Nizhamul Uqubat Id Kitabtsaqofah Wordpress Com PDF
Nizhamul Uqubat Id Kitabtsaqofah Wordpress Com PDF
NIDZAM ‗UQUBAT
―Orang-orang yang berdosa dikenal dengan tanda-tandanya, lalu dipegang
ubun-ubun dan kaki mereka.‖ (QS. ar-Rahmân [55]: 41)
―Janganlah kau dekati zina…‖ (QS. al-Isrâ [17]: 32),
TINDAKAN-TINDAKAN
YANG DIJATUHI SANKSI
JENIS-JENIS „UQUBAT
8 Al-Amwal fi ad-Daulah al-Khilafah
Created by Pustaka Thoriqul Izzah
had juga disebutkan untuk sanksi bagi kemaksiyatan itu. Kata had
dan hudud dengan makna sanksi-sanksi kemaksiyatan, tidak
disebutkan kecuali untuk kemaksiyatan yang di dalamnya terdapat
hak Allah Swt., dan tidak disebutkan pada selainnya. Dalam
hudud tidak ada pemaafan, baik dari hâkim maupun terdakwa,
sebab hudud adalah haq Allah, tak seorang manusia pun yang
memiliki hak untuk menggugurkannya pada kondisi apapun.
Sedangkan jinayat disebutkan untuk penganiayaan atau
penyerangan terhadap badan yang mewajibkan qishash (balasan
setimpal) atau diyat (denda). Penganiayaan itu mencakup
penganiayaan terhadap jiwa dan anggota tubuh. Maksud dari
jinayat di sini adalah sanksi-sanksi yang dijatuhkan atas
penganiayaan tersebut. Dalam sanksi-sanksi ‗uqubat terdapat haq
seorang hamba. Dan selama berkaitan dengan haq hamba, maka
bagi pemilik haq (shâhibul haq) boleh memberikan ampunan, dan
menggugurkan haqnya. Allah Swt. berfirman:
―Dan barangsiapa mendapatkan suatu pema‘afan dari saudaranya.‖
(QS. al-Baqarah [2]: 178)
―Diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang
dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba,
dan wanita dengan wanita.‖ (QS. al-Baqarah [2]:178);
―Ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara
kamu.‖ (QS. an-Nisâ‟ [4]: 59)
«
―Dengarkanlah dan taatilah walau kalian dipimpin oleh budak Habasyi
selama ia menegakkan Kitabullah ‗azza wa jalla.‖
«
―Barangsiapa taat kepadaku maka ia taat kepada Allâh, barangsiapa
bermaksiyat kepadaku maka ia bermaksiyat kepada Allâh, barangsiapa
taat kepada amîrku, maka ia taat kepadaku, barangsiapa bermaksiyat
kepada amîrku maka ia telah bermaksiyat kepadaku.‖
maka hal ini masuk ke dalam mukhâlafat. Adapun selain hal ini
tidak dianggap bagian dari mukhâlafat, walaupun diperintahkan
oleh amîrul mukminin. Oleh karena itu, khalîfah tidak boleh
menghalalkan yang haram, atau mengharamkan yang halal.
Demikian pula tidak halal baginya menjadikan yang
mandûb menjadi wajib, atau menjadikan yang makruh menjadi
Al-Amwal fi ad-Daulah al-Khilafah 15
Created by Pustaka Thoriqul Izzah
BAB I
HUDUD
Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-
hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap
dirinya sendiri.‖ (QS ath-Thalâq [65]: 1)
―Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah)
tatkala dia berkata kepada kaumnya: "Mengapa kamu mengerjakan
perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun
(di dunia ini) sebelummu?" Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk
melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah
kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. (QS al-A‟râf [7]: 80-
81)
―Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu
yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka
dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi (QS Hûd
[11]: 82)
« »
―Terlaknatlah orang yang mengerjakan perbuatannya kaum Nabi Luth‖.
―Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik,
yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena la`nat di dunia
dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar,‖ (QS an-Nûr [24]: 23)
Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang
beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan
mempersekutukan sesuatupun dengan Allah; tidak akan mencuri,‖ (QS
al-Mumtahanah [60]: 12)
Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati
dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia
dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di
dalamnya.‖ (QS al-Baqarah [2]: 217)
Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu'min berperang maka
damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu
berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan
yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah
Allah..‖ (QS al-Hujurât [49]: 9)
HAD ZINA
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-
tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas
kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama
Allah‖ (QS an-Nûr [24]: 2).
Dari Abû Dâwud dari Sahal bin Sa‘ad, ―Bahwa seorang laki-
laki dari Bakr bin Laits mengaku telah berzina kepada Rasulullah saw.,
sedangkan ia adalah bujangan. Rasulullah saw. kemudian menjilidnya
seratus kali. Dan beliau meminta bukti atas wanita tersebut. Jika wanita
itu mendustakannya dan tidak ada bukti apapun, maka Nabi saw
menjilid pezina laki-laki itu dengan had dusta (qadzaf) sebanyak 80 kali
jilid.‖
«
―Demi Dzat yang aku ada di tangan-Nya, aku akan memutuskan
perkara di antara kalian berdua dengan Kitabullah.‖ Seekor kambing
dan 100 ekor kambing itu harus dikembalikan; dan terhadap anakmu
jilidlah 100 kali dan asingkan selama satu tahun. Ya Unais –shahabat
dari suku Aslam—temuilah wanita itu, jika ia mengaku maka rajamlah
dia. Kemudian keduanya menemui wanita itu dan wanita itu
mengakuinya. Maka Rasulullah saw memerintahkan untuk
merajamnya.‖
dianggap sebagai perkara yang jâiz bukan wajib, sebab yang wajib
adalah rajam. Lebih dari itu, khalifah boleh memilih
menggabungkan diantara hadis-hadis tersebut.
Muhshan adalah seseorang yang menikah dalam suatu
ikatan nikah yang sah, merdeka, baligh, dan berakal. Ini adalah
definisi muhshan pada bab zina. Selain ini tidak dianggap muhshan.
Sanksi jilid dan rajam disyaratkan harus menghindari syubhat
(kekaburan); ia harus mengetahui bahwa zina adalah haram,
pelaku mengerjakan atas pilihannya sendiri, tidak dipaksa dengan
pemaksaan yang dapat membahayakan jiwa atau anggota tubuh
(mulji‘); telah baligh dan berakal. Dengan demikian, tidak ada had
bagi anak kecil; orang gila dan mabuk; dan bukan karena
kehendaknya. Zina ditetapkan dengan saksi zina yang telah
disebutkan di dalam dalil-dalil syara‘. Sebagaimana diriwayatkan
dari Abû Hurayrah berkata, ―Rasulullah saw. bersabda,
« »
«
―Hindarilah hudûd dari kaum Muslim semampu kalian, maka jika ada
jalan keluar maka mudahkanlah jalannya. Sesungguhnya imam yang
salah dalam pengampunannya lebih baik daripada imam yang salah
dalam menjatuhkan sanksi (‗uqubat).‖
Akan tetapi bila orang yang hendak dijatuhi had sakit, maka had
ditunda sampai ia sembuh dari sakit, dengan catatan jika
kesembuhannya bisa diharapkan. Namun jika si sakit
kesembuhannya tidak bisa diharapkan ia dipukul dengan pukulan
ringan yang ia mampu menanggungnya. Dari Abî Um^amah Ibnu
Sahal dari Sa‘id bin Sa‘ad bin ‗Ubâdah berkata, ―Diantara rumah-
rumah kami ada lelaki yang sangat lemah karena sakit dan tidak terurus
hidupnya, kemudian datang seorang jariah kepadanya dan ia memberi
isyarat kepada jariah itu, kemudian ia melakukan kekejian dengan
wanita itu.‖ Hal itu kemudian disampaikan Sa‘ad bin ‗Ubâdah kepada
Rasulullah saw., sedangkan lelaki itu adalah seorang Muslim. Kemudian
Rasulullah saw. bersabda,―Pukullah dia sebagai hadnya‖. Para
shahabat berkata, ―Ya Rasulullah, lelaki itu sangat lemah. Seandainya
kami memukulnya 100 kali tentu ia akan mati.‖ Kemudian Rasulullah
saw bersabda, ―Ambillah pelepah kurma yang di dalamnya terdapat 100
buah tangkai, kemudian pukullah dia sekali pukulan.‖ Rasulullah saw.
bersabda, ‖Laksanakan!‖
Orang yang lemah harus dijatuhi had dengan had yang ringan.
Orang sakit termasuk orang yang lemah. Maka mafhum hadis
tersebut adalah jika ia bisa kuat setelah lemah, dan sembuh dari
sakitnya, maka ditunggu, sampai had yang telah ditetapkan bisa
dijatuhkan.
Pelaksaan had untuk wanita hamil ditunggu sampai ia
melahirkan. Demikian pula wanita menyusui ditunggu sampai
menyapih anaknya. Dari ‗Abdullâh bin Buraidah dari bapaknya
berkata, ―Telah datang kepada Rasulullah saw., al-Ghamidiyyah dan ia
berkata, ―Ya Rasulullah saw., aku telah berzina, sucikanlah aku!‖ Beliau
saw. menolaknya. Besoknya ia berkata, ―Wahai Rasulullah jangan
engkau menolak aku, semoga engkau merehabilitasi aku sebagaimana
engkau merehabilitasi al-Mâ‘iz. Demi Allah saya telah hamil. Rasulullah
saw. bersabda, ―Jangan, pulanglah sampai engkau melahirkan.‖
Pembuktian Zina
Zina terbukti dengan salah satu dari tiga perkara di bawah ini;
Pertama, pengakuan, yakni pengakuan dari pezina
sebanyak empat kali dengan pengakuan yang jelas, dan ia tidak
menarik kembali pengakuannya sampai dilaksanakan had
kepadanya. Jika ia menarik pengakuannya atau ia melarikan diri
maka akan dibiarkan. Dalilnya adalah sebagaimana diriwayatkan
dari Abû Hurayrah ra berkata, ―Seorang laki-laki dari Suku Aslamiy
mendatangi Rasulullah saw. yang saat itu ada di masjid. Orang itu
memanggil Rasulullah saw., dan berteriak, ―Ya Rasulullah saya telah
berzina.‖ Rasulullah saw. mengabaikan perkataan orang itu, hingga laki-
laki itu mengulang sampai empat kali. Setelah orang itu bersaksi
sebanyak empat kali, Rasulullah saw. memanggil lelaki itu dan
bertanya, ―Apakah engkau gila?‖ Lelaki itu menjawab,‖Tidak!‖ Rasul
bertanya lagi,‖Apakah engkau pernah kawin?‖ Lelaki itu
menjawab,‖Ya, sudah!‖ Lalu Nabi saw. bersabda,‖Bawalah lelaki ini,
dan rajamlah!‖
―Ya Rasulullah saw., aku telah berzina, sucikanlah aku!‖ Beliau saw.
menolaknya. Besoknya ia berkata lagi, ―Wahai Rasulullah mengapa
engkau menolak aku, semoga engkau menolak aku sebagaimana engkau
menolak Ma‘iz. Demi Allah saya telah hamil. Rasulullah saw.
bersabda, ―Jangan, pulanglah sampai engkau melahirkan.‖ Ketika ia
telah melahirkan ia mendatangi Rasulullah saw. dengan anaknya
yang ada di gendongan, dan ia berkata, ―Ini adalah anakku.‖
Rasulullah saw. bersabda, ‖Pergi, dan susuilah sampai engkau
menyapihnya!‖ Ketika ia telah menyapihnya ia mendatangi
Rasulullah saw. sambil membawa anaknya yang sedang
menggenggam sepotong roti. Ia kemudian berkata, ―Ya Nabiyullah,
saya telah menyapihnya, dan ia sudah bisa memakan makanan. Lalu,
anak itu diberikan kepada salah seorang laki-laki dari kaum Muslim.
Kemudian Rasulullah saw. memerintahkan menanam wanita itu hingga
dadanya, lalu memerintahkan manusia untuk merajamnya.‖
Perkataan beliau saw. di dalam hadis ini, ‖Jangan.
Pulanglah!‖, bermakna, jika kamu enggan menggadaikan jiwamu, maka
bertaubatlah dari perkataanmu; maka pulanglah sampai engkau
melahirkan, dan engkau akan dirajam setelah itu. Imma di sini, huruf
hamzahnya dikasrah dan mimnya ditasydid. Ini sebagai bukti bahwa
rajam ditetapkan berdasarkan pengakuan sebanyak empat kali.
Akan tetapi bila pengaku zina menarik kembali pengakuannya
dan melarikan diri ketika dirajam, maka dibiarkan.
