Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH EKONOMI KESEHATAN

“Cost Effectiveness Analysis (CEA) pada Penyakit Tidak


Menular”

PENYUSUN :

KELOMPOK 1

NAMA NIM
1. Krezea Heda N1A117066
2. Rizki Aqsyari D N1A117163
3. Amelia Fristi Ananda N1A117166
4. Lutviyah Nurfath N1A117173
5. Reski Devita N1A117187
6. Devianita H N1A117194
7. Sara Listriani Fadila N1A117225

Dosen Pembimbing : Asparian., SKM. M.Kes


Kelas : 5 G

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang ““Cost Effectiveness Analysis (CEA) pada Penyakit Tidak
Menular”. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita,
yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa
ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam
semesta.
Kami sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah dalam tugas mata kuliah
Ekonomi kesehatan ini. Disamping itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu kami selama pembuatan makalah ini berlangsung sehingga
terealisasikanlah makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bisa bermanfaat dan jangan
lupa ajukan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya bisa diperbaiki.

Jambi, 02 Desember 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ..................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Biomekanika Kerja (Material Handling) ................................ 3
2.2 Manual Handling ...................................................................................... 4
2.3 Risk Faktor ............................................................................................... 4
2.4 Penerapan Bionekanika Kerja .................................................................. 5
2.5 Metode Pengukuran Manual Handling ....................................................9
2.6 Risk Factor............................................................................................. 14
2.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Biomekanika.................................16

BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan ................................................................................................ 24
4.2 Saran ...................................................................................................... 24

DAFTAR RUJUKAN ........................................................................................... 25


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan suatu gangguan fungsi jantung
dimana otot jantung kekurangan suplai darah yang disebabkan karena adanya
penyempitan pembuluh darah koroner. PJK secara klinis ditandai dengan adanya nyeri
dada atau dada terasa tertekan pada saat jalan buru-buru, berjalan datar atau berjalan
jauh, dan saat mendaki atau bekerja (Riskesdas, 2013).
Faktor risiko dari PJK terbagi dua yaitu faktor yang tidak dapat diubah dan
faktor risiko yang dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah adalah usia, jenis
kelamin, dan riwayat keluarga. Sedangkan faktor risiko yang dapat diubah yaitu
hiperlipidemia, merokok, hipertensi, diabetes melitus (DM), obesitas dan kurangnya
aktivitas fisik (Adi, 2014; Mitchell, 2015).
Menurut American Heart Association (2016), PJK merupakan penyebab utama
kematian (45,1%) di Amerika Serikat diikuti dengan penyakit stroke (16,5%), gagal
jantung (8,5%), hipertensi (9,1%), penyakit arteri (3,2%), dan penyakit kardiovaskular
lainnya. Penelitian terdahulu yang dilakukan di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa
rata-rata pasien PJK berusia 58,1 tahun, jenis kelamin perempuan (24%), riwayat
keluarga PJK (44,8%), merokok (47,7%) dan mempunyai rata-rata indeks massa tubuh
27,9 kg/m2 serta faktor risiko lainnya seperti hipertensi (46,3%), DM (17,1%), dan
hiperlipidemia (44,1%) (Stone et al.,2011).
Di Indonesia angka kematian yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler,
terutama penyakit jantung koroner dan stroke diperkirakan akan terus meningkat
mencapai 23,3 juta kematian pada tahun 2030 (InfoDatin, 2016). Berdasarkan hasil
Riskesdas (2013), di Indonesia PJK berada di posisi ke tujuh penyakit tidak menular.
Prevalensi PJK berdasarkan diagnosis dokter Indonesia sebesar 0,5% dan berdasarkan
terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5%. Dari hasil penelitian (Ghani et al. ,2016)
usia pasien PJK di Indonesia yang paling banyak berkisar 65-74 tahun, jenis kelamin
perempuan (1,6%), merokok (1,2%), obesitas (1,7%), hipertensi (5,5%), DM (9,2%),
dan hasil lipid yang abnormal (1,8%).
Salah satu terapi pengobatan PJK adalah dengan melakukan tindakan
revaskularisasi, yaitu Coronary Artery Bypass Graft (CABG). Tindakan CABG
pertama kali dilakukan pada tahun 1960-an dengan menggunakan mesin jantung paru
(Hakim dan Dharmawan, 2014). Tindakan CABG dilakukan dengan mengambil
konduit pembuluh darah baik itu arteri maupun vena untuk disambungkan ke arteri
koroner sehingga terjadi pemintasan arteri koroner yang mengalami penyempitan.
Hasilnya adalah terjadi perbaikan suplai darah ke daerah otot jantung yang diperdarahi
arteri koroner yang tersumbat tersebut (Hakim dan Dharmawan, 2014).
B. Tujuan
a. Untuk mengetahui prevalensi pasien PJK
b. Untuk mengetahui distribusi pasien PJK yang dilakukan CABG berdasarkan usia
dan jenis kelamin.
c. Untuk mengetahui distribusi pasien PJK yang dilakukan CABG berdasarkan
faktor risiko.
d. Untuk mengetahui komplikasi dan mortalitas pasien PJK yang dilakukan CABG
C. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada penderita PJK
yang akan melakukan bedah, khususnya CABG.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Analisis Efektivitas Biaya / Cost Effectiveness Analysis (CEA)


