) Pola sensorik dan kognitif : Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri,

penglihatan, peran serta pendengaran, kemampuan, berfikir, mengingat

masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu dan tempat.

f) Pola penanggulangan stres : Kebiasaan klien yang digunakan dalam

mengatasi masalah.

g) Pola tata nilai dan kepercayaan : Bagaimana keyakinan klien pada

agamanya dan bagaimana cara klien mendekatkan diri dengan tuhan

selama sakit.

d. Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan fisik ini mencakup : Keadaan Umum klien

post apendiktomi mencapai kesadaran penuh setelah beberapa jam kembali

dari meja operasi, penampilan menunjukkan keadaan sakit ringan sampai berat

tergantung pada periode akut rasa nyeri. Tanda vital pada umumnya stabil

kecuali akan mengalami ketidakstabilan pada klien yang mengalami perforasi

apendiks.

21
1. Sistem Pernapasan klien post apendiktomi akan mengalai penurunan atau

peningkatan frekuensi napas (takipneu) serta pernapasan dangkal, sesuai

rentang yang dapat ditoleransi oleh klien.

2. Sistem Kardiovaskuler umumnya klien mengalami takikardi ( sebagai

respon terhadap stres dan hipovolemia), mengalami hipertensi (sebagai

respon terhadap nyeri), hipotensi (kelemahan dan tirah baring). Pengisian

kapiler biasanya normal, dikaji pula keadaan konjungtiva, adanya sianosis

dan, auskultasi bunyi jantung.

3. Sistem Pencernaan adanya nyeri pada luka operasi di abdomen kanan

bawah saat dipalpasi. Klien post apendiktomi biasanya mengeluh mual

muntah, konstipasi pada awal post operasi dan penurunan bising usus.

Akan tampak adanya luka operasi di abdomen kanan bawah bekas sayatan

operasi.

4. Sistem Perkemihan awal post operasi klien akan mengalami penurunan

jumlah output urine, hal ini terjadi karena adanya pembatasan intak oral

selama periode awal post apendiktomi. Output urine akan berangsur

normal seiring dengan peningkatan intake oral.

5. Sistem Muskuloskeletal secara umum, klien dapat mengalami kelemahan

karena tirah baring post operasi dan kekakuan . Kekuatan otot berangsur

membaik seiring dengan peningkatan toleransi aktifitas.

6. Sistem Integumen akan tampak adanya luka operasi di abdomen kanan

bawah karena insisi bedah disertai kemerahan (biasanya pada awitan

awal). Turgor kulit akan membaik seiring dengan peningkatan intake oral.

22
7. Sistem Persarafan umumnya klien dengan post apendiktomi tidak

mengalami penyimpangan dalam fungsi persarafan. Pengkajian fungsi

persafan meliputi : tingkat kesadaran, saraf kranial dan refleks.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Dalam NANDA (2013) kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul

untuk Post operasi apendisitis :

1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya

pertahanan; perforasi/ruptur pada apendiks, peritonotis; pembentukan abses,

prosedur invasif, insisi bedah.

2. Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi bedah, laporan nyeri, wajah

mengkerut, otot tegang, perilaku distraksi.

3. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan

muntah pra operasi pembatasan pasca operasi (puasa), inflamasi peritonium

dengan cairan asing.

4. Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit.

5. Hipertemia berhubungan dengan respon sistemik dari penyakit atau trauma.

6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi,

tidak mengenal sumber informasi.

2.2.3 Perencanaan

Perencanaan keperawatan merupakan aktifitas berorientasi tujuan dan

sistematik dimana rancangan intervensi keperawatan dituangkan dalam rencana

keperawatan (Basford, & Slevin, 2006).

23
Rencana keperawatan pada klien dengan Post operasi Apendiksitis

menurut Merilyn. E. Doenges (2010) adalah sebagai berikut :

1. Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi bedah, laporan nyeri, wajah

mengkerut, otot tegang, perilaku distraksi.

NOC NIC
NOC : Tingkat kenyamanan 1. Kaji secara komprehensif
tentang nyeri, meliputi lokasi,
Kriteria hasil : karakteristik, frekuensi.
1. Nyeri terkontrol / hilang 2. Ajarkan teknik relaksasi.
2. Klien tampak rileks 3. Berikan analgetik untuk
3. Ekspresi wajah tidak tegang : mengurangi nyeri.
Skala 4. Tingkatkan istirahat atau tidur
1) Berat untuk memfasilitasi
2) Agak berat managemen nyeri.
3) Sedang 5. Observasi reaksi non verbal
4) Sedikit ketidaknyamanan.
5) Tidak ada gangguan

2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan

muntah pra operasi pembatasan pasca operasi (puasa), status

hipermetabolik (demam, proses penyembuhan), inflamasi peritonium

dengan cairan asing.

NOC NOC
NOC : cairan adequate, 1. Catat karakteristik muntah dan
banyaknya pendarahan.
Kriteria hasil yang diharapkan: 2. Kaji tanda-tanda vital (TD, nadi, suhu)
1. mempertahankan Monitor intake dan output cairan.
keseimbangan cairan kelembaban 3. Tinggikan kepala selama minum obat.
membran mukosa, turgor kulit 4. Berikan cairan jenuh/lembut jika
baik, tanda-tanda vital stabil dan masukan dimulai lagi, hindari
secara individual haluaran urin minuman yang berkafein dan
adekuat. berkarbon.
5. Pertahankan tirah baring
6. Kolaborasi dengan pemberian cairan
sesuai indikasi

24
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya

pertahanan.

NOC NIC
Tujuan : Tidak terjadi infeksi. 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
Kriteria hasil : pasien lain
1. Klien bebas dari tanda dan 2. Pertahankan teknik isolasi
gejala infeksi. 3. Batasi pengunjung bila perlu
2. Menunjukan kemampuan 4. Instruksikan pada pengunjung untuk
untuk mencegah timbulnya mencuci tangan saat berkunjung dan
infeksi. setelah berkunjung meninggalkan
3. Jumlah leukosit dalam batas pasien
normal. 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk
4. Menunjukan perilaku hidup cuci tangan
sehat. 6. Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan
7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
alat pelindung
8. Pertahankan lingkungan aseptik
selama pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan line central
dan dressing sesuai dengan petunjuk
umum
10. Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
11. Tingktkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi terhadap


infeksi)
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap penyakit
menular
6. Partahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kuliat pada area
epidema
9. Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
10. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah

25
11. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
16. Ajarkan cara menghindari infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif.

4. Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit.

NOC NIC
Kriteria Hasil : 1. kaji dan dokumentasikan tingkat
1. Ansietas berkurang, dibuktikan kecemasan pasien, termasuk reaksi
oleh tingkat ansietas hanya ringan fisik setiap
sampai sedang dan selau 2. kaji untuk factor budaya yang
menunjukkan pengendalian diri menjadi penyebab ansietas
terhadap ansietas, diri, koping. 3. gali bersama pasien tenteng tehnik
2. Menunjukkan pengendalian diri yang berhasil dan tidak berhasil
terhadap ansietas; yang dibuktikan menurunkan ansietas dimasa lalu
oleh indicator sibagai berikut: 4. reduksi ansietas (NIC);
menentukan kemampuan
pengambilan keputusan pasien

5. Hipertemia berhubungan dengan respon sistemik dari penyakit atau trauma.

NOC NIC
Kriteria hasil : 1. pantau hidrasi (turgor kulit,
1. pasien akan menunjukkan kelembaban membrane mukosa)
termoregulasi yang dibuktikan 2. pantau TD, Nadi dan pernapasan
oleh indicator sebagai berikut: 3. kaji ketepatan jenis pakaian yang
ganguan eksterm : digunakan sesuai dengan suhu
berat lingkungan
sedang 4. untuk pasien bedah:
ringan 5. dapatkan riwayat hipertermi
tidak ada gangguan maligma, kematian akibat anastesi,
atau demam pasca bedah pada
indivudu atau keluarga
6. pantau tanda hipertermi maligna
7. regulasi suhu:
8. pantau suhu minimal setiap dua

26
jam sesuai dengan kebutuhan
9. pasang alat pantau suhu inti tubuh
kontinuou, jika perlu
10. pantau warna kulit dan suhu.
11. Lakukan tapid sponge.

6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi

informasi, tidak mengenal sumber informasi.

