PENYUSUN :
KELOMPOK 1
NAMA NIM
1. Krezea Heda N1A117066
2. Rizki Aqsyari D N1A117163
3. Amelia Fristi Ananda N1A117166
4. Lutviyah Nurfath N1A117173
5. Reski Devita N1A117187
6. Devianita H N1A117194
7. Sara Listriani Fadila N1A117225
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang ““Cost Effectiveness Analysis (CEA) pada Penyakit Tidak
Menular”. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita,
yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa
ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam
semesta.
Kami sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah dalam tugas mata kuliah
Ekonomi kesehatan ini. Disamping itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu kami selama pembuatan makalah ini berlangsung sehingga
terealisasikanlah makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bisa bermanfaat dan jangan
lupa ajukan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya bisa diperbaiki.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Biomekanika Kerja (Material Handling) ................................ 3
2.2 Manual Handling ...................................................................................... 4
2.3 Risk Faktor ............................................................................................... 4
2.4 Penerapan Bionekanika Kerja .................................................................. 5
2.5 Metode Pengukuran Manual Handling ....................................................9
2.6 Risk Factor............................................................................................. 14
2.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Biomekanika.................................16
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan ................................................................................................ 24
4.2 Saran ...................................................................................................... 24
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan suatu gangguan fungsi jantung
dimana otot jantung kekurangan suplai darah yang disebabkan karena adanya
penyempitan pembuluh darah koroner. PJK secara klinis ditandai dengan adanya nyeri
dada atau dada terasa tertekan pada saat jalan buru-buru, berjalan datar atau berjalan
jauh, dan saat mendaki atau bekerja (Riskesdas, 2013).
Faktor risiko dari PJK terbagi dua yaitu faktor yang tidak dapat diubah dan
faktor risiko yang dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah adalah usia, jenis
kelamin, dan riwayat keluarga. Sedangkan faktor risiko yang dapat diubah yaitu
hiperlipidemia, merokok, hipertensi, diabetes melitus (DM), obesitas dan kurangnya
aktivitas fisik (Adi, 2014; Mitchell, 2015).
Menurut American Heart Association (2016), PJK merupakan penyebab utama
kematian (45,1%) di Amerika Serikat diikuti dengan penyakit stroke (16,5%), gagal
jantung (8,5%), hipertensi (9,1%), penyakit arteri (3,2%), dan penyakit kardiovaskular
lainnya. Penelitian terdahulu yang dilakukan di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa
rata-rata pasien PJK berusia 58,1 tahun, jenis kelamin perempuan (24%), riwayat
keluarga PJK (44,8%), merokok (47,7%) dan mempunyai rata-rata indeks massa tubuh
27,9 kg/m2 serta faktor risiko lainnya seperti hipertensi (46,3%), DM (17,1%), dan
hiperlipidemia (44,1%) (Stone et al.,2011).
Di Indonesia angka kematian yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler,
terutama penyakit jantung koroner dan stroke diperkirakan akan terus meningkat
mencapai 23,3 juta kematian pada tahun 2030 (InfoDatin, 2016). Berdasarkan hasil
Riskesdas (2013), di Indonesia PJK berada di posisi ke tujuh penyakit tidak menular.
Prevalensi PJK berdasarkan diagnosis dokter Indonesia sebesar 0,5% dan berdasarkan
terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5%. Dari hasil penelitian (Ghani et al. ,2016)
usia pasien PJK di Indonesia yang paling banyak berkisar 65-74 tahun, jenis kelamin
perempuan (1,6%), merokok (1,2%), obesitas (1,7%), hipertensi (5,5%), DM (9,2%),
dan hasil lipid yang abnormal (1,8%).
Salah satu terapi pengobatan PJK adalah dengan melakukan tindakan
revaskularisasi, yaitu Coronary Artery Bypass Graft (CABG). Tindakan CABG
pertama kali dilakukan pada tahun 1960-an dengan menggunakan mesin jantung paru
(Hakim dan Dharmawan, 2014). Tindakan CABG dilakukan dengan mengambil
konduit pembuluh darah baik itu arteri maupun vena untuk disambungkan ke arteri
koroner sehingga terjadi pemintasan arteri koroner yang mengalami penyempitan.
Hasilnya adalah terjadi perbaikan suplai darah ke daerah otot jantung yang diperdarahi
arteri koroner yang tersumbat tersebut (Hakim dan Dharmawan, 2014).