a. Pengertian Analisis Efektivitas Biaya / Cost Effectiveness Analysis (CEA)
Cost Effectiveness Analysis (CEA) merupakan salah satu dari analisis ekonomi
secara menyeluruh yaitu menganalisis program kesehatan yang merangkum
sekaligus input dan output program tersebut. Menurut Thomson (1980) dalam
Tjiptoherijianto (2010) Cost Effectiveness Analysis merupakan cara memilih untuk
menilai program yang terbaik dengan membandingkan berbagai cara untuk
mencapai tujuan yang sama. Efektivitas biaya diukur dengan menggunakan suatu
angka, misalnya jumlah nyawa yang terselamatkan atau jumlah anak yang
divaksinasi. Hasil analisis efektivitas biaya juga dinnyatakan dalam rasio, baik
sebagai Average Cost Effectiveness Ratio (ACER) atau sebagai Incremental Cost
Effectiveness Ratio (ICER) yang menunjukan biaya tambahan yang membebankan
pengobatan alternatif dan pengobatan lain dengan efek tambahan manfaat, atau
memberikan hasil.
Cost Effectiveness Analysis dapat digunakan untuk membahas efisiensi
ekonomi suatu program atau proyek. Berfokus pada hasil utama yang ditargetkan
dari kegiatan - jumlah pekerjaan yang diciptakan - memperkirakan biaya peralatan
di setiap pekerjaan yang dihasilkan oleh ukuran tertentu. Perbandingan berbagai
program dengan dampak yang sama memungkinkan perbandingan biaya yang
dihasilkan oleh setiap pekerjaan yang diciptakan dan memberikan indikator
kuantitatif yang berguna untuk pemilihan metodologi komparatif. Alat ini
membandingkan kebijakan, program atau proyek. Hal ini menyajikan alternatif
untuk mengidentifikasi biaya yang paling tepat untuk mencapai hasil. Jadi, Cost
Effectiveness Analysis adalah alat bantuan pengambilan keputusan mengidentifikasi
cara ekonomis yang paling efisien untuk memenuhi tujuan.
b. Tujuan CEA
Tujuan dari metode Cost Effectiveness Analysis yaitu :
- Menentukan apakah suatu proyek merupakan suatu investasi yang baik.
- Menentukan jika nilai suatu intervensi sangat ditentukan oleh biayanya. Tidak
hanya meliputi penentuan biaya, tapi juga penentuan nilai dari outcome.
- Memastikan program atau kombinasi dari program dapat mencapai tujuan
tertentu pada biaya terendah.
c. Manfaat CEA
Manfaat Cost Efectiveness Analysis yaitu membantu penentuan prioritas dari
sumber daya yang terbatas. CEA merupakan alat bantuan pengambilan keputusan
yang paling efisien untuk memenuhi tujuan. Bidang kesehatan sering menggunakan
CEA terutama dalam menganalisis biaya intervensi kesehatan seperti pencegahan
penyakit. Hal ini ditujukan untuk memecahkan berbagai masalah pada populasi
target.
B. Penyakit Jantung
a. Pengertian Penyakit Jantung
Penyakit kardiovaskular atau yang biasa disebut penyakit jantung umumnya
mengacu pada kondisi yang melibatkan penyempitan atau pemblokiran pembuluh
darah yang bisa menyebabkan serangan jantung, nyeri dada (angina) atau stroke.
Kondisi jantung lainnya yang mempengaruhi otot jantung, katup atau ritme, juga
dianggap bentuk penyakit jantung (American Heart Association, 2017).
b. Jenis jenis penyakit jantung
Menurut WHO (2016) ada beberapa jenis penyakit jantung, antara lain adalah:
a) Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner adalah kelainan pada pembuluh darah yang
menyuplai otot jantung. Kondisi yang menjadikan jantung tidak dapat
