Anda di halaman 1dari 30

1

Fiqh Jinayah: Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah dalam Hukum Pidana Islam

Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah


dalam Hukum Pidana Islam
A.

Macam-macam Hukuman dan Jarimah

Hukuman dibagi menjadi beberapa macam sesuai dengan


tindak pidana yang dituangkan dalam syara ataupun yang tidak
terdapat nash hukumnya. Ditinjau dari segi ada dan tidak ada
nashnya dalam Al-Quran dan Hadist, hukuman dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu:
1. Hukuman yang ada nashnya, yaitu hudud, qisas, diyat, dan
kafarah.

Misalnya,

hukuman

bagi

pezina,

pencuri,

perampok, pemberontak, pembunuh, dan orang yang


mendzihar istrinya;
2. Hukuman yang tidak ada nashnya, yang disebut hukuman
tazir, seperti percobaan melakukan tindak pidana, tidak
melaksanakan amanah, bersaksi palsu dan lainnya.
Ditinjau dari segi hubungan antara hukuman dengan
hukuman yang lain ada empat macam hukuman, yaitu:
1. Hukuman pokok (al-uqubat al-ashliyah), yaitu hukuman
asal bagi kejahatan, seperti hukuman mati bagi pembunuh
dan hukuman jilid seratus kali bagi pezina ghairu muhshan.
2. Hukuman pengganti (al-uqubat al-badaliyah), yaitu
hukuman yang menempati tempat pokok apabila hukuman
pokok itu tidak dapat dilaksanakan karena alasan hukum
diyat, seperti hukuman

bagi pembunuh yang sudah

dimaafkan qisasnya oleh keluarga korban.


3. Hukuman tambahan (al-uqubat al-thabaiyah),
hukuman

yang

dijatuhkan

pada

pelaku

atas

yaitu
dasar

mengikuti hukuman pokok, seperti terhalangnya seorang

Fiqh Jinayah: Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah dalam Hukum Pidana Islam

pembunuh untuk mendapat harta waris dari harta orang


yang dibunuh.
4. Hukuman pelengkap

(al-uqubat

al-thakmiliyat),

yaitu

hukuman yang dijatuhkan sebagai pelengkap terhadap


hukuman yang telah dijatuhkan.
Berdasarkan

ringan

dan

beratnya

hukuman,

ulama

membagi jinayah atau jarimah menjadi 3 macam:


1) Jarimah Hudud
Kata hudud adalah bentuk jamak dari kata had. Menurut
bahasa, had berarti cegahan. Had juga berarti kemaksiatan
sebagaimana dalam firman Allah:

...

...
...Itulah

ketentuan

Allah,

maka

janganlah

kamu

mendekatinya... (Q.S Al Baqarah: 187)


Hukuman-hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku
kemaksiatan

disebut

hudud

karena

hukuman

tersebut

dimaksudkan untuk mencegah agar orang yang dikenakan


hukuman tidak mengulangi perbuatan yang menyebabkannya
dihukum. Menurut istilah syara, had adalah pemberian hukuman
yang merupakan hak Allah. Jarimah hudud merupakan hukuman
yang jenis dan ancaman hukumannya ditentukan oleh nash (hak
Allah) serta tidak bisa dihapuskan oleh perseorangan ataupun
masyarakat.
Para ulama sepakat bahwa kategori jarimah hudud ada 7
yaitu: zina, menuduh zina (qadzf), mencuri (sirq), merampok,
menyamun (hirobah), minum minuman keras (surbah), dan
murtad (riddah). Jarimah-jarimah ini termasuk kedalam jarimah
yang menjadi hak Tuhan, jarimah ini menyangkut masyarakat

Fiqh Jinayah: Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah dalam Hukum Pidana Islam

banyak, oleh karena itu, hak Allah identik dengan hak jamaah
atau hak masyarakat.
Dalam pelaksanaan hukuman jarimah ini, pelaku yang
telah terbukti berbuat jarimah yang masuk kelompok hudud,
hakim harus melaksanakannya sesuai dengan ketentuan syara,
karena memang tidak ada pilihan hukuman lain bagi jarimah ini.
Jadi, fungsi hakim terbatas pada penjatuhan hukuman yang telah
ditentukan, tidak berijtihad dalam memilih hukuman.
Para ulama membuat kaidah dalam menghadapi kasuskasus yang termasuk kelompok hudud, yaitu kesalahan dalam
memaafkan bagi seorang imam lebih baik dari pada kesalahan
dalam menjatuhkan sanksi. Hakim harus menghindari keraguan
dalam menjatuhkan vonis bagi pelaku jarimah, sebagaimana
kaidah hukum menyatakan berikut:


Hindarilah

hukuman

had

(hudud)

karena

ada

keraguan

(syubhat)
Adapun jarimah yang termasuk dala kelompok hudud
menurut para ulama ada tujuh macam, yaitu perzinaan, qadzaf,
minum-minuman keras, pencurian, pembegalan, pemberontakan
dan keluar dari agama islam. Diantara hukuman yang telah
ditetapkan oleh Allah dan Rasulullah SAW yang tidak boleh
diubah adalah sevagai berikut:
1. Hukuman pancung kepada orang yang tidak shalat tiga
waktu

berurut-turut

tanpa

udzur

syari

sesudah

dinasihatkan
2. Hukuman qisas, yaitu membunuh dibalas bunuh, luka
dibalas luka
3. Hukuman sebat kepada orang yang memfitnah orang lain
4. Hukuman rotan 100x bagi pezina yang belum menikah,
dirajam sampai mati bagi pezina yang sudah menikah

Fiqh Jinayah: Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah dalam Hukum Pidana Islam

5. Hukuman cambuk dengan rotan 80x bagi orang yang


menuduh orang berzina tanpa bukti yang cukup
6. Hukuman cambuk dengan rotan 80x untuk peminum arak
Al-Quran dan Sunnah telah menetapkan hukuman untuk
kesalahan tertentu yang mengharuskan adanya hukuman, yaitu
berzina, menuduh berzina, mencuri, mabuk, mengacau, murtad
dan memberontak. Untuk

pelaku zina dikenakan hukuman

pukulan jika yang berzina itu jejaka dengan perawan. Akan


tetapi, jika keduanya adalah janda dan duda, hukumannya
adalah rajam. Firman Allah SWT:

Dan (terhadap) Para wanita yang mengerjakan perbuatan


keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang
menyaksikannya). kemudian apabila mereka telah memberi
persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam
rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah
memberi jalan lain kepadanya (Q.S An Nisa: 15)

...

