Anda di halaman 1dari 12

V. J. Anggraeni, et al. Jurnal Kimia Riset, Volume 4 No.

1, Juni 2019 62 - 73

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK MIKROALGA Thalassiosira sp


TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan
Propionibacterium acne

Vina Juliana Anggraeni*, Titis Setyaning Wahyu, Herni Kusriani, Dewi kurnia
Sekolah Tinggi Farmasi Bandung
*email: vina.juliana@stfb.ac.id

Received 20 May 2019


Accepted 28 June 2019

Abstrak
Pengembangan obat dan kosmetik dari biota laut kini tengah terjadi di dunia farmasi.
Mikroalga Thalassiosira sp merupakan jenis mikroalga yang memiliki kandungan
senyawa-senyawa bioaktif. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bawa
mikroalga memiliki aktivitas antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
aktivitas antibakteri dari ekstrak mikroalga Thalassiosira sp terhadap 3 bakteri yaitu
Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Propionibakterium acne di fasa
n-heksana, etil asetat dan etanol. Ketiga bakteri ini dapat menyebabkan infeksi kulit.
Mikroalga Thalassiosira sp dikultivasi menggunakan medium walne dan dipanen pada
hari ke-6 setelah penanaman. Pemanenan mikroalga dilakukan dengan teknik sentrifuga.
Ektrak dilakukan dengan cara maserasi bertingkat selama 3 x 24 jam. Pengujian
antibakteri dilakukan dengan metode difusi kertas cakram atau metode disc diffusion
menurut Kirby-Bauer. Hasil ekstrak mikroalga Thalassiosira sp diperoleh paling banyak
pada ekstrak etanol sebanyak 24,24%(b/b), ektrak etil asetat sebanyak 19,75%(b/b) dan
paling sedikit adalah ekstrak heksan sebanyak 8,64% (b/b). Hasil uji difusi menunjukkan
ekstrak n-heksana, etil asetat dan etanol mikroalga Thalassiosira sp memiliki aktivitas
terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan
Propionibakterium acne yang ditunjukkan dengan adanya zona bening.

Kata kunci: mikroalga, Thalassiosira sp, antibakteri, infeksi kulit, metode difusi

Abstract
Development drugs and cosmetics from marine biota is now being happened in pharmacy
word. Microalgae Thalassiosira sp is a type of microalgae that has bioactive compounds.
Several previous studies have shown the existence of microalgae which have antibacterial
activity. This study aimed to study the antibacterial activity of extracts of microalgae
Thalassiosira sp against 3 bacteria which is Staphylococcus aureus, Staphylococcus
epidermidis and propionibacterium acne in the n-hexane, ethyl acetate and ethanol phases.
These three bacteria can cause skin infections. Microalgae Thalassiosira sp was cultivated
using walne medium and harvested on the 7th day after planting. Microalgae harvesters
are carried out by centrifuge techniques. The extracttion is done by multilevel maceration
for 3 x 24 hours. Antibacterial testing was carried out by the paper diffusion method or
Kirby-Bauer's disc diffusion method. The results of the crude extract of microalgae
Thalassiosira sp were obtained at most in ethanol extract as much as 24.24% (w/w),
extract of ethyl acetate at 19.75% (w / w) and the least hexane extract at 8.64% (w/w). The
diffusion test results for n-hexane, ethyl acetate, and ethanol microalgae Thalassiosira sp
extract have activity on Staphylococcus aureus, staphylococcus epidermidis and
propionibacterium acne which are supported by clear zones.

Online ISSN: 2528-0422


62
V. J. Anggraeni, et al. Jurnal Kimia Riset, Volume 4 No. 1, Juni 2019 62 - 73

Keywords: mikroalge, Thalassiosira sp, antibacteria, skin infection, diffusion method