memompa darah dengan baik merupakan hal yang sangat menakutkan untuk
dialami manusia pada umumnya. Menjalani pemeriksaan rutin merupakan
tindakan utama untuk dapat terhindar dari terkena serangan penyakit jantung
koroner ini.
b) Penyakit Serebrovaskular
Serebrovaskular (CVD) adalah kelainan pada pembuluh darah yang
menyuplai otak yang berupa penyumbatan, terutama arteri otak. Penyakit ini
disebabkan oleh adanya gangguan pada pembuluh darah otak, berupa
penyumbatan ataupun pecah pembuluh darah otak, dan bukan disebabkan oleh
penyakit lain seperti tumor otak, infeksi otak ataupun gangguan saraf perifer.
c) Penyakit Arteri Perifer
Penyakit arteri perifer adalah sebuah kondisi penyempitan pembuluh darah
arteri yang menyebabkan aliran darah ke kaki menjadi tersumbat. Penyempitan
ini disebabkan oleh timbunan lemak pada dinding arteri yang berasal dari
kolesterol atau zat buangan lain (artheroma). Dalam kondisi ini, kaki tidak
menerima aliran darah yang memadai sehingga kaki terasa sakit, terutama saat
berjalan (klaudikasio). Kendati demikian, penyakit arteri perifer yang paling
ringan sekali pun mengindikasikan adanya masalah pada arteri di bagian lain
pada tubuh, khususnya jantung.
d) Penyakit Jantung Rematik
Jantung rematik adalah kerusakan pada otot jantung dan katup jantung
dari demam rematik, yang disebabkan oleh bakteri streptokokus. Bagian
jantung yang terkena dapat meliputi katup jantung maupun otot jantung. Gejala
penyakit ini umumnya terjadi antara 1 hingga 6 bulan setelah bakteri
streptokokus menyerang.
e) Penyakit Jantung
Bawaan Penyakit jantung bawaan adalah kelainan struktur jantung yang
dialami sejak bayi dilahirkan. Kelainan ini terjadi pada saat janin berkembang
dalam kandungan. Peyakit jantung bawaan yang paling banyak ditemukan
adalah kelainan pada septum bilik jantung atau dikenal dengan sebutan
ventricular septal defect (VSD) dan kelainan pada septum serambi jantung atau
lebih dikenal dengan nama Atrial Septal Defect (ASD).
f) Gagal jantung
Gagal jantung adalah kondisi saat otot jantung menjadi sangat lemah
sehingga tidak bisa memompa cukup darah ke seluruh tubuh pada tekanan yang
tepat.
c. Penyebab Penyakit Jantung
Berdasarkan American Heart Association (2014) faktor-faktor penyebab penyakit
jantung adalah sebagai berikut :
a) Diet Tidak Sehat
Salah satu faktor yang dapat menyebabkan penyakit jantung adalah diet
yang tidak sehat. Diet lemak jenuh, dan kolesterol mengakibatkan penyakit
jantung. Selain itu, terlalu banyak kandungan garam (sodium) dalam makanan
bisa menaikkan kadar tekanan darah sehingga dapat lebih berpotensi terserang
penyakit jantung.
b) Kurang Aktivitas
Kurangnya aktivitas fisik dapat mengakibatkan penyakit jantung, hal ini
juga dapat meningkatkan kemungkinan memiliki kondisi medis lain yang
merupakan faktor resiko, termasuk obesitas, tekanan darah tinggi, kolesterol
tinggi, dan diabetes.
c) Obesitas
Obesitas adalah kelebihan lemak tubuh. Obesitas dikaitkan dengan
kadar kolesterol dan trigliserida yang lebih tinggi dan menurunkan kadar
kolesterol baik. Selain penyakit jantung, obesitas juga bisa menyebabkan
tekanan darah tinggi dan diabetes sehingga dapat menimbulkan resiko terserang
penyakit jantung.