Fiqh Jinayah: Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah dalam Hukum Pidana Islam

Ketahuilah...

ketahuilah,

sesungguhnya

Allah

telah

memberikan jalan untuk mereka. Untuk jejaka dan perawan


dihukum dengan seratus kali pukulan dan diasingkan setahun
lamanya. Dan untuk duda dan janda dihukum dengan pukulan
seratus kali dan rajam.
Untuk orang yang menuduh zina dikenakan hukuman
delapan puluh kali pukulan. Firman Allah SWT:



Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baikbaik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat
orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan
puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka
buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang
fasik. (Q.S An Nur: 4)
Terhadap pencuri dikenakan hukuman potong tangan.
Firman Allah SWT:

Fiqh Jinayah: Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah dalam Hukum Pidana Islam

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,


potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa
yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S Al Maidah: 38)
Bagi

orang

yang

membuat

kerusakan

dimuka

bumi

dikenakan hukuman mati atau disalib atau dipotong tangan dan


kainya secara silang atau diusir atau diasingkan ke tempat yang
jauh dari kampungnya. Firman Allah SWT:


Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang
memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di
muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau
dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau
dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu
(sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di
akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. (Q.S Al Maidah:
33)

Fiqh Jinayah: Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah dalam Hukum Pidana Islam

Bagi pemabuk dikenakan hukuman berupa delapan puluh


atau empat puluh pukulan. Sementara itu bagi orang murtad
dikenakan hukuman mati. Sabda Rasulullah SAW sebagai berikut:


Barang siapa yang menukar agamanya, maka bunuhlah
dia
Bagi perusuh atau pelaku sengketa dikenakan hukuman
mati. Firman Allah SWT:


Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman
itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi
kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain,
hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai
surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut,
damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah
kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang
yang Berlaku adil. (Q.S Al Hujarat: 9)
Rasulullah SAW bersabda:

Fiqh Jinayah: Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah dalam Hukum Pidana Islam

,

Nanti akan datang keburukan demi keburukan. Barang
siapa

yang

hendak

memecah

belah

umat

islam

dalam

keutuhannya, maka penggalah dia dengan pedang siapapun


orangnya.
Disamping

dapat

menjamin

kemaslahatan

dan

ketentraman umum, hukuman tersebut berprinsip pada keadilan


dengan efek jera yang efektif. Dalam hal ini misalnya saja zina,
Zina merupakan dosa yang sangat keji karena melanggar akhlak,
kehormatan, dan kemuliaan manusia. Zina juga menimbulkan
berbagai

kejahatan

individu

dan

serta

masyarakat.

kerusakan
Hukuman

sendi-sendi
zina

kehidupan

memang

lebih

ditekankan pada usaha pencegahan serta menakut-nakuti dari


pada realisasinya. Begitupun juga dengan

qadzf, Tuduhan

berzina yang ditujukan kepada pria atau wanita yang masih


dalam

ikatan

pernikahan

dapat

mengakibatkan

putusnya

hubungan keluarga atau dapat memisahkan suami istri yang


terkena tuduhan. Tuduhan zina bisa meruntuhkan keutuhan
rumah tangga. Dengan demikian, ketentuan agama berupa
hukuman 80x pukulan terhadap penuduh, jika tidak dapat
mendatangkan 4 orang saksi mata sebagai bukti tuduhannya, ini
merupakan

hal

yang

sangat

bijaksana

dan

sangat

memperhatikan segi kemaslahatan, yaitu agar kehormatan orang


tidak terganggu dan nama baiknya tidak dirugikan.
Sayyid Sabiq menegaskan bahwa ketinggian syariat islam
tidak dapat ditandingi oleh hukum buatan manusia yang dibuat
atas

dasar

pragmatisme

dan

hawa

nafsu

masing-masing.

Ketentuan hukum Allah yang diterapkan dinegara-negara yang


menjalankannya secara konsekuen telah berhasil secara nyata,

Fiqh Jinayah: Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah dalam Hukum Pidana Islam

baik dari segi mewujudkan keamanan maupun segi pemeliharaan


harta benda dari para pelaku kriminal. Misalnya saja Uni Sovyet,
hukuman terhadap pencuri adalah hukuman mati (hukuman
tembak). Para pembangkang yang sering membuat kerusakan
telah dikenakan hukuman potong tangan dan kaki secara
menyilang atau diusir dari tempat tinggalnya.
Di

Indonesia,

ringannya

hukuman

bagi

para

pelaku

kejahatan tidak meminimalisir tindak kejahatan, sebaliknya


tindak kejahatan semakin banyak dengan berbagai modus
operandi yang beragam. Hal ini merupakan sebuah indikasi
bahwa hukum yang diterapkan tidak menimbulkan efek jera bagi
para pelaku kejahatan dan tidak membuat rasa takut para
penjahat lainnya.
Kejahatan

lainnya

disebabkan

oleh

khamar.

Hal

ini

dikarenakan khamar dapat mengakibatkan hilangnya akal bagi


peminumnya. Dengan hilangnya kesadaran, pemabuk akan lupa
diri, ia tidak mampu berpikir matang, kesadarannya hilang,
sehingga

ia

dapat

melakukan

tindakan

kriminal

yang

membahayakan orang lain, mungkin tidak hanya mencuri, tetapi


juga memperkosa dan membunuh.
Dalam hukum pidana islam sendiri dikenal 2 bentuk
hukuman, yaitu: had dan tazir. Yang termasuk dalam hukuman
had adalah, murtad, zina, qadzf, mencuri, merampok, dan
meminum

khamar.

Status

hukuman

bagi

pelanggaran-

pelanggaran tersebut terdapat dalam nash, baik didalam AlQuran maupun Sunnah Nabi. Itulah sebabnya, hukuman had
merupakan bentuk hukuman yang ditetapkan oleh syariat.
Sementara hukuman tazir, yaitu bentuk hukuman yang tidak
terdapat dalam nash Al-Quran maupun Sunnah Nabi, tetapi

10

Fiqh Jinayah: Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah dalam Hukum Pidana Islam

didasrkan pada pertimbangan akal sehat dan keyakinan hakim


untuk mewujudkan maslahat dan menimbulkan rasa keadilan.
Para

ulama

sepakat

bahwa

hukuman

tazir

dapat

diterapkan pada setiap maksiat pelanggaran yang tidak ada


hukuman had-nya. Menurut para ahli, adanya tazir dalam hukum
pidana

islam

menjamin

rasa

keadlilan

masyarakat

untuk

mewujudkan maslahat. An Nasai dan Ibnu Majah meriwayatkan


dari Abu Hurairah, bahwa Nabi SAW pernah bersabda:


Suatu hukum yang dilaksanakan didunia adalah lebih baik
bagi penduduknya daripada dicurahi hujan selama empat puluh
hari
Dengan demikian, setiap perbuatan atau usaha yang bersifat
menghalangi dan menentang terlaksananya hukuman berarti
manghalangi hukum-hukum Allah.
Pelaksanaan hukuman membutuhkan ketegasan, tanpa
pandang bulu. Kasih sayang kepada masyarakat lebih penting
dari pada hanya kepada individu. Dalam suatu hadist ditegaskan:


Bertindak

keraslah

agar

tertib.