Pendahuluan
Infeksi mikroba adalah salah satu Mikroalga memiliki beberapa senyawa
penyebab utama masalah kesehatan, cacat bioaktif seperti eksopolisakarida,
fisik, dan kematian diseluruh dunia karatenoid, asam lemak, asam amino,
(Pradhan et al, 2014). Diketahui bahwa hidrokarbon, gliserol, vitamin dan protein
bakteri merupakan salah satu jenis (Santhosh et al, 2016). Senyawa bioaktif
mikroba yang menyebabkan penyakit tersebut mampu menghasilkan berbagai
infeksi bagi manusia dalam kondisi zat biologis aktif seperti antibakteri,
tertentu (Brook et al, 2001). Satu sifat antivirus, antijamur, menghambat enzim,
bakteri penyebab penyakit infeksi disebut imunostimulan, aktivitas sitotoksik dan
bakteri pathogen, diantaranya bakteri antispasmodial (Pradhan et al, 2014).
Staphylococcus aureus, Staphylococcus Senyawa antibakteri dari mikroalga
epidermidis, Propionibacterium acne dan banyak yang belum teridentifikasi, namun
bakteri penyebab infeksi penyakit lainnya. beberapa yang telah diketahui komponen
Jenis penyakit yang disebabkan oleh penyusunnya, diantaranya adalah senyawa
bakteri – bakteri pathogen tersebut sangat fenol, aplysiatoxin, phlorotannins,
beragam sesuai dengan organ yang peptide, terpen, polisakarida,
diserang atau diinfeksi. polyacetylenes, sterol, alkaloid, asam
Penggunaan antibakteri atau organik aromatik, asam shikimat,
antibiotika adalah salah satu cara yang poliketida, hidroquinon dan asam lemak
dilakukan oleh manusia untuk mengobati (Shannon dan Abu – Ghannam, 2016).
penyakit akibat infeksi bakteri, namun Menurut penelitian Dewi pada tahun
obat antibakteri sintesis yang digunakan 2017, Mikrolaga Thalassiosira sp
secara klinis memiliki kelemahan seperti memiliki kandungan asam lemak jenuh
toksisitas tinggi, biaya mahal dan dan tidak jenuh. Berdasarkan beberapa
penggunaannya sering mengarah pada penelitian sebelumnya menyebutkan
munculnya bakteri resisten (Pradhan et al, bahwa mikroalga Thalassiosira sp.
2014). Sebagai contoh bakteri memiliki kandungan lemak yang cukup
Staphylococccus epidermidis umumnya tinggi dan belum banyak dilakukan uji
telah resisten terhadap antibiotic penisilin aktivitas antibakteri pada jenis mikroalaga
dan metisilin (Bartlett, 2007). Thalassiosira sp tersebut. Oleh sebab itu
Dari masalah tersebut, muncul upaya penelitian ini bertujuan untuk melakukan
pengembangan dan pencarian antibakteri skrining bioaktivitas antibakteri dari
alternatif yang seharusnya memiliki efek Thalassiosira sp pada beberapa bakteri uji
samping minimal. Bahan alam dipercaya penyebab infeksi kulit.
memiliki senyawa alami yang bersifat
lebih ramah lingkungan sehingga dapat Metode Penelitian
dijadikan sebagai obat tradisional yang Alat dan Bahan
diharapkan mampu mengurangi pengaruh Alat yang digunakan adalah neraca
negatif dari antibiotik sintesis. Eksplorasi analitik, peralatan gelas, botol kaca
bahan hayati dan potensinya sebagai obat kapasitas 1 L, pipa L, lampu neon,
herbal saat ini banyak dilakukan. Salah aerator, selang plastik, haemocytometer,
satu komoditas yang belum banyak di sentrifuge Beckman j2-Hs, mikroskop,
eksplorasi di Indonesia dan mempunyai spektrofotometer UV-Vis Shimadzu,
potensi tinggi dalam pengembangan obat evaporator, sentrifuga, mikropipet, freeze
herbal salah satunya adalah mikroalga. dry, autoclave, dan inkubator. Sedangkan
Online ISSN: 2528-0422
63
V. J. Anggraeni, et al. Jurnal Kimia Riset, Volume 4 No. 1, Juni 2019 62 - 73