d) Alkohol
Kebiasaan mengkonsumsi alkohol bisa menaikkan kadar tekanan darah
dan beresiko terkena penyakit jantung. Selain itu, kebiasaan mengkonsumsi
alkohol juga dapat meningkatkan kadar trigliserida, yaitu suatu bentuk
kolesterol yang bisa mengeraskan arteri.
e) Merokok
Merokok dapat merusak jantung dan pembuluh darah, yang
meningkatkan resiko kondisi jantung seperti aterosklerosis dan serangan
jantung. Selain itu, nikotin meningkatkan tekanan darah, dan karbon monoksida
mengurangi jumlah oksigen yang dibawa oleh darah. Kondisi tersebut bukan
hanya berlaku bagi perokok aktif, namun juga berlaku untuk perokok pasif
karena menghirup asap rokok berlebihan.
f) Tekanan darah tinggi
Tekanan darah tinggi merupakan faktor resiko utama penyakit jantung.
Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah kondisi medis yang terjadi saat tekanan
darah di arteri dan pembuluh darah lainnya terlalu tinggi. Menurunkan tekanan
darah dengan perubahan gaya hidup atau dengan pengobatan bisa mengurangi
resiko penyakit jantung dan serangan jantung.
g) Kolesterol Tinggi
Kolesterol adalah zat berlemak, seperti lemak yang dibuat oleh hati atau
ditemukan pada makanan tertentu. Jika mengkonsumsi lebih banyak kolesterol
dari pada yang dibutuhkan tubuh, maka kolesterol ekstra bisa menempel di
dinding arteri, termasuk pada jantung. Hal ini menyebabkan penyempitan arteri
dan bisa menurunkan aliran darah ke jantung, otak, ginjal, dan bagian tubuh
lainnya. Kolesterol tinggi adalah istilah yang digunakan untuk kadar lowdensity
lipoprotein, atau LDL, yang dianggap buruk karena dapat menyebabkan
penyakit jantung. Kadar kolesterol lipoprotein high-density yang lebih tinggi,
atau HDL, dianggap baik karena dapat mencegah penyakit jantung.
h) Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus juga meningkatkan resiko penyakit jantung. Tubuh
membutuhkan glukosa (gula) untuk energi. Insulin adalah hormon yang dibuat
di pankreas yang membantu memindahkan glukosa dari makanan menuju ke sel
tubuh. Jika menderita diabetes, maka tubuh tidak dapat membuat insulin.
Diabetes menyebabkan gula terbentuk di dalam darah. Resiko kematian akibat
penyakit jantung bagi orang dewasa dengan diabetes adalah dua sampai empat
kali lebih tinggi daripada orang dewasa yang tidak menderita diabetes.
i) Genetika dan Riwayat Keluarga
Faktor lain yang dapat menyebabkan terserang penyakit jantung adalah
genetika. Faktor genetik dapat mewariskan kelainan tekanan darah tinggi,
penyakit jantung, dan kondisi terkait lainnya. Resiko penyakit jantung bisa
meningkat bahkan lebih bila faktor keturunan dikombinasikan dengan pilihan
gaya hidup yang tidak sehat, seperti merokok dan makan makanan yang tidak
sehat.
j) Usia
Resiko penyakit jantung meningkat seiring bertambahnya usia. Hal
tersebut sudah menjadi wajar karena semakin bertambahnya usia maka semakin
menurunnya kinerja organ tubuh manusia.
k) Ras atau Etnisitas
Pada tahun 2013 penyakit jantung merupakan penyebab utama kematian
di Amerika Serikat untuk kulit putih non-Hispanik, kulit hitam non-Hispanik,
dan Indian Amerika. Bagi orang Hispanik, dan orang Amerika Asia dan
Kepulauan Pasifik, penyakit jantung menjadi penyebab kematian yang kedua
setelah kanker.
BAB III