Barang

siapa

yang

menginginkan ketertiban sesekali bertindak tegaslah kepada


orang yang kau kasihi
Dilarang hukumnya menolong atau ikut menghalanghalangi pelaksanaan hukum yang telah ditentukan oleh Allah.
Orang yang menghambat kelancaran penerapan hukum Allah
sama dengan orang yang memerangi Allah dan Rasulullah SAW,
karena

tindakannya

telah

menggagalkan

usaha

untuk

mewujudkan perbaikan. Larangan memberi pertolongan ini


berlaku setelah perkaranya sampai ditangan hakim. Karena
memberi pertolongan pada waktu ini berarti menghalangi hakim

11

Fiqh Jinayah: Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah dalam Hukum Pidana Islam

melaksanakan

kewajibannya

dan

membuka

peluang

bagi

terhentinya hukum dan keadilan. Adapun sebelum perkaranya


sampai

ditangan

hakim,

pemberian

perlindungan

dan

pertolongan kepada pelaku pelanggaran masih boleh dilakukan.


Imam Ahmad dan para pengarang kitab As-Sunnan pernah
mengeluarkan

hadist

dari

Safwan

bin

Umayyah

yang

menceritakan bahwa Nabi pernah berkata kepadanya (Safwan)


pada

saat

akan

selendangnya.

memotong

Menjelang

jari

seseorang

pelaksanaan

yang

mencuri

hukuman,

Safwan

menjelaskan bahwa dia telah memaafkan orang yang mencuri


selendangnya. Keterangan itu dijawab oleh Nabi SAW:


Tidak

apa-apa

diampuni,

seandainya

engkau

belum

menyerahkan dia (pencuri) kepadaku


Hakim dalam menjatuhkan hukuman harus berpegang
pada keyakinan. Keraguan bertentangan dengan keyakinan yang
menjadi dasar penegakan hukum. Oleh karena itu, majelis hakim
dalam menjatuhkan vonis harus berdasarkan keyakinan. Menurut
Sayyid Sabiq, madzhab Hanafi dan madzhab Syafii menjelaskan
beberapa macam keraguan dalam menentukan sanksi hukum,
yaitu sebagai berikut:
a. Penganut Madzhab Syafii
Kalangan

penganut

madzhab

syafii

membagi

syubhat

(keraguan menjadi 3 bagian:


1) Keraguan yang berkenaan dengan sasaran perbuatan,
seperti menyetubuhi istri yang sedang haid atau berpuasa
dan menyetubuhinya dari belakang. Kedua pintu masuk itu
menjadi hak suami. Akan tetapi, pemilikan dan penguasaan
sang suami atas dua pintu itu merupakan kesyubhatan
yang memungkinkan pelakunya menolak hukuman, tanpa

12

Fiqh Jinayah: Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah dalam Hukum Pidana Islam

terkait pada pendapatnya tentang haram atau tidaknya


melakukan perbuatan melalui jalan tersebut.
2) Keraguan yang berkenaan dengan pelaku. Contohnya
suami yang menyetubuhi seorang wanita yang dikira
istrinya, tetapi ternyata bukan. Dalam contoh ini, yang
menjadi dasar syubhat adalah keyakinan pelaku yang telah
berbuat karena dia yakin hal itu bukan pekerjaan yang
diharamkan, yakni dia yakin sasarannya itu adalah istrinya.
Menurut mereka, kesyubhatan jenis ini memungkinkan
seseorang menolak kesyubhatan.
3) Keraguan yang berasal dari kebingungan menentukan
sikap terhadap ketentuan hukum atas perbuatan tertentu.
Misalnya seseorang yang bingung untuk memilih satu
pendapat

mengenai

hukum

disebabkan

banyaknya

pendapat para ahli tentang hal itu. Keraguan dalam bentuk


ketiga ini bisa dijadikan alasan untuk menolong suatu
hukuman.
b. Penganut Madzhab Hanafi
Kalangan madhzab Hanafi membagi syubhat dalam dua
bagian, yaitu sebagai berikut:
1) Keraguan menyangkut hak seseorang dalam melakukan
perbuatannya,
keharaman

yakni

perbuatan

mempertanyakan
baginya.

kehalalan

Sementara

itu,

atau
tidak

terdapat dalil sami yang secara eksplisit menunjukan


halalnya perbuatan itu dan tidak adanya dalil dimaksud,
justru dianggap sebagai dalil bagi perbuatannya.
Para ulama Hanafi mensyaratkan bagi kesyubhatan
jenis ini, yaitu tidak adanya dalil yang mengharamkannya
dan pelaku menyangka halal pekerjaan itu. Jika ada dalil
yang menunjukan haram atau pelaku tidak menduga halal,
tidak dapat dimasukan dalam kategori syubhat. Jika pelaku

13

Fiqh Jinayah: Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah dalam Hukum Pidana Islam

mengetahui

dengan

pasti

haramnya

melakukan

persetubuhan dengan istri yang dalam iddah talak tiga


atau talak tebus, ia wajib dijatuhkan hukuman zina.
2) Keraguan yang berkenaan dengan tempat disebut syubhat
hukmiah. Keraguan ini berasal dari adnya ketidaktegasan
hukum syara mengenai halalnya tempat persetubuhan
(faraj). Syaratnya adalah keraguan itu timbul dari salah
satu ketetapan syara, yairu adanya dalil syara yang
membatalkan haramnya perbuatan itu.
Para ulama fiqh sependapat bahwa pelaksana hukuman
adalah hakim atau wakilnya. Seseorang tidak diperkenankan
mengambil tindakan hukum sendiri. Begitupun juga menurut
Imam Abu Hanifah, pelaksanaan hukuman harus diserahkan
kepada pemerintah dan tidak boleh dilaksanakan sendiri. Apabila
pelaksaan hukuman dengan cara main hakim sendiri, pelaku
yang

dituduh

membela

diri,

berbuat
dan

jarimah

pelaksaan

tidak

memiliki

hukum

malah

kesempatan
menimbulkan

kejahatan baru, yaitu pelanggaran hukum oleh orang yang


bermaksud melaksanakan hukuman.
Islam juga menganjurkan untuk merahasiakan orang-orang
yang berbuat dosa dan tidak tergesa-gesa mengumumkan
perbuatan pelaku kepada masyarakat. Sayyid bin Musayyab
menerangkan bahwa Rasulullah SAW pernah berkata kepada
seseorang dari suku Aslam, yakni Hazzal, yang datang kepada
Nabi untuk mengadukan perihal seorang laki-laki yang telah
berzina. Nabi SAW bersabda:


Wahai

Hazzal!