Dari Abû Hurayrah bahwa Mâ‘iz ketika ia merasakan sakit
terkena lemparan batu, dan takut mati, ia melarikan diri, dan
menarik kembali pengakuannya, sampai kemudian ada seorang
laki-laki dengan tulang dagu onta mengejar dan memukulnya
hingga mati. Hal ini disampaikan kepada Rasulullah saw., bahwa
Mâ‘iz melarikan diri ketika merasakan sakitnya lemparan batu,
dan takut mati. Lalu Rasulullah saw. bersabda, ‖Mengapa tidak
engkau biarkan saja.‖ Demikianlah, rajam bisa ditetapkan dengan
pengakuan.
Dari Sahal bin Sa‘ad bahwa seorang laki-laki datang
kepada Rasulullah saw. dan berkata, bahwa ia telah berzina
dengan seorang perempuan tertentu. Mendengar hal itu
Rasulullah saw. mengirimkan utusan kepada wanita itu untuk
Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat
zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah
mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, (QS an-Nûr [24]:
4)
Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang
saksi atas berita bohong itu? Oleh karena mereka tidak mendatangkan
saksi-saksi maka mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta.‖
(QS an-Nûr [24]: 13)
«
‖Seandainya aku boleh merajam seseorang tanpa adanya bukti, tentu
aku rajam wanita itu, namun ada keraguan pada wanita itu dalam hal
tempat, kejadiannya, dan siapa yang menzinainya.‖
1
Maksudnya, jika suami penuduh tidak bisa mendatangkan saksi, maka suami
dihukum dera. Namun jika ia mau mula‘anah maka tidak dihukum dengan
dera.
Al-Amwal fi ad-Daulah al-Khilafah 41
Created by Pustaka Thoriqul Izzah
2
Yakni perkataan Rasulullah saw. ,‖ Jika seorang laki-laki mendatangi laki-
laki yang lain keduanya adalah pezina, jika seorang perempuan mendatangi
perempuan lainnya keduanya adalah pezina.‖
42 Al-Amwal fi ad-Daulah al-Khilafah
Created by Pustaka Thoriqul Izzah
3
Sanksi rajam pada kasus perzinaan khusus hanya untuk pezina
muhshan, sedangkan pezina ghairu muhshan dijatuhi sanksi jilid. Ini
berbeda dengan kasus liwâth. Pelaku liwâth baik ghairu muhshan maupun
muhshan dikenai hukum bunuh, yang salah satu wasilah membunuhnya
adalah dengan cara dirajam. Ini menunjukkan bahwa had zina berbeda
dengan had liwâth (homosex).
Al-Amwal fi ad-Daulah al-Khilafah 43
Created by Pustaka Thoriqul Izzah
dengan duda, sedangkan rajam adalah had bagi janda atau duda
saja. Padahal hadis tersebut telah menyebutkan bahwa yang
melakukan perbuatan tersebut itu adalah jejaka. Ini menunjukkan
bahwa had liwâth berbeda dengan had rajam. Oleh karena itu
hadis Ibnu ‗Abbâs dari jalan Sa‘id Ibnu Jarir dan Mujâhid tidak
bertentangan dengan hadis Ibnu ‗Abbâs dari jalan Ikrimah. Kedua
hadis tersebut menunjukkan hukuman mati, sedangkan hadis
tentang rajam menunjukkan hukum mati bagi perbuatan liwâth
dengan uslub tertentu.4 Sedangkan hadis bunuh bagi liwâth
menunjukkan pembunuhan secara mutlak. Dengan demikian
hukum liwâth adalah dengan dibunuh dan boleh membunuh
dengan cara rajam, gantung, ditembak dengan senapan, atau
dengan wasilah yang lain. Karena hukum liwâth adalah hukuman
mati, uslub atau wasilah yang digunakan untuk membunuh boleh
berbeda-beda, karena yang penting adalah menjatuhkan hukuman
mati.
Adapun ijma‘ shahâbat, sesungguhnya para shahâbat
berbeda pendapat dalam menetapkan uslub (cara) untuk
membunuh pelaku liwâth, akan tetapi mereka sepakat untuk
membunuhnya. Baihaqiy mengeluarkan hadis dari ‗Alî ra bahwa
beliau ra merajam pelaku liwâth. Baihaqiy juga mengeluarkan dari
Abû Bakar ra bahwa beliau mengumpulkan para shahâbat untuk
membahas kasus homoseksual. Diantara para shahâbat Rasulullah
itu yang paling keras pendapatnya adalah ‗Alî bin Abi Thâlib ra. Ia
mengatakan, ‖Liwâth adalah perbuatan dosa yang belum pernah
dilakukan oleh umat manusia, kecuali satu umat (yakni umat Luth)
sebagaimana yang telah kalian ketahui. Dengan demikian kami punya
pendapat bahwa pelaku liwâth harus dibakar dengan api.
Diriwayatkan dari Ja‘far bin Muhammad dari bapaknya dari ‗Alî
4
Had liwâth adalah dibunuh. Sedangkan uslub (cara) untuk melakukan
pembunuhan bermacam-macam, bisa dengan rajam, gantung, tembak,
dll. Sedangkan hadis, ‖Jejaka yang didapatkan sedang melakukan liwâth
maka rajamlah,‖ tidak menunjukkan bahwa had liwâth adalah rajam,
akan tetapi hadis ini sekadar menunjukkan uslub untuk menjatuhkan
hukum bunuh bagi pelaku liwâth, yakni dengan rajam.
44 Al-Amwal fi ad-Daulah al-Khilafah
Created by Pustaka Thoriqul Izzah
bin Abi Thâlib selain dari kisah ini berkata, ‖Rajam dan bakarlah
dengan api.‖
Baihaqiy mengeluarkan dari Ibnu ‗Abbâs bahwa beliau
ditanya tentang had pelaku liwâth, beliau ra berkata, ‖Jatuhkanlah
dari atas bangunan yang paling tinggi di suatu daerah, kemudian
hujanilah dengan lemparan batu.‖ Diriwayatkan dari ‗Alî ra, ‖Bahwa
beliau membunuh pelaku liwâth dengan pedang, kemudian
membakarnya, karena demikian besar dosanya.‖ ‗Umar dan ‗Utsman
berpendapat, ‖Pelaku ditimpuki dengan benda-benda keras sampai
mati.‖ Semua ini adalah pendapat yang menunjukkan bahwa had
liwâth adalah dibunuh, walau uslub pembunuhannya berbeda-
beda.
Selain itu telah dikisahkan oleh shâhib al-syifâ‘ (ijma‘
shahâbat untuk menjatuhkan had bunuh bagi pelaku liwath). Hal
ini telah menjadi ijma‘, yakni ijma‘ shahâbat telah menetapkan
bahwa pelaku liwâth hukumnya adalah dibunuh, baik pelaku
maupun yang dikumpulinya, muhshan maupun ghairu muhshan.
Ijma‘ shahâbat sendiri adalah dalil syara‘ sebagaimana sunnah.
Pembuktian liwâth berbeda dengan pembuktian zina, akan
tetapi pembuktian liwâth seperti halnya pembuktian salah satu had
dari hudûd yang ada kecuali zina. Sebab, selama tidak dibenarkan
menyamakan liwâth dengan zina, maka liwâth tidak boleh
ditetapkan berdasar bayyinah (pembuktian) zina. Oleh karena itu,
pembuktian liwâth dikategorikan ke dalam dalil hudûd yang lain.
Dengan demikian, liwâth terbukti dengan adanya pengakuan,
kesaksian dua orang saksi, atau seorang laki-laki dan dua orang
perempuan, sebagaimana bayyinah (pembuktian) pencurian, serta
pembuktian pada hudûd yang lain. Had liwâth dapat dijatuhkan
dengan syarat, pelaku liwâth baik pelaku maupun yang
dikumpulinya; baligh, berakal, karena inisiatif sendiri, dan ia
terbukti telah melakukan liwâth dengan bukti syar‘iyyah, yaitu,
kesaksian dua orang laki-laki, atau seorang laki-laki dan dua orang
perempuan. Seandainya pelaku liwâth adalah anak kecil, orang
gila, atau dipaksa dengan pemaksaan yang sangat, maka ia tidak
dijatuhi had liwâth.
―Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepadamu.‖ (QS al-Baqarah [2]: 222)
―maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi‖ (QS an-
Nisâ‟ [4]: 3).
Dan firman-Nya:
―Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu,‖(QS an-
Nûr [24]: 32)
―karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka.‖(QS an-Nisâ‘
[4]: 25)
―Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu
adalah kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari
wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum
mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di
tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.‖(QS al-Baqarah [2]: 222)
―hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan
janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila
mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.
48 Al-Amwal fi ad-Daulah al-Khilafah
Created by Pustaka Thoriqul Izzah
Dari Amru bin Syu‘aib dari bapaknya, dari kakeknya, bahwa Nabi
saw. bersabda,
« »
‖Orang yang mendatangi istrinya pada duburnya, maka itu adalah
perbuatan liwâth kecil.‖
HAD QADZAF
―Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik
(berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka
deralah 80 kali, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk
selama-lamanya; mereka itulah orang-orang fasiq, kecuali merek
bertaubat setelah itu, dan memperbaiki (dirinya). Maka sesungguhnya
Allah itu Maha Pengampun lahi Maha Penyayang.‖(QS an-Nûr [24]:
4-5)
―Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik,
yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia
dan akherat, dan bagi mereka adzab yang besar.‖ (QS an-Nûr [24] :23)
―…(Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga
kehormatannya (maksudnya wanita merdeka) di antara wanita-wanita
yang beriman dan wanita-wanita di antara orang-orang yang diberi al-
Kitab sebelum kamu….‖(QS al-Mâidah [5] :5)
―…maka atas mereka separuh hukuman dari hukuman-hukuman wanita-
wanita merdeka yang bersuami..‖(QS an-Nisâ‟ [4] :25)
90
―Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah,
adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan
dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi
itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang;
maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).‖ (QS al-
Mâidah [5]: 90-91)
«
―Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamr, barangsiapa
membaca ayat ini, sedangkan ia memiliki khamr, janganlah meminum
«
―Sesungguhnya dari jagung itu adalah khamr, dari gandum adalah
khamr, dari zabib khamr, dan dari kurma adalah khamr, dan dari
madu adalah khamr.‖
Dan dari Abî Sa‘id berkata, ―Pada masa Rasulullah saw. (peminum)
khamr dijilid 40 kali dengan pelepah kurma.‖
Had Pencurian
«
―Kehancuran orang-orang sebelum kalian karena jika pembesar-pembesar
mereka mencuri, mereka biarkan, akan tetapi jika orang yang lemah
mencuri mereka memotongnya.‖
jenis dengan tanda huruf ―alif‖ dan ―lâm‖, dan termasuk dari
lafadz yang berfaidah kepada makna umum; sehingga meliputi
seluruh pencuri. Diriwayatkan dari Abû Hurayrah bahwa Nabi
saw. bersabda,
« »
―Allah melaknat pencuri, (orang yang) mencuri tali, tangannya dipotong,
(orang yang) mencuri telur, tangannya dipotong.‖
dengan perumpamaan tali dan topi perang. Oleh karena itu nishab
merupakan syarat had potong tangan, jika tidak mencapai nishab
maka tidak dipotong.
Nishab potong tangan sebesar ¼ dinar emas atau lebih, setara
dengan 1,0625 gram emas. Sebab, 1 dinar emas syar‘iy setara
dengan 4,25 gram emas.
Dalil, bahwa ¼ dinar merupakan nishab pencurian adalah;
sebagaimana diriwayatkan dari ‗Âisyah ra, beliau berkata,
―Rasulullah saw. memotong tangan pencuri pada ¼ dinar atau lebih.‖
Imam Bukhâri meriwayatkan dari Hisyâm dari bapaknya ia
berkata, ―‘Âisyah telah memberitahuku bahwa pada masa Rasulullah
saw. tangan pencuri tidak dipotong kecuali senilai dengan perisai, atau
tameng.‖ Al-Majann dan al-jahhafah adalah tameng. Imam Bukhari
meriwayatkan hadis dari Nafi‘, bahwa ‗Abdullah bin ‗Umar
berkata, ―Nabi saw. memotong tangan pencuri yang mencuri tameng
yang nilainya 3 dirham.‖
Nishab pencurian tidak ditetapkan kecuali dengan emas,
berdasarkan sabda Rasulullah saw., ―Tangan pencuri tidak dipotong
bila tidak senilai dengan satu buah tameng. ‗Âisyah ditanya, berapa nilai
tameng itu? ‗Âisyah menjawab, ― Seperempat (1/4) dinar.‖ Oleh
karena itu, nishab harus ditetapkan dengan emas. Penetapan
nishab pencurian dengan emas ditetapkan berdasarkan nash.
Demikianlah, emas dijadikan standar untuk penetapan had-nya.
Had bisa juga ditetapkan dengan perak. Hal ini pernah dilakukan
pada masa Rasulullah saw., sebagaimana had bisa ditetapkan
dengan uang kertas yang berlaku sekarang. Sebab, emas tetap
digunakan sebagai standar untuk menetapkan nishab pencurian.
