Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Anatomi Orbita Keterangan gambar 2.1


a. Fontal (orbital plate)
b. Sphenoid
c. Palatine
d. Zygomatikum
e. Maxsillary
f. Ethmoid
g. lacrimale

Gambar 2.1 Anatomi orbita (Merril, 2003)

Orbita adalah lekukan tulang yang berisi bola mata. Orbita

berbentuk kercut seperti tulang berongga. Dibentuk 7 tulang, yaitu frontal,

ethmoidal, sphenoid (tulang-tulang cranium), lacrimale, palathe, maxilla,

zygomaticum (tulang-tulang wajah). Orbita terdiri dari atap, dinding

medial, dinding lateral dan lantai orbita. Apex orbita terletak di optic canal.

Long axis orbita dapat diperlihatkan dengan sudut 37 derajat dari MSP

kepala atau dengan sudut OML (merril, 2012).

5
6

a b
Gambar 2.2 a. Membentuk sudut 37 derajat dengan MSP
b. 30 derajat superior dengan garis median
orbitalmeatal (Bontrager, 1993)
Dari tujuh tulang masing-masing orbita ditampilkan dalam

pandangan frontal sedikit obliq. zygomaticum frontal, dan tulang maxilla

ditampilkan untuk membentuk dasar orbita. Beberapa dinding medial

orbita dibentuk oleh tulang lacrimal tipis. tulang sphenoid dan ethmoid

membentuk sebagian besar orbita posterior. sedangkan hanya sedikit

tulang palatine yang berkontribusi pada bagian posterior paling dalam

dari lantai setiap orbita (Bontrager, 2001).

Setiap orbita juga mempunyai tiga lubang bukaan posterior di

bagian orbita, seperti yang ditunjukkan. Foramen optic adalah lubang

kecil pada tulang spenoid, terletak di posterior di puncak orbita berbentuk

kerucut.. Fissure orbital superior adalah celah atau celah antara sayap

spenoid yang lebih besar dan lasser, terletak di lateral foramen optic.

Pembukaan ketiga adalah fisura orbital inferior, terletak di antara tulang

maxilla, zygomaticum dan sayap sphenoid yang lebih besar. (Bontrager,

2001).

Bagian kecil dari tulang akar yang memisahkan fisura orbital

superior adalah canal optic yang dikenal sebagai penyangga sphenoid.


7

canal optic adalah canal kecil di dalam foramen optic yang terbuka. Oleh

karena itu, pembesaran saraf optic yang abnormal dapat menyebabkan

erosi penyangga sphenoid, yang sebenarnya merupakan bagian dari

dinding lateral canal optic (Bontrager, 2001)

Keterangan gambar 2.3


a. Optic foramen
b. Sphenoid
c. Superior orbital
d. Inferior orbital

Gambar 2.3 Struktur bagian orbita Merril, 2003)

2. Patologi

Kelainan yang terjadi pada orbita yaitu fraktur blow out atau fraktur

dinding inferior orbita. Fraktur blow out atau fraktur dinding inferior orbital

adalah fraktur yang terjadi apabila suatu objek tumpul yang lebih besar

dari diameter orbital rim seperti ditinju, disiku, terkena bola tenis atau bola

hoki ke posterior mengarah kearah apeks orbita. Oleh karena bagian

posterior orbital tidak bisa mengakomodasi peningkatan volume jaringan

ini, tulang orbital akan patah di titik yang lemah yaitu pada dinding

inferiornya. (Bontrager, 1993).

3. Prosedur pemeriksaan foramen opticum

Sebelum pemeriksaan foramen opticum maka terlebih dahulu

dilakukan:
8

a. Persiapan pasien

Pada dasarnya dalam pemeriksaan foramen opticum tidak

ada persiapan pasien secara khusus, hanya melepaskan benda-

benda yang dapat mengganggu gambaran radiograf yang

menyebabkan artefak seperti benda-benda yang terbuat dari logam.

Selain itu sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diberi penjelasan

secara singkat oleh petugas (radiogrefer) tentang prosedur

pemeriksaan yang akan dilakukan.

b. Persiapan alat

a) Pesawat sinar-x

b) Marker R/L

c) Kaset

d) Film

e) Printer film

f) Alat untuk

g) mengukur sudut 53̊

h) Alat dokumentasi (Camera)

i) Reader
j) prosessing

4. Teknik pemeriksaan foramen opticum


a. Orbitoparital Oblique Rhese Method
Posisi pasien : Tidur supine atau duduk tegak. Pusatkan Mid

Sagitalplan pada pertengahan grid. Letakan

lengan pada sisi tubuh dan atur shoulder


9

sehingga terletak pada bidang horizontal.

Posisi obyek : Rotasikan kepala sehingga MSP membentuk

sudut 53̊ terhadap meja pemeriksaan. atur

acanthomeatal tegak lurus, pusatkan kaset

sehingga orbito berada jauh dari film.

Arah sinar : Tegak lurus dengan kaset, menembus sampai

bagian paling bawah orbita pada inferior

lateral quadran.

Titik bidik : Setinggi orbita

FFD : 100 cm

Kaset : 18 x 24 cm

Faktor eksposi : KV 80, mAs 18

Kolimasi : Perbatasan kolimasi secara keseluruhan dari

daerah orbita

Kriteria : Optic canal inferior lateral quadran dari orbita,

optic canal tampak pada akhir sisi sphenoid.

Gambar 2.4 Proyeksi pemeriksaan foramen opticum proyeksi


Orbitoparital Oblique Rhese Method (Merril, 2003).
10

Gambar 2.5 Hasil radiograf pemeriksaan foramen


opticum proyeksi Orbitoparital Oblique
Rhese Method. (Merril, 2003).

b. Parietaoorbito Oblique Rhese Method

Posisi pasien : Tidur prone atau duduk tegak, letakan tangan

dalam posisi yang nyaman dan atur shoulder

horizontal dengan meja pemeriksaan.

Posisi obyek : Pusatkan orbita pada pertengahan kaset dan

Sandarkan pada tulang zygomaticum, hidung

Dan dagu diatas meja pemeriksaan, atur dan

fleksikan leher sampai acanthomeatal line tegak

lurus terhadap kaset, atur dan rotasikan

kepala sehingga membentuk sudut 53̊ terhadap

film.

Arah sinar : Tegak lurus kaset, menembus orbita sampai ke

film.

Titik bidik : Kira-kira 1 inchi superior dan posterior pada

bagian atas earattachmaent (bagian telinga),

menembus orbita sampai ke film.


11

FFD : 100 cm

Kaset : 8 x 24 cm

Faktor eksposi : KV 80, mAs 18

Kolimasi : Perbatasan kolimasi pada daerah orbita

Kriteria : Optic canal berada pada inferior lateral quadran

dari orbita optic canal tampak pada akhir sisi

sphenoid.

Gambar 2.6 Proyeksi pemeriksaan foramen opticum proyeksi


Parietoorbital Oblique Rhese Method (Merril,2003).

Gambar 2.7 Hasil radiograf pemeriksaan foramen


Opticum proyeksi Parietoorbital Oblique
Rhese Method (Merril, 2003).
12

B. Kerangka Teori

Anatomi Foramen
opticum

Teknik pemeriksaan Orbitoparital Oblique Rhese


foramen opticum pada Rethod dan Parietaoorbito
proyeksi Oblique Rhese Method
(Merril, 2003)

Kriteria anatomi a. Optic canal dan foramen


pemeriksaan foramen b. Tampak sphenoid
opticum c. Batas supraorbita
d. Infraorbita
e. Keseluruhan orbita

Anda mungkin juga menyukai