Jika

engkau

tutupi

selendangmu, kiranya itu akan lebih baik bagimu

dia

dengan

14

Fiqh Jinayah: Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah dalam Hukum Pidana Islam

Jika

merahasiakan

kesalahan

itu

dianjurkan,

hukum

mengumumkannya adalah khilaful aula yang ujungnya bermuara


pada makruh tanzih (sangat tidak disukai). Hal ini karena
mengumumkan kesalahan orang termasuk kategori sunnah,
tetapi merupakan makruh tanzih jika dilihat dari segi tidak
melakukannya. Hal ini kaitannya dengan kesalahan seseorang
yang belum terbiasa dan sudah terbiasa melakukan kesalahn
tersebut. Apabila keadaannya telah mencapai tingakat yang
parah, misalnya dalam hal ini adalah perzinaan. Para pezina
diumumkan kepada khalayak masyarakat agar merasa malu dan
orang lain tidak akan menirunya. Akan tetapi, untuk orang yang
baru satu atau dua kali melakukan zina dan itupun dilakukannya
secara sembunyi-sembunyi karena merasa takut, kemudian ia
menyesali

perbuatannya,

perzinaan

tersebut

lebih

baik

dirahasiakan dulu.
Disamping masalah kedudukan hakim dalam memutuskan
hukum, dalam hukum pidana islam dibicarakan juga tempat
pelaksaan hukuman dan proses persidangannya. Diantaranya
sebagai berikut:
a) Pelaksanaan hukuman didaerah perang
Mayoritas ulama, seperti Imam Malik dan Al Laitsy bin Saad
berpendapat bahwa meskipun diwilayah pertempuran, hukuman
harus dilaksanakan. Alasannya adalah perintah melaksanakan
hukuman bersifat umum serta tidak mengenal perbedaan
daerah. Sementara itu, Abu Hanifah berpendapat lain, bahwa
seorang amir yang sedang menaklukan daerah tidak boleh
melaksanakan
tentaranya,

hukuman
karena

terhadap

salah

melaksanakan

seorang

hukuman

anggota
didaerah

peperangan dapat menimbulkan pengkhianatan atau terhukum

15

Fiqh Jinayah: Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah dalam Hukum Pidana Islam

membelot kepihak kafir (musuh). Hukuman harus dilaksanakan


oleh amir-amir didaerah yang telah diperintah atau dikuasai.
Hukuman

dalam

situasi

perang

dikhawatirkan

menimbulkan ekses yang lebih buruk lagi. Imam Ahmad, Ishaq


bin Rahawiyah, Imam Auzai, dan ulama islam lain melarang
pelaksanaan hukuman didalam peperangan. Menunda atau
menggugurkan hukuman demi mengingat kemaslahatan yang
lebih besar lebih baik bagi kaum muslim, sementara orang yang
bersangkutan harus menghukum dirinya sendiri.
b) Larangan melakukan hukuman didalam masjid
Dilarang melaksanakan hukuman didalam masjid karena
menjaga

agar

tidak

terjadi

pengotoran.

Abu

Dawud

meriwayatkan dari Hakim bin Hazam, ia berkata:



Rasulullah

pernah

bersabda

yang

berisi

larangan

melakukan qisas, membacakan syair, dan melakukan hukum


(had) didalam masjid
c) Proses persidangan
Proses

persidangan

boleh

dilkuakan

didalam

masjid,

kantor, rumah, tengah lapangan dan tempat yang kondusif.


Dalam memutuskan hukum, hakim harus berpegang pada
pengetahuan

hukum

yang

memadai.

Hukum

yang

paling

terjamin adalah hukuman yang diambil atas dasar pengetahuan


hakim sebab, dia tahu terhadap kasus pelanggran itu tingkat
kedua adalah hukuman yang diambil berdasarkan pengakuan
tertuduh (iqrar). Tingkat yang ketiga hukuman yang diambil atas
dasar kesaksian orang lain, firman Allah SWT:

16

Fiqh Jinayah: Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah dalam Hukum Pidana Islam


Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang
yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena
Allah... (Q.S An Nisa: 135)
Rasulullah SAW bersabda:

...
Barang siapa yang diantara kamu melihat kemungkaran,
hendaklah dia mengubahnya dengan tangannya dan jika tidak
sanggup dengan lisannya...
Kedudukan hakim sama dengan orang lain. Ia tidak
diperkenankan

mengumumkan

sesuatu

yang

disaksikannya

selama belum memiliki keterangan alat bukti yang lengkap.


Seandainya hakim menuduh seseorang berbuat zina atas dasar
kesaksiannya tanpa memiliki keterangan yang lengkap atas
tuduhannya, dia menjadi penuduh zina tanpa saksi dan harus
dihukum. Pendapat tersebut berdasarkan firman Allah SWT:

...



...Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi
Maka mereka Itulah pada sisi Allah orang- orang yang dusta
(Q.S An Nur: 13)
Para ulama membagi masalah jinayah menjadi tiga bagian,
pembagian ini bedasarkan bobot hukuman yang dikenakan
terhadap pelaku jarimah, akan tetapi, adapula ulama yang
membaginya menjadi dua bagian karena memasukkan masalah
qisas/diyat dalam kelompok hudud, diantarnya, Al Mawardi, yang

17

Fiqh Jinayah: Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah dalam Hukum Pidana Islam

mendefinisikan jarimah sebagai larangan-larangan syara yang


diancam Allah dengan hukuman hudud dan tazir. Dari definisi
tersebut, tedapat kata qisas secara eksplisit. Oleh karana itu,
secara implisit, qisas termasuk dalam kelompok jarimah hudud.
Karena qisas/diyat dilihat dari segi ditentukan jenis jarimah dan
jenis sanksi hukuman oleh Al-Quran dan Hadist Nabi sama
dengan

jarimah

hudud,

qisas

atau

diyat

masuk

kedalam

kelompok hudud. Yang termasu kategori jarimah qisas/diyat


antara lain:

Pembunuhan sengaja
Pembunuhan semi sengaja
Pembunuhan keliru
Penganiayaan sengaja
Penganiayaan

2) Jarimah Qisas
Diantara jarimah qisas diyat yang paling berat adalah
hukuman bagi pelaku tindak pidana pembunuhan sengaja karena
hukumannya

dibunuh.