bahan-bahan yang digunakan adalah pemanenan dilakukan berdasarkan hasil


mikroalga thalasiossira sp, medium kurva pertumbuhan.
walne, air laut artifisial, etanol p.a, etil Pemanenan: dilakukan dengan teknik
asetat p.a, n-heksana p.a, plat KLT GF254, Mikroalga thalasiossira sp dikultivasi
petroleum eter, dietil eter, asam asetat, selama 6 hari kemudian dipanen
aquadest, medium nutrient agar, menggunakan sentrifuga dengan rotor
fosfomoblidat dan asam sulfat. besar pada kecepatan 8.670 xg (7.000
rpm) selama 25 menit dan suhu 4̊̊̊̊C
Prosedur Penelitian (Hairunnisa, 2012). Biomassa
Sterilisasi bahan dan alat : Dalam dikumpulkan dan ditimbang sedangkan
proses pengerjaannya diperlukan teknik supernatant dibuang. Biomassa yang telah
aseptik baik pada alat dan bahan. Alat terkumpul disebut sebagai biomassa basah
pengembang biakan mikroalga dan uji dan dikeringkan dengan menggunakan
aktvitas seperti air laut, gelas ukur, tip, alat freeze dry selama 24 jam.
pipa L, cawan petri dan pinset terlebih (Ramdanawati, 2018)
dahulu disterilkan dengan metode panas Karakterisasi Biomassa kering:
basah. Sterilisasi menggunakan autoklaf Karakterisasi berupa penetapan kadar abu
pada 121̊C selama 15 menit. Sterilisasi total, kadar abu tidak larut asam, kadar
untuk peralatan tidak tahan panas sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar
dilakukan dengan cara menyemprotkan air dan susut pengeringan.
larutan alkohol 70% secara merata Ekstraksi dilakukan terhadap biomassa
(Andersen, 2005). mikroalga yang telah siap dengan
Aktivasi Mikroalga: Kultur mikroalga menggunakan metode maserasi dengan
thalasiossira sp diperoleh dari pelarut etanol, etil asetat dan n - heksana.
oceanografi LIPI Jakarta dalam medium Biomassa kering yang diberi sedikit pasir
dengan salinitas 25 ppt. Aktivasi kemudian digerus, kemudian
mikroalga dilakukan di laboratorium disonikasi1dengan sedikit pelarut
penelitian STFB pada medium walne ekstraksi selama 3 kali siklus. Setelah
dengan volume total 900ml, inokulum disonikasi ditambahkan volume pelarut
mikroalga 10% dari volume total kultur, dengan total 1:3 dari biomassa kering.
dan medium 0,1 % (v/v). salinitas Ekstraksi dilakukan pada suhu ruang
medium air laut diatur pada konsentrasi selama 3 x 24 jam dengan penggantian
25 ppt, aerasi 24 jam, suhu ruang, pelarut setiap 24 jam. Ekstrak yang di
fotoperiode 12:12 (gelap:terang) dengan dapat kemudian dipekatkan dengan alat
intensitas cahaya 10.000 lux (Kurnia, penguap berputar hampa udara (Rotary
2018). Proses aktivasi dilakukan selama 4 Evaporator) hingga didapatkan ekstrak
hari (Brataningtyas, 2011). pekat. Setelah didapat ekstrak, dilakukan
Pembuatan kurva pertumbuhan dan pemantauan menggunakan kromatografi
kultivasi: Pembuatan kurva tumbuh lapis tipis (KLT).
dilakukan selama 15 hari dengan kondisi Pengujian aktivitas antibakteri:
sama seperti aktivasi. Proses pembuatan dilakukan dengan metode difusi yaitu
kurva pertumbuhan ini dilakukan dengan metode cakram kertas. Kultur bakteri uji
melakukan pemantauan terhadap jumlah (100 μL) diinokulasi di dalam media agar
sel mikroalga setiap hari dengan dengan menggunakan metode cawan
menggunakan counter chamber tuang. Kemudian pada media tersebut
haemocytometer di bawah mikroskop disimpan cakram kertas yang sudah
dengan perbesaran 40 kali. dicelupkan ke dalam larutan ekstrak yang
Kultivasi dilakukan dengan dilarutkan dalam DMSO. Konsentrasi
menggunakan medium walne dengan larutan yang diuji mulai dari 2% b/v, 4%,
kondisi yang sama seperti aktivasi dan 6%, dan 8% pada masing-masing ekstrak