Telah diriwayatkan dalam hadis-hadis yang mengkonversikan ¼
dinar dengan 3 dirham pada masa Rasulullah saw. Sedangkan 1
dirham setara dengan 2,985 gram perak dengan standar satu dinar
emas setara dengan kira-kira 12 dirham perak pada masa
Rasulullah saw., meskipun sekarang ini nilai satu dirham emas
naik menjadi setara dengan 20 dirham perak. Oleh karena itu ¼
dinar emas sekarang setara dengan lebih dari kira-kira 15 dirham
perak.
«
―Apa yang diambil (sedangkan pencurinya) tidak bermaksud
menyembunyikannya, (maka ia tidak dikenakan tindakan apapun),
sedangkan pencuri yang membawanya, maka dia berkewajiban
mengembalikan dua kali lipat, adapun yang diambil dari dalam gudang
penyimpanan maka dalam hal ini ia dikenai potong tangan bila yang
dicurinya senilai dengan sebuah tameng.‖
«
―Sesungguhnya kebinasaan umat-umat sebelum kalian adalah jika orang
yang mulia dari mereka mencuri, mereka membiarkannya, akan tetapi
jika orang rendah dari mereka mencuri, mereka motong tangannya. Demi
Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, seandainya Fathimah binti
Muhammad mencuri, niscaya akan aku potong tangannya!
« »
―Kamu dan hartamu milik bapakmu.‖
milik umum seperti minyak tanah, atau harta yang menjadi milik
umum, sebab ia merupakan bagian dari energi (yang sangat
dibutuhkan, pent.), seperti listrik dan air. Jika harta tersebut
dicuri, maka pencurinya tidak dikenakan sanksi potong tangan,
akan tetapi ia hanya dijatuhi ta‘zîr. Sebab, masih ada syubhat
kepemilikan dalam harta tersebut. Selain itu, harta-harta tersebut
kedudukannya seperti harta baitul mâl. Salah satu pihak dari
suami-isteri juga tidak dikenakan hukuman potong tangan bila ia
mencuri harta pihak yang lain. Sebab, salah satu pihak dari suami
isteri berhak mengatur harta pihak yang lain, dengan kematiannya
(salah satu pihak). Oleh karena itu harta semacam ini masih
mengandung syubhat kepemilikan, sehingga tidak dikenakan
hukuman potong tangan. Walhasil, setiap harta yang masih
mengandung syubhat kepemilikan, bila dicuri, maka pencurinya
tidak dikenakan sanksi potong tangan. Sebab hudûd tertolak
dengan adanya syubhat.
Syarat keenam, pencuri telah baligh, berakal, dan terikat
dengan hukum-hukum Islam—baik Muslim maupun ahlu dzimmiy.
Jika pencurinya masih kanak-kanak atau gila, maka tidak dikenai
had potong tangan. Ini didasarkan sabda Rasulullah saw.,
―Diangkat pena dari tiga orang; orang yang tidur sampai ia bangun,
anak hingga baligh, dan orang yang gila sampai ia sembuh.‖
«
―Jika suatu barang dicuri dari seorang laki-laki, atau hilang dari laki-laki
tersebut, kemudian ia menemukannya di tangan seorang laki-laki, maka
ia adalah orang yang paling berhak atas barangnya. Dan orang yang
membelinya harus mengembalikan kepada penjualnya dengan harga yang
senilai.‖
Ini adalah nash yang menjelaskan bahwa barang yang dicuri harus
dikembalikan kepada pemiliknya. Jika barang tersebut bobrok,
atau rusak kandungannya, maka ia wajib mengembalikan kepada
pemiliknya dengan kadar yang senilai. Jika barangnya berkurang
kandungannya padahal tidak digunakan, semisal baju yang
dimakan ngengat, atau rusaknya onderdil mobil, atau yang lain,
maka ia wajib membayar ganti rugi. Demikian pula bila barang itu
rusak atau berkurang kandungannya dengan adanya pemakaian,
maka jika esensi barang itu bermanfaat, seperti kapal terbang atau
onta, maka pencuri harus mengembalikan pemanfaatan barang
tersebut, selama barang itu ada di tangannya, baik dimanfaatkan
secara langsung maupun tidak langsung.
wajib mengganti harganya dua kali lipat sebagai hukuman baginya, dan
orang yang mengambil dari penyimpanannya maka ia dikenai potong
tangan jika yang dicurinya telah setara dengan harga sebuah perisai.‖ Ini
semua menunjukkan bahwa pencurian yang terjadi di kebun-
kebun, ladang-ladang, tempat-tempat penggembalaan ternak, dan
lain-lain, tidak dikenai had potong tangan.
Demikian pula tidak diberlakukan sanksi potong tangan
pada masa paceklik, yakni pada saat terjadi kemarau panjang (atau
kelaparan). Sebagaimana diriwayatkan dari Makhûl ra bahwa Nabi
saw. bersabda,
« »
―Tidak ada potong tangan dalam kelaparan.
Atas dasar ini, kurma muda yang dicuri agar ia bisa masak
ditempat lain, atau bibit-bibit yang dicuri untuk ditanam di
hudûd, barang bukti bisa diterima untuk penetapan had, dan orang
yang dicuri tidak perlu melaporkan hartanya. Had pencuri tidak
bisa digugurkan oleh pengampunan dari pemilik barang. Ayat
tentang sanksi potong tangan bersifat umum sebagaimana ayat
zina. Allah Swt. berfirman:
―Pencuri laki-laki dan pencuri wanita potonglah kedua tangannya.‖ (QS
al-Mâidah [5]: 38)
«
―Sesungguhnya kehancuran umat sebelum kamu, disebabkan bila ada
pemuka mereka mencuri dibiarkan, akan tetapi bila pihak yang lemah
mencuri dipotong tangannya. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-
Nya, seandainya Fathimah binti Muhammad mencuri, niscaya akan aku
potong tangannya.‖
« »
―Barangsiapa memberikan pengampunan dengan tidak melaksanakan
had dari had-had-nya Allah, maka ia telah menjadi pembangkang
perintah Allah Swt.‖
« »
―Saling mengampunilah diantara kalian selama belum dilaporkan
kepada wali, jika ada pengampunan setelah dilaporkan kepada wali,
maka Allah tidak memaafkannya.‖
Akan tetapi, bagi orang yang meneliti nash-nash tentang hal ini,
akan mendapatkan bahwa had potong tangan tidak bisa
digugurkan dengan adanya pengampunan secara mutlak, baik
sebelum, atau setelah dilaporkan kepada penguasa. Dalilnya
adalah keumuman ayat pencurian. Sebab, bila alasan potong
tangan telah terbukti, maka wajib potong tangan meski tanpa ada
laporan.
Ibnu Abd al-Barr telah meriwayatkan tentang ijma‘
shahabat atas wajibnya penguasa menegakkan had, jika had
disampaikan kepadanya. Demikian pula diriwayatkan dalam kitab
al-Bahr tentang ijma‘ atas hal tersebut. Juga karena, hadis-hadis
yang melarang pengampunan datang dalam bentuk umum. Oleh
karena itu, nash-nash tersebut mencakup sebelum dan sesudah
dilaporkan. Alasan yang lain, had pencurian adalah hak Allah,
meskipun di dalamnya ada hak anak Adam. Sedangkan hak Allah,
tidak bisa digugurkan dengan pengampunan. Semua ini
menetapkan bahwa had pencurian tidak bisa digugurkan dengan
pengampunan. Adapun hadis-hadis Shafwân, ‗Amrû bin Syu‘aib,
dan Zubair, tidak menunjukkan adanya pengguguran had, akan
tetapi hanya menunjukkan bolehnya pengampunan dari pemilik
barang saja. Pengampunan dari pemilik barang tidak berarti bisa
menggugurkan had. Demikian pula pengampunan dari penguasa.
Hadis Shafwân menyatakan, ―Baiklah akan kuberikan saja baju ini
kepadanya, atau kujual kepadanya.‖ Nabi menjawab,‖Mengapa tidak
sebelum engkau serahkan dia kemari?‖ Maksud dari hadis ini,
mengapa pengampunanmu tidak sebelum engkau membawanya
kepadaku. Hal ini tidak berarti bahwa jika pemilik barang telah
mengampuni pencuri, sebelum diserahkan kepada penguasa, lalu
ada barang bukti yang bisa mendakwanya bahwa ia telah mencuri,
maka tuntutannya tidak diterima, karena ia mengampuninya.
Al-Amwal fi ad-Daulah al-Khilafah 89
Created by Pustaka Thoriqul Izzah
Ini bersifat umum, sama saja dilaporkan kepada wali oleh pemilik
barang, atau orang lain, maka tidak ada pengampunan.
Keumuman hadis ‗Amrû bin Syu‘aib dan hadis Zubair
memperkuat bahwa pengampunan dari pemilik barang sebelum
dilaporkan kepada penguasa tidak menggugurkan had, lebih-lebih
lagi setelah dilaporkan. Seluruh hadis tersebut menunjukkan,
bahwa pemilik barang boleh memberikan pengampunan sebelum
kasusnya dilaporkan kepada penguasa.
Oleh karena itu, had pencurian adalah haq Allah Swt. Had
tidak bisa digugurkan secara mutlak. Sama saja, apakah pemilik
barang memaafkan sebelum atau sesudah dilaporkan kepada
penguasa. Jika seorang penguasa menerima laporan suatu kasus
pencurian, maka ia wajib mendengarkan pelapor. Hal ini sama
saja apakah dilaporkan oleh pemilik barang—berdasarkan barang
bukti—atau dari polisi. Sebab had pencurian tidak memerlukan
seorang penuntut. Penguasa tidak boleh menolak laporan. Jika
pencurian itu telah terbukti, had wajib ditegakkan. Sebab, had
tidak bisa gugur dengan pembatalan. Had juga tidak menerima
pembelaan, dan pengampunan. Rasulullah saw. bersabda,
« »
Had Perompak
―Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu'min berperang maka
damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu
berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan
yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah
Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka
damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.‖ (QS al-
Hujurât [49]: 9)
Had Murtad
Murtad adalah keluar dari agama Islam. Siapapun, baik laki-
laki maupun perempuan bila keluar dari agama Islam sedangkan
mereka telah baligh dan berakal, maka mereka diajak untuk
kembali kepada Islam hingga tiga kali dan diancam. Jika
kemudian ia kembali, maka akan diterima, namun jika menolak,
maka akan dibunuh. Allah Swt. berfirman:
―Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia
mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di
dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal
di dalamnya.‖ (QS al-Baqarah [2]:217)
laki-laki dari sisi Abu Musa menghadap kepada ‗Umar bin Khaththab.
‗Umar bertanya kepada lelaki itu, ―Apakah ada kabar dari (daerah yang)
jauh?‖ Lelaki itu menjawab, ―Ada! Yakni, seorang laki-laki telah kafir
setelah beragama Islam.― ‗Umar berkata, ―Apa yang engkau lakukan?‖
Dia kudekati lalu aku membunuhnya.‖ ‗Umar berujar, ―Mengapa tidak
engkau penjara di rumahnya saja selama tiga hari, kemudian engkau beri
makan roti setiap harinya, dan engkau anjurkan agar bertaubat,
barangkali ia bertaubat, dan kembali ke agama Allah? Ya Allah,
sungguh aku tidak setuju tindakan ini, dan aku tidak ridlo karena ia
menyampaikan kepadaku.‖
Selain ‗Umar, sahabat lain yang melakukan hal ini adalah
Abû Bakar. Dâruquthniy dan Baihaqiy mengeluarkan, ―Bahwa
Abû Bakar menganjurkan wanita yang murtad untuk bertaubat. Wanita
itu bernama Ummu Qurfah, dimana ia kafir setelah masuk Islam.
Wanita itu tidak mau bertaubat, sehingga beliau ra membunuh wanita
itu.‖ Hal ini ditetapkan berdasarkan fakta bahwa Rasulullah saw.
menganjurkan orang yang murtad untuk bertaubat, begitu pula
sahabat-sahabat setelah beliau saw., Abû Bakar, dan Umar,
menganjurkan taubat bagi orang murtad sebelum membunuhnya.
Mengenai anjuran taubat selama tiga hari, bukanlah qayyid
(batasan). Tiga hari hanyalah batas minimal yang umumnya
memungkinkan terjadinya keinsyafan, jika belum juga bertaubat,
maka waktu untuk bertaubat bisa lebih panjang. Sebab, maksud
dari anjuran bertaubat adalah menyadarkan ia tentang Islam, dan
agar ia kembali kepada Islam. Sehingga ia harus diberi waktu yang
cukup untuk kembali kepada Islam. Diriwayatkan bahwa Abû
Mûsa memberi kesempatan taubat seorang yang murtad dimana
kemudian Mu‘adz memerintahkan untuk membunuhnya.