Pada

dasarnya,

seseorang

haram

menghilangkan nyawa orang tanpa alasan syara, bahkan Allah


mengatakan tidaka ada dosa yang lebih besar lagi setelah
kekafiran selain pembunuhan terhadap orang mukmin. Dalam
suran An Nisa ayat 93 disebutkan:


Dan Barang siapa yang membunuh seorang mukmin
dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di

18

Fiqh Jinayah: Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah dalam Hukum Pidana Islam

dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta


menyediakan azab yang besar baginya. (Q.S An Nisa: 93)
Dalam islam pemberlakuan hukuman mati terhadap pelaku
pembunuhan

sengaja

tidak

bersifat

mutlak,

karena

jika

dimaafkan oleh keluarga korban dia hanya diberi hukuman untuk


membayar diyat denda senilai 100 ekor unta merupakan
hukuman pengganti (uqubah badaliyah) dari hukuman mati yang
merupakan hukuman asli (uqubah ashliyah) dengan syarat
adanya pemberian maaf dari keluarganya. Seperti halnya jarimah
hudud, jarimah qiyas diyat pun telah ditentukan jenis ataupun
besar hukumannya.
Diantara perbedaan jarimah qisas/diyat dengan jarimah
hudud adalah jarimah qisas atau diyat menjadi hak perseorangan
atau hak adami yang membuka kesempatan pemaafan bagi
pembuat jarimah oleh orang yang menjadi korban, wali tau ahli
warisnya. Jadi, dalam kasus jarimah qisas atau diyat, korban atau
ahli warisnya dapat memaafkan terdakwa, mniadakan qisas dan
menggantinya dengan diyat atau meniadakan diyat. Oleh
kareana itu seorang kepala negara dalam kedudukannya sebagai
penguasa

tidak

berkuasa

memberikan

pengampunan

bagi

tedakwa pembuat jarimah. Akan tetapi, apbila korban tidak


mempunyai wali atau ahli waris, wali bagi orang tersebut adalah
kepala negara.
Kekuasaan hakim terbatas pada penjatuhan hukuman
apabila

perbuatan

yang

dituduhkan

itu

dapat

dibuktikan.

Penjatuhan hukuman qisas hanya dijatuhkan hakim selama


korban atau ahli warisnya tidak memaafkan pembuat jarimah.
Jika hukuman qisas diamanatkan dan korban ahli waris meminta
diat, hakim harus menjatuhkan diat.

19

Fiqh Jinayah: Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah dalam Hukum Pidana Islam

Qisas ditunjukan agar pembuat jarimah (tindak pidana)


dijatuhi

hukuman

yang

setimpal,

sebagai

balasan

atas

perbuatannya. Jadi, hukuman bunuh hanya dijatuhkan bagi


pembunuh dan pelukaan dijatuhi bagi orang yang melukai. Qisas
merupakan hukuman terbaik yang mencerminkan keadilan dan
keseimbangan sehingga terdakwa mendapat imbalan yang sama
dan setimpal dengan perbuatannya. Hanya, kalangan pemikir
barat menganggap hukuman qisas bertentangan dengan hak
asasi

manusia,

terdakwa

karena

untuk

tidak

memeperbaiki

memberi

kesempatan

kehidupanya.

Akan

kepda
tetapi,

pandangan ini dalam peraktiknya tidak dapat dibuktikan karena


orang-orang

barat

menerapkan

hukuman

bagi

pelaku

pembunuhan dan lainya dengan cara disetrum, disuntik mati,


ditembak, bahkan digantung.
Rahmat

hakim

mengatakan

bahwa

untuk

menjamin

ketentraman dan keamanan, qisas di pandang lebih menjamin


prinsip keadilan dari pada jenis hukuman lain. Seseorang akan
berpikir

ulang

jika

berniat

membunuh

karena

sanksi

hukumananya berat.
Qisas berbeda dengan diyat. Qisas bentuk hukuman bagi
pelaku jarimah terhadap jiwa dan anggota badan yang dilakukan
dengan sengaja. Adapun diyat merupakan hukuman yang
dijatuhkan bagi pelaku jarimah dengan objek yang sama (nyawa
dan anggota badan), tetapi dilakukan tanpa sengaja. Jarimah
yang termasuk dalam kelompok qisas/diyat terdiri dari lima
macam. Dua termasuk dalam kelompok jarimah qisas yaitu
pembunuhan sengaja, pelukaan, dan penganiayan sengaja.
Adapun

tiga

pembunuhan

jarimah
tidak

termasuk

disengaja,

kelompok

pembunuhan

diyat,
semi

yaitu

sengaja,

pelukaan penganiayan tidak disengaja. Disamping itu diat

20

Fiqh Jinayah: Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah dalam Hukum Pidana Islam

merupakan hukuman pengganti dari hukuman qisas yang


dimaafkan. Diyat merupakan wujud ganti rugi bagi korban.
Pelaku jarimah memberikan sejumlah harta kepada korban atau
ahli warisnya dengan besar kecilnya tergantung pada jenis
jarimah yang diperbuat
3) Jarimah tazir
Tazir menurut artinya al-tadid yaitu memberi pengajaran.
Dalam fiqh jinayah, tazir merupakan bentuk jarimah, yang
sangsi hukumnya ditentukan penguasa. Jadi, jarimah ini sangat
berbeda

dengan

jarimah

qisas/diyat

yang

macam

bentuk

hukumanya telah ditentukan oleh syara, karena jarimah ini


berkaitan

dengan

perkembangan

masyarakat

dan

kemaslahatanya, dan kemaslahatan tersebut selalu berubah dan


berkembang. Oleh karena itu jarimah tazir sering disebut
dengan jarimah kemaslahatan umum.
Dalam menangani kasus jarimah ini hakim diberikan
keleluasaan. Dia bebas berijtihad untuk menentukan vonis
kepada pembuat jarimah, sesuai dengan jenis jarimah dan
keaadaan pelakunya. Jarimah tazir seperti ini berlaku abadi
diseluruh

tempat

diseluruh

tempat

dan

tidak

akan

ada

perubahan terhadapnya. Artinya, perbuatan seperti itu tidak


akan dianggap selama sebagai jarimah. Jarimah tazir yang
ditentukan

syara

diantaranya

khianat,

suap

menyuap,

memasuki rumah tanpa rumah tanpa ijin, makan-makanan


tertentu, ingkar janji, menipu timbangan, riba, berjudi, dan lain
sebagainya. Akan tetapi, walaupun bentuk dan hukuman tazir
ditentukan

syara

kebijakan hakim.

penerapan

sanksinya

diserahkan

pada

21

Fiqh Jinayah: Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah dalam Hukum Pidana Islam