PEMBAHASAN

A. Analisis Minimalisasi Biaya Obat Antihipertensi Pasien Gagal Jantung


Dalam penggunaan Cost Effectivness Analysis kami mengambil contoh kasus
yang ditulis oleh Rahmawati dan Nurwahyuni (2014), tentang Analisis minimalisasi
biaya obat antihipertensi antara kombinasi Ramipril-Spironolakton dengan Valsartan
pada pasien Gagal Jantung Kongestif diRumah Sakit XY di Jakarta tahun 2014.
Congestive Heart Failure (CHF) atau biasa dise- but dengan gagal jantung kongestif
terjadi apabila jantung tidak mampu memompa darah dan tidak menyediakan oksigen
yang cukup bagi tubuh seh- ingga dapat bersifat sangat mematikan (Katzung, 2001).
Risiko kematian akibat gagal jantung ringan berkisar antara 5-10% pertahun yang akan
mening- kat menjadi 30-40% pada gagal jantung berat (Joe- soef, 2007).
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko gagal jantung karena
mempengaruhi pembuluh darah di jantung (Knight,2000). Penelitian klinis
membuktikan bahwa terapi yang ditujukan pada target bukan jantung diduga lebih
berharga sebagai pengobatan gagal jantung kongestif jangka panjang dibandingkan
dengan penggunaan obat inotropik positif tradisional (glikosida jantung), seperti peng-
gunaan obat yang bekerja di ginjal (diuretik), dan obat yang dapat menurunkan tekanan
darah seperti Angiotensin Converting Enzyme-Inhibitor (ACE-In- hibitor), antagonis
adrenoseptor β, dan vasodilator lainnya (Katzung, 2001).
Berdasarkan data selama bulan Januari–Desember 2014, gagal jantung
kongestif merupakan salah satu dari 10 penyakit terbanyak di RS Pemerintah XY,
dengan jumlah pasien rawat inap mencapai sekitar 560 pasien. Penggunaan obat yang
bekerja dengan menyekat produksi atau efek pada angioten- sin di RS Pemerintah XY
yaitu ACE-Inhibitor dan ARB. ACE-Inhibitor merupakan terapi lini pertama dengan
harga relatif murah namun memiliki efek samping berupa batuk parah berkepanjangan
dan angiodema. Sedangkan ARB bukan terapi lini per- tama dengan biaya sekitar 45
kali lebih mahal dari ACE-Inhibitor namun dengan efek samping yang minimal dan
dapat digunakan pada kasus intoleran ACE-Inhibitor.
Berdasarkan data dari unit cost RS Pemerintah XY pada clinical pathway kasus
gagal jantung kongestif, biaya total untuk gagal jantung di rawat inap kelas 1 RS
Pemerintah XY mencapai Rp 5.956.130,- dan total tarif Rp 6.964.350,- sedangkan tarif