Kemudian Abû Mûsa baru membunuh orang murtad tersebut,
dan Abû Mûsa memberi kesempatan taubat selama dua bulan
sebelum kedatangan Mu‘adz. Diriwayatkan dari ‗Umar bahwa
waktu untuk bertaubat adalah tiga hari, jika ia bertaubat maka
taubatnya diterima, jika tidak maka ia tidak dibunuh.
Akan tetapi taubat dari seorang murtad bisa diterima jika ia
tidak mengulang-ulang kemurtadannya. Jika ternyata ia
mengulang-ulang kemurtadannya, maka taubatnya tidak diterima,
―Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian
beriman (pula), kemudian kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya,
maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka,
dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada jalan yang lurus.‖ (QS an-
Nisâ‟ [4]: 137)
Bab II
Jinâyât
―Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan
barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah
memberi kekuasaan kepada ahli warisnya,‖ (QS al-Isrâ [17]: 33)
―Dan barangsiapa yang membunuh seorang mu'min dengan sengaja,
maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah
murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar
baginya.‖ (QS an-Nisâ‟ [4]: 93)
―Tidaklah halal darah seorang Muslim yang telah bersaksi tidak ada
Tuhan selain Allah dan Aku (Muhammad) adalah utusan Allah, kecuali
karena salah satu dari tiga hal ini, ―Lelaki yang telah beristeri yang
berzina, jiwa dengan jiwa (qishâsh), murtad dari agamanya sehingga
memisahkan diri dari jamaah.‖
«
―Tidak halal membunuh seorang Muslim kecuali karena salah satu dari
tiga hal ini; muhshân yang berzina maka ia dirajam, seorang laki-laki
membunuh seorang Muslim dengan sengaja, dan seorang laki-laki yang
keluar dari Islam (murtad), maka ia diperangi Allah dan Rasul-Nya.‖
Bentuk Pembunuhan
Pembunuhan ada empat bentuk; sengaja, seperti sengaja, tidak
sengaja, dan terjadi tidak dengan kesengajaan. Pembunuhan
―sengaja‖ didasarkan pada firman Allah Swt.
―Dan barangsiapa yang membunuh seorang mu'min dengan sengaja,‖
(QS an-Nisâ‟ [4]: 93)
Pembunuhan Sengaja
Pembunuhan ―sengaja‖, adalah seseorang membunuh orang
lain dengan sesuatu yang pada umumnya sesuatu tersebut dapat
membunuh yang lain; atau seseorang memperlakukan orang lain
yang pada umumnya perlakuan itu dapat membunuh orang lain.
Pembunuhan ―sengaja‖ ada tiga macam;
Pertama, memukul dengan alat yang biasanya dapat
membunuh seseorang. Misalnya pedang, pisau tajam, pistol,
granat tangan, dan sesuatu yang biasanya dapat digunakan untuk
membunuh. Atau memukul orang dengan benda berat dan besar
yang bisa berakibat terbunuhnya orang; semisal benda-benda dari
besi. Contohnya landasan palu dan martil; atau kayu yang berat,
―Barangsiapa terbunuh, maka walinya memiliki dua hak, bisa meminta
tebusan (diyat), atau membunuh pelakunya.‖
«
―Barangsiapa tertumpah darahnya atau tersakiti, maka ia bisa memilih
salah satu dari tiga pilihan, bisa meng-qishâsh, atau mengambil tebusan,
atau memaafkan, jika ingin yang keempat, maka kuasailah dirinya
(dibuang).‖
«
―Barangsiapa membunuh dengan sengaja, maka ia dikenai qishâsh,
barangsiapa satu dengan yang lainnya menghalalkannya, maka ia akan
mendapat laknat Allah, malaikat, dan seluruh manusia, dan tidak akan
diterima, dan tidak akan diterima amal wajibnya (sharf) dan amal
sunnahnya (‗adl).‖
«
‖Barangsiapa membunuh dengan sengaja, maka keputusannya
diserahkan kepada wali-wali pihak terbunuh, mereka berhak membunuh,
atau mengambil diyat, yakni 30 unta dewasa, 30 unta muda (jadza‘ah),
dan 40 unta yang sedang hamil (khalifah), dan mereka juga berhak
memaafkannya.‖
Al-Qawad (Qishâsh)
Al-Qawad adalah membunuh pembunuh (yang melakukannya
dengan) sengaja. Rasulullah saw. bersabda,
« »
―Barangsiapa membunuh dengan sengaja, maka ia dijatuhi al-qawad‖.
besar dan kecil, penguasa dan rakyat, dan lain-lain. Tidak ada
bedanya, apakah pembunuhnya merdeka ataupun budak, laki-laki
maupun perempuan, Muslim maupun kafir. Jiwa harus dibalas
dengan jiwa, tanpa memandang seluruh predikat di atas. Ini
didasarkan pada sabda Rasulullah saw., dalam hadis Ibnu Mas‘ûd,
―Jiwa dengan jiwa‖ Hadis ini berbentuk umum. Ini saja sudah
cukup untuk menunjukkan wajibnya qishâsh bagi pembunuh
tanpa memandang predikat-predikat di atas. Sebab, ini adalah
hadis shahih, serta menyebut dengan jelas tentang topik qishâsh.
Kata al-nafs adalah isim jenis yang mencakup seluruh jiwa.
Seorang lelaki harus dibunuh karena membunuh seorang laki-laki
yang lain, atau laki-laki membunuh seorang perempuan, orang
yang merdeka membunuh orang yang merdeka pula, atau orang
yang merdeka membunuh hamba sahaya (budak), Muslim
membunuh orang kafir, orang kafir membunuh Muslim, atau
yang lain. Tidak ada perbedaan antara jiwa-jiwa tersebut. Adapun
seorang laki-laki harus di-qish^ash karena membunuh perempuan,
ini didasarkan pada nash hadis Imam Mâlik yang mengeluarkan
riwayat dari hadis ‗Amrû bin Hazm bahwa Nabi saw. telah
menulis surat kepada penduduk Yaman, ―Seorang laki-laki harus
dibunuh karena membunuh seorang wanita.‖ Bukhâri meriwayatkan
dari Anas, ―Seorang Yahudi telah menjepit kepala seorang perempuan
dengan dua buah batu. Kemudian ditanyakan kepadanya, siapa yang
melakukan hal ini? Ia menjawab, ‖Si fulan atau fulan, hingga menyebut
nama seorang Yahudi‖. Rasulullah saw. bertanya, ‖Apakah engkau telah
menjepit kepalanya? Yahudi itu akhirnya mengakui perbuatannya.
Kemudian Rasulullah saw. memerintahkan untuk menjepit kepala
Yahudi itu dengan dua buah batu.‖ Dua hadis ini dengan jelas
menunjukkan bahwa seorang laki-laki harus dibunuh karena
membunuh perempuan. Dan cukuplah sabda Rasulullah saw.,
―Seorang laki-laki harus dibunuh karena membunuh seorang wanita.‖
Adapun orang yang merdeka harus dibunuh karena
membunuh hamba sahaya (budak), Imam Muslim dan Bukhâri
meriwayatkan dari Hasan dari Samrah, bahwa Rasulullah saw.
bersabda,
« »
Al-Amwal fi ad-Daulah al-Khilafah 117
Created by Pustaka Thoriqul Izzah
«
―Perhatikan, barangsiapa membunuh kafir mu‘âhid, maka ia mendapat
celaan dari Allah dan RasulNya. Sungguh saya berlindung dari celaan
Allah, dan ia tidak akan mencium bau surga, padahal bau surga bisa
tercium dari jarak 40 tahun perjalanan.‖
meminta kepadaku dan aku telah ridlo. ‗Alî ra berkata, ―Kamu lebih
tahu, barangsiapa mendapat perlindungan dari kami (yakni ahlu
dzimmîy), darahnya seperti darah kami, diyat-nya seperti diyat kami.‖
Atsar ini, meskipun telah menjadi perilaku dan pendapat
para shahabat—sehingga tidak layak dijadikan sebagai dalil, akan
tetapi hadis itu boleh digunakan untuk ber-istidlal. Boleh juga ber-
istidlal dengan hadis yang menyatakan bahwa Rasulullah saw. telah
membunuh seorang Muslim karena membunuh kafir mu‘âhid.
Imam Tirmidzîy meriwayatkan dari Abi Jahîfah, ia berkata, ―Saya
bertanya kepada ‗Alî, ‖Apakah kamu memiliki keterangan wahyu yang
tidak disebut dalam al-Quran? ‗Alî berkata, ―Demi Dzat yang
memecahkan bebijian, dan menciptakan binatang, tidak! Kecuali sebuah
keterangan yang diberikan Allah kepada seorang laki-laki di dalam al-
Quran, dan di shahîfah ini. ― Saya bertanya, ―Apa keterangan dalam
shahîfah itu? ‗Alî berkata, ―Diyat, tawanan perang,‖ Tidak dibunuh
seorang mukmin karena membunuh seorang kafir, tidak juga orang yang
memiliki perjanjian.‖
Imam Ahmad dan Abû Dâwud meriwayatkan dari ‗Amrû
bin Syu‘aib dari bapaknya dan dari kakeknya, bahwa Nabi saw.
bersabda,
« »
―Seorang mukmin tidak dibunuh karena membunuh seorang kafir,
demikian pula orang yang memiliki perjanjian dalam perjanjiannya.‖
―Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta
perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat
mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang
aman baginya.‖ (QS at-Tawbah [9]: 6)
―Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai)
antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar
diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta
memerdekakan hamba sahaya yang mukmin.‖ (QS an-Nisâ‟ [4]: 92)
―Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.‖ (QS al-
Baqarah [2]: 275)
―diwajibkan atas kamu qishâsh berkenaan dengan orang-orang yang
dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba
dan wanita dengan wanita.― (QS al-Baqarah [2]: 178)
Dâwud dari ‗Amrû bin Syu‘aib dari bapaknya (dan) dari kakeknya,
bahwa Nabi saw. pernah bersabda,
»
«
―Diyat pembunuhan mirip sengaja sangat berat seperti pembunuhan
sengaja, akan tetapi pelakunya tidak dibunuh. Demikian itu supaya
setan menyingkir dari kalangan manusia, sehingga tidak ada balas
dendam, atau pengangkatan senjata.‖
«
―Perhatikan, orang yang terbunuh secara ―mirip kesengajaan.‖, terbunuh
karena cambuk, atau tongkat, maka diyat-nya adalah 100 ekor unta, 40
ekor diantaranya sedang bunting. ―
―Dan tidak layak bagi seorang mu'min membunuh seorang mu'min (yang
lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa
membunuh seorang mu'min karena tersalah (hendaklah) ia
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat
yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika
mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum
130 Al-Amwal fi ad-Daulah al-Khilafah
Created by Pustaka Thoriqul Izzah
―dan barangsiapa membunuh seorang mu'min karena tersalah
(hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta
membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu),
kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah.‖ (QS an-Nisâ [4]:
92)
―Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai)
antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar
diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta
memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barangsiapa yang tidak
memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan
berturut-turut‖ (QS an-Nisâ [4]: 92)
―Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mukmin,
maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba-sahaya yang
mukmin.‖ (QS an-Nisâ [4]: 92)
Pembuktian Pembunuhan
orang saksi atas orang yang membunuhnya, maka akan aku serahkan
kepadamu dengan tali yang mengikatnya. Lalu mereka berkata, ―Ya
Rasulullah, dari mana aku memperoleh dua orang saksi, sedang ia
terbunuh di gerbang mereka (Yahudi)? Nabi bersabda, ―Kamu dapat
menyumpah 50 orang dari mereka.‖ Mereka menjawab, ―Ya Rasulullah,
bagaimana mungkin saya menyumpah orang yang saya sendiri tidak
mengetahuinya? Rasulullah bersabda, ―Sumpahlah diantara mereka lima
puluh orang.‖ Mereka bertanya lagi, ―Ya Rasulullah bagaimana saya
menyumpah mereka sedangkan mereka orang Yahudi? Kemudian
Rasulullah saw. membagi (separuhnya) itu dibebankan kepada mereka
(Yahudi) dan beliau membantu yang separuhnya.‖
Tiga hadis ini telah menunjukkan bahwa Rasulullah saw.
meminta saksi dua orang atas dakwaan pembunuhan. Pada hadis
pertama, Rasulullah saw. bersabda kepada mereka,
« »
―Kalian harus menyerahkan saksi atas orang yang membunuhnya.‖
« »
―Bukankah kesaksian seorang wanita setengah dari kesaksian seorang
laki-laki? Para shahabat berkata, ―Benar ya Rasulullah saw.‖
«
―Jika seorang laki-laki menghentikan seorang lelaki lainnya, kemudian
lelaki tersebut dibunuh oleh laki-laki yang lain, maka orang yang
membunuh tadi harus dibunuh, sedangkan laki-laki yang
menghentikannya tadi dipenjara.‖
―Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya,‖
(QS al-Baqarah [2]: 178)
5
‗Âqilah adalah bentuk jama‘ dari ‗âqil, artinya orang yang meminta
diyat. Bila dikatakan ‗âqilat al-rajul, maknanya adalah saya ‗ashabah-nya,
yakni kekerabatan dari jalur ayah yang bersekutu dalam menuntut diyat-
nya. (Mu‟jam Wasîth, hlm.617). Pembunuh sama sekali tidak mendapat
Al-Amwal fi ad-Daulah al-Khilafah 143
Created by Pustaka Thoriqul Izzah
telah menghijab diyat pada harta pembunuh, akan tetapi tidak atas
‗âqilah. Juga disebabkan, diyat pihak terbunuh adalah milik ahli
warisnya, bukan bagi ‗âqilah. Oleh karena itu, pemaafan adalah
hak ahli warisnya. Dan jika seorang diantara mereka memberikan
pemaafan, maka gugurlah qishâsh.