NOC NOC
Kriteria hasil yang diharapkan 1. memberikan informasi pada pasien
menyatakan pemahaman proses untuk merencanakan kembali
penyakit, pengobatan, dan potensial rutinitas biasa tanpa menimbulkan
komplikasi, Berpartisipasi dalam masalah.
program pengobatan. 2. mencegah kelamahan,
meningkatkan penyembuhan dan
mempermudah kembali ke aktivitas
normal.
3. pemahaman meningkatkan
kerjasama dengan program terapi.
Meningkatkan penyembuhan dan
proses perbaikan.
4. upaya intervensi menurunkan
resiko komplikasi serius, contoh
lambatnya penyembuhan,
peritonitis.

2.2.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh

perawat. Seperti tahap – tahap yang lain dalam proses keperawatan, fase

pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan antara lain :

a) Validasi (pengesahan) rencana keperawatan

b) Menulis/ mendokumentasikan rencana keperawatan

c) Memberikan asuhan keperawatan

27
d) Melanjutkan pengumpulan data

2.2.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang

merupakan kegiatan sengaja dan terus menerus yang melibatkan klien perawat

dan anggota tim kesehatan lainnya

Tujuan evaluasi adalah :

Untuk menilai apakah tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau tidak.

Untuk melakukan pengkajian ulang. Untuk dapat menilai apakah tujuan ini

tercapai atau tidak dapat dibuktikan dengan prilaku klien :

a) Tujuan tercapai jika klien mampu menunjukkan prilaku sesuai dengan

pernyataan tujuan pada waktu atau tanggal yang telah ditentukan

b) Tujuan tercapai sebagian jika klien telah mampu menunjukkan prilaku, tetapi

tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah ditentukan

c) Tujuan tidak tercapai jika klien tidak mampu atau tidak mau sama sekali

menunjukkan prilaku yang telah ditentukan

28
BAB 3
LAPORAN KASUS

Tgl MRS : 10 Juli 2017


Data diambil tanggal : 11 Juli 2017 Jam : 08.00
Ruang rawat / Kelas : Berlian/ Vip
Diagnosa Medis : Apendiksitis Akut
No. Rekam Medik : 07.97.17

I. Biodata
Identitas Pasien Identitas Penanggung Jawab
Nama : An. A Nama : Tn.D
Umur : 16 Tahun Umur : 45 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki Hub.dgn pasien : Ayah pasien
Status Perkawinan : Belum menikah Pekerjaan : PNS
Suku : Batak Alamat : Jl. Wahidin No.14
Agama : Kristen
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pelajar
Gol. Darah :-
Alamat : Jalan Wahidin No 14

II. Keluhan Utama:


Mengeluh Nyeri yang disebabkan insisi pembedahan abdomen dibagian
perut kanan bawah dengan skala nyeri 6.

III. Riwayat Kesehatan Sekarang.

Provocative / Palliative

1. Apa penyebabnya : Apendisitis

2. Hal yang memperbaiki : Memberikan terapi obat untuk menghilangkan

nyeri

Quantity / Quality

1. Bagaimana dirasakan : Perut terasa nyeri

2. Bagaimana dilihat : Pasien merintih kesakitan dan teraba hangat pada

29
Kulit dengan suhu 380C.

Regional

1. Dimana lokasinya : Abdomen bagian kanan

2. Apakah menyebar : tidak

3. Scale :

Skala nyeri 6 (sedang)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Keterangan :
0 : Tidak Nyeri
1-3 : Ringan
4-6 : Sedang
7-9 : Berat
10 : Sangat Berat

4. Timing :

a. Jenis (tiba-tiba atau bertahap)

b. Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan saat bergerak.

c. Frekwensi

Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan sering.

d. Durasi

Pasien mengatakan lama nyeri yang dirasakan selama < 6 menit.

IV. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

30
1. Penyakit yang pernah dialami : Pasien mengatakan tidak ada penyakit

yang dialami pada masa lalu selain demam

dan batuk biasa saja.

2. Pengobatan yang dilakukan : Memberi obat analgesik

3.Pernah dirawat / di operasi : tidak pernah

4.Lamanya di operasi :-

5. Alergi : Tidak ada alergi obat dan makanan.

6.Imunisasi : Orangtua pasien mengatakan imunisasi

pasien sudah lengkap.

V. Riwayat Kesehatan Keluarga.

1. Penyakit yang diderita anggota keluarga : Tidak ada

2. anggota keluarga yang meninggal : Tidak ada

3. Perilaku yang mempengaruhi kesehatan : Menjaga kebersihan

VI. Genogram.

31
Keterangan:

: Laki-Laki : tinggal serumah

: Perempuan : pasien

Riwayat penyakit psikososial

a. Bahasa yang digunakan

Pasien mengatakan bahasa yang digunakan adalah bahasa indonesia.

b. Persepsi pasien tentang penyakit

Pasien berharap cepat sembuh

c. Konsep diri

1. Body image : pasien tidak mengeluh dan menerima apa yang

dideritanya.

2. Ideal diri : pasien cepat menginginkan cepat sembuh dan bisa

beraktifitas seperti biasa.

3. Harga diri : pasien merasa dihargai oleh keluarganya.

4. Peran diri : pasien sebagai anak kedua dalam keluarganya.

32
5. Personal identity : pasien berperan sebagai anak dan sebagai pelajar.

d. Keadaan emosi

Pasien masih bisa mengontrol emosinya.

e. Hubungan dengan saudara

Pasien mengatakan hubungan dengan saudara baik.

f. Hubungan dengan orang lain

Pasien mengatakan hubungan dengan orang lain baik.

VII. Pemeriksaan Fisik

1. Tanda- tanda vital : TD : 120/60, Nadi:80x/menit, Suhu: 38,5˚C, Pernafasan :

22x/menit.

2. Pernafasan : Irama teratur, suara nafas vesikuler, sesak nafas (-),

Batuk (-).

3. Kardiovaskuler : Irama jantung reguler, Nyeri dada (-), Bunyi jantung

normal, Clubbing fingger (-), CRT < 3 detik), akral

hangat.

4. Persyarafan

a. Kesadaran : Compos mentis.

b. Sensasi : Pasien mampu merasakan rabaan dan mendengar.

d. Pola pemecahan masalah : Pasien tidak mampu beradaptasi dan tidak

mampu merawat diri

5. Genituorinaria : Bentuk alat kelamin normal, alat kelamin bersih,

Frekuensi berkemih 3x sehari, warna kuning, bau khas.

6. Pencernaan : Mukosa mulut kering, Abdomen nyeri, ada keluhan

33
mual dan muntah, belum ada BAB saat tindakan operasi.

7 Muskuloskeletal : Kemampuan pergerakan sendi tangan/tungkai normal,

tetapi selama operasi pasien dibantu oleh ibunya untuk

berjalan karena masih merasa nyeri dibagian abdomen.


5 5
Kekuatan otot akral hangat.
5 5

VIII. Riwayat Nutrisi

a. Nafsu makan : Menurun / berkurang.

b. Pola makan : 3 kali sehari tetapi tidak pernah menghabiskan makanan

yang di berikan.

c. Makanan kesukaan : Klien suka nasi goreng.

IX. Riwayat Pertumbuhan

a. Riwayat persalinan : Lahir normal dengan bantuan bidan

dengan berat badan 3500gr.

imunisasi pasien sudah lengkap.

b. Riwayat pertumbuhan sekarang : BB Sebelum sakit 55 kg, BB saat sakit 53

kg, TB 160 cm.

X. Aspek Psikososial.

a. Dampak hospitalisasi : Pasien merasa jenuh karena berada di

lingkungan baru.

b. Dampak hospitalisasi bagi ortu : Orangtua pasien mengatakan cemas dengan

keadaan anaknya karena ketidaktahuan

orangtua tentang penyakit tersebut.

34
XI. Hasil Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik.

a. Diagnosa medis : Apendisitis.

b. Pemeriksaan diagnostik / penunjang.

1. Laboratorium

Tanggal pengkajian : 11 Juli 2017.