Online ISSN: 2528-0422


64
V. J. Anggraeni, et al. Jurnal Kimia Riset, Volume 4 No. 1, Juni 2019 62 - 73

dan dilakukan 2 kali pengulangan Pada dilakukan ketika mikroalga memasuki


penelitian ini Kontrol positif fase stasioner, dimana ketika itu jumlah
menggunakan clindamisin, jenis antibiotik sel pada mikroalga tumbuh dengan baik
yang biasa digunakan untuk bakteri dan segar. Lamanya masa panen akan
infeksi kulit. Aktivitas antibakteri diukur berbeda tergantung jenis mikroalga. Dari
dengan mengamati zona hambat berupa data pembuatan kurva pertumbuhan pada
zona bening di sekitar cakram. Besarnya mikroalga Thalassiosira sp dengan
zona hambat diukur dengan penggaris dan medium walne di peroleh rata – rata
jangka sorong (Panjaitan, 2018). kepadatan sel tertinggi pada hari ke – 6
(ke enam) dengan jumlah sel sebesar 1692
Hasil dan Pembahasan x 103 dan ke – 7 (ke tujuh) dengan jumlah
Aktivasi mikroalga dalam medium sel sebesar 1708 x 103. Adapun data
walne dilakukan untuk mempersingkat perkembangan sel selama 15 hari seperti
fase sel adaptasi terhadap kondisi medium pada tabel 1.
dan kondisi lingkungan pertumbuhan Dari data kepadatan sel selama 15 hari
yang baru. Aktivasi dilakukan selama 4 tersebut dapat dilihat pada hari ke - 6 dan
hari karena diperkirakan dalam waktu 4 ke – 7 perkembangan mikroalga
hari mikroalga dapat tumbuh dan Thalassiosira sp berada pada fase
beradaptasi dengan medium atau stasioner.
lingkungan barunya. Penambahan
intensitas warna menunjukkan adanya Tabel 1 Kepadatan Sel Mikroalga
pertumbuhan mikroalga. Perubahan pada Thalassiosira sp
kondisi tumbuh dapat menjadi penyebab Hari Pengulangan (103) Rata – rata
gangguan pada pertumbuhan mikroalga Ke - 1 2 3 kepadatan sel
seperti pada perlambatan pertumbuhan (103)
0 50 325 275 217
bahkan bisa menyebabkan adanya
1 575 550 575 566
kontaminasi dan kematian pada 2 650 650 625 642
mikroalga. (Kurnia, 2018) 3 1075 1125 1125 1108
Pembuatan kurva pertumbuhan 4 1375 1375 1300 1250
bertujuan untuk menggambarkan siklus 5 1375 1425 1325 1375
pertumbuhan dari mikroalga. Kurva 6 1825 1650 1600 1692
pertumbuhan ini untuk mengetahui 7 1525 1950 1650 1708
8 1500 1800 1275 1525
kelayakan dalam produksi biomassa 9 1450 1475 1300 1408
mikroalga Thalassiosira sp dan waktu 10 1425 1375 1000 1267
pemanenan optimum ketika proses 11 1350 1375 950 1225
kultivasi. Proses pembuatan kurva 12 975 1325 1000 1100
pertumbuhan ini dilakukan di dalam 13 700 925 775 800
ruangan, selama 15 hari mikroalga 14 700 1575 300 858
15 550 1200 325 692
tersebut diberi aerasi selama 24 jam,
fotoperiode gelap terang (12:12) dan pada
suhu 24-25°C. Hal ini bertujuan untuk Pada fase tersebut kelayakan produksi
melihat perkembangan pertumbuhan biomassa berada pada titik maksimal
mikroalga di dalam ruang pada medium sehingga pemilihan waktu panen
walne mulai dari fase logaritmik hingga dilakukan pada hari ke – 6. Pada gambar
memasuki fase kematian. 2 menunjukkan kurva pertumbuhan
Selama prosesnya mikroalga akan mikroalga Thalassiosira sp selama 15
berkembang biak dan terjadi peningkatan hari.
sel setiap hari serta akan mengalami Dari grafik kurva pertumbuhan
penurunan sel jika telah sampai fase mikroalga Thalassiosira sp di atas terlihat
kematian. Pemilihan waktu panen pada hari pertama mikroalga mengalami

Online ISSN: 2528-0422


65
V. J. Anggraeni, et al. Jurnal Kimia Riset, Volume 4 No. 1, Juni 2019 62 - 73

masa penyesuaian terhadap lingkungan hal ini dikarenakan terjadi kompetisi yang
sekitar baik medium nutrient maupun tinggi pada medium dan zat makanan
medium tumbuh. Kemudian sel mikroalga yang tersedia tidak sebanding.
terjadi pembelahan dengan cepat pada Dilanjutkan fase stasioner selama dua hari
hari ke tiga dan ke empat, hal ini pada hari ke enam hingga ke tujuh,
mikroalga mengalami fase logaritmik atau dimana nutrisi yang tersedia telah habis
fase eksponensial pada medium yang sehingga mengakibatkan pertumbuhan
digunakan. Fase penurunan laju berhenti dan kemudian mengalami fase
pertumbuhan terlihat pada hari ke lima, kematian hingga hari ke lima belas.