Diyat
Diyat ada dua macam. Pertama, diyat berat, yakni 100 ekor
unta, dan 40 ekor unta diantaranya bunting. Diyat semacam ini
diambil dari pembunuhan sengaja, jika walinya memilih untuk
meminta diyat. Diyat ini juga diambil pada kasus pembunuhan
mirip sengaja. Kedua, diyat tanpa pemberatan, yakni 100 ekor
unta saja. Diyat semacam ini diambil dari kasus pembunuhan
tidak sengaja, dan pembunuhan yang terjadi tidak dengan
kesengajaan. Dalilnya adalah apa yang diriwayatkan Imam Nasâiy,
bahwa ‗Amrû bin Hazm meriwayatkan dalam kitabnya bahwa
Rasulullah saw. telah menulis surat kepada penduduk Yaman,
―Sesungguhnya di dalam jiwa seorang mukmin itu ada 100 ekor unta.‖
Dari Abû Bakar bin Muhammad bin ‗Amrû bin Hazm
dari bapaknya dari kakeknya bahwa Rasulullah saw. telah menulis
sebuah surat kepada penduduk Yaman, sedangkan dalam suratnya
tertulis, ―Barangsiapa terbukti membunuh jiwa seorang mukminah
maka ia wajib dikenai qishâsh, kecuali jika wali-wali pihak terbunuh
memaafkannya, maka diyat untuk jiwa adalah 100 ekor unta.‖
«
―Perhatikan, bahwa orang yang terbunuh karena mirip sengaja, baik
terbunuh dengan cambuk, atau tongkat, diyatnya 100 ekor unta, 40 ekor
di antaranya sedang bunting.‖
Diyat di sini berupa unta, bukan selain unta. Sebab, nash telah
menetapkan diyat berupa unta. Oleh karena itu diyat bukan
berupa sapi, domba, atau hewan-hewan yang lain. Sebab, tidak ada
dalil dari Rasulullah saw. yang menunjukkan hal tersebut.
Adapun apa yang diriwayatkan dari ‗Atha‘ dari Jabir yang berkata,
‗Rasulullah saw. telah menetapkan bahwa orang yang memiliki unta
menyerahkan diyat sebanyak 100 ekor unta, pemilik sapi sebanyak 200
ekor, pemilik domba jantan sebanyak 1000, dan pemilik domba jantan
sebanyak 200 ekor.‖ Hadis ini adalah dla‘if. Sebab, hadis ini berasal
dari riwayat Muhammad bin Ishaq, sedangkan ia dla‘if. Dan ia
terkenal suka melakukan tadlis.
Dalam hadis itu disebut ‗Atha‘ dari Jabir bin ‗Abdillah,
akan tetapi tidak disebut hadisnya dari ‗Atha‘, dan riwayat ini
berasal dari orang yang majhul. Oleh karena itu hadis ini tertolak
dan tidak sah berdalil dengan hadis ini. Adapun apa yang
diriwayatkan dari ‗Amrû bin Syu‘aib dari bapaknya, dari kakeknya
berkata, ‗Rasulullah telah menetapkan bahwa orang yang memiliki sapi,
diyatnya adalah 200 ekor, sedangkan yang memiliki domba diyatnya
1000 ekor.‖ Hadis ini juga lemah. Di dalam isnad-nya ada
Muhammad bin Râsyid al-Dimasyqiy al-Makhûliy, dan ia adalah
lemah. Itu sebabnya, riwayatnya pun tidak bisa diterima, tertolak
dan tidak layak berdalil dengan hadis ini. Dengan demikian nash-
nash shahih hanya menyebutkan unta, bukan yang lain, dan
memang tidak menyebutkan jenis hewan yang lain.
Sedangkan apa yang tersebut di dalam hadis-hadis dla‘if
tidak bernilai sama sekali dan tidak diperlukan dalam berdalil.
adalah apa yang diriwayatkan oleh Nasâ‘iy dari Abû Bakar bin
Muhammad bin ‗Amrû bin Hazm dari bapaknya dari kakeknya,
―Dan bagi orang yang memiliki emas, sebanyak 1000 dinar.‖
Sedangkan dalil, diyat dengan perak, yakni apa yang diriwayatkan
dari ‗Ikrimah dari ‗Ibnu ‗Abbâs, ―Seorang laki-laki telah membunuh,
kemudian Nabi saw. menetapkkan diyatnya sebanyak 12.000.‖ Yakni
sebanyak 12.000 dirham. Diyat orang yang terbunuh dibayar
dengan uang, bisa sebanyak 1000 dinar, atau 12.000 dirham, dan
tidak dibayar dengan selain nilai tersebut. Karena, nash hanya
menyebutkan emas dan perak, maka wajib terikat dengan nash.
Dinar syar‘iy setara dengan 4,25 gram emas. Dan ini adalah
ukuran berat secara syar‘iy. Dirham syar‘iy setara dengan 2,975
gram perak. Atas dasar itu, diyat pihak yang terbunuh bila dibayar
dengan emas setara dengan 4.250 gram emas. Adapun perak,
setara dengan 35.700 gram perak.
Diyat dibayar dengan uang kertas senilai dengan 1000 dinar
emas, yang nilainya setara dengan 4.250 gram emas, dan 12.000
dirham perak yang senilai dengan 35.700 gram perak.
Diyat orang yang merdeka dan budak, laki-laki dan perempuan,
Muslim dan dzimmiy nilainya sama dan tidak ada bedanya di
antara mereka. Adapun diyat lelaki dan wanita, merdeka dan
budak, adalah sama. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw.,
« »
―Kaum Muslim darahnya sepadan.‖
Dalil lainnya didasarkan pada surat yang dikirim Nabi saw. kepada
penduduk Yaman, ―Sesungguhnya, di dalam jiwa, diyatnya 100 ekor
unta.‖
Dalil-dalil ini berlaku umum, baik untuk laki-laki maupun
wanita, merdeka maupun hamba sahaya. Sabda Rasulullah saw.,
―Kaum Muslim darahnya sepadan.‖ Menunjukkan bahwa diyat
mereka sepadan. Oleh karena itu, tidak ada bedanya diyat orang
yang merdeka dengan diyatnya hamba sahaya, juga kadar diyat
antara laki-laki dengan perempuan. Sabda Rasulullah saw., ―Mirip
kesengajaan,‖ dan ―Terbunuh karena kesalahan,‖ berlaku umum
untuk semua pembunuhan mirip kesengajaan, dan pembunuhan
karena tidak sengaja. Dan itu mencakup laki-laki dan wanita, serta
yang merdeka dan budak. Sabda Rasulullah saw., ―di dalam jiwa
mukminah‖, dan ―sesungguhnya di dalam jiwa.‖, tercakup di bawah
kata nafs di sini. Berarti jiwa laki-laki dan perempuan, termasuk
yang merdeka dan hamba sahaya.
Dalil-dalil di atas sangat jelas, menunjukkan bahwa diyat
laki-laki dan perempuan, orang yang merdeka dengan budak
adalah sama, tidak ada yang lebih utama di antara mereka.
Adapun apa yang diriwayatkan dari Mu‘âdz bin Jabal, dari nabi
saw, bahwa beliau bersabda,
« »
―Diyat wanita separuh diyatnya laki-laki,‖
kuat. Adapun apa yang dikeluarkan oleh Imam Bayhaqiy dari ‗Alî
ra bahwa beliau ra pernah berkata, ―Dalam semua hal, diyat
perempuan separuh diyatnya laki-laki.‖ Ini adalah perkataan shahabat
sehingga tidak dianggap sebagai dalil syara‘. Selain itu, hadis ini
diriwayatkan dari Ibrâhim an-Nakha‘iy, dan sanad-nya terputus.
Dengan begitu, hadis ini tertolak. Jadi, orang yang berpendapat
bahwa diyat wanita separuh diyat-nya laki-laki, tidak didapatkan
dari mereka dalil yang shahih. Dengan demikian, tidak ada dalil
yang tersisa kecuali dalil-dalil yang bersifat umum, yang
menunjukkan pengertian umum. Cukuplah sabda Rasulullah
saw., ―Sesungguhnya di dalam jiwa mukminah,‖ dan sabdanya,
―sesungguhnya di dalam jiwa,‖ sebagai dalil bahwa diyat laki-laki
sama dengan diyat perempuan.
Adapun orang yang berpendapat bahwa diyat hamba
sahaya laki-laki dan hamba sahaya perempuan, baik ia telah baligh
maupun belum, tidak setara dengan diyat semua orang yang
merdeka, sesungguhnya mereka tidak memiliki dalil secara
mutlak. Baik itu hadis shahih, maupun dla‘if, riwayat shahih,
maupun yang lemah, atau pendapat yang disandarkan kepada
ijma‘ ahli ‗ilmu, yang mereka sebut dengan ―ijma‘ ahli ‗ilmu‖. Akan
tetapi sudah maklum bahwa ijma‘ ahli ‗ilmu tidak bernilai sama
sekali untuk digunakan sebagai dalil, dan tidak dianggap sebagai
dalil syara‘. Lalu, bagaimana posisi ijma‘ ahli ‗ilmu di hadapan nash-
nash umum. Apalagi jika harus dibandingkan dengan sabdanya,
« »
―Sesungguhnya di dalam jiwa mukminah terdapat 100 ekor unta,‖
Kata nafs mencakup jiwa orang kafir dan Muslim. Akan tetapi
untuk kafir harbiy, telah ada nash-nash lain yang menjelaskan
bahwa darah mereka boleh dialirkan tanpa adanya balasan. Oleh
karena itu, tidak ada diyat bagi kafir harbiy. Dengan demikian,
nash di atas dikecualikan hanya bagi kafir harbiy saja, sedangkan
kafir dzimmiy tetap tercakup dalam keumuman hadis di atas.
Selain itu, ada nash sharih dari al-Quran dan as-Sunnah
yang menunjukkan bahwa diyat dzimmiy setara dengan seorang
Muslim. Allah Swt. telah berfirman:
―Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai)
antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar
diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh)― (QS an-Nisâ‟
[4]: 92)
Dari Ibnu ‗Umar, ―Bahwa Nabi saw telah membayar diyatnya seorang
dzimmiy setara dengan diyatnya seorang Muslim.‖
Hadis-hadis ini menunjukkan dengan jelas bahwa diyat
dzimmiy dan mu‘âhad, sebagaimana diyatnya seorang Muslim.
Dengan demikian, hadis tersebut telah memperkuat keumuman
dalil-dalil syara‘. Oleh karena itu, diyat kafir dzimmiy dan mu‘âhad
setara dengan diyat seorang Muslim, tanpa ada perbedaan di
antara keduanya.
Adapun dalil-dalil yang menyebutkan bahwa diyat seorang
kafir separuh diyat seorang Muslim, maka hadis tersebut tidak
bertentangan dengan hadis-hadis ini. Sebab, dalil-dalil itu berlaku
bagi orang kafir, sedangkan dalil-dalil ini berlaku bagi mu‘âhad dan
dzimmiy, oleh karena itu keduanya tidak bertentangan. Dari ‗Amrû
bin Syu‘aib, dari bapaknya, dari kakeknya bahwa Nabi saw.
bersabda,
« »
«
―telah menetapkan bahwa diyat ahli kitab separuh diyatnya kaum
Muslim, mereka adalah Yahudi dan Nashrani.