Tabel 1.
Data Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan dara rutin

PARAMETER Hasil NILAI NORMAL UNIT


Hematologi Automatic
Leukosit 16,4 4000-10000 /mm3
Eritrosit 3,33 4,2-6,2 jt /mm3
Hemoglobin 8,9 10-16 Gr/dl
Hematokrit 29 33-38 %

XII. Penatalaksanaan / Terapi.

Tabel 2.
Penatalaksaan Terapi Medis
Nama Obat Dosis Manfaat dan Efek Samping
IVFD Ringer 20 tetes/ menit Manfaat: Sebagai keseimbangan cairan dan
Laktat Elektrolit
ES : udema, infeksi
Ceftriaxon 1 gr/12 jam Manfaat: Sebagai anti biotik
Es : Gangguan saluran pencernaan
Inj novalgin 0,5-1 ml/8 jam Untuk menurunkan suhu tubuh pada saat
demam.
Paracetamol 500 mg/8 jam Penurun demam
Metronidazole 7,5 mg/8 jam Mengobati beberapa kondisi akibat infeksi
bakteri

XIII. Analisa Data

Tabel 3.
Analisa Data

35
No Data Etiologi Masalah
1 DS: Apendisitis perforasi Nyeri akut
Pasien mengeluh nyeri
pada bagian abdomen tindakan bedah
kanan bawah dengan skala apendisitis
6
post operasi
DO:
Pesien tampak meringis luka operasi sepanjang
kesakitan dan gelisah, 8 cm tertutup balutan
Skala nyeri 6, nyeri kasa
terutama saat bergerak,
tampak adanya luka insisi nyeri akut
apendiktomi,
Tanda-tanda vital :
TD : 120/60
RR : 22x/mnt
HR : 80x/mnt

2 DS : - Kondisi luka basah, Resiko infeksi


DO: luka insisi merenggang
Tampak adanya luka
insisi, tampak balutan luka
operasi apendisitis infeksi oleh bakteri
pada luka operasi

resiko infeksi

3 DS: Kondisi luka basah, Hipertermi


Ibu pasien mengatakan luka insisi merenggang
anaknya mengalami
demam setelah operasi. Infeksi oleh bakteri
Pasien mengeluh badannya pada luka operasi
panas
Hipertemi
DO:
Kulit pasien teraba hangat,
suhu 38,60C, pasien
tampak gelisah, wajah
tampak merah, bibir kering

36
XIII. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi bedah, ditandai dengan pasien

mengeluh nyeri pada bagian abdomen kanan bawah dengan skala 6, pasien

tampak meringis kesakitan dan gelisah, skala nyeri 6, nyeri terutama saat

bergerak, tampak adanya luka insisi apendiktomi, tanda-tanda vital : TD :

120/60, RR : 22x/mnt, HR : 80x/mnt

2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya

pertahanan; perforasi/ruptur pada apendiks, prosedur invasif, insisi bedah

ditandai dengan tampak adanya luka insisi, tampak balutan luka operasi

apendisitis

3. Hipertermi berhubungan dengan respon sistemik dari penyakit atau trauma

dan adanya luka insisi ditandai dengan ibu pasien mengatakan anaknya

mengalami demam setelah operasi. Pasien mengeluh badannya panas, kulit

pasien teraba hangat, suhu 38,60C, pasien tampak gelisah, wajah tampak

merah, bibir kering.

37
XIII. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN NANDA NIC NOC

Nama Pasien : An. A Diagnosa Medis : Apendiksitis Akut


Ruangan : Berlian Nama Mahasiswa : Eri Pana
Diagnosa Keperawatan Rencana Asuhan Keperawatan
NO Tanda dan Gejal NOC (Nursing Outcome) NIC (Nursing Intervention Implementasi
Classification)
Nyeri akut berhubungan NOC : 1. Lakukan pengkajian nyeri yang 1. Mengkaji keluhan nyeri
dengan adanya insisi bedah, 1. Tingkat kenyamanan konferehensif meliputi lokasi, - skala nyeri 6
ditndai dengan pasien 2. Pengendalian nyeri karakteristik, durasi, frequensi, -nyeri dibagian perut sebelah
mengeluh nyeri pada bagian 3. Tingkat nyeri intensitas dan faktor kanan
abdomen kanan bawah Kriteria Hasil : presipitasinya. 2. Mengobservasi
dengan skala 6, pasien 1. Klien dapat melaporkan 2. Observasi isyarat non verbal ketidaknyamanan non verbal
tampak meringis kesakitan nyeri dapat di kendalikan. ketidaknyamanan. Merintih kesakitan
dan gelisah, skala nyeri 6, 2. Skala nyeri 2 3. Berikan informasi tentang nyeri, 3. Membatasi jumlah
nyeri terutama saat bergerak, 3. TTV dalam batas normal seperti penyebab, berapa lama pengunjung
tampak adanya luka insisi dan antisipasi ketidaknyamanan. Lingkungan klien tampak
1 apendiktomi, tanda-tanda 4. Gunakan tindakan pengendalian tenang
vital : TD : 120/60, RR : nyeri sebelum nyeri bertambah 4. Mengajarkan teknik relaxasi
22x/mnt, HR : 80x/mnt berat. nafas dalam
5. Ajarkan penggunaan tehnik non Klien tampak melakukan
farmakologis. nafas dalam
6. Kendalikan faktor lingkungan 5. memberikan obat sesuai
yang dapat mempengaruhi indikasi
respon pasien terhadap Injeksi Ceftriaxon /12 jam
ketidaknyamanan. Injeksi Ranitidine 1
7. Ganti linen tempat tidur jika amp/8 jam
diperlukan. Injeksi ketorolak 1

38
8. Lakukan perubahan posisi, amp/8 jam
masase punggung, dan relaxasi. Metronidazole 1x 250
mg/8 jam
Paracetamol
4. mengatur posisi pasien miring
kiri dan kanan
5. menganjurkan pasien untuk
beristirahat (tidur di siang hari)

Hipertermi berhubungan NOC : 1. Monitor suhu sesering mungkin 1. memonitor suhu sesering
dengan respon sistemik dari 1. Thermoregulation 2. Monitor IWL mungkin T : 38,60C
penyakit atau trauma dan 3. Monitor warna dan suhu kulit 2. memonitor warna dan suhu
adanya luka insisi ditandai Kriteria Hasil : 4. Monitor tekanan darah, nadi dan kulit hangat
dengan ibu pasien 1. Suhu tubuh dalam rentang RR 3. memonitor tekanan darah,
mengatakan anaknya normal 5. Monitor penurunan tingkat nadi dan RR
mengalami demam setelah 2. Nadi dan RR dalam rentang kesadaran TD : 120/60 mmHg
operasi. Pasien mengeluh normal. 6. Monitor WBC, Hb, dan Hct RR : 22x/mnt
badannya panas, kulit pasien 3. Tidak ada perubahan warna 7. Monitor untake dan output HR : 80x/mnt
teraba hangat, suhu 38,60C, kulit dan tidak ada pusing. 8. Berikan anti piretik T : 38,60C
2 pasien tampak gelisah, wajah 9. Berikan pengobatan untuk 4. memonitor intake dan output
tampak merah, bibir kering. mengatasi penyebab demam intake tidak adekuat
10. Selimuti pasien untuk mencegah 5. memberikan antipiretik
hilangnya kehangatan tubuh. memberikan pct 500 mg
11. Lakukan tapid sponge 6. memberikan pengobatan
12. Kolaborasi pemberian cairan untuk mengatasi penyebab
intravena demam
13. Kompres pasien. 7. menyelimuti pasien
14. Tingkatkan sirkulasi udara 8. berkolaborasi pemberian
15. Berikan pengobatan untuk cairan intravena
mencegah terjadinya menggigil. memberikan cairan RL 20

39
tts/mnt
9. memonitor kualitas dari nadi
cepat
10. memonitor frekuensi dan
irama pernafasan.
Teratur 20x/mnt