Gambar 2. Kurva pertumbuhan mikroalga Thalassiosira sp

Kultivasi disebut juga dengan proses kepadatan sel kultur sebesar 105 sel/mL.
penanaman mikroalga. Proses kultivasi Dari proses kultivasi mikroalga
dilakukan untuk mendapatkan biomassa Thalassiosira sp ini akan dilakukan
mikroalga sebanyak– banyaknya. Pada pemanenan pada hari ke 6. Dimana semua
penelitian ini kultivasi yang dilakukan kultur hasil kultivasi dari beberapa botol
menggunakan metode batch dengan dikumpulkan menjadi satu dihitung
menanam sel mikroalga dalam wadah berapa milliliter jumlahnya kemudian
dengan periode waktu tertentu dan kultur campuran dari beberapa botol
dilakukan pemanenan ketika telah dihitung kepadatan sel nya pada
mencapai kepadatan sel mikroalga secara haemocytometer dibawah mikroskop.
maksimum. Sebelum dilakukan kultivasi, Selain jumlah sel yang mengalami
kultur mikroalga harus dilakukan aktivasi peningkatan, pertumbuhan mikroalga juga
terlebih dahulu dengan tujuan untuk ditandai dengan perubahan warna sesuai
meremajakan kultur yang telah berumur dengan jenis mikroalga. Mikroalga
tua atau untuk menyesuaikan mikroalga Thalassiosira sp mengalami perubahan
dengan medium nutrien yang digunakan. warna kuning yang semaikin lama
Ketika di aktivasi kultur telah dalam semakin pekat.
keadaan muda, segar dan baik dan juga Pemanenan dilakukan dengan
siap untuk berkembang biak. menggunakan teknik sentrifuga. Prinsip
Kultivasi dilakukan seperti ketika teknik sentrifuga itu sendiri adalah
aktivasi pada medium walne dengan memisahkan antara cairan dan padatan

Online ISSN: 2528-0422


66
V. J. Anggraeni, et al. Jurnal Kimia Riset, Volume 4 No. 1, Juni 2019 62 - 73

dalam waktu tertentu, kecepatan tertentu cairannya dibuang. Biomassa basah


dan pada suhu dingin. Tujuan dari selanjutnya dilakukan pengeringan
pemanenan dengan teknik sentrifuga ini dengan freeze dryer untuk menghilangkan
adalah untuk menghindari kerusakan sel sisa air laut yang masih ada. Tujuan dari
mikroalga dan meminimalisir kehilangan proses freeze dryer ini untuk mencegah
biomassa. Teknik sentrifuga ini salah satu pembusukan biomassa dan
teknik pemanenan yang aman dan mudah menghindarkan dari cemaran bakteri atau
dilakukan. Dari proses sentrifuga akan jamur. Data kultivasi mikroalga yang
diperoleh cairan dan padatan, yang dilakukan pada penelitian ini ditunjukkan
kemudian padatannya diambil untuk pada tabel 2.
dikumpulkan sebagai biomassa basah dan

Tabel 2 Data Kultivasi Mikroalga Thalassiosira sp


No Jumlah Sel Jumlah Kultur Biomassa Basah Biomassa
(103 sel/ml) (Liter) (gram) Kering (gram)
1 1075 4,23 7,2 0,9

2 1375 7,79 14,9 1,89

3 1875 10,15 15,9 2,50

4 1675 13,0 21,1 2,05

5 1750 12,88 32,3 4,61

6 2000 9,40 38,2 3,44

7 1925 15,29 53,9 4,52

8 2050 13,40 58,8 6,09

9 1900 15,68 54,2 4,96

Karakterisasi biomassa kering ini Tabel 3 Hasil Karakterisasi Biomassa


seperti pada simplisia, ada beberapa
karakterisasi yang dilakukan meliputi Parameter Hasil (%b/b)
penetapan kadar abu total, kadar abu tidak
Kadar Abu Total 41,92
larut asam, kadar sari larut air, kadar sari
larut etanol, kadar air dan susut Kadar Abu Tidak Larut 12,83
pengeringan dengan tujuan untuk Asam
menjamin keseragaman mutu agar
memenuhi standar simplisia dan ekstrak. Kadar Sari Larut Air 52,45
Data karakterisasi biomassa dapat dilihat
pada tabel 3. Kadar Sari Larut Etanol 35,56
Susut Pengeringan 0,27

*) % v/b
Penetapan kadar abu total dilakukan
dengan tujuan untuk memberikan
gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal
Online ISSN: 2528-0422
67
V. J. Anggraeni, et al. Jurnal Kimia Riset, Volume 4 No. 1, Juni 2019 62 - 73