Dari ‗Amrû bin Syu‘aib dari bapaknya dari kakeknya dari Nabi
saw., bahwa beliau saw. menetapkan,
« »
―diyatnya kitabaiy (dua orang ahlul kitab; Yahudi dan Nashrani;
separuh diyatnya orang Muslim.‖
Hadis-hadis ini menunjukkan bahwa diyat seorang kafir
separuh diyatnya seorang Muslim. Akan tetapi hadis ini tidak
bertentangan dengan hadis-hadis yang lain, yang menjadikan diyat
dzimmiy dan mu‘âhad sama dengan diyatnya seorang Muslim, sebab
hadis tersebut menyebutkan, ―diyat kitabaiy‖, berlaku umum
mencakup kafir harbiy, mu‘âhad, dan dzimmiy. Tatkala ada hadis-
hadis lain yang menunjukkan bahwa diyat kafir mu‘âhad dan
dzimmiy setara dengan diyat seorang Muslim, maka hadis tersebut
telah mengkhususkan hadis-hadis tersebut. Oleh karena itu, yang
dimaksud dengan kafir ahlul kitabain, yakni Yahudi dan Nashrani,
serta al-kitabaiy adalah kafir-kafir harbiy saja. Dengan dalil, adanya
hadis-hadis lain yang telah mengecualikan bagi kafir mu‘âhad dan
dzimmiy.
« »
« »
Oleh karena itu, bapak dan anak tidak termasuk ‗aqilah dalam
masalah diyat. Maka, ‗âqilah adalah ‗ashabah, kecuali anak dan
bapak. Barangsiapa tidak memiliki ‗âqilah, maka diyatnya diambil
dari baitul mal.
Sebagaimana disebutkan dalam hadis Sahal bin Abi
Hasyamah tentang seseorang yang terbunuh di Khaibar,
―Kemudian Rasulullah saw. membayar diyatnya dari apa yang ia punya
(baitul mal).‖ Juga dalam hadis ‗Amrû bin Syu‘aib, ―Kemudian
beliau membayar diyatnya sebanyak 100 ekor unta dari unta shadaqah.‖
Bertanggung jawabnya ‗âqilah atas diyat seakan
bertentangan dengan firman Allah Swt.:
156 Al-Amwal fi ad-Daulah al-Khilafah
Created by Pustaka Thoriqul Izzah
―Dan seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.‖ (QS
al-An‘âm [6]: 164].
Diyat Janin
Jika seorang perempuan hamil dipukul, kemudian janinnya
gugur karena pemukulan tersebut—apakah perempuannya mati
karena pemukulan tersebut, atau tidak—maka pemukul wajib
membayar diyat janin; yakni membebaskan seorang budak laki-
laki atau perempuan. Jika ia tidak mendapatkan budak, diyatnya
10 ekor unta. Kewajiban diyat ditetapkan berdasarkan apa yang
diriwayatkan dari Mughîrah, ―Seorang perempuan dipukul oleh isteri
kedua dengan guntingan kuku. Wanita itu terbunuh, sedangkan ia
sedang hamil. Lalu, wanita itu diserahkan kepada Rasulullah saw., dan
Rasulullah saw. menetapkan agar ‗âqilah pihak pembunuh membayar
diyat janinnya sebesar ghurrah. ‗Ashabah perempuan itu berkata,
« »
Jinayat selain jiwa adalah jinayat atas salah satu organ dari
anggota tubuh manusia, atau atas tulang dari tulang-tulang tubuh
manusia; atau atas kepalanya, atau atas bagian dari tubuh manusia
dengan sebuah pelukaan. Semua itu tanpa memandang statusnya;
baik laki-laki ataupun wanita, merdeka atau budak, miskin, kafir
dzimmiy ataupun kafir musta‘min. Sebagian fuqaha berpendapat
bahwa qishâsh selain jiwa dari organ-organ tubuh didasarkan pada
firman Allah Swt.:
―Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat)
bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung
dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka
(pun) ada kisasnya.‖ (QS al-Mâidah [5]: 45)
―Oleh sebab itu barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia,
seimbang dengan serangannya terhadapmu.‖ (QS al-Baqarah [2]: 194)
―Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut
dihormati, berlaku hukum qishâsh. Oleh sebab itu barang siapa yang
menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya
terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah
beserta orang-orang yang bertakwa.‖ (QS al-Baqarah [2]: 194)
―Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu,
(tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah
mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari
tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar
bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di
Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu.
Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka.
Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir. Kemudian jika mereka
berhenti (dari memusuhi kamu), maka sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan perangilah mereka itu, sehingga
Al-Amwal fi ad-Daulah al-Khilafah 161
Created by Pustaka Thoriqul Izzah
tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata
untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak
ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim. Bulan
haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati,
berlaku hukum qishaash. Oleh sebab itu barang siapa yang menyerang
kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu.‖
(QS al-Baqarah [2]: 190-194)
―Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik
bagi orang-orang yang sabar.‖(QS an-Nahl [16]: 126)
Juga riwayat yang dituturkan oleh Abû Dâwud bahwa Nabi saw.
bersabda,
« »
―Barangsiapa mengebiri budaknya, maka kami akan ganti
mengebirinya.‖
(mulai baris ke-8 dari atas pada halaman 125 sampai halaman
131 belum diterjemahkan!!!!)
« »
« »
« »
« »
« »
Organ-Organ Di Kepala
Dua biji mata; jika terjadi penyerangan terhadap dua buah biji
mata, maka pada keduanya dikenakan diyat. Untuk satu biji mata
dikenakan ½ diyat. Ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw.,
« »
―Pada dua biji mata dikenakan diyat.‖
« »
―Pada satu biji mata, diyatnya 50 ekor unta.‖
Dalam hal ini tidak ada bedanya antara dua biji mata yang besar
atau yang kecil, yang cantik atau yang jelek, yang sakit, juling, atau
rusak. Jika, kedua mata masih memiliki putih mata, dan tidak
mengurangi penglihatannya, maka hal tersebut tidak mengurangi
diyatnya. Akan tetapi bila sampai mengurangi penglihatan mata,
maka setiap pengurangannya dikenai diyat menurut kadar
pengurangannya. Maksud dari pengurangan penglihatan di sini
bukanlah mengurangi penglihatan dari kesempurnaannya, semisal
6/6 atau 9/6 , akan tetapi menguranginya dari apa yang
menimpanya sebelum dikenai serangan.
Hilangnya penglihatan wajib dikenai diyat. Sebab, setiap
dua organ wajib dikenai diyat, karena lenyapnya organ tersebut,
dan lenyapnya faal dari organ tersebut. Jika seseorang menyerang
kepala orang lain kemudian menyebabkan lenyapnya penglihatan,
maka orang tersebut wajib dikenai diyat. Sebab, penglihatan orang
yang diserang lenyap disebabkan karena serangannya. Jika
serangan tersebut tidak sampai melenyapkan penglihatan, maka ia
harus mengobatinya. Akan tetapi jika penglihatannya lenyap
karena pengobatan tersebut, maka ia wajib membayar diyat.
Sebab, lenyapnya penglihatan orang tersebut disebabkan karena
perbuatannya. Jika mereka bersengketa dalam menetapkan
―lenyapnya penglihatan‖, hal tersebut dikembalilkan kepada 2 atau
lebih ahli (spesialis mata).
Sebab, jalan untuk mengetahui hal tersebut hanya lewat
kedua ahli mata tersebut. Ini didasarkan pada keahlian kedua ahli
tersebut dalam menetapkan posisi mata, dan pengetahuannya
terhadap kondisi mata. Jika hilangnya penglihatan telah terbukti,
dan ahli mata telah menyatakan tidak ada harapan bisa pulih
seperti semula, maka orang tersebut wajib dikenakan diyat.
Namun jika ahli mata menyatakan bahwa matanya bisa pulih
kembali dalam jangka waktu tertentu, maka ditunggu sampai
batas waktunya. Dengan begitu, diyat tidak diberikan sampai habis
dan sabdanya,
« »
―pada pendengaran dikenakan diyat.‖
Ini berarti, bagi organ dikenakan diyat dan bagi fungsinya juga
dikenakan diyat berikutnya. Hal ini telah disebutkan dengan
sangat jelas.
Hidung, tidak ragu lagi, hidung terdiri dari tiga bagian, yakni
dua lubang hidung dan pemisah di antara keduanya. Pemisah dua
lubang hidung termasuk bagian dari hidung. Karena hidung
terdiri dari tiga organ, maka jika seluruh hidung dilukai--misalnya
dengan cara memotong dua sisinya—maka dalam akan dikenakan
diyat. Ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw.,
« »
―Dan pada hidung, jika dipotong dikenakan diyat.‖
Dari ‗Amrû bin Syu‘aib dari bapaknya dari kakeknya dari Nabi
saw., beliau bersabda,
« »
―Pada gigi diyatnya 5 ekor unta.‖
Dalam hal ini tidak ada perbedaan antara gigi seri dengan
geraham. Ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw.,
« »
―Jari-jari sama, gigi taring dengan gigi yang lain adalah sama, ini dan ini
adalah sama.‖
Akan tetapi, harus dibedakan antara gigi yang bisa pulih dengan
gigi yang tidak bisa pulih. Jika gigi dirontokkan, dan tidak bisa
pulih kembali, maka dikenai diyat sebesar 5 ekor unta. Jika
tumbuh pada tempat lain, maka tidak harus dikenai diyat. Akan
tetapi jika gigi tersebut kembali tanggal, atau jelek tumbuhnya,
maka dalam hal ini dikenakan hukumah.
Sebab, dzahirnya, hal ini disebabkan oleh serangan
atasnya. Jika mungkin mengukur kadar pengurangannya dari
kondisi semula (kondisi sebelum diserang), maka diyatnya diambil
setara dengan gigi yang berkurang tersebut. Demikian pula, jika
ada gigi patah yang mungkin bisa diperkirakan, maka diyatnya
setara dengan gigi yang patah. Oleh karena itu, jika gigi tersebut
patah (pecah), diyatnya diperkirakan sesuai dengan gigi yang
hilang.
Rambut; rambut kepala, kumis-cambang, jenggot, dan rambut
di alis mata, pada setiap rambut tersebut dikenakan diyat. Jika
terjadi penyerangan yang menyebabkan botaknya kepala, hal ini
perlu dilihat terlebih dahulu. Jika rambut tersebut tidak bisa
tumbuh lagi, maka dikenakan diyat. Demikian pula jika hal itu
terjadi pada kumis, cambang, dan jenggot, dan tidak bisa tumbuh
lagi, maka dalam hal ini dikenakan diyat. Begitu pula jika
menimpa pada dua alis mata. Satu buah alis mata, yakni pada
rambutnya, dikenakan ½ diyat. Jika salah satu bagian lenyap
sedangkan yang lain tetap, atau salah satu bagian bisa tumbuh
sedangkan yang lain tidak, diyatnya diperkirakan dengan tingkat
Al-Amwal fi ad-Daulah al-Khilafah 175
Created by Pustaka Thoriqul Izzah
Dan juga dalam surat Rasulullah saw. yang dikirim kepada ‗Amrû
bin Hazm, ―Untuk setiap jari dari jari-jemari dua tangan dan dua kaki
diyatnya adalah 10 ekor unta.‖ Ini adalah dalil yang sangat jelas yang
menerangkan tentang diyat jari-jemari; untuk setiap jari diyatnya
10 ekor unta. Jika ada jari yang jumlahnya lebih dari lima, baik di
tangan maupun kaki, kemudian dilenyapkan, dalam hal ini
diyatnya adalah al-hukumah. Sebab, hal ini tidak diterangkan
dalam manthuq hadis di atas. Jika ruas jari dilenyapkan, maka
kasus ini perlu dilihat. Jika ruas jari tersebut bukan ibu jari, maka
untuk setiap ruasnya dikenai diyat 1/3 diyat jari-jari (utuh). Sebab,
setiap jari-jari terdiri dari tiga ruas jari. Jika yang lenyap itu adalah
ibu jari, maka tiap ruasnya dikenakan ½ diyat. Sebab, pada ibu
jari terdapat 2 ruas. Nash telah menetapkan bagi setiap jari
dikenakan diyat 10 ekor unta. Oleh karena itu, untuk setiap
bagian jari diyatnya ditetapkan berdasarkan jumlah ruas jari-jari
tersebut.
Dua buah payudara, pada dua buah payudara dikenakan diyat.
Karena, ia merupakan organ yang jumlahnya sepasang, maka
masing-masing dikenakan ½ diyat sebagai bentuk pengamalan dari
nash-nash hadis serta apa yang di-istinbath-kan dari hadis tersebut.
Dalam hal ini tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan. Sebab, ia adalah sepasang organ yang terdapat baik
pada laki-laki dan perempuan. Selain itu, jika fungsi payudara
wanita adalah menghasilkan susu. Kemudian jika fungsi payudara
lenyap karena dilukai, hingga payudara tersebut tidak bisa lagi
menghasilkan susu, maka dikenakan diyat. Artinya, diyat
dikenakan pada payudara, jika payudara tersebut rusak. Karena
manfaat payudara akan lenyap bersamaan dengan lenyapnya
payudara, maka diyat untuk payudara sudah termasuk pula
manfaatnya. Akan tetapi, jika payudaranya masih utuh akan tetapi
manfaatnya hilang, maka untuk hilangnya manfaat payudara
dikenakan diyat juga.