Resiko tinggi terhadap NOC : 1. Bersihkan lingkungan setelah 1. Perawatan Luka


infeksi berhubungan dengan 1. Immune Status dipakai pasien lain Aktifitas :
tidak adekuatnya pertahanan; 2. Knowledge : Infection 2. Lakukan perawatan luka a. Mengganti balutan
perforasi/ruptur pada control 3. Pertahankan teknik isolasi plester dan debris
apendiks, prosedur invasif, 3. Kontrol resiko 4. Batasi pengunjung bila perlu b. Mencatat karakteristik
insisi bedah ditandai dengan 5. Instruksikan pada pengunjung luka termasuk warna,
tampak adanya luka insisi, Kriteria Hasil : untuk mencuci tangan saat bau dan ukuran
tampak balutan luka operasi berkunjung dan setelah c. Membersihkan dengan
apendisitis 1. Klien bebas dari tanda dan berkunjung meninggalkan pasien larutan saline atau
gejala infeksi 6. Gunakan sabun antimikrobia nontoksik yang sesuai
2. Menunjukkan kemampuan untuk cuci tangan d. Memberikan
3 untuk mencegah timbulnya 7. Cuci tangan setiap sebelum dan pemeliharaan kulit luka
infeksi sesudah tindakan perawatan sesuai kebutuhan
3. Jumlah leukosit dalam batas luka. e. Mengurut sekitar luka
normal 8. Gunakan baju, sarung tangan untuk merangsang
4. Menunjukkan perilaku hidup sebagai alat pelindung sirkulasi
sehat 9. Pertahankan lingkungan aseptik f. Menggunakan salep
selama pemasangan alat yang cocok pada kulit/
10. Ganti letak IV perifer dan line lesi, yang sesuai
central dan dressing sesuai g. Membalut dengan
dengan petunjuk umum perban yang cocok
11. Gunakan kateter intermiten h. Mempertahankan teknik
untuk menurunkan infeksi steril ketika merawat

40
kandung kencing luka
12. Tingktkan intake nutrisi i. Memeriksa luka setiap
13. Berikan terapi antibiotik bila mengganti perban
perlu j. Membandingkan dan
14. Monitor tanda dan gejala infeksi mencatat secara teratur
sistemik dan lokal perubahan-perubahan
15. Monitor hitung granulosit, WBC pada luka
16. Monitor kerentanan terhadap
infeksi 2. Kontrol infeksi
17. Inspeksi kulit dan membran Aktifitas:
mukosa terhadap kemerahan, a. Menciptakan lingkungan
panas, drainase (alat perbeden dan
18. Inspeksi kondisi luka / insisi lainnya) bersih dan
bedah nyaman
19. Instruksikan pasien untuk minum b. Memberikan terapi
antibiotik sesuai resep antibiotik
20. Ajarkan pasien dan keluarga c. Membatasi jumlah
tanda dan gejala infeksi pengunjung sesuai
dengan kondisi pasien
d. Mencuci tangan sebelum
dan sesudah pemberian
tindakan keperawatan
3. Perlindungan infeksi
Aktifitas:
a. Memonitor tanda dan
gejala sistemik
b. Memonitor vital sign
c. Mendorong masukan
cairan dan nutrisi sesuai
dengan diit DM yang

41
telah disediakan
d. Menginspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan, dan
panas
4. Manajemen nutrisi
Aktifitas:
a. Mengkaji pola makan
klien
b. Menganjurkan klien
makan sesuai dengan
diet yang telah
disediakan oleh RS

42
XIV. Catatan Perkembangan
CATATAN PERKEMBANGAN

Nama Pasien : An. A


Diagnosa Medis : Apendiksitis Akut
Ruangan : Berlian
Hari ke- 1 ( 11 Juli 2017, shif pagi jam 08.00 - 14.00 Wib)

No. Diagnosa Tgl/Jam Implementasi Evaluasi


Keperawatan
Nyeri akut 11 Juli 1. Mengkaji keluhan S. : pasien
berhubungan dengan nyeri mengatakan
2017
adanya insisi bedah, - skala nyeri 6 masih nyeri
ditandai dengan - nyeri dibagian perut dibagian perut
pasien mengeluh Shif pagi sebelah kanan skala nyeri 6.
nyeri pada bagian jam 2. Mengobservasi
abdomen kanan 08.00 - ketidaknyamanan non O : Wajah pasien
bawah dengan skala 14.00 verbal tampak meringis
6, pasien tampak Wib Merintih kesakitan kesakitan, Skala
meringis kesakitan 3. Membatasi jumlah nyeri 6, Pasien
dan gelisah, skala pengunjung masih gelisah,
nyeri 6, nyeri Lingkungan klien Terdapat luka
terutama saat tampak tenang balutan dengan
bergerak, tampak 4. Mengajarkan teknik kasa.
adanya luka insisi relaxasi nafas dalam
apendiktomi, tanda- Klien tampak A : masalah nyeri
tanda vital : TD : melakukan nafas belum teratasi
1.
120/60, RR : dalam
22x/mnt, HR : 5. memberikan obat P : intervensi
80x/mnt sesuai indikasi dilanjutkan
Injeksi Ceftriaxon 1. Kaji keluhan
1 gr/12 jam nyeri
Injeksi Ranitidine 1 2. Kaji TTV
amp/8 jam 3. Berikan obat
Injeksi ketorolak 1 sesuai
amp/8 jam indikasi
Metronidazole 1x 250 4. Atur posisi
mg/8 jam pasien
Paracetamol senyaman
5. mengatur posisi mungkin.
pasien miring kiri dan 5. Ajarkan
kanan keluarga
6. menganjurkan pasien memberikan
untuk beristirahat massage pada

43
(tidur di siang hari) area perut.
6. Anjurkan
pasien untuk
beristirahat.
7. Lakukan
perawatan
luka.
Hipertermi 1. memonitor suhu S : pasien
11 Juli
berhubungan dengan sesering mengatakan
2017
respon sistemik dari mungkin T : 38,60C badannya terasa
penyakit atau trauma 2. memonitor warna dan panas dan lemas
dan adanya luka Shif pagi suhu kulit hangat
insisi ditandai jam 3. memonitor tekanan O : pasien
dengan ibu pasien 08.00 - darah, nadi dan RR tampak gelisah,
mengatakan anaknya 14.00 TD : 120/60 mmHg akral hangat,
mengalami demam Wib RR : 22x/mnt bibir kering, klien
setelah operasi. HR : 80x/mnt tampak
Pasien mengeluh T : 38,60C menggigil.
badannya panas, 4. memonitor intake dan T : 38, 60C
kulit pasien teraba output intake tidak
hangat, suhu 38,60C, adekuat A : Masalah
pasien tampak 5. memberikan belum teratasi
gelisah, wajah antipiretik
tampak merah, bibir memberikan pct 500 P : Intervensi
kering. mg dilanjutkan
6. memberikan 1. kompres
2 pengobatan untuk pasien pada
mengatasi penyebab lipat paha
demam 2. tingkatkan
7. menyelimuti pasien sirkulasi
8. berkolaborasi udara
pemberian cairan 3. berikan
intravena pengobatan
memberikan cairan untuk
RL 20 tts/mnt mencegah
9. memonitor kualitas terjadinya
dari nadi cepat menggigil
10. memonitor frekuensi 4. rencanakan
dan irama pernafasan. monitoring
Teratur 20x/mnt suhu secara
kontiniu
5. monitor
tanda-tanda
hipertermi
dan
hipotermi.

44
Resiko tinggi 11 Juli 1. Perawatan Luka
terhadap infeksi Aktifitas : S : pasien
2017
berhubungan dengan a. Mengganti mengatakan
tidak adekuatnya balutan plester lukanya belum
pertahanan; Shif pagi dan debris kering
perforasi/ruptur pada jam b. Mencatat
apendiks, prosedur 08.00 - karakteristik luka O: tampak ada
invasif, insisi bedah 14.00 termasuk warna, balutan luka
ditandai dengan Wib bau dan ukuran sekitar 6 cm
tampak adanya luka c. Membersihkan
insisi, tampak dengan larutan A : Masalah
balutan luka operasi saline atau belum teratasi
apendisitis nontoksik yang
sesuai P : Intervensi
d. Memberikan lanjutkan
pemeliharaan -Perawatan luka
kulit luka sesuai -Kontrol infeksi
kebutuhan -Perlindungan
e. Mengurut sekitar infeksi
luka untuk -Manajemen
merangsang nutrisi
sirkulasi
3 f. Menggunakan
salep yang cocok
pada kulit/ lesi,
yang sesuai
g. Membalut
dengan perban
yang cocok
h. Mempertahankan
teknik steril
ketika merawat
luka
i. Memeriksa luka
setiap mengganti
perban
j. Membandingkan
dan mencatat
secara teratur
perubahan-
perubahan pada
luka

2. Mengontrol infeksi
Aktifitas:

45
a. Menciptakan
lingkungan (alat
perbeden dan
lainnya) bersih
dan nyaman
b. Memberikan
terapi antibiotik
c. Membatasi jumlah
pengunjung sesuai
dengan kondisi
pasien
d. Mencuci tangan
sebelum dan
sesudah
pemberian
tindakan
keperawatan
3. Perlindungan infeksi
Aktifitas:
a. Memonitor tanda
dan gejala
sistemik
b. Memonitor vital
sign
c. Mendorong
masukan cairan
dan nutrisi sesuai
dengan diit DM
yang telah
disediakan
d. Menginspeksi
kulit dan
membran mukosa
terhadap
kemerahan, dan
panas