paket JKN sebesar Rp 5.384.700,- sehingga terdapat selisih se- besar minus Rp
1.579.650,-. Sedangkan pada kelas 2, terdapat selisih sebesar minus Rp 1.774.150,- dan
pada kelas 3 terdapat selisih sebesar minus Rp 852.983,-. Sejak mulai berlakunya JKN
pada tahun 2014, dimana target pesertanya adalah seluruh WNI yang dimulai dari
peserta Askes, Jamsostek, dan Jam- kesmas, maka sebagian besar pasien gagal jantung
kongestif di rawat inap RS Pemerintah XY adalah peserta JKN.
Penelitian ini fokus untuk melakukan analisis minimalisasi biaya obat yang
berpengaruh pada tekanan darah penyakit gagal jantung kongestif. Penelitian ini
bertujuan untuk memilih alternatif yang lebih cost-minimize antara ramipril-
spironolakton dengan valsartan pada pengobatan gagal jantung kongestif di RS
Pemerin- tah XY tahun 2014.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Farmaekonomi
dengan pendekatan kuantitatif berupa analisis Cross-Sectional retrospektif. Yang
membandingkan biaya dari dua alternatif pengobatan gagal jantung kongestif, yaitu
Ramipril-Spironolakton dan Valsartan secara retrospektif, serta dipastikan efektivitas
dari kedua alternatif tersebut setara. Populasi penelitian adalah seluruh pasien gagal
jantung kongestif yang di rawat inap RS Pemerintah XY selama periode Januari–
Desember 2014, yang menggunakan obat antihipertensi ramipril-spirono- lakton dan
valsartan yaitu sebanyak 164 pasien.
Secara umum, total biaya obat ramipril-spirono- lakton untuk pasien gagal
jantung kongesif lebih rendah dibandingkan total biaya obat valsartan. Total jasa
dokter pada kelompok ramipril-spirono- lakton lebih rendah dibandingkan pada
kelompok valsartan sehingga biaya jasa dokter pada kelompok ramipril-spironolakton
lebih murah dibandingkan kelompok valsartan. Sedangkan, total biaya rawat inap pada
kelompok ramipril-spironolakton juga lebih rendah dibandingkan dengan valsartan.
Pada Rumah Sakit Sampel, biaya total yang dikel- uarkan pada kelompok
ramipril-spironolakton cenderung lebih rendah, yaitu Rp 53.082.601 dibandingkan
biaya total pada kelompok valsartan yaitu sebesar Rp 63.204.000,-. Akan tetapi, karena
jumlah pasien pada kelompok Ramipiri+Spironolakton lebih sedikit maka biaya rata-
rata pada kelompok ini sebesar Rp 2.527.743,- lebih tinggi daripada rata-rata biaya total
valsartan yaitu sebesar Rp 2.430.923,- karena denominator pasien yang lebih sedikit.