Hukum memotong dua buah payudara sama dengan
hukum melumpuhkan keduanya. Sebab, pelumpuhan dua buah
payudara sama artinya dengan mematikan keduanya. Adapun, jika
payudara yang bulat pecah, maka dalam hal ini diyatnya adalah al-
hukumah. Sebab, pada kasus ini tidak terjadi pelenyapan dua buah
payudara. Jika isi dua buah payudara tersebut lenyap, kemudian
jika susunya juga lenyap, maka dalam hal ini dikenakan diyat. Jika
susunya tidak hilang, untuk kasus ini diyatnya ditetapkan berdasar
kadar dari payudara, dan akan dikenai 1/8 diyat.
Al-Sulbu, punggung adalah tulang mulai dari bahu atas hingga
tulang ekor. Di dalamnya terdapat sumsum yang menyambung
dari otak hingga ekor. Punggung tersusun oleh ruas-ruas
punggung yang fungsinya adalah mendistribusikan rangsangan ke
seluruh organ. Jika terjadi pelenyapan pada sumsum tulang
belakang, maka orang tersebut tidak bisa jima‘ lagi (merasakan
kenikmatannya), dan menyebabkan orang tersebut tidak bisa
menegakkan tubuhnya, dan lain-lain. Hilangnya fungsi punggung
(sulb) tidak harus dengan melenyapkan seluruh ruasnya, akan
tetapi jika salah satu ruas hilang (lenyap), maka lenyaplah faal
manusia. Dalam kasus ini, baik laki-laki maupun perempuan sama
saja. Punggung dianggap sebagai satu kesatuan organ yang
terdapat pada tubuh manusia. Ruas punggung merupakan bagian
dari punggung, bukan organ tersendiri.
Sedangkan yang disebut dengan organ adalah punggung
itu sendiri, bukan setiap ruas dari ruas-ruas punggung. Jika
punggung dilenyapkan, maka akan dikenakan diyat. Dan jika
fungsinya hilang, juga akan dikenakan diyat. Kemudian jika satu
atau lebih ruas punggung dilenyapkan, ini harus dilihat dulu; jika
faal punggung hilang, maka akan dikenai diyat. Adapun, jika
sebagian dari faal punggung hilang, maka diyatnya diperkirakan
dengan kadar hilangnya fungsi faalnya, dan dihitung sesuai
dengan kadar diyatnya. Jika ruasnya lenyap, namun dengan
pelenyapan itu tidak menghilangkan manfaatnya, maka diyatnya
dibagi dengan jumlah ruas yang terdapat pada punggung.
Kemudian jika sebagian fungsinya hilang; seperti tidak bisa
jima‘, sedangkan sebagian yang lain tetap, maka diyatnya
diperkirakan dengan kadar manfaat yang terdapat pada punggung.
Demikianlah, hukum pada punggung sama dengan hukum untuk
setiap organ yang tersusun dari satu-kesatuan organ yang terdapat
pada tubuh manusia. Selain itu, hukum tentang punggung telah
disebutkan dalam nash hadis, yakni surat Nabi saw. kepada ‗Amrû
bin Hazm, ―Dan pada punggung dikenai diyat.‖
Rusuk, kumpulan rusuk laki-laki merupakan organ yang satu,
yakni dada. Dada adalah kesatuan organ yang terdapat pada tubuh
manusia. Rusuk adalah bagian dari dada. Dengan begitu, setiap
rusuk bukanlah organ tersendiri. Pada dada, yakni kesatuan dari
rusuk-rusuk, dikenakan diyat. Ini merupakan pengamalan dari apa
yang telah ditunjukkan oleh hadis. Untuk setiap rusuk dikenai
diyat dengan perkiraan.
Dua buah pantat, pada dua buah pantat dikenakan diyat.
Sebab, keduanya adalah sepasang organ yang terdapat pada tubuh
manusia. Pada setiap pantat dikenai ½ diyat. Dan diyat ini wajib
dikenakan pada keduanya. Adapun jika sebagian dari pantat
hilang, maka diyatnya diperkirakan. Sebab, jika pada pantat wajib
dikenakan diyat, maka pada sebagian pantat juga wajib dikenai
diyat sesuai dengan kadarnya. Jika kadarnya sulit diperkirakan,
maka diyatnya adalah al-hukumah. Sebab, pantat tersebut telah
berkurang fungsinya, akan tetapi tidak diketahui kadarnya.
Perut, pada perut dikenakan diyat, jika terpukul dan tidak
mampu lagi menahan kotoran (tinja). Sebab, perut adalah organ
tubuh. Akan tetapi fungsinya dan rincian diyatnya tidak
didiskripsikan secara jelas. Jika perut terpotong, maka ia tidak
akan mampu lagi menahan tinja. Akan tetapi selama ia adalah
organ tubuh yang terdapat pada tubuh manusia yang jumlahnya
hanya sebuah, maka di dalamnya dikenakan diyat. Adapun topik
pembahasan mengenai perut adalah fungsinya. Karena memang
hukum mengenai perut berkaitan dengan fungsinya.
Kandung kemih, pada kandung kemih, jika ia tidak mampu
lagi menahan air kencing (kemih), maka akan dikenakan diyat.
Sebab, ia adalah sebuah organ yang terdapat pada tubuh manusia.
Oleh karena itu, pada kandung kemih dikenakan diyat. Fungsinya
sama dengan perut, dimana tidak bisa dipisahkan antara organ
dan fungsi organnya. Meskipun kandung kemih berbeda dengan
perut, namun tidak boleh dinyatakan bahwa kencing dan tinja
jenisnya sama-sama kotoran. Sebab, selain keberadaan keduanya
bukanlah sejenis, juga masalahnya bukanlah jenis manfaatnya,
akan tetapi jenis organnya. Kandung kemih dan perut adalah dua
182 Al-Amwal fi ad-Daulah al-Khilafah
Created by Pustaka Thoriqul Izzah
buah bibir. Sama saja apakah labio mayora yang tebal, tipis,
pendek, atau panjang, milik perawan, ataupun janda, besar
ataupun kecil, telah dikhitan atau belum. Sebab, keduanya adalah
sepasang organ yang pada keduanya wajib dikenakan diyat. Oleh
karena itu, dalam masalah ini sama dengan seluruh organ tubuh
yang telah disebutkan di awal. Tidak ada perbedaaan antara
wanita yang rapat kemaluannya, yang bertanduk, atau yang
normal. Sebab, baik al-ritq (sempit kemaluannya), atau al-qarn
(bertanduk) adalah cacat pada dua bibir kemaluan, seperti halnya
tuli pada telinga.
Dubur, pada dubur dikenakan diyat. Jika dubur dipukul
kemudian terlepas, maka dalam masalah ini dikenakan diyat.
Sebab, fungsi dubur akan hilang seiring dengan lenyapnya dubur.
Akan tetapi jika dubur dipukul namun tidak sampai merusaknya--
dan tetap masih utuh seperti semula--akan tetapi fungsinya lenyap;
seperti buntu, atau menyempit, atau yang lain, maka akan
dikenakan diyat. Sebab, dubur adalah organ yang ada pada tubuh
manusia yang jumlahnya hanya satu. Oleh karena itu, pada dubur
diwajibkan diyat sebagaimana organ-organ tubuh lainnya.
Tulang belulang, tulang belulang bukanlah organ pada
tubuh manusia. Itu sebabnya, hadis-hadis yang menerangkan
tentang organ-organ tubuh tidak bisa diterapkan pada tulang
belulang. Dengan demikian, dua tulang selangka dan dua tulang
lengan, pada masing-masing tulang tersebut dikenakan al-hukumah.
Sebab, keduanya bukanlah organ. Demikian pula dua tulang betis,
dua tulang paha, dua tulang hasta, dua tulang lengan, dan dua
lengan (siku-bahu), dan tulang dada, serta yang lain-lain; semuanya
tidak dikenakan diyat, akan tetapi hanya ganti rugi (al-hukumah)
saja.
Sanksi al-Jarâh
al-Jarâh adalah luka yang terjadi pada badan akibat
penganiyayaan, dan sanksinya adalah al-qawad, yakni qishâsh bila
dilakukan dengan sengaja (pada kasus kesengajaan) saja. Adapun
selain dengan kesengajaan, dalam hal ini dikenakan diyat dengan
kadar yang telah ditetapkan di dalam nash, atau akan dikenakan
al-hukumah apabila diyatnya tidak disebutkan dalam nash.
Faktanya, nash hanya menerangkan diyat pada al-jarâh saja.
Dari Abû Bakar Muhammad bin ‗Amr bin Hazm dari
bapaknya dari kakeknya, bahwa Nabi saw. telah menulis surat
kepada penduduk Yaman, dan di dalamnya disebutkan, ―Dan
pada al-Jâifah dikenakan 1/3 diyat.‖ al-Jâifah adalah pencederaan
yang menembus hingga ke dalam. Disebutkan dalam al-Qamus,
―al-Jâifah adalah pencederaan yang masuk hingga ke dalam, atau
menembusnya, kemudian al-Jâif diartikan dengan perut.‖ Nash-
nash syara‘ telah mengembalikan penafsiran al-Jâif (al-Jauf) kepada
makna bahasa saja, selama tidak terdapat makna istilah (syar‘iy)
yang disebutkan dalam Kitab dan Sunnah.
Hanya saja, tidak ada nash syara‘ yang menafsirkan kata al-
Jâifah, sehingga ia tidak memiliki makna selain makna bahasa saja.
Atas dasar ini, suatu pencederaan tidak disebut dengan al-Jâifah
kecuali menembus ke dalam al-Jauf, yakni perut, sebagaimana al-
Qamus menafsirkannya. Setiap pencederaan yang menembus
perut, atau masuk ke dalam perut, meskipun ditusuk dengan
jarum, maka pencederaan semacam ini disebut dengan al-Jâifah.
Namun demikian, pencederaan yang menembus sampai ke
dalam dada tidak disebut dengan al-Jâifah. Termasuk dalam hal ini
adalah pencederaan yang menembus sampai ke dalam lubang
tenggorokan, atau pangkal paha, atau yang lain. Semua itu tidak
dianggap sebagai al-Jâifah; dan sudah pasti tidak bisa diterapkan
hukum Jâifah atasnya. Sebab, al-Jâifah khusus untuk satu kasus
pencederaan saja, yakni pencederaan yang menembus sampai ke
dalam perut, bukan yang lain. Jika seseorang melukai hingga
Bab III
Ta‟zîr
yakni membakar dengan api. Dari Ibnu Mas‘ud dari Nabi saw.,
bahwa beliau saw. bersabda,
« »
‖Sesungguhnya tidak diperbolehkan menghukum dengan api kecuali
Tuhannya api.‖
6
Misalnya, bagi pezina ghairu muhshân dikenai hukuman jilid 80 kali.
Bila sanksi jilid dijatuhkan untuk kasus selain hudûd, misalnya, menipu
orang lain, atau perbuatan lain yang termasuk dalam ta‘zîr, maka sanksi
jilid terhadap pelaku penipuan masih bisa diukur, apakah melebihi had
atau tidak. Misalnya, bila untuk kasus penipuan tersebut dikenai
hukuman jilid sebanyak 40 kali, atau 50 kali, maka sanksi semacam ini
tidak melebihi had (80 kali). Oleh karena itu, bisa diukur, apakah sanksi
yang dijatuhkan melebihi atau tidak melebihi had. Sedangkan untuk
sanksi bunuh tidak seperti itu. Sanksi pembunuhan dijatuhkan sekali
saja (satu-satunya), sehingga tidak terukur apakah melebihi had atau
tidak, sehingga larangan hadis tersebut tidak berlaku untuk hukuman
bunuh.
200 Al-Amwal fi ad-Daulah al-Khilafah
Created by Pustaka Thoriqul Izzah
Dari Qatâdah dari Anas, ―Ada sekelompok orang dari ‗Ukal dan
‗Urainah datang menghadap Rasulullah saw., kemudian mereka
masuk Islam. Akan tetapi kemudian mereka terserang penyakit di
Madinah. Oleh Rasul saw. diperintahkan kepada mereka untuk
dikirim unta dan penggembala. Lalu, Rasulullah saw.
memerintahkan mereka untuk keluar dan meminum kencing dan air
susunya. Sampai akhirnya tatkala mereka berada ke pinggiran
Harrah mereka kembali kufur setelah masuk Islam, dan membunuh
penggembala Rasulullah saw. serta membawa lari unta-untanya.