46
Hari ke- 2 ( 12 Juli 2017, shif pagi jam 08.00 - 14.00 Wib)

No. Diagnosa Tgl/Jam Implementasi Evaluasi


Keperawatan
Nyeri akut 12 Juli 1. Mengkaji keluhan S. : pasien
berhubungan dengan nyeri mengatakan
2017
adanya insisi bedah, - skala nyeri 4 masih nyeri
ditndai dengan - nyeri dibagian perut dibagian perut
pasien mengeluh Shif pagi sebelah kanan namun sudah
nyeri pada bagian jam 2. Mengobservasi berkurang
abdomen kanan 08.00 - ketidaknyamanan non menjadi skala
bawah dengan skala 14.00 verbal nyeri 4.
6, pasien tampak Wib Merintih kesakitan
meringis kesakitan 3. Membatasi jumlah O : skala nyeri
dan gelisah, skala pengunjung sudah berkurang
nyeri 6, nyeri Lingkungan klien menjadi skala 4,
terutama saat tampak tenang tampak sudah
bergerak, tampak 4. Mengajarkan teknik tidak meringis
adanya luka insisi relaxasi nafas dalam kesakitan
apendiktomi, tanda- Klien tampak
tanda vital : TD : melakukan nafas A : masalah
120/60, RR : dalam teratasi sebagian
22x/mnt, HR : 5. memberikan obat
80x/mnt sesuai indikasi P : intervensi
Injeksi Ceftriaxon 1 dilanjutkan
1
gr/8 jam 1. Kaji keluhan
Injeksi Ranitidine 1 nyeri
amp/8 jam 2. Kaji TTV
Injeksi ketorolak 1 3. Berikan obat
amp/8 jam sesuai
Metronidazole 1x 250 indikasi
mg/8 jam 4. Atur posisi
Paracetamol pasien
5. mengatur posisi senyaman
pasien mungkin.
miring kiri dan kanan 5. Ajarkan
6. menganjurkan pasien keluarga
untuk beristirahat memberikan
(tidur di siang hari) massage pada
area perut.
6. Anjurkan
pasien untuk
beristirahat.
7. Lakukan
perawatan
luka.

47
Hipertermi 1. memonitor suhu S : pasien
12 Juli
berhubungan dengan sesering mengatakan
2017
respon sistemik dari mungkin T : 37,80C badannya masih
penyakit atau trauma 2. memonitor warna terasa panas dan
dan adanya luka Shif pagi dan suhu kulit lemas, namun
insisi ditandai jam hangat sudah berkurang
dengan ibu pasien 08.00 - 3. memonitor tekanan
mengatakan anaknya 14.00 darah, nadi dan RR O : suhu tubuh
mengalami demam Wib TD : 110/60 mmHg sudah menurun
setelah operasi. RR : 20x/mnt menjadi 37, 80C
Pasien mengeluh HR : 80x/mnt
badannya panas, T : 37,60C A : Masalah
kulit pasien teraba 4. memonitor intake teratasi sebagian
hangat, suhu 38,60C, dan output intake
pasien tampak tidak adekuat P : Intervensi
gelisah, wajah 5. memberikan dilanjutkan
tampak merah, bibir antipiretik 1. kompres
kering. memberikan pct 500 pasien pada
2 mg lipat paha
6. memberikan 2. tingkatkan
pengobatan untuk sirkulasi
mengatasi penyebab udara
demam 3. berikan
7. menyelimuti pasien pengobatan
8. berkolaborasi untuk
pemberian cairan mencegah
intravena terjadinya
memberikan cairan menggigil
RL 20 tts/mnt 4. rencanakan
9. memonitor kualitas monitoring
dari nadi cepat suhu secara
10. memonitor frekuensi kontiniu
dan irama5. monitor
pernafasan. tanda-tanda
Teratur 20x/mnt hipertermi
dan
hipotermi.
Resiko tinggi 12 Juli 1. Perawatan Luka S : pasien
terhadap infeksi Aktifitas : mengatakan
2017
berhubungan dengan a. Memoniotor lukanya belum
tidak adekuatnya keadaan luka kering
3 pertahanan; Shif pagi insisi
perforasi/ruptur pada jam b. Memberikan O: tampak ada
apendiks, prosedur 08.00 - pemeliharaan balutan luka
invasif, insisi bedah 14.00 kulit sekitar luka sekitar 6 cm
ditandai dengan Wib sesuai kebutuhan

48
tampak adanya luka c. Membandingkan A : Masalah
insisi, tampak dan mencatat belum teratasi
balutan luka operasi secara teratur
apendisitis perubahan- P : Intervensi
perubahan pada lanjutkan
luka -Perawatan luka
-Kontrol infeksi
2. Mengontrol infeksi -Perlindungan
Aktifitas: infeksi
a. Menciptakan -Manajemen
lingkungan (alat nutrisi
perbeden dan
lainnya) bersih
dan nyaman
b. Memberikan
terapi antibiotik
c. Membatasi jumlah
pengunjung sesuai
dengan kondisi
pasien
d. Mencuci tangan
sebelum dan
sesudah
pemberian
tindakan
keperawatan
3. Perlindungan infeksi
Aktifitas:
a. Memonitor tanda
dan gejala
sistemik
b. Memonitor vital
sign
c. Mendorong
masukan cairan
dan nutrisi sesuai
dengan diit DM
yang telah
disediakan
d. Menginspeksi
kulit dan
membran mukosa
terhadap
kemerahan, dan
panas

49
Hari ke- 3 ( 13 Juli 2017, shif pagi jam 08.00 - 14.00 Wib)

No. Diagnosa Tgl/Jam Implementasi Evaluasi


Keperawatan
Nyeri akut 12 Juli 6. Mengkaji keluhan S. : pasien
berhubungan dengan nyeri mengatakan
2017
adanya insisi bedah, - skala nyeri 3 masih nyeri
ditndai dengan - nyeri dibagian perut dibagian perut
pasien mengeluh Shif pagi sebelah kanan namun sudah
nyeri pada bagian jam 7. Mengobservasi berkurang
abdomen kanan 08.00 - ketidaknyamanan non menjadi skala
bawah dengan skala 14.00 verbal nyeri 3.
6, pasien tampak Wib Merintih kesakitan
meringis kesakitan 8. Membatasi jumlah O : skala nyeri
dan gelisah, skala pengunjung sudah berkurang
nyeri 6, nyeri Lingkungan klien menjadi skala 3,
terutama saat tampak tenang tampak sudah
bergerak, tampak 9. Mengajarkan teknik tidak meringis
adanya luka insisi relaxasi nafas dalam kesakitan
apendiktomi, tanda- Klien tampak
tanda vital : TD : melakukan nafas A : masalah
120/60, RR : dalam teratasi sebagian
22x/mnt, HR : 10. memberikan obat
80x/mnt sesuai indikasi P : intervensi
Injeksi Cefttriaxon 1 dilanjutkan
1
gr/8 jam 1. Kaji keluhan
Injeksi Ranitidine 1 nyeri
amp/8 jam 2. Kaji TTV
Injeksi ketorolak 1 3. Berikan obat
amp/8 jam sesuai
Metronidazole 1x 250 indikasi
mg/8 jam 4. Atur posisi
Paracetamol pasien
7. mengatur posisi senyaman
pasien mungkin.
miring kiri dan kanan 5. Ajarkan
8. menganjurkan pasien keluarga
untuk beristirahat memberikan
(tidur di siang hari) massage pada
area perut.
6. Anjurkan
pasien untuk
beristirahat.
7. Lakukan
perawatan
luka.