Dapat disimpulkan bahwa jarimah tazir terbagi dalam dua


kategori, yaitu tazir syara dan tazir penguasa. Tazir syara
ditentukan

oleh

syara

dan

bersifat

abadi,

artinya

sejak

diturunkan oleh pembuat syariat, selamanya dianggap sebagai


jarimah. Adapun tazir penguasa ditentukan oleh penguasa dan
bersifat

sementara,

bergantung

pada

kedaaan

dan

dapat

dianggap jarimah apabila diperlukan. Sebaliknya, dapat dianggap


bukan jarimah jika menghendaki demikian. Adapun persamaan
kedua jarimah tersebut terletak pada sanksi keduanya yang
ditentukan oleh penguasa.
Penerapan asas legalitas bagi jarimah tazir berbeda
dengan penerapan pada jarimah hudud dan qisas/diyat. Jarimah
hudud dan qisas/diyat bersifat ketat, artinya setiap jarimah
hanya

diberikan

sanksi

sesuai

dengan

ketentuan

syara.

Sebaliknya jarimah tazir bersifat longgar. Oleh karena itu, tidak


ada ketentuan tersendiri bagi setiap jarimah. Dalam penetapan
jarimah

tazir,

acuan

utama

penguasa

adalah

menjaga

kepentingan umum dan melindungi setiap anggota masyarakat


dari segala hal yang membahayakan. Dalam ktab subulus salam
diebutkan

bahwa

selain

penguasa,

orang

yang

berhak

memberikan hukuman tazir adalah:


1. Ayah: seorang ayah boleh memberikan hukuman tazir
kepada

anaknya

yang

masih

kecil

dengan

tujuan

pendidikan.
2. Majikan: seorang majikan boleh men-tazir hambanya, baik
yang berkaitan denagn dirinya maupun dengan Allah.
3. Suami: seorang suami diperbolehkan melakukan tazir
kepada istri apabila istri melakukan nusyuz.
Abdul Qodir Audah membagi jarimah tazir menjadi tiga, yaitu:
1) Jarimah hudud dan qisas diyat yang mengandung unsur
Syubhat

(sama)

atau

tidak

memenuhi

syariat,

baik

22

Fiqh Jinayah: Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah dalam Hukum Pidana Islam

syubhat fi al fili, fi al-fail, maupun fi al-mahal. Akan tetapi,


hal itu sudah dianggap sebagai maksiat, seperti pencurian
harta syirkah, pembunuhan ayah terhadap anaknya, dan
pencurian yang bukan harta benda
2) Jarimah tazir yang jenis jarimahnya ditentukan oleh nash,
tetapi

sanksinya

oleh

syariat

diserahkan

kepada

penguasa, seperti sumpah palsu, saksi palsu, mengurangi


timbangan,

menipu,

mengingkari

janji,

menghianati

amanah dan menghina agama


3) Jarimah tazir yang jenis sanksinya secara penuh menjadi
wewenang penguasa demi terealisasinya kemaslahatan
umat.
Sanksi hukuman tazir banyak jumlahnya, antara lain sebagai
berikut:
1. Hukuman mati
Pada

dasarnya

hukuman

tazir

bertujuan

untuk

pengajaran, oleh karena itu, dalam hukuman tazir tidak


boleh ada pemotongan anggota badan atau nyawa. Akan
tetapi, ada beberapa ulama memberikan pengecualian dari
aturan hukum tersebut, yaitu boleh dijatuhi hukuman mati
jika keadaan menghendaki demikian.
2. Hukuman jilid
Dalam hal ini, masih terjadi perbedaan pendapat mengenai
batas tertinggi hukuman jilid dalam tazir. Imam Abu
Hanifah 39x, Abu Yusuf 75x dan pendapat yang paling
terkenal dari kalangan ulama Maliki bahwa batas tertinggi
diserahkan kepada penguasa.
3. Hukuman penjara/kurungan
Ada dua macam hukuman kurungan menurut hukum islam,
pertama, hukuman penjara terbatas. Batas terendah dari
hukuman ini adalah satu hari, sedangkan batas tertinggi
ulam bebeda pendapat. Kedua, hukuman penjara tidak

23

Fiqh Jinayah: Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah dalam Hukum Pidana Islam

terbatas, hukuman ini berlangsung terus hingga terhukum


mati atau bertobat dan kembali menjadi orang yang baik
pribadinya.
4. Hukuman salib
Untuk jarimah tazir, hukuman salib tidak dibarengi atau
didahului oleh hukuman mati. Penyaliban ini, menurut
fuqaha tidak lebih dari tiga.
5. Hukuman ancaman (tahdid),

teguran

(tanbih),

dan

peringatan
6. Hukuman pengucilan (al-hajru)
Dalam sejarah, Rasulullah pernah melakukan hukuman
pengucilan terhadap tiga orang yang tidak ikut serta dalam
Perang Tabuk, yaitu Kaab bin Malik, Miroroh bin Rubaiah
dan Hilal bin Umayyah
7. Hukuman denda (tahdid)
Ada dua aspek yang ditonjolkan dari perbuatan jarimah,
yaitu

jarimah

secara

ijabiyyah,

artinya

aktif

melakukan

perbuatan jarimha tadi, yang maksudnya adalah melakukan


sendiri perbuatan yang dilarang, seperti mencuri, berzina, mabuk
membunuh dan lain sebagainya. Sebaliknya, pelaku jarimah
salabiyyah,

artinya

pelaku

perbuatan

jarimah,

seperti

pasif
tidak

tidak

melakukan

melakukan

sesuatu

shalat,

tidak

membayar zakat dan lain sebagainya. Dari sudut pandang ini


pula, jarimah terbagi dalam dua bagian. Pertama, jarimahjarimah yang disengaja atau jaraim al-makshudah,

yang

dinitakan atau direncanakan. Kedua, jarimah tidak disengaja atau


jaraim ghair makshudah. Jarimah seperti ini dapat terjadi karena
kekeliruan.
B. Sebab-sebab Terhapusnya Hukuman
Berikut adalah penyebab tehapusnya hukuman
1. Paksaan

24

Fiqh Jinayah: Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah dalam Hukum Pidana Islam

Dalam hal ini, ada beberapa pengertian tentang paksaan.


Pertama, paksaan adalah perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang karena orang lain. Kedua, paksaan adalah
perbuatan yang keluar dari orang yang memaksa dan
menimbulkan pada diri orang yang dipksa suatu keadaan
yang mendorong dirinya untuk melkukan perbuatan yang
diperintahkan. Ketiga, paksaan merupakan ancaman atas
seseorang dengan sesuatu yang tidak disenangi untuk
mengerjakannya. Keempat, paksaan adalah sesuatu yang
diperintahkan

seseorang

kepada

orang

lain

yang

membahayakan dan menyakitinya.