Peristiwa itu sampai kepada Rasulullah saw. Kemudian Nabi saw.
pun mengirim utusan untuk mencari jejak mereka dan menangkap
mereka. Rasulullah saw. juga memerintahkan untuk memaku kedua
matanya dan memotong tangannya, serta membiarkan mereka di
pinggiran Harrah sampai mereka mati dalam keadaan demikian…‖
Ini adalah fakta dari peristiwa ‗Urniyyun. Walaupun mereka
berkhianat, melakukan pembunuhan, dan murtad, akan tetapi
hakikatnya hal tersebut membahayakan keamanan. Oleh
karena itu, Rasulullah saw. tidak menjatuhkan sanksi kepada
mereka dengan sanksi pengkhianatan, pembunuhan, dan
murtad, akan tetapi memberikan penyiksaan kepada mereka,
7
Hadis yang menyatakan, ―Jika dibai‘at dua orang Khalifah maka bunuhlah
yang terakhir‖
Al-Amwal fi ad-Daulah al-Khilafah 203
Created by Pustaka Thoriqul Izzah
―Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka
nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur
mereka, dan pukullah mereka.‖ (QS an-Nisâ‟ [4]: 34)
Dan pada sanksi penjara tidak ada batas yang paling tinggi
secara mutlak. Telah diriwayatkan dari beliau saw., bahwa
beliau saw. telah menjatuhkan sanksi penjara, namun
beliau tidak menetapkan batas waktu tertentu. Dengan
begitu, hukuman penjara tetap berlaku mutlak. Sebab,
nash-nash yang berbicara tentang pemenjaraan datang
dalam bentuk mutlak. Adapun pendapat yang dilontarkan
sebagian fuqaha bahwa batas waktu terpendek sanksi
penjara adalah 1 tahun, dan tidak boleh lebih dari 1
tahun, dengan meng-qiyas-kan pada kasus taghrib
(pengasingan). Pendapat ini adalah pendapat yang salah.
Sebab, penjara tidak bisa diqiyaskan dengan nafiy. Itu
disebabkan karena fakta keduanya berbeda sama sekali.
6. Salib. Sanksi ini berlaku dalam satu kondisi, yaitu jika sanksi
bagi pelaku kejahatan adalah hukuman bunuh. Maka ia boleh
dijatuhi hukuman salib. Ini berdasarkan firman Allah Swt.:
―hanyalah mereka dibunuh atau disalib,‖ (QS al-Mâidah [5]:
33)
«
―Sesungguhnya Nabi saw. telah melarang merusak mata uang yang
diijinkan beredar diantara kaum Muslim, baik dirham maupun
dinar, kecuali jika menimbulkan bencana (kerusuhan). Dan jika
terjadi demikian (kerusuhan), maka mata uang tersebut dirusak.‖
« »
―Allah menyayangi seseorang yang menggantungkan cemetinya agar
keluarganya melihatnya..‖
Fakta-Fakta Ta‟zîr
Sanksi-Sanksi Yang Dilegalisasi
Perbuatan-Perbuatan Cabul
1. Setiap orang yang berusaha melakukan zina dengan
perempuan, atau berusaha melakukan homoseksual
dengan laki-laki, namun tidak sampai melakukan dosa
besar (berzina/homoseksual). Dan seandainya tidak
sampai melakukan kejahatan tersebut (zina/homoseksual),
maka ia akan diberi sanksi penjara selama 3 tahun,
ditambah dengan jilid dan pengusiran. Jika korban
236 Al-Amwal fi ad-Daulah al-Khilafah
Created by Pustaka Thoriqul Izzah
Penculikan
1. Setiap orang yang menculik seseorang dengan jalan
muslihat, atau dengan kekerasan (paksaan), baik laki-laki
maupun perempuan dan melarikannya, serta tidak
mengembalikannya selama 3 hari, maka kepada orang
tersebut akan dikenakan sanksi hukuman penjara hingga 5
tahun. Jika yang diculik adalah wanita yang bersuami, atau
jika yang diculik laki-laki yang belum baligh, maka sanksi
yang dikenakan kepada penculik sama saja, apakah hal itu
dilakukan dengan ridlo keduanya, atau dengan paksaan
dari keduanya; maka tetap akan dikenakan sanksi penjara
sampai 3 tahun--jika yang diculik telah baligh, atau seorang
wanita dan belum bersuami. Ini jika tidak terjadi
penyerangan (penyiksaan) dan perkosaan terhadap
kehormatan. Namun jika terjadi penyerangan (penyiksaan)
terhadapnya, dan tidak bisa dibuktikan dengan
pembuktian syar‘iyyah, maka akan ditetapkan berdasarkan
kesaksian seorang dokter atau bidan, kemudian kepada
pelaku akan dikenakan sanksi sampai 15 tahun penjara,
ditambah hukuman jilid, dan pengasingan jika terbukti
melakukan penyerangan. Adapun jika yang diculik
Al-Amwal fi ad-Daulah al-Khilafah 239
Created by Pustaka Thoriqul Izzah
Pailit
1. Orang-orang yang menyatakan pailit dengan cara menipu—
padahal sebenarnya tidak pailit, maka kepadanya akan
dikenakan sanksi penjara sampai 5 tahun.
2. Orang yang dinyatakan pailit dengan kepailitan sebenar-
benarnya, yakni tidak berdusta, namun jika terbukti
bahwa kepailitannya akibat keteledoran, atau karena
menggunakan harta di dalam keharaman, maka ia akan
dikenakan sanksi penjara sampai 2 tahun.
3. Setiap orang yang berhutang yang berupaya dengan tujuan
melenyapkan hak-hak pengutangnya, dengan upaya
apapun yang esensinya bisa melenypakan hak-hak para
pengutang; seperti membuat jaminan palsu, atau
menyembunyikan sebagian hartanya atau melarikannya,
atau perbuatan lainnya, maka akan dikenakan sanksi jilid
dan penjara sampai 2 tahun.
Serba-Serbi
1. Setiap orang yang mengancam orang lain untuk
memperoleh harta, maka ia akan dikenakan sanksi penjara
hingga 5 tahun.
2. Setiap orang yang melakukan perdagangan dengan musuh
secara langsung atau melalui perantara, sedangkan ia tahu
(bahwa hal itu dilarang. peny.), maka ia akan dikenakan
sanksi penjara sampai 10 tahun.
3. Setiap orang yang menjalankan perindustrian yang
diharamkan, seperti memahat patung (dari makhluk yang
bernyawa), seperti juga menggambar makhluk yang
memiliki nyawa, maka kepadanya akan dikenakan sanksi
penjara sampai 6 bulan.
4. Setiap orang yang menyerahkan bukti-bukti keuangan
palsu, atau menyembunyikan harta yang menuntut adanya
bukti; sama saja apakah bukti bank, syirkah, atau sewa
atau yang lainnya, maka ia akan dikenakan sanksi penjara
sampai 15 tahun, dan didenda sampai seberat apa yang
yang dustakan dan sembunyikan.
Gangguan Keamanan
1. Setiap orang yang menyalahgunakan kekuasaan dan
jabatan negara, atau memanfaatkan kekuasaan dan jabatan
untuk dirinya sendiri, setelah ada pengampunan atas
perbuatan-perbuatan tersebut, maka ia akan dikenakan
sanksi penjara mulai 2 tahun hingga 10 tahun.
2. Setiap orang yang melakukan perlawanan dengan motif
melakukan perang sipil, atau membuat fitnah di antara
252 Al-Amwal fi ad-Daulah al-Khilafah
Created by Pustaka Thoriqul Izzah
Organisasi-Organisasi (Partai-Partai)
1. Setiap partai yang berdiri di atas atas sekularisme, atau atas
dasar materialisme, atau asas apapun yang tidak islami,
maka orang yang mendirikannya, atau yang dianggkatnya
(menjadi pengurus partai. peny.) akan dikenai sanksi
hukuman mati (dibunuh) dan disalib.
2. Setaip partai yang berdiri di atas dasar nasionalisme,
qaumiyyah, iqlimiyyah, walaupun mengadopsi Islam sebagai
sistemnya, maka pelakunya akan dikenai sanksi penjara 15
tahun lamanya, dan hukumannya boleh sampai kepada
tingkat pembunuhan dan penyalibab.
3. Setiap partai yang berdiri dengan tujuan untuk mengganti
(menurunkan) penguasa atau sistem kenegaraan
(pemerintahan) dengan jalan kekerasan, maka pelakunya
akan dikenakan sanksi penjara 15 tahun, dan sanksinya
boleh sampai tingkat pembunuhan dan salib.
4. Setiap organisasi rahasia, yang tidak memiliki asas dan
tujuan apapun (seperti di atas), maka akan dikenakan
sanksi atas kerahasiaannya tadi dengan penjara hingga 2
tahun.
5. Setiap partai yang memiliki hubungan (koneksi) dengan
negara asing; apapun negaranya, maka akan dikenakan
sanksi penjara mulai 2 tahun hingga 15 tahun.
Spionase
1. Setiap orang asing yag mematai-matai negara, akan
dikenakan sanksi hukuman bunuh.
2. Setiap kafir dzimmiy yang melakukan spionase untuk
kepentingan negara asing, maka kepadanya akan
dikenakan sanksi penjara mulai dari 5 tahun sampai 25
tahun. Dan sanksinya boleh ditambah hingga pada tingkat
hukuman bunuh.
3. Setiap muslim yang melakukan spionase untuk
kepentingan negara asing, akan dikenakan sanksi penjara
mulai 5 tahun sampai 25 tahun.
Agen-Agen
1. Setiap orang yang melakukan aktivitas politik untuk
kepentingan negara asing, atau untuk kepentingan
sejumlah negara, maka akan dikenakan sanksi penjara
mulai 5 tahun sampai 25 tahun.
2. Setiap politikus yang berhubungan dengan orang-orang
kepercayaan negara asing, atau salah satu politikusnya,
atau pihak militernya, atau orang yang menjadi rakyatnya
(negara asing), maka akan dikenakan sanksi penjara hingga
10 tahun.
3. Setiap provokasi untuk mendukung pihak asing, atau
untuk menyokong pihak asing, maka pelakunya akan
dikenakan sanksi penjara sampai 5 tahun.
Makar-Makar
1. Setiap penyamar asing yang dimiliki negara asing yuang
melakukan penyamaran untuk memprovokasi (agar)
mendukung negara atau pemerintah asing, atau untuk
melemahkan kekuatan Daulah Islamiyah, atau untuk
mengawasi melalui posisinya, maka pelakunya akan
dikenakan sanksi penjara hingga 15 tahun, dan sanksinya
boleh sampai pada tingkat hukum bunuh.
2. Setiap orang yang melakukan aktivitas, atau propaganda di
dalam negeri yang dapat mempengaruhi stabilitas negara,
atau negara-negara asing agar melawan atau memerangi
Daulah Islamiyyah, maka kepadanya akan dikenakan
sanksi penjara sampai 5 tahun lamanya.
3. Setiap orang yang membocorkan atau membuka rahasia
dari rahasia-rahasia negara yang (esensinya) bisa
membahayakan negara; baik dengan tulisan, propaganda
(ucapan), atau dengan pemberitaan, maka akan dikenakan
sanksi penjara sampai 15 tahun.
Mukhâlafât
Jenis-Jenis Mukhalafat
Mukhalafat tidaklah memiliki jenis-jenis tertentu. Setiap
yang melanggar konstitusi negara dianggap sebagai mukhalafat.
Khalifah akan menetapkan jenis-jenis sanksi yang ia pahami untuk
Pengampunan (Abolisi)
Kejahatan jika telah terjadi dan tidak dilaporkan kepada
qadly, sementara qadly tidak menjatuhkan sanksi terhadap
kejahatan tersebut, maka secara langsung kasus ini perlu dilihat,
yakni di depan qadly, apakah pihak yang dituduh perlu atau tidak
diberi sanksi. Dan apakah sanksi gugur baginya atau tidak?
«
―Diangkat pena dari tiga pihak; dari orang tidak sampai ia terbangun,
dari anak-anak sampai ia baligh, dari orang gila sampai ia sembuh.‖
«
―Barangsiapa terbunuh demi membela agamanya, maka ia syahid.
Barangsiapa terbunuh demi membela darahnya, maka ia syahid.
Barangsiapa terbunuh demi membela hartanya, maka ia adalah syahid.‖
memilih salah satu di antara tiga ini; minta qishah, mengambil diyat,
atau memberi maaf.‖
Hadis ini dengan jelas menyatakan bolehnya seorang anak
Adam memberi pengampunan. Imam Muslim meriwayatkan dari
Abû Hurayrah dari Nabi saw., ia bersabda,
« »
―Tidaklah seorang laki-laki yang memberi pengampunan dari sebuah
kedzaliman kecuali Allah akan menambahkan kepadanya satu
kemuliaan.‖
―Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan
orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka
barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan dari saudaranya,
hendaklah (yang mema`afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah (yang diberi ma`af) membayar (diat) kepada yang memberi
ma`af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu
keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat.‖ (QS al-Baqarah [2]:
178)