50
Hipertermi 11. memonitor suhu S : pasien
12 Juli
berhubungan dengan sesering mengatakan
2017
respon sistemik dari mungkin T : 37,80C badannya lemas,
penyakit atau trauma 12. memonitor warna namun sudah
dan adanya luka Shif pagi dan suhu kulit berkurang
insisi ditandai jam hangat
dengan ibu pasien 08.00 - 13. memonitor tekanan O : suhu tubuh
mengatakan anaknya 14.00 darah, nadi dan RR dalam batas
mengalami demam Wib TD : 110/60 mmHg normal 36, 80C
setelah operasi. RR : 20x/mnt
Pasien mengeluh HR : 80x/mnt A : Masalah
badannya panas, T : 37,60C teratasi sebagian
kulit pasien teraba 14. memonitor intake
hangat, suhu 38,60C, dan output intake P : Intervensi
pasien tampak tidak adekuat dilanjutkan
gelisah, wajah 15. memberikan 1. tingkatkan
tampak merah, bibir antipiretik sirkulasi
kering. memberikan pct 500 udara
2
mg 2. rencanakan
16. memberikan monitoring
pengobatan untuk suhu secara
mengatasi penyebab kontiniu
demam 3. monitor
17. menyelimuti pasien tanda-tanda
18. berkolaborasi hipertermi
pemberian cairan dan
intravena hipotermi.
memberikan cairan
RL 20 tts/mnt
19. memonitor kualitas
dari nadi cepat
20. memonitor frekuensi
dan irama
pernafasan.
Teratur 20x/mnt

Resiko tinggi 12 Juli 4. Perawatan Luka S : pasien


terhadap infeksi Aktifitas : mengatakan
2017
berhubungan dengan d. Mengganti lukanya belum
tidak adekuatnya balutan plester kering
pertahanan; Shif pagi dan debris
3
perforasi/ruptur pada jam e. Mencatat O: tampak ada
apendiks, prosedur 08.00 - karakteristik luka balutan luka
invasif, insisi bedah 14.00 termasuk warna, sekitar 6 cm,
ditandai dengan Wib bau dan ukuran tidak ada tanda
tampak adanya luka f. Membersihkan infeksi yang

51
insisi, tampak dengan larutan muncul
balutan luka operasi saline atau
apendisitis nontoksik yang A : Masalah
sesuai teratasi sebagian
g. Memberikan
pemeliharaan P : Intervensi
kulit luka sesuai lanjutkan
kebutuhan -Perawatan luka
h. Mengurut sekitar -Kontrol infeksi
luka untuk -Perlindungan
merangsang infeksi
sirkulasi -Manajemen
i. Menggunakan nutrisi
salep yang cocok
pada kulit/ lesi,
yang sesuai
j. Membalut
dengan perban
yang cocok
k. Mempertahankan
teknik steril
ketika merawat
luka
l. Memeriksa luka
setiap mengganti
perban
m. Membandingkan
dan mencatat
secara teratur
perubahan-
perubahan pada
luka

5. Mengontrol infeksi
Aktifitas:
e. Menciptakan
lingkungan (alat
perbeden dan
lainnya) bersih
dan nyaman
f. Memberikan terapi
antibiotik
g. Membatasi jumlah
pengunjung sesuai
dengan kondisi
pasien

52
h. Mencuci tangan
sebelum dan
sesudah
pemberian
tindakan
keperawatan
6. Perlindungan infeksi
Aktifitas:
e. Memonitor tanda
dan gejala
sistemik
f. Memonitor vital
sign
g. Mendorong
masukan cairan
dan nutrisi sesuai
dengan diit DM
yang telah
disediakan
h. Menginspeksi
kulit dan
membran mukosa
terhadap
kemerahan, dan
panas

53
BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan membahas lebih rinci tentang data dasar

pengkajian pada landasan teori. Untuk mendapatkan pembahasan yang sistematis

maka penulis akan membahas dengan proses keperawatan, yaitu pengkajian,

diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi.

4.1 Pengkajian

Saat melakukan pengkajian terhadap pasien dan penulis menggunakan

metode wawancara dan observasi. Pada metode wawancara merupakan metode

komunikasi yang direncanakan dan meliputi tanya jawab antara penulis dan

pasien. Pada saat melakukan pengkajian dengan metode wawancara penulis tidak

menemukan kesulitan karena pasien sangat kooperatif, mampu menjawab semua

pertanyaan yang diajukan penulis dan mampu bekerja sama dengan baik.

Metode kedua yang digunakan penulis dalam melakukan pengkajian

adalah observasi, adapun hasil pengkajian 11 Juli 2017 diruangan Berlian dengan

diagnosa apendisitis bahwa klien mengeluh nyeri pada perut kanan bagian

bawah,nyeri terasa ditusuk-tusuk dan perih, skala nyeri 6 juga mengatakan

badannya terasa panas semenjak setelah operasi, klien selalu bertanya dengan

penyakit dan tindakan yang akan dilakukan terhadapnya,dari hasil observasi

ditemukan data ekspresi klien tampak meringis kesakitan, gelisah dan terlihat

54
65
lemah, tekanan darah klien 120/60 mmHg,RR : 22x/mnt, HR : 80x/mnt T :

38,60C.

Data fokus yang ditemukan penulis dalam pengkajian kasus An. A tidak

jauh berbeda dengan data fokus yang ada pada teori sehingga terdapat

kesinambungan antara teori dengan kasus nyata. Hasil pengkajian yang dilakukan

pada tanggal 11 Juli 2017 data fokus yang terdapat pada kasus adalah setelah

dilakukan post operasi apendisitis pasien mengeluh nyeri perut bagian kanan

bawah tepatnya pada balutan luka, ibupasien juga mengatakan setelah operasi

badan anaknya demam dengan suhu 38,6 0C. Dari data tersebut dapat disimpulkan

bahwa ada persamaan antara data yang terdapat dikasus dengan teori yang ada.

4.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan respon

manusia dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat

mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status

kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan mengubah (Nursalam, 2009).

Berdasarkan data-data yang didapatkan penulis dari hasil pengkajian

tanggal 11 juli 2017 pada An. A di ruang Berlian RSUD H. Abdul Manan

Simatupang, masalah keperawatan utama yang diperlukan adalah nyeri akut,

selanjutnya hipertemi dan resiko infeksi. Diagnosa keperawatan yang berhasil

ditegakkan dalam laporan ini, yaitu ada tiga diagnosa yang disusun berdasarkan

data pengkajian yang telah dilakukan pada klien. Diagnosa tersebut adalah sebagai

berikut :

55
1. Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi bedah.

2. Hipertermi berhubungan dengan respon sistemik dari penyakit atau trauma.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya

pertahanan ; insisi bedah.

Bisa dilihat bahwa dari diagnosa tersebut disusun tidak secara diagnosa

yang terdapat pada teori Nanda ada dalam laporan ini, karena disesuaikan

berdasarkan kebutuhan pasien pada saat itu. Berikut ini adalah beberapa

kesenjangan masalah yang didapatkan setelah melakukan pengkajian, yaitu :

Diagnosa keperawatan berdasarkan teori Nanda (2013) :

1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya

pertahanan; perforasi/ruptur pada apendiks, peritonotis; pembentukan abses,

prosedur invasif, insisi bedah.

2. Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi bedah, laporan nyeri, wajah

mengkerut, otot tegang, perilaku distraksi.

3. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan

muntah pra operasi pembatasan pasca operasi (puasa), inflamasi peritonium

dengan cairan asing.

4. Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit.

5. Ketidakbersihan jalan nafas.

6. Hipertemia berhubungan dengan respon sistemik dari penyakit atau trauma.

7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi,

tidak mengenal sumber informasi.

56
Adapun persamaan antara diagnosa keperawatan yang muncul pada

tinjauan kasus yaitu : Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi bedah hal ini

disebabkan oleh karena pasien pada saat dikaji mengeluh nyeri, wajah meringis

kesakitan dan skala nyeri 6. Pada saat diagnosa resiko tinggi terhadap infeksi

berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan disebabkan oleh adanya luka

bekas operasi pada bagian perut kanan bawah. Pada diagnosa ketiga, hipertemia

berhubungan dengan respon sistemik dari penyakit atau trauma disebabkan oleh

pasien mengalami demam dengan suhu 38,6 0C.

Pada diagnosa pertama nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah hal

ini disebabkan oleh karena terjadinya post operasi apendisitis, sehingga terjadi

adanya kelainan pada otot atau syaraf pasca pemapril

bedan dan biasa terjadi pasca operasi apendisitis akibat mobilisasi yang lambat,

bocoran pada operasi, bakat keloid.

Sedangkan pada resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak

adekuatnya pertahanan hal ini disebabkan adanya luka bekas operasi, sehingga

terjadinya resiko terkena agen patogenis atau penyebaran infeksi dari dalam

maupun dari luar tubuh.