2. Mabuk
Tidak dijatuhi hukuman oleh sebab ini adalah jika ia
dipaksa atau secara terpaksa atau dengan kehendak
sendiri, tetapi tidak mengetahui bahwa yang diminumnya
itu bisa mengakibatkan mabuk.
3. Gila (majnun)
Orang gila tidak dikenakan hukum jarimah karena tidak
mempunyai kekuatan berpikir dan memilih.
4. Dibawah Umur
Anak dibawah umur dipandang belum dibebani hukum
atau tidak termasuk mkallaf, oleh karenanya, tidak ada
kewajiban hukum atasnya dan tidak ada pertanggung
jawaban atas perbuatannya sehingga ia mencapai dewasa.
Dari uraian dtersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam
hukum pidana islam dikenal empat macam jarimah apabila
ditinjau dari berat ringannya hukuman yang diancamkan, yaitu
sebagi berikut:
1. Jarimah

qisas,

yaitu

jarimah

yang

diancam

dengan

hukuman qisas. Qisas adalah hukuman yang sama dengan


jarimah yang dilakukan. Pembunuhan dan penganiayaan

25

Fiqh Jinayah: Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah dalam Hukum Pidana Islam

dengan sengaja mengakibatkan terpotong atau terlukanya


anggota badan termasuk dalam jarima ini.
2. Jarimah diyat, yaitu jarimah yang diancam

dengan

hukuman diyat. Diyat adalah hukuman ganti rugi atas


penderitaan

yang

dialami

korban

atau

keluarganya.

Pembunuhan tidak sengaja termasuk dalam jarimah diyat


yang

mengakibatkan

terpotongnya

atau

terlukanya

anggota badan.
3. Jarimah hudud, yaitu jarimah yang diancam dengan
hukuman had. Had adalah hukuman yang telah ditentukan
dalam nash Al-Quran atau Sunnah Rasul dan telah pasti
macamnya serta menjadi hak Allah, tidak dapat diganti
dengan hukuman lain atau dibatalkan oleh manusia.
Pencurian

(as-sariqah),

perampokan

(al-hirabah),

pemberontakan (al-bughat), zina (az-zina), menuduh zina


(qadfz), minum-minuman keras (as-sakr), dan murtad (arriddah) termasuk kedalam jarimah hudud.
4. Jarimah tazir, yaitu jarimah yang diancam

dengan

hukuman tazir. Jarimah tazir adalah hukuman yang tidak


dipastikan ketentuannya didalam nash Al-Quran dan
Sunnah Rasul. Ada jarimah tazir yang disebutkan dalam
nash,

tetapi

jenis

hukumannya

diserahkan

kepada

penguasa untuk menentukannya, dan ada pula jarimah


yang macam ataupun macam hukumannya diserahkan
sepenuhnya kepada penguasa.

26

Fiqh Jinayah: Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah dalam Hukum Pidana Islam

KOMENTAR
Lafal had mempunyai dua arti, yaitu arti umum dan arti khusus. Had
dalam arti umum meliputi semua hukuman yang telah di tentukan oleh syara,
baik hal itu merupakan hak Allah maupun hak individu. Dalam pengertian ini
termasuk hukuman qishash dan diat. Dalam aarti khusus had itu adalah hukuman
yang telah di tentukan oleh syara dan merupakan hak Allah, seperti hukuman
potong tangan untuk jarimah pencurian, dera seratus kali untuk jarimah zina, dan
dera delapan puluh kali untuk untuk jarimah qadzaf. Dalam pengertian khusus
ini , hukuman qishash dan diat tidak termasuk, karna keduanya merupakan hak
individu. Sedangkan pengertian tazir adalah hukuman yang belum di tentukan
oleh syara dan untuk penetapan serta pelaksanaannya diserahkan kepada Ulil
amri (penguasa) sesuai dengan bidangnya.
Walaupun demikian, meskipun hukuman tazir itu ketentuannya
diserahkan kepada Ulil amri (penguasa), namun dalam pelaksanaan tetap
berpedoman kepada dasar-dasar yang telah ditetapkan oleh Alquran dan Assunnah dengan tujuan untuk mencegah manusia, supaya ia tidak membuat
kekacauan dan kerusakan.
Suatu perbuatan dinamai jarimah (tindak pidana, peristiwa pidana atau
delik) apabila perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian bagi orang lain atau
masyarakat baik jasad (anggota badan atau jiwa), harta benda, keamanan, tata
aturan masyarakat, nama baik, perasaan ataupun hal-hal lain yang harus dipelihara
dan dijunjung tinggi keberadaannya. Jadi, yang menyebabkan suatu perbuatan
tersebut dianggap sebagai suaatu jarimah adalah dampak dari perilaku tersebut
yang menyebabkan kerugian kepada pihak lain, baik dalam bentuk material
(jasad, nyawa atau harta benda) maupun nonmateri atau gangguan nonfisik,
seperti ketenangan, ketenteraman, harga diri, adapt istiadat, dan sebagainya.

27

Fiqh Jinayah: Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah dalam Hukum Pidana Islam

Ruang lingkup hukum pidana islam meliputi pencurian,


perzinaan (termasuk homoseksual dan lesbian), menuduh orang
yang baik-baik berbuat zina (qadzaf), meminum minuman yang
memabukkan (khamar), membunuh dan/melukai seseorang,
merusak
kekacauan

harta

seseorang,

dan

semacamnya

melakukan
berkaitan

gerakan-gerakan
dengan

hukum

kepidanaan atau bughot (pembangkang) . Hukum kepidanaan


yang di maksud disebut adalah jarimah.1
Mengenai

macam-macam

jarimah

itu

sangat

banyak

macam dan ragamnya. Akan tetapi agar mudah membaginya,


secara garis besar kita dapat membaginya dan meninjauinya dari
beberapa segi:
1) Di tinjau dari Segi Berat Ringannya Hukuman
Dari segi berat ringannya hukuman, jarimah dapat di bagi kepada tiga
bagian, antara lain:
a. Jarimah Hudud
Jarimah hudud adalah jarimah yang di ancam dengan hukuman had.
Pengertian hukuman had adalah hukuman yang telah di tentukan oleh syara dan
menjadi hak Allah (masyarakat).
Ciri khas Jarimah Hudud itu adalah sebagai berikut:
1. Hukumnya tertentu dan terbatas, dalam arti bahwa hukumannya telah
ditentukan oleh syara dan tidak ada batas minimal dan maksimal.
2. Hukuman tersebut merupakan hak Allah semata-mata, atau kalu ada hak
manusia disamping hak Allah, maka hak Allah yang lebih menonjol.
Dalam hubungannya dengan hukuman had maka pengertian hak Allah di
sini adalah bahwa hukuman tersebut tidak bisa di hapuskan oleh perseorangan
(orang yang menjadi korban atau keluarganya) atau oleh masyarakat yang di
wakili oleh negara. Adapun jarimah hudud ini terbagi menjadi tujuh macam.
Yakni:
1. Jarimah Zina
1 Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta. Sinar Grafika: 2007), hlm: 9