sampai terbentuknya biomassa. Kadar abu Thalassiosira sp ini menggunakan metode


total berkaitan dengan mineral baik cara dingin yaitu maserasi. Pada
senyawa organik maupun anorganik yang prosesnya dilakukan maserasi bertingkat
diperoleh secara internal maupun dengan tiga pelarut yang berbeda. Pelarut
eksternal. Sedangkan kadar air abu tidak yang digunakan adalah etanol, etil asetat
larut asam bertujuan untuk mengetahui dan n-heksanaa. Pertama, Biomassa
jumlah abu yang diperoleh dari faktor kering mikroalga Thalassiosira sp
eksternal, bersumber dari pengotor yang sebanyak 20 gram dengan 100 ml pelarut
berasal dari pasir atau tanah silikat. n-heksana disonikasi terlebih dahulu
(DepkesRI, 2000) selama 10 menit (1 siklus) dan diulangi
Pada tabel 3 dapat dilhat bahwa kadar hingga beberapa siklus. Proses sonikasi
abu total sebesar 41,92% dan kadar abu bertujuan untuk menghancurkan dinding
tidak larut asam 12,83%. Selisih sel sehingga ekstraksi lebih maksimal.
keduanya sebesarn 29, 09 % yang Kemudian proses maserasi dilakukan
menunjukkan bahwa kandungan mineral dengan menggunakan shaker untuk
internal dalam mikroalga Thalasissiora sp memberikan goyangan selama 24 jam.
cukup tinggi. Tingginya kandungan Proses shaker selama maserasi bertujuan
mineral dalam mikroalga Thalasissiora sp untuk memberikan tumbukan antara
disebabkan oleh keberadaan silikat pada pelarut dengan biomassa sehingga
dinding sel mikroalga Thalasissiora sp senyawa yang terkandung didalamnya
yang merupakan mikrolaga jenis diatom. akan lebih mudah larut dan tertarik oleh
Dilihat dari hasil kadar abu dan kadar pelarut.
abu larut asam maka biomassa dari Dari proses ekstraksi akan didapatkan
mikroalga ini banyak mengandung tiga bentuk ekstrak cair dari masing–
mineral dan hal tersebut sejalan dengan masing pelarut, kemudian ekstrak cair
jenis mikroalga thalasiossira sp yang yang didapatkan diuapkan pada suhu
merupakan diatom yang memiliki silika ruang atau dibawah blower sehingga yang
pada dinding selnya. tersisa hanya ekstrak pekat. Dilihat pada
Penetapan kadar sari larut air dan tabel 4 hasil ekstrak pekat serta rendemen
etanol dilakukan untuk memberikan pada setiap pelarut.
gambaran awal jumlah senyawa yang
dapat tersari dengan pelarut air dan etanol Tabel 4. Berat Ekstrak dan % Rendemen
(Depkes RI, 2000:31). Dari hasil
Jenis Berat Ekstrak %
pengujian menunjukkan senyawa polar
Pelarut Sampel Kental Rende
yang dapat terlarut dalam air lebih besar (g) (g) men
daripada senyawa kurang polar (semi
polar maupun non polar) yang dapat n-heksanaa 20,01 1,73 8,64 %
terlarut dalam etanol.
Etil Asetat 20,01 3,96 19,79 %
Penetapan susut pengeringan
dilakukan dengan tujuan untuk Etanol 20,01 4,85 24,24 %
memberikan batasan maksimal mengenai
besarnya senyawa yang hilang pada saat
Randemen yang diperoleh sejalan dengan
proses pengeringan (Depkes RI, 2000:
hasil karakterisasi biomassa yang
13). Dari hasil menunjukkan susut
menunjukkan pada biomassa lebih banyak
pengeringan sebesar 0,27% hal ini
senyawa polar dibanding semipolar dan
menunjukkan jumlah senyawa yang
non polar. Pemantauan ekstrak dilakukan
hilang (menguap) pada saat proses
setelah mendapatkan ekstrak yang telah
pengeringan adalah 0.27%.
diuapkan menggunakan KLT dengan
Ekstraksi Tahap ekstraksi yang
beberapa fasa gerak.
dilakukan terhadap mikroalga

Online ISSN: 2528-0422


68
V. J. Anggraeni, et al. Jurnal Kimia Riset, Volume 4 No. 1, Juni 2019 62 - 73

Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa pereaksi untuk lipid yaitu petroleum eter:
ekstrak positif mengandung senyawa dietil eter: asetat glasial (9:1:0,1).
fenol, hal tersebut ditunjukkan dengan Sedangkan pada gambar 4 menunjukkan
adanya noda hitam dibawah lampu uv λ hasil positif terhadap asam lemak. Hasil
254 dengan pereaksi FeCl3 dan noda biru positif lipid dan asam lemak dilihat dari
pada lampu uv λ 366. (Nuria, 2009) munculnya bercak hitam setelah
Dari gambar 3 menunjukkan adanya disemprot fosfomolibdat. (Shanti 2007)
senyawa lipid dan asam lemak dengan

Gambar 2. Hasil Pemantauan ekstrak dengan fasa gerak n-heksana: etil asetat (5:5) dengan
beberapa penampak bercak

Pengujian Aktivitas Antibakteri Hasil pengukuran diameter zona bening


dilakukan dengan proses difusi cawan. yang terbentuk disajikan pada tabel 5.