Pada diagnosa hipertemia berhubungan dengan respon sistemik dari

penyakit atau trauma disebabkan oleh karena kondisi kegagalan pengaturan suhu

tubuh akibat ketidakmampuan tubuh melepaskan atau mengeluarkan panas,

sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh di atas titik pengeluaran panas terganggu

(oleh obat atau penyakit).

57
Perbedaan atau kesengajaan antara diagnosa keperawatan yang muncul

pada tinjauan kasus dan landasan teoritis adalah landasan teoritis diagnosa

keperawatan yang muncul sebanyak 7 diagnosa keperawatan, sedangkan pada

tinjauan kasus penulis hanya mencantumkan 3 diagnosa keperawatan saja, hal ini

disebabkan karena berdasarkan data subjektif dan data objektif yang didapatkan

dari hasil pengkajian sesuai dengan prioritas masalah yang penulis jumpai pada

An. A dengan Post Operasi Apendisitis. Sedangkan untuk 4 diagnosa keperawatan

lainnya tidak ditemukan data subjektif dan data objektif yang mendukung

penegakkan diagnosa-diagnosa tersebut.

4.3 Intervensi Keperawatan

Dalam perencanaan ini penulis akan membahas rencana asuhan

keperawatan yang sesuai dengan tiga diagnosa yang ditemukan pada tinjauan

kasus. Diagnosa pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi

bedah. Landasan teoritis yang diintervensikan adalah mengkaji secara

komprehensif tentang nyeri, meliputi lokasi, karakteristik, frekuensi, mengajarkan

teknik relaksasi, memberikan analgetik untuk mengurangi nyeri, meningkatkan

istirahat atau tidur untuk memfasilitasi managemen nyeri, mengobservasi reaksi

non verbal ketidaknyamanan.

Pada tinjauan kasus yang diintervensikan antara lain kaji keluhan nyeri,

kaji tanda-tanda vital, berikan obat sesuai indikasi, atur posisi pasien, anjurkan

pasien untuk beristirahat, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, dari landasan

teoritis dan intervensi pada tinjauan kasus terdapat beberapa kesenjangan

58
diantaranya pada landasan teoritis berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak

gelap sesuai indikasi tidak mungkin direncanakan pada tinjauan kasus karena

ruangan rawatan An. A dirawat adalah ruangan dalam bentuk bangsal, maka

intervensi memberikan lingkungan yang tenang dan ruangan agak gelap tidak

mungkin dilakukan.

Diagnosa kedua resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak

adekuatnya pertahanan. Pada landasan teoritis intervensinya meliputi bersihkan

lingkungan setelah dipakai pasien lain, pertahankan teknik isolasi, batasi

pengunjung bila perlu, instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat

berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien, gunakan sabun

antimikrobia untuk cuci tangan, cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan

perawatan luka, gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung, pertahankan

lingkungan aseptik selama pemasangan alat, ganti letak IV perifer dan line central

dan dressing sesuai dengan petunjuk umum, gunakan kateter intermiten untuk

menurunkan infeksi kandung kencing, tingkatkan intake nutrisi, berikan terapi

antibiotik bila perlu. Intervensi yang ada pada landasan teoritis yang didapat pada

tinjauan kasus adalah instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat

berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien, gunakan sabun

antimikrobia untuk cuci tangan, cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan

perawatan luka, gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung.

Diagnosa ketiga yaitu Hipertemia berhubungan dengan respon sistemik

dari penyakit atau trauma. Pada landasan teoritis intervensi yang berhubungan

dengan masalah diatas pantau hidrasi (turgor kulit, kelembaban membrane

59
mukosa) pantau TD, Nadi dan pernapasan kaji ketepatan jenis pakaian yang

digunakan sesuai dengan suhu lingkungan untuk pasien bedah: dapatkan riwayat

hipertermi maligma, kematian akibat anastesi, atau demam pasca bedah pada

indivudu atau keluarga, pantau tanda hipertermi maligna regulasi suhu, pantau

suhu minimal setiap dua jam sesuai dengan kebutuhan pasang alat pantau suhu

inti tubuh kontinuou, jika perlu pantau warna kulit dan suhu. Sedangkan

intervensi pada kasus meliputi monitor suhu sesering mungkin, monitor warna

dan suhu kulit, monitor tekanan darah, nadi dan RR monitor penurunan tingkat

kesadaran, monitor untake dan output, berikan pengobatan untuk mengatasi

penyebab demam, selimuti pasien, kolaborasi pemberian cairan intravena,

kompres pasien, berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil,

intervensi yang ada pada landasan teoritis tetapi tidak diuraikan dalam tinjauan

kasus yaitu terapi tapid sponge dan mengkaji riwayat hipertermi maligma,

kematian akibat anastesi, atau demam pasca bedah pada indivudu atau keluarga,

pantau tanda hipertermi maligna regulasi suhu. Karena menurut penulis setelah

pasien diberikan obat untuk menurunkan demam pasien suhu pasien berkurang.

Intervensi dilakukan berdasarkan teori Nanda. Semua intevensi yang ada

didalam Nanda diambil dan disusun untuk rencana perawatan laporan. Intervensi

yang ada didalam Nanda tersebut disaring untuk disusun dalam laporan ini karena

penulis menganggap intervensi tersebut sangat diperlukan oleh pasien karen

dianggap sesuai dengan kebutuhan yang dialami pasien selama itu.

60
4.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan pelaksanaan dari rencana intervensi untuk

mencapai tujuan yang spesifik. Implementasi membantu klien mencapai tujuan

yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan,

penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Judith, 2011).

Pada diagnosa pertama implementasi yang dilakukan antara lain meliputi

mengkaji keluhan nyeri dan lokasi bertujuan agar nyeri dapat terkontrol dan

mencapai skala nyeri 1-3 (ringan), selama tiga hari rawatan skala nyeri 6 (sedang),

pada hari rawatan pertama dan berkurang pada hari rawatan kedua dengan skala 4

(sedang), dan pada hari rawatan ketiga dengan skala nyeri 3 (sedang).

Implementasi yang ketiga dari diagnosa pertama yaitu memberikan obat sesuai

indikasi, dan implementasi keempat dan kelima dari diagnosa pertama dengan

mengatur posisi pasien miring kiri dan menganjurkan pasien untuk beristirahat.

Pada diagnosa kedua implementasi yang dilakukan adalah perawatan luka

yang bertujuan untuk tidak terjadi penyebaran infeksi. Selama rawatan tiga hari

dari hari pertama sampai ketiga pasien masih berbaring ditempat tidur, dan

mengatur posisi pasien miring kiri kanan dan luka bekas operasi masih belum

kering. Pada hari rawatan kedua pasien karakteristik luka bekas operasi sudah

mulai kering dan dibantu untuk mengatur posisi semifowler, sedangkan pada hari

rawatan ketiga luka bekas operasi pasien sudah kering dan pasien sudah mulai

bisa mengatur posisi miring kanan dan kiri.

Pada diagnosa ketiga implementasi yang dilakukan adalah Implementasi

ketiga dari diagnosa pertama yaitu mengkaji tanda-tanda vital, selama tiga hari

61
rawatan diukur tanda-tanda vital pasien pada hari rawatan pertama dengan

tekanan darah 120/60 mmHg, HR 80x/mnt, RR 22x/mnt, temp 38,60C, dan pada

hari rawatan kedua tekanan darah 110/70 mmHg, RR 20x/mnt, HR 80x/mnt, temp

37,80C, dan pada hari rawatan ketiga dengan tekanan darah 120/70 mmHg, RR

22x/mnt, HR 80x/mnt, temp 36,80C. Selama rawatan tiga hari didapati suhu

pasien dalam batas normal yaitu 36,80C.

Implementasi dilakukan berdasarkan intervensi yang sudah disusun, tidak

ada intervensi yang tidak diimplementasikan pada laporan ini, semua tindakan

yang sudah diintervensikan merupakan tindakan yang wajib pada pasien karena

tindakan yang sudah disusun tersebut adalah tindakan yang sangat dibutuhkan.

Faktor pendukung dalam tahap pelaksanaan ini adalah adanya peran aktif

penulis untuk menjalankan setiap intervensi dan kesediaan klien untuk mengikuti

intervensi serta respon klien yang mengharapkan agar kegiatan ini dapat terus

dijalankan dengan baik.