28

Fiqh Jinayah: Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah dalam Hukum Pidana Islam

2. Jarimah Qazdaf
3. Jarimah Syurbul khomri
4. Jarimah Pencurian
5. Jarimah Hirabah
6. Jarimah Riddah
7. Jarimah Al Baghyu (pemberontakan)
b. Jarimah Qisas/Diyat
Jarimah Qisas dan diyat adalah jarimah yang di ancam dengan hukuman
qisas atau diyat. Secara harfiah, qisas artinya memotong atau membalas. Qisas
yang dimkasud dalam hukum pidana islam adalah pembalasan setimpal yang
dikenakan kepada pelaku pidana sebagi sanksi atas perbuatannya. Sedangkan
diyat berarti denda dalam bentuk benda atau harta berdasarkan ketentuan yang
harus dibayar oleh pelaku pidana kepada pihak korban sebagai sanksi atas
pelanggaran yang dilakukakannya.2 Baik qisas maupun diyat keduanya adalah
hukuman yang sudah ditentukan oleh syara. Perbedaanya dengan hukuman had
adalah bahwa had merupakan hak Allah (masyarakat), sedangkan qisas dan diyat
adalah hak manusia (individu). Dan adapun yang dimaksud dengan hak manusia
sebagaimana dikemukakan oleh Mahmud Syaltut: Hak manusia adalah suatu
hak yang manfaatnya kembali kepada orang tertentu. Pengertian hak manusia
di sini adalah bahwa hukuman tersebut bisa dihapuskan atau dimaafkan oleh
korban atau keluarganya.
Adapun ciri hasnya jarimah qisas dan diyat adalah sebagai berikut:
1. Hukumannya sudah tertentu terbatas, dalam arti bahwa hukumannya telah
ditentukan oleh syara dan tidak ada batas minimal dan maksimal.
2. Hukuman tersebut merupakan hak perseorangan (individu), dalam arti
bahwa koban atau keluarganya berhak memberikan pengampunan
terhadap pelaku.
Adapun jarimah qisas dan diyat hanya ada dua macam, yaitu pembunuhan dan
penganiayaan. Namun apabila diperluas maka ada lima macam, yaitu:
1. Pembunuhan sengaja
2. Pembunuhan menyerupai sengaja
2 Zainuddin Ali..., hlm: 11

29

Fiqh Jinayah: Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah dalam Hukum Pidana Islam

3. Pembunuhan karena kesalahan


4. Penganiayaan sengaja
5. Penganiayaan tidak sengaja
c. Jarimah Tazir
Jarimah tazir adalah jarimah yang di ancam dengan hukuman tazir.
Pengertian tazir menurut bahasa ialah tadib atau memberi pelajaran. Juga
diartikan Ar rad wa Al Manu, artinya menolak dan mencegah, akan tetapi
menurut istilah, sebagai mana di kemukakan oleh imam Al Mawardi yakni:
Tazir itu adalah hukuman pendidikan atas dosa (tindak pidana) yang belum di
tentukan hukumannya oleh syara
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa hukuman tazir itu adalah hukuman
yang belum di tetapkan oleh syara, melainkan diserahkan kepada Ulil amri, baik
penentuannya maupun pelaksanaannya. Dalam menentukan hukuman tersebut,
penguasa hanya menetapkan hukuman secara global saja. Artinya pembuat
undang- undang tidak menetapkan hukuman untuk masing-masing jarimah tazir,
melainkan hanya menetapkan sekumpulan hukuman, dari yang seringanringannya sampai yang seberat-beratnya.
Adapun ciri-ciri nya adalah sebagai berikut:
1. Hukumannya sudah tertentu terbatas, dalam arti bahwa hukumannya telah
ditentukan oleh syara dan tidak ada batas minimal dan maksimal.
2. Penentuan hukumannya adalah hak penguasa.
Berbeda dengan jarimah hudud dan qisas maka jarimah tazir tidak
ditentukan banyaknya, hal ini oleh karena yang termasuk jarimah tazir ini adalah
setiap perbuatan maksiat yang tidak di kenakan hukuman had dan qishash, yang di
jumlahnya sangat banyak. Tujuan di berikannya hak penentuan jarimah-jarimah
tazir dan hukumannya kepada penguasa adalah agar mereka dapat mengatur
masyarakat dan memelihara kepentingan-kepentingannya.
2) Di tinjau dari segi niat
Jarimah ini terbagi menjadi dua yakni:
a. Jarimah sengaja (jaraim al-makhsudah)

30

Fiqh Jinayah: Ruang Lingkup Hukuman dan Jarimah dalam Hukum Pidana Islam

Jarimah sengaja menurut Muhammad Abu Zahrah adalah: Jarimah


sengaja adalah suatu jarimah yang di lakukan oleh seseorang dengan
kesengajaan dan atas kehendaknya serta ia mengetahui bahwa perbuatan
tersebut di larang dan di ancam dengan hukuman
b. Jarimah tidak sengaja (jaraim ghairu makhsudah)
Abdul Qadir Audah mengemukakan pengertian jarimah tidak sengaja
sebagai berikut: Jarimah tidak sengaja adalah jarimah di mana pelaku tidak
sengaja (berniat) untuk melakukan perbuatan yang dilarang dan perbuatan
tersebut terjadi sebagai akibat kelalaiannya Contohnya seperti seseorang
menembak orang lain yang di sangkanya penjahat yang sedang dikejarnya, tetapi
kemudian ternyata penduduk biasa.
3) Di tinjau dri segi Cara melakukannya.
Jarimah ini juga terbagi menjadi dua, yakni:
a. Jarimah positif (jaraim ijabiyyah)
b. Jarimah negatif (jaraim salabiyyah)
Pengertian jarimah positif adalah jarimah yang terjadi karna melakukan
perbuatan yang dilarang, seperti pencurian, zina, dan pemukulan. Sedangkan
jarimah negatif adalah jarimah yang terjadi karna meninggalkan perbuatan yang di
perintahkan,seperti tidak mau menjadi saksi, enggan melakukan sholat dan puasa.

Anda mungkin juga menyukai