Online ISSN: 2528-0422


69
V. J. Anggraeni, et al. Jurnal Kimia Riset, Volume 4 No. 1, Juni 2019 62 - 73

Gambar 3. Hasil Pemantauan ekstrak dengan fasa gerak petroleum eter: dietil eter: asetat glasial
(9:1:0,1)

Gambar 4. Hasil Pemantauan ekstrak dengan fasa gerak Heksana : as. Asetat glacial : air
(10:0,5:0,25)

Hasil pengujian semua ekstrak Senyawa metabolit sekunder yang


menghasilkan zona bening dengan terkandung dalam ekstrak thalasiossira sp
diameter yang hampir mirip pada setiap menunjukkan memiliki aktivitas
ekstrak dan konsentrasi. Menurut davis antibakteri dengan menghambat
dan stout di dalam dwijendra (2014) pertumbuhan bakteri Staphylococcus
apabila zona hambat yang terbentuk < 5 aureus, Staphylococcus epidermidis, dan
mm maka aktivitas penghambatannya Propionibacterium acne. Penghambatan
dikategorikan lemah. Jika memiliki zona yang terjadi terhadap bakteri dipengaruhi
hambat sekitar 5-10 mm digolongkan oleh adanya kandungan senyawa yang
kekukatannya sedang dan 10-19 mm terkandung di dalam ekstrak. Senyawa
digolongkan kuat dan > 20 digolongkan antibakteri menurut Pelczar dan Chan
sangat kuat. Semua ekstrak berada pada (2005) memiliki aktivitas antibakteri
rentang 5-10 mm maka kekuatan ekstrak dengan menggunakan berbagai
mikroalga thalasiossira sp ini mekanisme dalam merusak sel,
digolongkan sedang.
Online ISSN: 2528-0422
70
V. J. Anggraeni, et al. Jurnal Kimia Riset, Volume 4 No. 1, Juni 2019 62 - 73

menghambat kerja enzim dan mengubah


molekul protein. (Widyana, 2014)

Tabel 5 diameter rata-rata zona Hambat eksrak mikroalga Thalasiossira sp terhadap


Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Propionibacterium acne

Bakteri Konsentrasi Diameter Rata – Rata Zona Hambat


(%) (mm)
Ekstrak Ekstrak Etil Ekstrak
Etanol Asetat Heksana
Staphylococcus 8% 7,55 8,2 8,35
aureus
6% 7,55 8,05 7,95

4% 7,35 7,7 7,5

2% 7,3 7,6 7,1

Staphylococcus 8% 8,6 7,4 8,85


epidermidis
6% 8,25 7,15 8,2

4% 7,25 6,85 7,8

2% 7,2 6,45 7,4

Propionibacterium 8% 7,7 8,7 7,05


acne
6% 7,45 7,45 6,9

4% 7,45 7,2 6,65

2% 7,2 7,0 6,3

Bakteri Staphylococcus aureus, Dari hasil pemantauan ekstrak


Staphylococcus epidermidis, dan diketahui bahwa mikroalga memiliki
Propionibacterium acne merupakan komponen metabolit sekunder berupa
bakteri gram positif. Menurut brown fenol dan flavonoid dan juga mengandung
dalam Panjaitan, komposisi dinding sel lipid dan asam lemak. Kedua jenis
yang terdiri dari membrane lipida tunggal senyawa ini memiliki potensi sebagai
yang dikeliling dinding sel yang terdiri senyawa antibakteri dari mikroalga
dari lapisan tebal asam peptidoglikan dan Thalasissiora sp terhadap bakteri uji pada
lipoteikoat yang menuju ke membrane sel penelitian ini.
dengan bantuan diasilgliserol. (Panjaitan,
2018) Kesimpulan
Penelitian terdahulu melaporkan fungsi Ekstrak mikroalga thalasiossira sp
asam lemak dari alga berperan sebagai diperoleh randemen paling banyak pada
penghambat dalam rantai transport ekstrak etanol sehingga dapat disimpulkan
elektron dan fosfolirasi oksidasi normal di bahwa senyawa yang banyak terkandung
dalam membrane sel bakteri dan dalam mikroalga thalasiossira sp adalah
menyebabkan rusaknya membrane sel. senyawa polar. Aktivitas antibakteri dari
(Shanon and Ghannam, 2016). mikroalga thalasiossira sp terhadap
Staphylococcus aureus, Staphylococcus
epidermidis, dan Propionibacterium acne

Online ISSN: 2528-0422


71
V. J. Anggraeni, et al. Jurnal Kimia Riset, Volume 4 No. 1, Juni 2019 62 - 73

tergolong berkekuatan sedang pada


ekstrak n-heksana, etil asetat dan etanol.