B. Tujuan
a. Untuk mengetahui prevalensi pasien PJK
b. Untuk mengetahui distribusi pasien PJK yang dilakukan CABG berdasarkan usia
dan jenis kelamin.
c. Untuk mengetahui distribusi pasien PJK yang dilakukan CABG berdasarkan
faktor risiko.
d. Untuk mengetahui komplikasi dan mortalitas pasien PJK yang dilakukan CABG
C. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada penderita PJK
yang akan melakukan bedah, khususnya CABG.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PEMBAHASAN
Tabel 1. Biaya langsung medis pengobatan gagal jantung kongestif tahun 2014
Ramipril-Spironolakton Valsartan
Jumlah biaya obat Rp. 296.601 Rp. 1.014.000
Tabel 1 menjelaskan bahwa efektivitas penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik,
kombinasi obat ramipril-spironolakton lebih baik dibandingkan obat valsartan. Jumlah hari
yang dibutuhkan untuk men- capai target tekanan darah juga lebih singkat pada ramipril-
spironolakton dibandingkan valsartan. Ha- nya saja ketika dihitung nilai rata-rata, rata-rata hari
terkontrolnya tekanan darah kelompok valsartan lebih singkat dibandingkan kelompok
ramipril-spironolakton sehingga ada hari rawat yang dapat di- hindari sebesar 0,7 hari.
Dari hasil pengukuran efektivitas pada kedua kelompok, ditemukan bahwa tidak ada
perbedaan signifikan pada efektivitas kedua kelompok obat ramipril-spironolakton dan obat
valsartan. Sehing- ga dapat dikatakan kedua kelompok ini memiliki efektivitas dalam
penurunan tekanan darah sistolik dan penurunan tekanan darah diastolik yang setara, hari
tekanan darah terkontrol yang setara, dan pers- en pasien dengan tekanan darah terkontrol yang
se- tara. Sehingga dapat dilakukan analisis minimalisasi biaya.
Dari hasil perhitungan rata-rata biaya total pada kedua kelompok diperoleh nilai rata-
rata biaya total pada kelompok ramipril-spironolakton lebih tinggi dibandingkan rata-rata biaya
total kelompok val- sartan, yaitu Rp 2.527.743,- dibandingkan dengan Rp 2.430.923,-. Dimana
terdapat perbedaan yang signifikan antara biaya obat ramipril-spironolakton dengan biaya obat
valsartan (p=0,000). Kemudian tidak ada perbedaan yang signifikan antara biaya jasa dokter
maupun biaya rawat inap obat ramipril-spi- ronolakton dengan obat valsartan (berturut-turut
p= 0,790 dan p=0,091). Hasil perhitungan biaya langsung medis juga tidak berbeda signifikan
antara obat ramipril-spironolakton dengan obat valsartan (p=0,626). Sehingga kelompok obat
valsartan memberi- kan nilai terbaik yaitu nilai rupiah yang terendah dibandingkan dengan
kelompok obat ramipril-spi- ronolakton pada pasien gagal jantung kongestif di RS Pemerintah
XY tahun 2014. Berdasarkan hasil analisis statistik, terdapat perbedaan yang signifikan antara
biaya obat rami- pril-spironolakton dengan biaya obat valsartan (p= 0,000). Tidak ada
perbedaan yang signifikan pada biaya jasa dokter antara kombinasi obat ramipril-spi-
ronolakton dengan obat valsartan (p=0,790). Tidak ada perbedaan yang signifikan pada biaya
rawat inap antara kombinasi obat ramipril-spironolakton dengan obat valsartan (p=0,091).
Kemudian tidak ada perbedaan yang signifikan pada biaya langsung medis antara kombinasi
obat ramipril-spironolakton dengan obat valsartan (p=0,626).
Dari hasil perhitungan ketiga komponen biaya langsung medis, rata-rata biaya rawat
inap yang paling banyak menghabiskan biaya, baik pada kelompok kombinasi obat ramipril
spironolakton (Rp 1.729.800,-) maupun kelompok valsartan (Rp 1.430.769,-). Adanya
kombinasi antara ramipril-spironolakton dikarenakan pada beberapa literatur disebutkan pada
Uji RALES menunjukkan adanya manfaat spironolakton yang bersifat aditif terhadap manfaat
ACE-Inhibitor, dan pengunaannya dianjurkan bagi pasien gagal jantung kelas III sampai IV
NYHA sehingga kombinasi antara diuretik dan ACE- Inhibitor ini merupakan terapi lini
pertama bagi gagal jantung. Spironolakton dosis rendah dapat bermanfaat pada gagal jantung
berat dan dapat digunakan ACE-Inhibitor dengan monitoring serum kalium secara hati-hati.