4.5 Evaluasi

Evaluasi adalah sebagian dari yang direncanakan dan diperbandingkan

dengan sistematik pada kasus kesehatan pasien. Dengan mengukur perkembangan

klien dalam mencapai suatu tujuan. Evaluasi ini dilakukan dengan format SOAP

meliputi data subjektif, objektif, analisa data dan data perencanaan.

Hasil yang diperoleh pada pengkajian ini bisa dilihat dari tujuan masing-

masing diagnosa yang telah ditetapkan. Untuk diagnosa prioritas pertama

memberikan hasil bahwa dihari ketiga pemantauan keperawatan yang dilakukan

62
sudah menunjukkan hasil yang sesuai dengan tujuan. Yaitu, pasien mengatakan

nyerinya sudah berkurang, tanda-tanda vital dalam batas normal. Semula dihari

pertama dengan post operasi apendisitis pasien mengatakan nyeri luka operasi

dengan skala nyeri 6. Hal ini menandakan bahwa keadaan klien sudah memenuhi

tujuan hasil yang diharapkan pada intervensi keperawatan.

Diagnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi bedah,

pada hari rawatan pertama masalah belum teratasi, namun pada hari rawatan

kedua masalah nyeri sudah teratasi sebagian, pada hari ketiga masalah nyeri juga

teratasi sebagian dan intervensi dilanjutkan oleh perawat ruangan.

Dan untuk diagnosa kedua tentang resiko infeksi yaitu bisa dilihat pada

hari ketiga yang menunjukkan bahwa pasien mengatakan tidak cemas lagi klien

tampak tenang dan rileks, klien mengerti dengan kondisi penyakitnya, tanda-tanda

vital dalam batas normal, pada hari ketiga ini juga intervensi keperawatan

dihentikan karena tujuan dan kriteria hasil sudah terpenuhi.

Dalam diagnosa prioritas ketiga juga sudah menunjukkan keberhasilan

seperti yang disusun pada tujuan intervensi keperawatan hipertemi sudah

menunjukkan hasil yang sesuai dengan intervensi yang sudah ditetapkan yaitu

pada hari ketiga suhu klien kembali normal, klien tampak tenang, intake

terpenuhi. Begitu juga dengan diagnosa ketiga yaitu resiko tinggi berhubungan

dengan penyebaran infeksi pada hari rawatan pertama masih belum teratasi, dan

pada hari rawatan kedua dan ketiga masalah resiko tinggi berhubungan dengan

penyebaran infeksi sudah teratasi sebagian sehingga pada hari rawatan ketiga

intervensi dilanjutkan oleh perawat ruangan.

63
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan data yang telah diambil, maka kesimpulan yang didapat adalah

sebagai berikut :

1. Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai

sumber data dan mengevaluasi dan mengindentifikasi status kesehatan

pasien meliputi pengkajian riwayat kesehatan pasien, pola kesehatan

fungsional, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

2. Dalam melakukan pengkajian pada laporan ini dilakukan dengan

komunikasi yang baik, ketelitian, ketajaman pemahaman sehingga dapat

membangun hubungan saling percaya antara pasien dengan perawat dan

dapat memperoleh data yang akurat untuk analisa.

3. Ada 3 diagnosa yang muncul pada asuhan keperawatan yang diberikan

pada An. A yaitu sebagai berikut : nyeri akut, resiko tinggi dan hipertermi

4. Tidak semua diagonosa yang terdapat pada teori Nanda diaplikasikan pada

kasus karena sebagian diagnosa tidak ada data pendukung untuk

ditegakkan menjadi sebuah diagnosa.

5. Penyusun intervensi keperawatan pada laporan ini dilakukan berdasarkan

teori Nanda. Intervensikan keperawatan ini disusun sesuai dengan tujuan

dari masing-masing diagnosa.

64
75
6. Implementasi tindakan keperawatan pada laporan ini disesuaikan dengan

prioritas masalah dan distandarkan pada intervensi tindakan yang disusun.

Implementasi ini dilaksanakan sesuai dengan intervensi.

7. Hasil evaluasi dan kegiatan yang telah dilaksanakan merupakan penelaian

tentang keberhasilan keperawatAn. Aemua hasil implementasi yang

diberikan pada tiap diagnosa menunjukkan keberhasikan dilihat dari

pencapaian tujuan.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka saran yang dapat diberikan penulis

adalah :

1. Diharapkan kepada pasien dan keluarga setelah diberikan asuhan

keperawatan agar dapat menjaga kesehatan dan perilaku hidup sehat untuk

meningkatkan derajat kesehatan kedepannya serta agar pasien lebih

mengerti tentang sakit yang dideritanya yaitu apsendisitis.

2. Diharapkan kepada pembaca dengan adanya studi kasus agar dapat

mengambil manfaat dari penyusunan laporan tugas akhir ini demi untuk

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan selanjutnya.

3. Diharapkan kepada Instansi STIKes agar meningkatkan mutu pendidikan,

sehingga menghasilkan perawat yang professional yang mempunyai

kemampuan dan keterampilan dalam melakukan Asuhan Keperawatan

pada pasien.

65
4. Diharapkan kepada lahan praktik RSUD. H. ABDUL MANAN

SIMATUPANG agar dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

sesuai dengan standar prosedur keperawatan terutama pada pasien Post

Operasi Apendisitis.

66
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. (2005). Buku Ajar KeperawatanMedikalBedahVol 2 edisi


8. Jakarta : EGC

Corwin. (2009). Buku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.

Depkes RI. (2006). Kasus Apendisitis. diakses dari


http://www.artikkelkedokteran.com/ arsip/kasus-appendisitis-di-
indonesiapada- tahun-2008.html.

Doenges, Merilyn E. (2010). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 5 alih bahasa
I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. Jakarta : EGC

Haryono, Rudi, (2012). Keperawatan medikal bedah sistem pencernaan.


Yogyakarta: Gosyen Publising.

Hockenberry, J.M & Wilson, D. (2007). Wong’s Nursing Care of Infant and
children (8th Ed). Canada : Mosby Company

Judith M, Wilkinson., Nancy R, Ahern. (2011). Buku Saku Diagnosa


Keperawatan : Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC ;
Alih Bahasa, Esty Wahyuningsih ; editor edisi bahasa Indonesia, Dwi
Widiarti, - Ed. 9. Jakarta : EGC

Mansjoer, A.(2009). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Ausculapius.

Nanda. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA North


American Nursing Diagnosis Asspciation NIC NOC. Yogyakarta : Gosyen
Publishing

Nuzulul. (2009). Askep Appendicitis.


Diakses http://nuzulul.fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35840-
Kep%20Pencernaan Askep%20Apendisitis.html tanggal 09 Juli 2017.

Pieter, J., (2005). Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum.

Santacroce R, Craig S. (2007). Appendicitis. Available from:


http://www.emedicine.com [Accessed on Juni, 30th 2017].

Saferi W, Andra., Mariza P, Yessie. (2013). KMB 2 :Keperawatan Medikal Bedah


(Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep). Yogyakarta : Nuha
Medika.

67

78
Smeltzer, S.C. and Bare, B. G., (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner dan Suddarth Vol. 2. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Sjamsuhidajat, R & Jong, W. (2005). Buku-Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:


EGC, 639-645.

References
Bulechek, G., Butcher, H., Dochterman, J., & Wagner, C. (2013). Nursing
interventions classification (NIC). Singapore: Elsevier Inc.
Bulechek, G., Butcher, H., Dochterman, J., & Wagner, C. (2013). Nursing
outcomes classification (NOC). Singapore: Elsevier Inc.
Doengoes, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2010). Nursing care plans:
guidelines for individualizing client care across the life span (eight ed.).
United States: F. A. Davis Company.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2014). Nanda international nursing diagnose:
Definitions & classification, 2015-2017. Oxford: Willey Blackwell.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner &
Suddarth's textbook of medical-surgical nursing (12th ed.). China:
Lippincott Williams & Wilkins.

68
Lampiran 3

LEMBAR KONSUL

Nama : Eri Pana


Nim : 1614901015
Judul : Asuhan Keperawatan An. A dengan masalah sistem
pencernaan post operasi apendisitis di RSUD H. Abdul
Manan Simatupang Kisaran Tahun 2017

No Tanggal Materi Bimbingan Saran/komentar Tanda tangan


pembimbing pembimbing

69
Medan, ………..Juli 2017

Hj. Masdalifa pasaribu, S.Kep, SKM, M.Kes

70

Anda mungkin juga menyukai