Daftar Pustaka
Andersen, R. (2005): Algal Culturing Kromatografi Gas Spektrometri
Techniques, Elsevier Academic Massa.Journal of
press, United Kingdom. 21-82. Pharmacopolium.1(1). 1-8
Barsanti, L., dan Gualteri, P. (2006): Nuria, Cut Maulita,. Arvin Faizatun,.
Algae Anatomy, Biochemistry, and Sumantri,. (2009): Uji Aktivitas
Biotechnology, CRC Taylor and Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Francis. USA. Jarak Pagar (Jatropha curcas L)
Bartlett, J.G. (2007): Staphylococcus terhadap bakteri Staphylococcus
epidermidis [Online]. Tersedia: aureus ATCC 25023,Escheria coli
http://prod.hopkinsabxguide.org/pat ATCC 25922 dan Salmonella thypi
hogens/bacteria/aerobic_grampositi ATCC 1408
ve_cocci/staphylococcus_epidermid Ramdanawati, Liska,. Kurnia, Dewi,.
is.html?contentInstan ceId=2558 70 Tyas, Vita Aji Kusumaning,.
(15 Juli 2008). Nurachman, Zeily,. (2018): Analisis
Brataningtyas, D.S. (2011). Potensi Komposisi Asam Lemak dari
Mikroalga Laut Tropis Untuk Mikroalga Laut Navicula salinicola.
Bahan Baku Senyawa Karoten dan Alkimia.6(2). 141-149
Klorofil. Tesis. Program Studi Panjaitan, Riong Seulina,. Warganegara,
Kimia: Institut Teknologi Bandung Fida Madayani,. (2017): Aktivitas
Brook, I. (2001): Recorvery of Anaerobic Antibakteri Ekstrak Lipid Sargasum
Bacteria From Four Children With polycistum terhadap Bacillus cereus
Postthoracotomy Sternal Wound dan Staphylococcus Aereus. Jurnal
Infection Pediatrics. Kimia dan Pendidikan. 3(3). 29-39.
Departemen Kesehatan RI. (2000). Pelczar, MJ, and Chan. (2005). Dasar-
Parameter Standar Umum Ekstrak dasar mikrobiologi, Jilid II, UI
Tumbuhan Obat, Direktorat Press, Jakarta
Jenderal Pengawas Obat dan Pradhan, J., Das, S & Das Kumar, B.
Makanan, Jakarta (2014): Antibacterial activity of
Dewi, Rosmaya. (2017): Produktivitas freshwater microalgae: A review,
Minyak dan Kandungan Asam African Journal of Pharmacy and
Lemak Thalassiosira sp. yang di ,Doi: 10.5897/AJPP2013.0002.
Kultivasi dengan Makronutrien Santhi, Agatha Vilma,. (2007): Potensi
Pupuk, Jurnal Kimia dan Antibakteri Fraksi Kloroform-
Pendidikan. 2(2). 222-234. Etanol-Asam Asetat dari Ekstrak
Dwijendra, I Made et al, (2014): Aktivitas Etil Asetat Kulit Batang Kemiri
Antibakteri dan Karakterisasi (Aleurites moluccana L, Willd)
Senyawa Fraksi Spons terhadap Staphylococcus aereus.
Lamellodysidea herbacea Yang Skripsi: Universitas Sangata
diperoleh dariTeluk Manado. Jurnal Dharma, Yogyakarta
Pharmacon, 3 (4), 1-10 Santhosh, S., Dhandapani, R., &
Kurnia, Dewi,. Asri, Revi,. Dinata, Deden Hemalatha, N. (2016): Bioactive
Indra,. Nurachman Zeily,. compounds from Microalgae and its
(2018).:Analisis Asam Lemak different applications-a review.
Mikroalga Laut Chlorella sp. Pada Advances in Applied Science
Medium Modifikasi dengan Research. 7(4). 153-158.

Online ISSN: 2528-0422


72
V. J. Anggraeni, et al. Jurnal Kimia Riset, Volume 4 No. 1, Juni 2019 62 - 73

Shannon, E. & Nissreen A.G. (2016):


Antibacterial derivatives of marine
algae: An Overview of
pharmacological mechanisms. Mar.
Drug. 14(4).
doi:10.3390/md14040081.
Widyana, W. Khotimah, S. & Lovadi, I.
(2014): Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Lumut Octoblepharum
albidium Hedw terhadap
Pertumbuhan Staphylococcus
epidermidis dan Pseudomonas
aeruginosa, Jurnal Protobiont. 3(2).
166-170.

Online ISSN: 2528-0422


73

Anda mungkin juga menyukai