Tabel 1. Biaya langsung medis pengobatan gagal jantung kongestif tahun 2014

Ramipril-Spironolakton Valsartan
Jumlah biaya obat Rp. 296.601 Rp. 1.014.000

Jumlah jasa dokter Rp. 18.615.000 Rp. 24.990.000

Jumlah biaya rawat inap Rp. 35.712.000 Rp. 37.200.000

Biaya total pada seluruh sampel Rp. 53.082.601 Rp 63.204.000

Rata-rata Biaya Total Rp. 2.527.743 Rp. 2.430.923

Tabel 1 menjelaskan bahwa efektivitas penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik,
kombinasi obat ramipril-spironolakton lebih baik dibandingkan obat valsartan. Jumlah hari
yang dibutuhkan untuk men- capai target tekanan darah juga lebih singkat pada ramipril-
spironolakton dibandingkan valsartan. Ha- nya saja ketika dihitung nilai rata-rata, rata-rata hari
terkontrolnya tekanan darah kelompok valsartan lebih singkat dibandingkan kelompok
ramipril-spironolakton sehingga ada hari rawat yang dapat di- hindari sebesar 0,7 hari.

Dari hasil pengukuran efektivitas pada kedua kelompok, ditemukan bahwa tidak ada
perbedaan signifikan pada efektivitas kedua kelompok obat ramipril-spironolakton dan obat
valsartan. Sehing- ga dapat dikatakan kedua kelompok ini memiliki efektivitas dalam
penurunan tekanan darah sistolik dan penurunan tekanan darah diastolik yang setara, hari
tekanan darah terkontrol yang setara, dan pers- en pasien dengan tekanan darah terkontrol yang
se- tara. Sehingga dapat dilakukan analisis minimalisasi biaya.

Dari hasil perhitungan rata-rata biaya total pada kedua kelompok diperoleh nilai rata-
rata biaya total pada kelompok ramipril-spironolakton lebih tinggi dibandingkan rata-rata biaya
total kelompok val- sartan, yaitu Rp 2.527.743,- dibandingkan dengan Rp 2.430.923,-. Dimana
terdapat perbedaan yang signifikan antara biaya obat ramipril-spironolakton dengan biaya obat
valsartan (p=0,000). Kemudian tidak ada perbedaan yang signifikan antara biaya jasa dokter
maupun biaya rawat inap obat ramipril-spi- ronolakton dengan obat valsartan (berturut-turut
p= 0,790 dan p=0,091). Hasil perhitungan biaya langsung medis juga tidak berbeda signifikan
antara obat ramipril-spironolakton dengan obat valsartan (p=0,626). Sehingga kelompok obat
valsartan memberi- kan nilai terbaik yaitu nilai rupiah yang terendah dibandingkan dengan
kelompok obat ramipril-spi- ronolakton pada pasien gagal jantung kongestif di RS Pemerintah
XY tahun 2014. Berdasarkan hasil analisis statistik, terdapat perbedaan yang signifikan antara
biaya obat rami- pril-spironolakton dengan biaya obat valsartan (p= 0,000). Tidak ada
perbedaan yang signifikan pada biaya jasa dokter antara kombinasi obat ramipril-spi-
ronolakton dengan obat valsartan (p=0,790). Tidak ada perbedaan yang signifikan pada biaya
rawat inap antara kombinasi obat ramipril-spironolakton dengan obat valsartan (p=0,091).
Kemudian tidak ada perbedaan yang signifikan pada biaya langsung medis antara kombinasi
obat ramipril-spironolakton dengan obat valsartan (p=0,626).

Dari hasil perhitungan ketiga komponen biaya langsung medis, rata-rata biaya rawat
inap yang paling banyak menghabiskan biaya, baik pada kelompok kombinasi obat ramipril
spironolakton (Rp 1.729.800,-) maupun kelompok valsartan (Rp 1.430.769,-). Adanya
kombinasi antara ramipril-spironolakton dikarenakan pada beberapa literatur disebutkan pada
Uji RALES menunjukkan adanya manfaat spironolakton yang bersifat aditif terhadap manfaat
ACE-Inhibitor, dan pengunaannya dianjurkan bagi pasien gagal jantung kelas III sampai IV
NYHA sehingga kombinasi antara diuretik dan ACE- Inhibitor ini merupakan terapi lini
pertama bagi gagal jantung. Spironolakton dosis rendah dapat bermanfaat pada gagal jantung
berat dan dapat digunakan ACE-Inhibitor dengan monitoring serum kalium secara hati-hati.
Spironolakton dosis rendah sampai sedang dapat menurunkan kesakitan dan kematian pada
pasien dengan gagal jantung parah yang juga mendapatkan ACE-Inhibitor dan terapi standar
lain termasuk dosis penuh diuretik loop. Dosis rendah spironolakton, biasanya 25mg perhari,
mengurangi gejala dan mortalitas pada pasien.

Pada penelitian ini ditemukan bahwa efektivitas penurunan tekanan darah sistolik dan
diastolik, hari terkontrolnya tekanan darah, dan persen pasien dengan tekanan darah terkontrol,
tidak berbeda secara signifikan antara kelompok obat ramipril- spironolakton dengan obat
valsartan.