Spironolakton dosis rendah sampai sedang dapat menurunkan kesakitan dan kematian pada
pasien dengan gagal jantung parah yang juga mendapatkan ACE-Inhibitor dan terapi standar
lain termasuk dosis penuh diuretik loop. Dosis rendah spironolakton, biasanya 25mg perhari,
mengurangi gejala dan mortalitas pada pasien.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa efektivitas penurunan tekanan darah sistolik dan
diastolik, hari terkontrolnya tekanan darah, dan persen pasien dengan tekanan darah terkontrol,
tidak berbeda secara signifikan antara kelompok obat ramipril- spironolakton dengan obat
valsartan.
Dari hasil pengukuran efektivitas pada kedua kelompok, ditemukan bahwa tidak ada
perbedaan efektivitas yang signifikan terhadap kelompok kombinasi obat ramipril-
spironolakton dengan obat valsartan. Dipilih analisis minimalisasi biaya dengan pertimbangan
hasil pengukuran efektivitas pada kedua alternatif yang setara. Selain itu, berdasarkan beberapa
penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa golongan ACE-Inhibitor (ramipril) dan ARB
(valsartan) terhadap tekanan darah adalah serupa untuk mengatasi hipertensi esensial, yang
berbeda adalah pada efek samping (Truter, 2011; Powers & etal, 2012; White, 2012).
Pada hasil perhitungan analisis minimalisasi biaya diperoleh rata-rata biaya total pada
kombinasi obat ramipril-spironolakton lebih tinggi dibandingkan rata-rata biaya total obat
valsartan, dengan nilai penghematan sebesar Rp 96.820,-. Dimana terdapat perbedaan yang
signifikan antara biaya obat ramipril-spironolakton dengan biaya obat valsartan (p=0,000).
Namun tidak ada perbedaan yang signifikan antara biaya jasa dokter maupun biaya rawat inap
obat ramipril-spironolakton dengan obat valsartan (berturut-turut p=0,790 dan p=0,091). Dan
tidak ada perbedaan yang signifikan pada biaya langsung medis antara kombinasi obat ramipril-
spironolakton dengan obat valsartan (p=0,626).
Hasil perhitungan rata-rata biaya rawat inap pada kelompok kombinasi obat ramipril
spironolakton sebesar Rp 1.729.800,- lebih tinggi dari kelompok valsartan, yaitu Rp
1.430.769,- Sehingga terlihat bahwa penggunaan obat valsartan dapat menghemat biaya rawat
inap sebesar Rp 299.031,- per pasien.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cost Effectiveness Analysis merupakan cara memilih untuk menilai program
yang terbaik dengan membandingkan berbagai cara untuk mencapai tujuan yang sama.
Efektivitas biaya diukur dengan menggunakan suatu angka, misalnya jumlah nyawa
yang terselamatkan atau jumlah anak yang divaksinasi. Hasil analisis efektivitas biaya
juga dinnyatakan dalam rasio, baik sebagai Average Cost Effectiveness Ratio (ACER)
atau sebagai Incremental Cost Effectiveness Ratio (ICER) yang menunjukan biaya
tambahan yang membebankan pengobatan alternatif dan pengobatan lain dengan efek
tambahan manfaat, atau memberikan hasil.
Dari contoh hasil penelitian yang kami ambil dapat disimpulakan bahwa: (1)
Obat valsartan memberikan nilai terbaik yaitu nilai rupiah yang terendah dan menjadi
pilihan yang lebih cost-minimize dibandingkan obat ramipril-spironolakton. (2) Adanya
penghematan pada rata-ra- ta biaya total pengobatan gagal jantung kongestif
menggunakan obat valsartan sebesar Rp 96.820,- per pasien. (3) Adanya penghematan
pada biaya rawat inap menggunakan obat valsartan sebesar Rp 299.031,- per pasien.
B. Saran
Dari penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap
bagaimana menghitung CEA dan menerapkannya sehingga dapat membantu
mengurangi pengurangan biaya pada pasien penyakit jantung.
DAFTAR PUSTAKA
AHA (American Heart Association). Cardiovascular Disease : A Costly Burden For America
Projections Through 2035. The American Heart Association Office of Federal
Advocacy : Washington DC; 2017.
American Heart Association, 2014. Heart Disease and Stroke Statistics. AHA Statistical
Update, p. 205.