Dari hasil pengukuran efektivitas pada kedua kelompok, ditemukan bahwa tidak ada
perbedaan efektivitas yang signifikan terhadap kelompok kombinasi obat ramipril-
spironolakton dengan obat valsartan. Dipilih analisis minimalisasi biaya dengan pertimbangan
hasil pengukuran efektivitas pada kedua alternatif yang setara. Selain itu, berdasarkan beberapa
penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa golongan ACE-Inhibitor (ramipril) dan ARB
(valsartan) terhadap tekanan darah adalah serupa untuk mengatasi hipertensi esensial, yang
berbeda adalah pada efek samping (Truter, 2011; Powers & etal, 2012; White, 2012).

Pada hasil perhitungan analisis minimalisasi biaya diperoleh rata-rata biaya total pada
kombinasi obat ramipril-spironolakton lebih tinggi dibandingkan rata-rata biaya total obat
valsartan, dengan nilai penghematan sebesar Rp 96.820,-. Dimana terdapat perbedaan yang
signifikan antara biaya obat ramipril-spironolakton dengan biaya obat valsartan (p=0,000).
Namun tidak ada perbedaan yang signifikan antara biaya jasa dokter maupun biaya rawat inap
obat ramipril-spironolakton dengan obat valsartan (berturut-turut p=0,790 dan p=0,091). Dan
tidak ada perbedaan yang signifikan pada biaya langsung medis antara kombinasi obat ramipril-
spironolakton dengan obat valsartan (p=0,626).

Hasil perhitungan rata-rata biaya rawat inap pada kelompok kombinasi obat ramipril
spironolakton sebesar Rp 1.729.800,- lebih tinggi dari kelompok valsartan, yaitu Rp
1.430.769,- Sehingga terlihat bahwa penggunaan obat valsartan dapat menghemat biaya rawat
inap sebesar Rp 299.031,- per pasien.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Cost Effectiveness Analysis merupakan cara memilih untuk menilai program
yang terbaik dengan membandingkan berbagai cara untuk mencapai tujuan yang sama.
Efektivitas biaya diukur dengan menggunakan suatu angka, misalnya jumlah nyawa
yang terselamatkan atau jumlah anak yang divaksinasi. Hasil analisis efektivitas biaya
juga dinnyatakan dalam rasio, baik sebagai Average Cost Effectiveness Ratio (ACER)
atau sebagai Incremental Cost Effectiveness Ratio (ICER) yang menunjukan biaya
tambahan yang membebankan pengobatan alternatif dan pengobatan lain dengan efek
tambahan manfaat, atau memberikan hasil.
Dari contoh hasil penelitian yang kami ambil dapat disimpulakan bahwa: (1)
Obat valsartan memberikan nilai terbaik yaitu nilai rupiah yang terendah dan menjadi
pilihan yang lebih cost-minimize dibandingkan obat ramipril-spironolakton. (2) Adanya
penghematan pada rata-ra- ta biaya total pengobatan gagal jantung kongestif
menggunakan obat valsartan sebesar Rp 96.820,- per pasien. (3) Adanya penghematan
pada biaya rawat inap menggunakan obat valsartan sebesar Rp 299.031,- per pasien.

B. Saran
Dari penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap
bagaimana menghitung CEA dan menerapkannya sehingga dapat membantu
mengurangi pengurangan biaya pada pasien penyakit jantung.
DAFTAR PUSTAKA

Tjiptoherijanto dkk.2010. Ekonomi Kesehatan.Jakarta: Rineka Cipta

AHA (American Heart Association). Cardiovascular Disease : A Costly Burden For America
Projections Through 2035. The American Heart Association Office of Federal
Advocacy : Washington DC; 2017.

American Heart Association, 2014. Heart Disease and Stroke Statistics. AHA Statistical
Update, p. 205.

Rahmawati,Cintya dan Nurwahyuni, Atik. 2014. Analisis minimalisasi biaya obat


antihipertensi antara kombinasi Ramipril-Spironolakton dengan Valsartan
pada pasien Gagal Jantung Kongestif diRumah Sakit XY di Jakarta tahun 2014.
Hal 191-200. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia:Jakarta .

Anda mungkin juga menyukai